Di samping itu, Dion tampaknya tengah berbicara dengan Handi lewat jaringan telepon dan sibuk mempertanyakan keberadaan Askara kepada ayahnya. Dion terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda mengerti dengan ucapan ayahnya."Ah, baiklah. Aku akan menyampaikannya pada Arumi, karena dia terlihat cemas sekali," tukas Dion.Arumi yang masih tidak suka melihat kebaikkan mantan suaminya pun mendelik, dengan kedua alis mata yang terangkat.Sesaat kemudian Dion telah selesai menelepon ayahnya dan kembali memasukkan ponsel ke dalam kantong celananya."Bagaimana, Dion? Di mana om Handi?" tanya Bryan penasaran."Ayahku sekarang sedang berada di ruang meeting, katanya menunggu kita untuk pergi ke sana, Askara pun sedang di sana bersama papa dan mama.""Apa!?" teriak Arumi yang tak sengaja meninggikan nada suaranya kala ia mengetahui bahwa Askara diasuh oleh Rose.Seketika itu pula Bryan menepuk jidatnya sendiri, "Astaga! Aku lupa kalau kita akan mengadakan meeting keluarga!"Ya! Saking asyik
"Sial! Bisa-bisanya dia lari," umpat Hans ketika ia melihat Shella berusaha melarikan diri darinya."Tunggu, Shell!"Bersama dengan itu Hans pun berlari menyusuri lorong hotel berusaha mengejar Shella yang tampak ketakukan akan dirinya.Padahal Hans tidak berniat membuat wanita itu tertekan, ia hanya ingin menuntut haknya sebagai seorang ayah dari Arshetta. Namun yang ia dapat hanyalah berbagai tuduhan dari Shella. Bahkan Shella tidak ingin mempercayainya setelah Hans memperlihatkan hasil tes DNA sebagai bukti bahwa Shetta merupakan anak kandungnya sendiri.Hans terus berlari mengejar wanita itu namun sayangnya, langkah kaki Shella rupanya lebih cepat dari yang ia bayangkan.Hingga pada akhirnya Hans berhenti dan berusaha mengatur napasnya yang tersenggal-senggal."Astaga, apa dia mantan Atlet lari? cepat sekali langkahnya," gerutunya dengan pandangan lurus ke depan serta kedua tangan terletak di antara pinggangnya.Sedangkan Shella? Wanita itu berhasil lolos dari lelaki yang terus m
Tok, tok!!Sebuah suara ketukkan pintu sempat mengalihkan perhatian mereka yang tengah berada di dalam meeting room, bersama dengan itu pula pintu tersebut terbuka.Tampak sosok wanita memasukinya dan seketika itu pula Dion terkejut melihat kedatangan istrinya ke dalam ruangan itu."Ah! Rupanya kamu, ayo masuk. Kami belum lama memulainya kok," ujar Handi tersenyum hangat menyambut sang menantu.Shella pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum sebelum akhirnya wanita itu menduduki salah satu kursi di samping suaminya, Dion.Ia memandang sekeliling, lalu menoleh ke arah Arumi yang tampak sedang memperhatikan dua orang anak kecil yang tengah asyik memainkan beberapa mainan.Di tengah-tengah itu Dion tiba-tiba menyiku lengannya dan berbisik, "Kamu kenapa datang ke sini? Bukannya diam di dalam kamar dan istirahat saja?"Mulanya Shella tampak kehabisan kata-kata karena dari awal niatnya untuk menghindari Hans. Hingga wanita itupun harus memutar otak dan melihat ke segala arah, hingga sepasa
Arumi terdiam, melihat Shella yang tiba-tiba berada di belakangnya dan mengucapkan selamat yang terkesan menyindir, namun Arumi memilih untuk tidak terlalu menanggapinya dan hanya diam."Aku tidak menyangka keluarga mas Dion akan kembali berhubungan lagi denganmu," ucap Shella lagi, "Aku pikir kita pun tidak akan bertemu lagi, dan hanya cukup samai dipengadilan perceraianmu dan suamiku."Entah mengapa, kata-kata seperti itu begitu mudahnya terucap tanpa terpikirkan sekalipun. Shella pun awalnya tak ada niat untuk mengatakan hal itu.Tetapi ia seolah terdorong hingga mengeluarkan kata-kata yang terkesan menyindir bahkan menyulut api.Meskipun begitu, Arumi tetap terdiam. Setelah selesai mencuci tangannya ia pun menghadapkan tuduhnya hingga berhadapan dengan Shella.Dengan helaan napas panjang Arumi pun berkata, "Terima kasih atas ucapan selamat yang baru saja kudengar. Tapi kuharap kita telah cukup dewasa untuk menyikapi masa lalu yang seharusnya sudah berlalu."Skakkmatt!!Shella sera
Situasi di dalam toilet hotel itu semakin memanas, Shella dan Arumi semakin menunjukkan taringnya bahkan tak ingin mengalah.Shella yang kekeh dengan dugaannya terkait niatan Arumi untuk merebut Dio kembali melalui pernikahannya dengan Bryan.Sedangkan Arumi? Ia bersikukuh tidak pernah berniat demikian, bahkan wanita itu sudah tidak ingin melihat wajah mantan suami serta mantan madunya. Keduanya saling menatap dengan sorotan penuh amarah yang berapi-api.Lalu Shella berdecih sembari membuang mukanya, "Dasar menjijikkan! Kau dari dulupun tidak pernah mengakui kalau kau sangat mencintai mas Dion bukan!? Kau hanya berusaha menutupinya dengan berdalih demi perusahaan ayahmu yang bangkrut."Deg!!Arumi membulatkan matanya seketika, mendengar ucapan Shella yang terdengar mencibir, bahkan terkesan menyinggung perasaannya.Terlebih Shella tak segan-segan membawa-bawa ayahanda Arumi yang sangat ia sayangi. Karenanya, Arumi yang sedari tadi berusaha menahan diri untuk tidak membalas cemoohan S
Klap!!Shella menutup pintu mobil dengan sedikit kencang sampai-sampai menghasilkan bunyi yang begitu nyaring di telinga. Hingga Dion pun mengerutkan kening kala ia melihat tingkah laku istrinya yang tak seperti biasanya."Ada apa lagi dengannya?" batin Dion bertanya-tanya, ia tak bisa bertanya langsung karena melihat raut wajah Shella yang tampak memendam amarah.Jika lelaki itu memaksakan diri untuk bertanya apa yang tengah terjadi dengan istrinya, sudah pasti Shella akan berbalik memarahinya dan tak ayal membuat wanita itu melampiaskan kekesalannya kepada sang suami.Ya! Seperti yang telah diketahui, suasana pertemuan keluarga yang baru saja mereka lakukan menjadikan sebuah hubungan Shella dengan Arumi bertambah keruh. Keduanya saling beradu mulut dan meninggikan egonya.Hal itu dipicu karena Shella menuduh Arumi dan memperingati wanita itu agar tidak memiliki niat untuk merebut Dion kembali, seperti yang telah dilakukan Arumi pada beberapa tahun yang lalu.Tetapi Arumi kekeh deng
"Ma?"Satu panggilan tak membuat Rose menoleh ke arah suaminya, wanita itu tampak terhanyut dalam lamunan yang ia ciptakan sendiri.Lalu Handi bangkit dari sandaran kursi mobilnya dan kembali memanggil sang istri dengan sedikit menyentuh tangan wanita itu hingga Rose mengerjap dan menoleh seketika."Y-ya!?" sahutnya mendelik, "Astaga, Pah. Bikin kaget saja."Rose kemudian membenahi posisi duduknya, "Kenapa, Pah?""Mama yang kenapa, dari tadi Papa perhatikan melamun saja," balas Handi, "Mama sedang memikirkan apa?"Rose pun terdiam, tampak memikirkan jawaban untuk pertanyaan suaminya yang memang ia sendiripun tidak tahu.Ya! Dalam kegelapan malam setelah pulang dari acara pertunangan Bryan dan Arumi, mereka kini dalam perjalanan menuju kediaman mereka untuk melepas penat.Handi yang tampaknya kelelahan dan memilih untuk menyandarkan punggungnya pada bahu kursi, merelaksasikan otot dan pikirannya.Tetapi berbeda dengan Rose yang tampak hanya terdiam dengan pandangan mata yang terfokus p
"Apa yang kalian bicarakan?"Shella seketika mengernyitkan kening, mendapati Dion yang terlihat terkejut dengan pernyataannya.Untuk seketika Shella bangkit dan terduduk dengan raut wajah penuh tanda tanya, "M-maksudmu apa, Mas? Apa pentingnya pembahasanku dengan dia!?""Aku hanya ingin tahu apa yang kalian bahas selama beberapa menit menghilang," jelas Dion bernada dingin lalu ia menyipitkan matanya, "Apa kamu sempat membahas hal sensitif dengannya?"Bukan main, Dion tampak penasaran sekali terkait hal itu bahkan ia sedikit meninggikan suaranya pada sang istri. Namun alih-alih menjawab, Shella justru semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan ini. Dan lagi, kenapa mereka harus membahas hal sepele pada waktu yang sudah larut begini?Shella lantas menggelengkan kepalanya dengan gerak cepat, "Mas! Tolong bicara dengan jelas apa maksudmu?"Dion semakin gemas, entah bagaimana ia harus menjelaskan kepada Shella terkait pertanyaannya yang terdengar simpel menurutnya.Lalu dengan helaan na
Kerutan pada keningnya kini mulai tampak jelas, kala lelaki itu membalikkan amplop putih yang ternyata mempunyai lambang yang menggambarkan salah satu lambang Laboratorium terkemuka di kota itu.Mulanya Dion merasa aneh hingga bertanya-tanya dalam benaknya. Tanpa menunggu lama lagi Dion lantas mulai membuka isi amplop dan memgeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa deretan huruf dan angka di dalamnya."Surat apa ini?" tanyanya masih menerka-nerka bahkan belum menyadarinya.Perlahan namun pasti, Dion kini mulai membaca kata demi kata yang tertulis di dalam surat tersebut. Untuk sesaat ia kembali heran, terlebih ketika lelaki itu menyadari terdapat beberapa nama yang tidak asing lagi baginya tertera di dalam tulisan tersebut."Kenapa ada nama anakku di sini!? Arshetta Puteri Santoso!?"Ya! Rasa penasaran lelaki itu semakin meluas, bahkan merasa begitu heran mengapa nama itu ada di dalamnya. Ia pun lekas membaca dengan lebih teliti lagi, kata demi kata yang menjelaskan terkait hasi
Seperti rencana sebelumnya pagi ini Hans akan melancarkan aksinya dengan memberi pelajaran pada Dion dan Shella terkait Kejadian beberapa malam yang lalu yang membuat dirinya merasa dipermalukan di hadapan semua orang bahkan di tempat yang selalu ia kunjungi. Lelaki itu telah bersiap dengan pakaian rapinya dan segera meluncur meninggalkan kediamannya menggunakan mobil mewah miliknya yang berharga milyaran rupiah.Dengan ditemani sopir pribadinya Hans segera saja menuju perusahaan milik Dion yang berada di pusat kota tersebut. Raut wajahnya kini menampakkan bahwa dirinya sangat percaya diri dengan rencana ini bahkan Hans sangat yakin bahwa ia akan segera membuat Dion menderita dan bisa memiliki Shella seutuhnya."Tunggu saja, Dion, aku akan menunjukkan Siapa yang paling kuat di antara kita dan aku akan membuktikan siapa yang paling pantas berada di samping Shella, " ucapnya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.Tak butuh waktu beberapa jam untuk bisa tiba di kawasan perusahaan elit
Sudah berhari-hari Hans selalu melamun, asyik dengan pikirannya sendiri. Ya! Setelah perdebatannya bersama Dion dan Shella malam itu, ia kini lebih banyak diam dari biasanya, ponsel yang selalu ia mainkanpun kini hanya tergeletak tak karuan di atas meja kerjanya.Ia sungguh tidak berselera untuk melakukan apapun, bahkan ia hanya melakukan beberapa pekerjaan kantornya dan pulang tepat waktu. Tanpa mampir ke sebuah tempat atau melakukan sesuatu seperti biasanya."Ini terasa membosankan, aku hanya dian seperti ini dan tidak melakukan apapun."Hans lalu merebahkan dirinya di atas kursi santai di sebelah kolam renang miliknya, menandangi langit malam yang gelap dan penuh dengan berbagai cahaya bintang menghiasinya.Tak dapat dipungkiri, beberapa ucapan serta cibiran yang ia terima dari Shella tentu berdampak buruk dan cukup panjang hingga membuaynya seperti ini. Lelaki itu semakin terlarut dalam lamunannya sendiri membayangkan semua rentetan kejadian yang secara tidak langsung telah menyin
Bryan baru saja tiba di kantornya dengan suasana hati yang sedikit kurang baik. Setelah perbincangan bersama pamannya yang terjadi semalam, Bryan tentu saja kini merasa bingung dengan saran yang diberikan oleh Handi.Bagaimana tidak? Saran yang dikatakan oleh Handi telah cukup membuat Bryan kembali berpikir, lagi dan lagi.Ia merasa cemas dan takut dengan keadaan Arumi yang belum sepenuhnya merasa lebih baik, bahkan saat terakhir ia makan siang dengan Arumi, wanita itu masih saja terlihat murung, menjawab pertanyaan Bryan seperlunya."Ini benar-benar membuatku pusing," ucap Bryan kala ia menduduki kursi kerjanya dan hendak memulai aktifitasnya.Tetapi, alih-alih segera menggarap beberapa pekerjaannya, lelaki itu justru hanya diam dengan kedua mata terfokus menatap layar komputernya.Diam ... dan tidak bergeming ....Di dalam pikirannya kini hanya terdapat berbagai macam hal yang tentang Arumi dan Askara."Bagaimana kalau tante Rose berbuat nekad dan bersikukuh menginginkan Askara? Lan
Hari-hari setelah malam itu, Shella kini terlihat murung. Meski ia tetap menemani Vena membuka tempat karaokenya, namun semuanya tidak berjalan seperti sebelumnya. Wanita itu jadi lebih pendiam, senyuman manis yang ia miliki kini hanya tertuju untuk para customer.Ya! Shella cukup profesional dalam mengelola emosinya kali ini.Akan tetapi tetap saja, terlihat sekali perbedaan sikap dalam dirinya. Vena pun merasakan hal itu, merasa iba melihat sahabatnya yang harus berada dalam situasi seperti ini."Hmm, saituasi macam apa lagi ini!? Aku benar-benar tidak habis pikir ... "Semua terjadi jelas karena Dion, lelaki yang tiba-tiba datang mengacau. Hal itu membuat Vena memutuskan untuk melakukan sesuatu."Aku harus segera bertindak, karena seperti ini saja sudah membuatku lelah."Ya! Pagi ini lebih tepatnya sesaat setelah matahari muncul dari ufuk timur, para orang-orang yang memulai aktifitasnya, Vena telah bersiap dan segera pergi menuju kantor Dion. Vena berjalan mengendap-endap melewati
Kini, Handi tengah duduk tegap di sebuah ruang tamu yang terdapat pada rumah mewah bergaya modern tersebut. Lelaki itu tak berhenti mengatur pernapasannya, dan juga mengatur beberapa bahasan yang akan ia katakan pada keponakannya.Ia ingin mengulur waktu, memikirkan lagi semuanya hingga terasa tepat untuk disampaikan. Tetapi Bryan sepertinya tidak akan memberinya kesempatan."Baiklah, Om. Apa yang membawa Om hingga malam-malam begini mendatangiku?" tanya Bryan langsung pada intinya.Bryan yang memang sedari dulu tak begitu menyukai basa-basi serta selalu membahas inti dari setiap permasalahan tentu sudah menjadi hal biasa bagi Handi, dan lelaki itu tak pernah menunjukkan aksi protesnya.Handj lalu membenahi posisi duduknya, sebelumm akhirnya menbahas apa yang membuat pikirannya mengganjal."Maaf sebelumnya kalau Om tiba-tiba menanyakan ini padamu," ucap Handj sedikit ragu, "Apa rencanamu saat kalian berdua resmi menikah?"Bukannya lekas menjawab, Bryan justru dibuat bingung dengan per
Handi kini telah tiba di sebuah kawasan perumahan elite di bilangan Jakarta. Entah apa yang ada di pikiran lelaki paruh baya itu hingga ia menjalankan mobilnya dengan secepat kilat dan tiba di rumah keponakannya.Saat lelaki itu menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah besar tersebut seketika itu pula ia disambut oleh seorang satpam yang bekerja di rumah itu."Selamat malam, Apakah ada yang bisa saya bantu? " tanya satpam tersebut."Apakah Bryan sudah pulang?" tanya Handi sesaat setelah ia menurunkan kaca jendela mobil miliknya.Satpam itu pun menganggukan kepalanya dan kemudian menjawab, "Kebetulan sekali Tuan Bryan baru saja pulang dari kantor beberapa menit yang lalu."Mendengar itu tentu saja membuat Handi merasa lega karena dia bisa langsung menemui keponakannya di dalam rumah itu meski ia sendiri belum tahu apa yang akan dia bicarakan saat ini dengan Bryan.Tanpa berlama-lama lagi satpam itu pun lekas mempersilahkan Handi untuk memasuki pekarangan rumah Bryan yang tamp
"Apa aku memang terlalu kejam? Apa aku salah karena menginginkan sesuatu yang sudah kubuang sendiri?"Pikiran itu terus menerus mengganggunya, terngiang-ngiang sampai tak dapat disingkirkan lagi.Entah mengapa, malam ini Rose terasa sulit sekali untuk tidur, ia telah pergi ke kamar mandi, minum beberapa tegukkan ari mineral, bahkan melakukan hal beberapa saat, tak membuatnya merasakan kantuk sekalipun.Rose terus saja terpikirkan beberapa hal yang selama ini mengusiknya. Bahkan sesaat setelah ia bertemu Dion dan membicarakan terkait tes DNA itu, Rose tak mampu lagi berkata apapun."Apa aku turuti saja kemauan Dion untuk melupakan hal ini?" pikirnya lagi.Hingga sesaat kemudian Rose kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, tidak. Aku tidak boleh mundur, aku harus membuktikannya sendiri kalau dugaanku benar," ucapnya lagi.Ya! Rose memang selalu bersikeras mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan lautanpun akan ia sebrangi asalkan pada akhirnya ia mendapatkan hal tersebut.Saat ini, Ros
"Tunggu, Mas!! Aku bisa-""Diamlah, aku sudah tidak ingin mendemgarkanmu lagi," sergah Dion memotong ucapan Shella dan lekas pergi dari sana.Shella tentu tidak ingin melewatkan kesempatan ini, ia segera meraih tangan Dion dan menggenggamnya erat, namun seketika itu pula Dion menghempaskannya, seolah benar-benar tidak ingjn tersentuh lagi oleh Shella. Lelaki itu lekas pergi dari hadapan Shella, tetapi lagi dan lagi, sosok perempuan tiba-tiba saja muncul dan menghentikan langkah lelaki itu."Ck! Tolong minggir, aku harus pergi."Tetapi wanita itu tentu tidak mendengar dan terus berdiri tepat di hadapannya."Ada apa ini!?" tanya wanita tersebut bernada dingin, "Apa kau yang membuat kericuhan di tempatku?""Aku??" Dion kemudian berdecih lalu kembali menoleh ke belakang, "Aku hanya berniat memastikan sesuatu dan pergi, tapi lihat? Aku malah menemukan sesuatu yang menarik di sini."Vena pun terdiam, mengikuti arah pandang Dion dan menatap sosok pria bertubuh tinggu berdiri tepat di sampin