Share

Gara-gara Obat

Penulis: Komalasari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Laila menatap Widura sejenak. Dia tak sempat meminta izin kepada Pramoedya, bahwa dirinya akan pergi menemui Suratman. Lagi pula, ide itu muncul tiba-tiba. Laila membiarkan sesaat telepon genggamnya bergetar, hingga memutuskan menjawab panggilan tadi. 

“Iya, mas,” sapa Laila lembut. 

“Apa kamu sedang istirahat, sayang?” tanya Pramoedya merasa tak enak, karena mengira bahwa dirinya telah mengganggu sang istri. 

“Tidak juga,” jawab Laila, diiringi gumaman pelan. “Aku … aku sedang berada di rumah Pak Suratman. Nanti saja kita bicara lagi saat di rumah.”

“Baiklah. Kamu pergi dengan siapa?” tanya Pramoedya, sebelum menutup sambungan telepon.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Wanita Dalam Keremangan

    Marinka tersadar. Dia yang tengah menopang kening, seketika mengangkat wajah. Wanita muda itu menatap Lena, dengan sorot aneh dan tak dapat diartikan. “Ya, kamu benar,” ucapnya memaksakan diri agar terlihat biasa. Marinka tertawa dibuat-buat, kemudian berdiri. “Aku memang agak … kamu tahu sendiri bahwa aku sedang mengalami masalah yang sangat berat. Aku tertekan dan … dan ….” Putri semata wayang Adnan tersebut tak melanjutkan kata-katanya. Si pemilik rambut golden brown tadi tampak memikirkan sesuatu. Sedangkan, Lena menatap aneh pada majikannya. Gadis yang sudah mengabdi pada Marinka sekian lama itu, memicingkan mata. Lena seperti menangkap suatu kejanggalan dari sikap sepupu Laia tersebut. Namun, tentu saja dia tidak berani mengatakan apa pun. Terlebih, melakukan protes. Lena merasa muak, ketika dirinya harus menjadi bulan-bulanan kemarahan sang nona. “Ya sudah. Kamu keluar sana. Aku ingin sendiri,” usir Marinka, dengan nada bicara yang tidak terlalu keras. “Baik, Non.” Lena meng

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Mencari Ketenangan

    “Obat?” ulang Pramoedya, tanpa mengubah posisi berdiri, yang sejak tadi menghadap langsung pada wanita dalam keremangan tadi.“Iya. Aku rasa, yang dimaksud pasti bukan obat biasa. Itulah mengapa Marinka sangat khawatir karenanya. Terlebih, dia yang biasa menebus resep dari Dokter Hasan. Kalau begitu, artinya Marinka tidak benar-benar bersih, Mas.”“Ya, kamu benar.” Pramoedya menggumam pelan. “Rasanya pasti menyenangkan, jika bisa menyeret wanita itu ke penjara,” ujar pria tampan dengan T-Shirt biru navy tersebut, sambil memasukkan satu tangan ke saku celana tidur. “Apa sebaiknya kutanyakan langsung kepada Pak Widura saja, ya?” pikirnya, beberapa saat kemudian.“Itu akan jauh lebih baik. Siapa tahu, Pak Widura mengetahui obat-obatan tersebut atau bahkan menyimpannya. Jika masih ada, Bu Laila bisa menjadikan itu sebagai barang bukti baru untuk menjerat Marinka. Harus kuakui, dia sangat menyeba

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Di Ujung Tanduk

    Malam yang menyebalkan telah berlalu tanpa terasa. Laila yang seharusnya melanjutkan tidur, tak dapat memejamkan mata barang sedetik pun. Terlebih, karena dia tak tahu Pramoedya berada di mana tadi malam.Alarm berbunyi nyaring. Namun, hari ini Laila tak merasa terbantu oleh suara yang selalu membangunkannya setiap pagi itu. Kali ini, alarm tersebut ‘bangun’ lebih terlambat dari dirinya. Laila juga tak memedulikan bunyi yang cukup memusingkan tadi. Dia hanya duduk termenung, sambil bersandar pada kepala tempat tidur.Akan tetapi, lama-kelamaan Laila merasa terganggu. Kesal, wanita itu meraih jam digital dari meja tempat lampu duduk berada. Dilemparkannya benda berisik tersebut ke dekat pintu kamar.Bersamaan dengan itu, Dara masuk. Jam digital tadi jatuh tepat di dekat kaki gadis manis

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kerasnya Hati Laila

    Pramoedya dan Widura sama-sama tercengang, atas ucapan Laila yang seakan tanpa dipikir terlebih dulu. Kedua pria itu saling pandang hingga beberapa saat, sebelum kembali mengarahkan perhatian kepada wanita yang tengah diliputi amarah. “Jangan bicara sembarangan, Sayang,” tegur Pramoedya pelan, tapi penuh penekanan. “Maaf bila dianggap ikut campur. Saya tidak tahu ada masalah apa antara Anda dengan Pak Pram. Akan tetapi, sebaiknya jangan mengambil keputusan dalam keadaan marah. Bukan tidak mungkin, itu akan menjadi hal yang paling Anda sesali di kemudian hari.” Widura mencoba mengingatkan Laila, agar tidak gegabah. “Saya sudah memikirkannya semalaman. Menurut saya, ini adalah keputusan yang paling tepat,” ujar Laila tetap pada pendiriannya. “Tepat menurutmu, belum tentu tepat bagi pasanganmu!” sergah Pramoedya. Dalam hati, dia sudah tak tahan ingin bertindak lebih tegas kepada Laila. Akan tetapi, Pramoedya berusaha tetap menahan diri.

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Diiringi Tetesan Air Mata

    “Kenapa kamu sangat berlebihan seperti ini?” Pramoedya mulai hilang kesabaran, dalam menghadapi sikap keras Laila.“Tidak ada yang berlebihan, Mas,” sanggah Laila. “Aku berhak mempertahankan keputusanku, karena kamu sendiri memilih untuk bersikap seperti itu. Mas lebih suka melindungi wanita itu, dibanding bersikap jujur padaku.” Laila menatap tajam pria tampan di hadapannya. “Apakah wanita yang bersamamu semalam adalah Rastanty?”Pramoedya tidak menjawab. Situasi seperti ini, membuat pria tiga puluh empat tahun tersebut menjadi benar-benar tak nyaman. Namun, entah mengapa Pramoedya merasa begitu berat untuk mengungkapkan yang sebenarnya. Haruskah dia mengorbankan ikatan dengan Laila, demi tujuan yang sejak awal sudah direncanakan secara matang?“Ya, sudah. Semua sangat jelas untukku, Mas.” Laila menatap kecewa, sebelum akhirnya memalingkan muka. Dia berlalu dari hadapan Pramoedya, yang berdiri te

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Gelisah, Galau, Merana

    Setelah berbicara dengan Rastanty, Pramoedya kembali mengarahkan perhatian ke luar jendela. Pikiran pria tiga puluh empat tahun tersebut melayang jauh, pada sepenggal kenangannya bersama Laila. Kebersamaan mereka memang baru seumur jagung. Pantaslah jika belum adanya kepercayaan serta pondasi kuat, yang bisa menjadi alasan untuk mempertahankan ikatan.Pramoedya tak menyalahkan Laila yang terlalu cemburu padanya. Pria itu menyadari seperti apa kehidupan dia di masa lalu. Pertemuannya dengan Laila, bahkan bermula dari suatu kebiasan nakal yang tidak terpuji.Namun, Pramoedya belum bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya untuk saat ini. Awalnya, dia menutupi segala rencana yang telah disusun, demi menjaga kelangsungan hubungan dengan Laila. Namun, siapa sangka bahwa sang istri justru memergokinya bersama Rastanty.

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kunjungan Mertua

    “Mama.” Laila mendekat kepada Naheswari, lalu memeluk wanita itu beberapa saat. Setelah itu, dia beralih kepada Wilhelm. “Kapan datang?” tanya istri Pramoedya tersebut.“Kami baru tiba kemarin,” jawab Naheswari seraya duduk kembali. “Maaf, karena Mama dan papa baru bisa menjengukmu sekarang.”Laila tersenyum lembut. “Terima kasih. Aku sangat terkesan, karena Mama dan papa mau datang jauh-jauh kemari.” Laila menggenggam erat tangan ibu mertuanya. Dia tak merasa canggung lagi. Bagi Laila, Naheswari sudah seperti ibu kandung yang tak dia rasakan kasih sayangnya, akibat perpisahan bertahun-tahun.“Mana mungkin kami tak bisa meluangkan waktu untukmu, Laila,” ucap Wilhelm penuh wibawa. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” tany

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Melonggarkan Dasi

    Laila terus berbincang dengan Naheswari. Mereka membicarakan banyak hal. Tak hanya tentang Pramoedya, tapi juga mengenai sesuatu yang dirasa menarik untuk dibahas antar sesama wanita.Tanpa terasa, senja menjelang. Naheswari dan Wilhelm berpamitan dari sana, dengan diantar oleh Laila dan Widura.Sepeninggal ayah dan ibu mertuanya, Laila langsung masuk kamar. Dia begitu lelah dan ingin segera beristirahat. Namun, kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Laila justru termenung, sambil menatap langit-langit kamar.Sunyi. Laila merasakan kesendirian yang memuakan. Sebenarnya, dia tidak menyukai situasi seperti saat ini. Entah mengapa, kisah hidup justru kembali membawa cerita tak menyenangkan untuknya.Tanpa terasa, kantuk datang menyergap. Laila mulai mem

Bab terbaru

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Akhir Perjalanan Panjang

    Selagi Aries dan Dara saling mengungkapkan perasaan, Laila dan Pramoedya pun melakukan hal yang sama. Mereka memisahkan diri dari para kerabat, yang tengah bersuka ria dalam pesta itu. “Bagaimana perjalananmu tadi?” tanya Pramoedya lembut. Sesekali, dia menyingirkan anak rambut yang menutupi kening Laila. Sikap pria itu benar-benar manis sehingga membuat Laila tersanjung. “Tadinya, aku mau mandi dan beristirahat sebentar sebelum makan malam. Akan tetapi, tiba-tiba mama mengatakan bahwa Mas Pram mengalami kecelakaan.” Laila menatap sang suami penuh cinta. “Kamu sangat mengkhawatirkanku.” Pramoedya tersenyum kalem. Ada rasa bangga dalam hatinya, yang tak harus dia ungkapkan. Pria itu cukup memberikan bukti nyata, melalui perlakuan tak biasa kepada Laila. “Aku ingin menculikmu sebentar dari sini,” bisiknya.Laila tersipu malu. Dia tak memberikan jawaban. Namun, bahasa tubuh wanita cantik tersebut, menunjukkan bahwa dia setuju dengan keinginan Pramoedya.Tanpa banyak bicara, Pramoedya

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kejutan Istimewa

    Beberapa hari setelah itu, Laila dan Aries berangkat ke Belanda. Setelah melewati perjalanan panjang melalui jalur udara, akhirnya mereka tiba di Kota Amsterdam. Kebetulan, Pramoedya sudah menyiapkan sopir yang menjemput keduanya. Dari bandara, Aries dan Laila langsung menuju kediaman Wilhelm van Holst. “Selamat datang kembali, Laila,” sambut Wilhelm hangat. “Senang sekali kamu bisa datang lagi kemari, Sayang.” Naheswari memeluk erat Laila. Dia begitu bahagia atas kehadiran sang menantu di rumahnya. “Di mana Lara dan Zehra?” tanya Laila, seraya mengedarkan pandangan. “Um … mereka … mereka sedang pergi dengan Pram. Ada sedikit urusan yang harus diselesaikan,” jelas Naheswari sedikit tak nyaman. Sesekali, dia melirik sang suami yang menatap penuh arti padanya. “Ya, sudah. Sebaiknya, kalian beristirahat dulu.” Wilhelm berdehem pelan, seakan memberi kode rahasia kepada sang istri. Naheswari tersenyum lembut. Dia memanggil pelayan, lalu menyuruhnya mengantar Aries ke kamar yang sudah

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kepergian Pramoedya

    “Mas akan tetap berangkat ke Belanda?” tanya Laila, dengan sorot harap-harap cemas.“Ya. Semua sudah siap,” jawab Pramoedya pelan, seraya menarik selimut. Dia menutupi tubuh polosnya dan sang istri, yang baru selesai bercinta. Pramoedya memejamkan mata.Laila mengembuskan napas pelan bernada keluhan. Wanita itu seperti menahan rasa kecewa. Ekspresi tadi terpancar jelas dari raut wajahnya. Namun, Laila tak berani mengungkapkan apa yang dia pikirkan.“Kenapa? Bukankah ini yang kamu inginkan?” Pramoedya membuka mata. Dia menatap lekat Laila yang tampak memendam kesedihan.“Aku tidak ….” Laila seakan sengaja menggantungkan kalimatnya. Dia menatap Pramoedya dengan mata berkaca-kaca.“Apa?” Pramoedya menautkan alis, menunggu Laila menyelesaikan kata-katanya. Namun, sang istru justru membalikkan badan. Laila seperti menghindar dari perbincangan yang dirinya mulai.

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Diiringi Rintik Gerimis

    “Mas,” sapa Laila, yang tiba-tiba menjadi salah tingkah. Wanita cantik tersebut sadar betul seperti apa penampilannya, meski Pramoedya pernah melihat dia dalam kondisi lebih acak-acakan dari itu.“Lihatlah, Pram. Laila menyiapkan semua menu untuk makan malam kita kali ini,” ujar Naheswari, seraya tersenyum lebar. Ibu tiga anak itu tahu, bahwa menantunya merasa canggung berhadapan langsung dengan sang putra. “Jangan katakan, jika Mama memaksa Laila mengerjakan ini semua,” tukas Pramoedya kalem. Dia menghadapkan tubuh pada Naheswari. Namun, ekor mata pria tampan itu justru tertuju pada Laila, yang sibuk sendiri menanggulangi rasa kikuk. Seulas senyuman muncul di sudut bibir Pramoedya. “Adakalanya kita harus memaksa, Sayang,” ujar Nahwswari, sambil berjalan mendekat pada putra sulungnya. “Mandi dan segeralah berganti pakaian. Setelah itu, kita makan malam sama-sama.” Wanita paruh baya tersebut menepuk pelan pipi Pramoedya, lalu berbalik pada Laila. 

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Lusuh dan Berminyak

    Laila berdiri terpaku, menyaksikan kepergian Pramoedya dengan sedan hitam yang dikendarai sendiri. Pria itu serius akan kata-katanya, tentang perceraian dan rencana kepergian dia ke Belanda. Karena, sang pengusaha tampan berdarah campuran tadi berlalu tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Putra sulung pasangan Naheswari dan Wilhelm tersebut, seakan sudah pasrah menerima kisah cintanya yang tak berjalan mulus. Sementara itu, Aries masih berdiri di teras sambil menyandarkan lengan kiri pada pilar penyangga. Tatapan mantan suami Laila tersebut kosong, menerawang menembus kegelapan malam. “Kupikir, kamu sudah pulang.” Laila melangkah ke teras, lalu berdiri di sebelah Aries. Namun, dia tetap memberi jarak dari sang mantan suami. “Pak Pram memintaku agar tetap di sini, sampai dia mengirimkan pengawal pribadi untuk menjagamu,” balas Aries, seraya menoleh sekilas pada Laila yang memandang ke depan. “Dia sangat mengkhawatirkanmu.” Laila tidak menyahut. Wanita cantik itu hanya menundukkan

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Keputusan Akhir Pramoedya

    “Mas,” panggil Laila lirih. Tak terkira betapa bahagia hatinya, saat melihat Pramoedya ada di sana. Dia dan Marinka yang sudah putus asa, kembali mendapat kekuatan. Terlebih, Pramoedya datang bersama Aries dan tiga pria berjaket kulit.“Hentikan, Pak Widura.” Nada bicara Pramoedya terdengar sangat tenang, tapi penuh wibawa. “Anda adalah orang yang cerdas. Anda pasti tahu seperti apa konsekuensi, bila tidak bisa bersikap kooperatif terhadap petugas.”“Petugas apa?” Widura menyeringai pada Pramoedya, yang tak memberikan jawaban.Pramoedya menoleh pada tiga pria berjaket kulit tadi. Dia mengarahkan tangannya ke arah Widura. “Silakan, Pak. Semua barang bukti sudah saya kantongi, dan akan segera diserahkan pada pihak yang berwajib,” ucap pengus

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Widura yang Sebenarnya

    “Pertanyaan macam apa itu, Bu Laila?” Widura terkekeh pelan.“Jawab saja, Pak,” desak Laila. Sekilas, dia melirik Marinka yang terlihat tegang.“Apa saja yang Non Marinka ceritakan pada Anda?” Widura tak lagi seramah biasanya. Rait wajah pria itu berubah menakutkan. “Banyak,” jawab Laila singkat. Tatapannya lekat, tertuju pada Widura. “Salah satunya adalah tentang obat-obatan, yang tersimpan di laci kamar ayah saya.”Setelah mendengar ucapan Laila, Widura jadi makin tak bersahabat. Tak ada lagi sosok lembut, bijak, dan pelndung yang selama ini menjadi ciri khas dirinya. Widura bagaikan seekor singa yang menemukan mangsa, dan bersiap untuk menerkamnya.Melihat bahasa tubuh Widura, Marinka mundur perlahan. Dia berbalik, kemudian berlari menuruni undakan anak tangga menuju halaman. Namun, belum sempat Marinka melarikan diri, Widura sigap mencegahnya. Pria paruh baya itu mencengkeram erat tangan Marinka, hingga sepupu Laila tersebut meringis kesakitan. “Lepaskan aku, Tua bangka!” umpat

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Wanita Keras Kepala dan Pencemburu

    Semua mata sontak tertuju pada Marinka. Celetukan wanita muda itu memang terdengar keterlaluan. “Kenapa? Apa ada yang salah?” Marinka yang telah menghabiskan setengah dari isi dalam piringnya, meneguk air putih tanpa menghiraukan tatapan aneh yang lain. “Aku hanya mengatakan sesuatu yang memang kerap terjadi di zaman sekarang. Persahabatan jadi cinta, atau cinta segitiga antar sahabat. Lebih parah lagi, jika ada dua pria yang bersahabat dekat mencintai satu wanita. Tak jadi masalah apabila si wanita tidak memilih salah satu.”Naheswari menautkan alis, setelah mendengar ucapan Marinka barusan. Ibunda Pramoedya tersebut memaksakan tersenyum, meski ada sesuatu yang tiba-tiba mengusik hatinya. “Tante rasa, teorimu tadi tidak berlaku untuk Reswara dan Widura. Buktinya, Widura mendukung hingga sekarang. Sampai Anita tiada, Widura tetap mendampingi Reswara sebagai sahabat sekaligus orang kepercayaan yang banyak membantu. Bahkan, saat Reswara terbaring sakit dalam waktu yang terbilang lama.”

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kisah Empat Sahabat

    Laila terpaku beberapa saat, sebelum memutuskan untuk menjawab panggilan tadi. Setelah mendengar cerita Marinka tentang Widura, pandangannya terhadap pria paruh baya itu jadi berubah. Jujur saja, dia terpengaruh dan mulai ragu. Walaupun, dirinya belum mendapatkan bukti yang benar-benar valid tentang semua pernyataan Marinka tadi.“Siapa, Sayang?” tanya Pramoedya lembut. Meskipun saat ini hubungannya dengan Laila belum membaik seperti biasa, tapi tak mengubah sikap manis pria itu terhadap sang istri.“Pak Widura,” jawab Laila ragu.“Angkat saja. Katakan bahwa kamu sedang bersamaku sekarang.” Raut wajah Pramoedya seketika jadi serius.Laila tak membantah. Dia langsung menggeser ikon hijau, untuk menjawab panggilan

DMCA.com Protection Status