Feyana yang tiduran sambil menunggu daya ponselnya terisi, kebingungan ingin melakukan apa. Rasa bosan membuatnya kelimpungan. Ingin bertamu di kamar Joshua dan adiknya, tapi sudah jam 10 malam.“Tidur aja, deh. Daripada aku gangguin mereka berdua,” putus Feyana. Ia awalnya tadi memang mengantuk berat, tapi setelah dia mandi, malah rasa kantuknya lenyap begitu saja.Feyana hampir lupa menyalakan ponselnya. Meski sudah dicas, ia memang sengaja tak menyalakannya. Sesuai dugaan, baru juga ponselnya menyala, sudah serentetan bunyi notifikasi mengganggu langsung keluar. Feyana membiarkan notifikasi itu terus keluar tanpa berniat melihatnya.Feyana tak sadar sudah tertidur dan lelap. Namun baru juga beberapa menit ia mulai masuk alam mimpi, ponselnya berdering. Mau Feyana tolak telepon dari orang yang entah siapa, tapi ia pikir-pikir itu bukan hal baik. Dia belum izin pada siapapun dari keluarganya ketika sedang nginap di sini. Nanti akan jadi bahan carian malah kacau.“Iya, aku memang seda
Feyana dan Joshua kembali kerja setelah selesai mengantar Jerome pergi sekolah. Keduanya datang dengan satu mobil, berbarengan karena sekalian satu tujuan. Feyana juga mengajak Joshua membahas soal akuisisi perusahaan Randy.“Jadi, sudah dipastikan aku bisa dapatkan kuasa kepemilikan atas RAN Corp, bukan?” tanya Feyana ketika mobilnya sudah sampai di parkiran.Joshua mengangguk mantap membenarkan dugaan itu. Dengan banyaknya saham yang Feyana tanam di perusahaan yang hampir bangkrut dan berupaya menggerakkan kembali RAN Corp dengan memberikan beberapa proyek kerja sama bersama EVE Corp, memang mudah bagi Feyana mengambil alih nantinya. Terlebih, Randy sendiri sudah menanda-tangani perjanjian bahwa Feyana menjadi Pimpinan tertinggi yang setara dengannya di RAN Corp.Joshua turun lebih dulu dan membungkuk sopan sebelum berjalan masuk ke gedung, meninggalkan Feyana yang katanya ingin mengecek ponselnya.Seusai kepergian Joshua, Feyana bermaksud melihat foto-foto yang sudah dikirimkan Jos
“Feyana tidak setuju. Gimana bisa semua kesalahan dilimpahkan pada Joshua? Dia tidak salah apapun.” Feyana langsung menyalak menolak pendapat itu.Erik mendelik menatap putrinya yang susah diatur. “Menurut saja! Ini juga demi kebaikanmu dan perusahaan.”“Jika ayah memikirkan kebaikanku, lalu siapa yang akan memikirkan Joshua? Dia punya adik yang bersekolah, dia juga perlu bayar kebutuhan sehari-hari. Jika dipecat, uang dari mana dia untuk mencukupi kebutuhannya? Ayah jangan setega itu pada temanku,” bantah Feyana dengan nafas memburu kesal.“Teman katamu? Heh, bukannya kamu bilang dia itu sekretarismu? Jadi perlakukan dia hanya sebagai pekerja! Buang jika memang tidak berguna! Dengan begitu, kamu akan maju.”Mendengar apa yang ayahnya ucapkan, Feyana menggeleng tak setuju. Mana bisa ia buang teman baiknya hanya karena dia sudah tak lagi berguna? Dia berteman bukan karena memanfaatkan kegunaannya, melainkan karena murni berteman untuk saling melengkapi.“Iya, memang Joshua sekretarisku
Feyana selesai mandi dan tubuhnya terasa lebih segar. Ia mengibaskan rambutnya yang basah akibat keramas. Dengan santai dirinya mengambil ponsel di kasur dan tertegun melihat notifikasi telepon berulang kali dari pihak resepsionis kantornya.Ia buru-buru menelepon balik tapi sebelum diangkat, Feyana dikejutkan oleh ayahnya yang masuk ke kamarnya dengan tergesa.“Ayo, susul suamimu di kantor! Dia buat geger dengan memukuli sekretarismu di depan para karyawan.”Feyana langsung melotot kaget mendengarnya. Tak menyangka bahwa suaminya bisa seberingas itu dalam bertindak.Tanpa buang waktu, Feyana mengikuti ayahnya yang berjalan cepat memasuki mobil. Feyana ikut masuk dan duduk gelisah di samping kursi ayahnya. Sesekali Erik berkata kasar untuk melampiaskan kekesalannya.“Kenapa suamimu ikut-ikutan bikin panas keadaan, sih? Kamu juga! Kenapa kalian tak mau mengurangi ego dan bicara dengan tenang untuk cari jalan tengah masalah yang dihadapi. Kalau kamu bilang tak suka dengan teman baiknya
Jadi kamu meragukan kesetiaanku, begitu? Baiklah jika itu jawabanmu. Terima kasih sudah mengatakannya.”Bukannya marah, Feyana malah menyahut dengan tenang tanpa emosi apapun. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan keluar tanpa mengindahkan David maupun Joshua.Wajah David langsung berubah. Ia bingung karena Feyana bukannya menyalak marah seperti biasanya atau memberi pembelaan.“Ucapanmu sangat keterlaluan. Alasan Feyana ke pantai denganku itu karena dia sedih sebab kamu memilih diam-diam menghubungi Luna yang sudah jelas mencintaimu. Dan kamu harus tahu, aku tidak berduaan dengan Feyana saja, melainkan ada adikku juga yang ikut. Kami hanya melihat sunset dan pergi ke kamar masing-masing. Besoknya liat sunrise setelah itu pulang. Tapi artikel yang tersebar mengatakan sebaliknya. Bahkan menuturkan bahwa aku dan Feyana beberapa hari ini terlihat pergi ke hotel dan memesan satu kamar. Gimana perasaan istrimu jika kamu saja tak mempercayainya dan meragukan kesetiaannya begini?”Ini ucapan
Feyana menatap marah atas ucapan Luna yang mengakui sendiri perbuatan jahatnya. Ia tak sangka bahwa Luna berani berbuat serendah ini hanya demi merusak rumah tangganya.“Jika begini caramu, maka segera bertobat! Suamiku takkan mungkin bisa kamu dapatkan jika kamu licik seperti ini. Kalaupun aku dan dirinya berakhir berpisah, aku jamin dia takkan mungkin juga kamu dapatkan.” Feyana berkata dingin membuat Luna terkekeh mendengarnya.“Bagaimana kamu bisa yakin aku tak bisa mendapatkannya? Kamu terlalu sombong, Fey. Meskipun David sangat mencintaimu, kalo kamu selingkuh darinya ... dia akan tetap berani menceraikanmu. Di saat hatinya yang kosong itulah menjadi kesempatanku untuk menyusup masuk mengisinya. Aku mampu berbuat hal licik lainnya jika memang diperlukan.” Luna menatap dingin ke arah Feyana yang meremang di tempatnya berdiri.Meski angin bertiup agak keras, baik suara Feyana maupun Luna terdengar cukup jelas. Dan seseorang yang sejak tadi memperhatikan obrolan keduanya membuatnya
Feyana tampak lebih lepas dan bebas ketika berlarian ke sana ke mari. David yang melihatnya pun dibuat tak berhenti menyunggingkan senyumannya hingga giginya terasa kering.“Heh, sudah mainnya! Ini tengah hari astaga, Fey. Nanti kamu item, loh.” David lelah membujuk Feyana untuk berhenti.Memang awalnya seru ketika dirinya dan Feyana kejar-kejaran saling mencipratkan air satu sama lain, tapi lama kelamaan dirinya bosan ditambah ini panasnya makin terik membuatnya tak tahan untuk berteduh.“Gapapa item, yang penting kamu masih cinta sama aku. Aku item juga keliatan makin cantik, kok.” Feyana menyahut tak peduli sambil terus bermain.David tersenyum masam mendengar jawaban Feyana. Ya, memang dirinya takkan mempermasalahkan warna kulit istrinya itu, karena cintanya akan tetap besar untuknya.“Memangnya kamu tidak mau menyelesaikan masalah di kantor secepatnya? Nanti kalau diurus ayahmu dan tak sesuai dengan kemauanmu, gimana?” seru David terdengar malas.Ia tak tahu apa yang harus dikat
Feyana terdiam kaku di ambang pintu ketika suara tegas ayahnya keluar. Erik membuang map yang barusan di bacanya ke kaki Feyana. Tatapannya menyiratkan amarah yang ditahannya.“Kamu tahu apa kesalahanmu?”“Menggunakan dana perusahaan untuk membeli saham di RAN Corp padahal itu tidak akan menguntungkan bagi perusahaan ini,” sahut Feyana menundukkan kepala sambil memungut map itu dengan enggan.Erik berdiri dari kursi dan menyuruh Feyana serta David agar duduk di sofa tengah. “Tutup pintunya!” titahnya agar tidak ada yang menguping pembicaraan penting ketiganya.Setelah putri dan menantunya duduk berseberangan dengannya, Erik menghela nafas. “Kenapa kamu buat lagi kesalahan, Fey? Yang soal perselingkuhanmu saja belum sepenuhnya tuntas, kamu malah menambahi dengan ini.”Erik memijit pangkal hidungnya. Ia letih dengan apa yang menimpa perusahaannya. Ia tentu tak mau perusahaannya berada dalam ancaman karena ulah Feyana.Feyana menangis memohon maaf pada ayahnya. “Feyana sungguh menyesal.”
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was