“Pak David ada di dalam ruangannya, kan? Aku akan langsung masuk saja. Sengaja ingin mengejutkannya juga, jadi tak usah dipanggil.”Feyana langsung menyelonong ketika seorang karyawan bagian resepsionis berlari mendatanginya. Karyawan itu agak kaget dengan kedatangan Feyana yang mendadak.Bukan masalah di karyawannya, tapi atasannya sedang ada tamu. Tamu yang bisa saja membuat Feyana marah.“Pak David memang ada di ruangannya, tetapi dia kedatangan tamu dan sedang mengobrol penting di dalam. Ibu Feyana saya antar ke ruang tunggu dan memanggil Pak David saja, ya,” cegah karyawan itu mencoba cari celah.Feyana menggeleng tak usah. Dia hanya ingin menyapa David sebentar, memberitahukan soal akuisisi perusahaan Randy, lalu setelahnya langsung pergi juga tak apa. Ia jamin takkan mengganggu rapat penting dengan tamu suaminya.“Tapi—,”“Sudah, kamu balik sana ke mejamu! Nanti ada yang butuh, kamu malah tak ada di mejamu.” Feyana menyetop ucapannya dan berjalan lebih cepat menuju lift.Di dal
“Kamu mau kuantar ke mana?” celetuk Joshua setelah keheningan yang sejak tadi menguasai mereka di dalam mobil.“Terserah.” Feyana menyahut ala kadarnya, tak bertenaga dan malas.Feyana menyenderkan kepalanya ke kaca jendela mobilnya dan beberapa kali menghela nafas berat.“Kembali ke kantor, mau tidak?” tanya Joshua memberi saran.“Aku tidak mau bekerja. Pokoknya terserah padamu, tapi jangan kantor.”Joshua ikut menghela nafas. Feyana yang punya masalah, tapi ia juga merasa ikut pening dibuatnya. Wanita memang seperti ini, bilangnya terserah tapi masih saja pilih-pilih.“Kalau kamu sendiri mau ke mana pengennya? Aku ikut kamu saja deh seharian ini,” cetus Feyana yang tak punya tujuan apapun.Joshua memandangnya dengan syok. “Tentu saja selesaikan pekerjaan yang kamu bilang harus selesai secepatnya. Kamu bahkan menyuruhku lembur malam ini, loh. Sudah lupa?” sindirnya membuat Feyana duduk tegap menghadapnya lalu meringis kasihan.“Kalau begitu hari ini pekerjaannya dipending untuk besok
Feyana beberapa kali mondar-mandir sambil menggigiti kuku jarinya. Ia ingin mendobrak masuk tapi mengetahui bahwa itu toilet pria membuatnya jadi enggan. Ketika ada anak seumuran Jerome mau masuk ke dalam toilet, Feyana langsung mencegat.“Dek, aku beri kamu uang saku kalo mau bantuin,” ucapnya tergesa.Remaja pria itu tentu saja tergiur dengan lembaran uang yang Feyana keluarkan untuknya. “Apa yang harus kulakukan, Kak?” tanyanya semangat.“Tolong liat di dalam toilet apa ada orang!”Remaja itu langsung masuk dan keluar beberapa detik kemudian. “Ada 2 orang di satu bilik. Suaranya berdentum seperti orang berkelahi. Sisanya tak ada bilik yang terisi, kok.”Feyana langsung mengangguk yakin. “Kamu jaga di luar, ya! Kalau ada pria yang mau masuk, suruh tunggu dulu sampai aku keluar.”Remaja itu masih menurut dan Feyana masuk dengan tenang. Ia langsung mencari ke bilik yang terdengar gaduh. Dirinya menggedor bilik toilet sambil berteriak marah. “Joshua, kalo kamu masih memukuli adikmu, ak
Feyana langsung terbahak bahkan hingga memukul lengan Joshua untuk menyalurkan tawanya. “Hey, aku bercanda. Kalian ini menganggapnya serius sekali. Aku sumpah tak tahan untuk ketawa melihat wajah cengo kalian barusan. Kupikir kalian takkan terkecoh dengan candaan tadi. Jelas-jelas aku sudah bilang bahwa misalkan, itu hanya perumpamaan bukan beneran, astaga.”Joshua langsung menatap Feyana dengan sebal. Sakit lengannya dijadikan samsak pukulan oleh Feyana hanya karena tertawa yang menurutnya tidak lucu.“Kalaupun memang iya, sepertinya aku akan menolak. Meskipun Kak Feyana cantik, tapi umur kita terlalu jomplang. Daripada denganku, mending dengan kakakku saja. Ya, kan, Bang?” seloroh Jerome yang akhirnya menimpali gurauan itu.“Tapi aku maunya kamu bukan kakakmu, kok. Biarkan saja jaraknya jauh, toh sekarang sedang tren hubungan beda usia,” kekeh Feyana yang masih bergurau.Ketika Jerome berniat kembali menimpali, Joshua langsung menghadang. “Kalian ini mau terus bercanda atau berangka
“Wow, itu mataharinya mau tenggelam, Joshua! Itu lihatlah!” ribut Feyana yang sudah kegirangan.Lengan baju Joshua sampai melorot karena terus ditarik oleh Feyana. “Iya, aku juga lihat. Mataku sudah melotot melihat mataharinya, loh.” Dirinya berusaha sabar untuk tidak berteriak marah, tapi Feyana sungguh menyebalkan.“Buruan cepet ambil foto. Jangan lupa aku juga difoto, ya!” pinta Feyana sambil buru-buru mengeluarkan ponselnya yang malah mati daya.Feyana hampir menangis karena momentum sunset yang sempurna akan terjadi. “Hp-ku lowbat, Jo. Aku kudu gimana?” paniknya kembali menarik-narik lengan baju Joshua hingga melar.“Aku juga punya hp, Fey. Tenang saja, nanti kufotokan!” sembur Joshua sambil menempelkan ponselnya dengan layar menyala ke jidat Feyana agar bisa jelas dilihatnya.Feyana akhirnya tenang dan menyengir melihat kekesalan Joshua karena bajunya melar ulahnya. “Nanti aku belikan yang baru, deh,” bujuknya berusaha menenangkan Joshua yang sudah mendelik padanya.“Awas saja j
Jerome mengangkat bahu tak peduli dan terus melahap makanannya. Ia tetap bisa pulang, kok. Mana mungkin kakaknya tega menelantarkannya di sini.“Gapapa, Jo. Yang dibilang adikmu juga benar, sekalian saja kita lihat sunrise pasti bagus. Aku juga ingin melihatnya mumpung di sini,” terang Feyana membujuk.“Terus gimana dengan suamimu? Bagaimana kalo dia tak mengizinkan dan marah padaku karena berpikir aku ini tengah merayumu dengan dalih begini? Aku tak mau disangka jadi pebinor alias perebut bini orang. Apa kata orang-orang kalau kita menginap di hotel padahal kamu sudah bersuami?!” tegas Joshua tak mau terlibat masalah.Joshua menarik adiknya untuk diajak bicara empat mata, membiarkan Feyana akhirnya duduk tenang sambil makan daging yang barusan dibakar Jerome.“Kan kamu yang bilang untuk jangan mendambakan Feyana, tapi ini malah kamu kasih celah untuk kita berduaan. Kamu ini gimana, sih? Dan kalau kamu gak tahu, suaminya Feyana itu amat posesif pada istrinya, dia juga masih tidak suka
Feyana yang tiduran sambil menunggu daya ponselnya terisi, kebingungan ingin melakukan apa. Rasa bosan membuatnya kelimpungan. Ingin bertamu di kamar Joshua dan adiknya, tapi sudah jam 10 malam.“Tidur aja, deh. Daripada aku gangguin mereka berdua,” putus Feyana. Ia awalnya tadi memang mengantuk berat, tapi setelah dia mandi, malah rasa kantuknya lenyap begitu saja.Feyana hampir lupa menyalakan ponselnya. Meski sudah dicas, ia memang sengaja tak menyalakannya. Sesuai dugaan, baru juga ponselnya menyala, sudah serentetan bunyi notifikasi mengganggu langsung keluar. Feyana membiarkan notifikasi itu terus keluar tanpa berniat melihatnya.Feyana tak sadar sudah tertidur dan lelap. Namun baru juga beberapa menit ia mulai masuk alam mimpi, ponselnya berdering. Mau Feyana tolak telepon dari orang yang entah siapa, tapi ia pikir-pikir itu bukan hal baik. Dia belum izin pada siapapun dari keluarganya ketika sedang nginap di sini. Nanti akan jadi bahan carian malah kacau.“Iya, aku memang seda
Feyana dan Joshua kembali kerja setelah selesai mengantar Jerome pergi sekolah. Keduanya datang dengan satu mobil, berbarengan karena sekalian satu tujuan. Feyana juga mengajak Joshua membahas soal akuisisi perusahaan Randy.“Jadi, sudah dipastikan aku bisa dapatkan kuasa kepemilikan atas RAN Corp, bukan?” tanya Feyana ketika mobilnya sudah sampai di parkiran.Joshua mengangguk mantap membenarkan dugaan itu. Dengan banyaknya saham yang Feyana tanam di perusahaan yang hampir bangkrut dan berupaya menggerakkan kembali RAN Corp dengan memberikan beberapa proyek kerja sama bersama EVE Corp, memang mudah bagi Feyana mengambil alih nantinya. Terlebih, Randy sendiri sudah menanda-tangani perjanjian bahwa Feyana menjadi Pimpinan tertinggi yang setara dengannya di RAN Corp.Joshua turun lebih dulu dan membungkuk sopan sebelum berjalan masuk ke gedung, meninggalkan Feyana yang katanya ingin mengecek ponselnya.Seusai kepergian Joshua, Feyana bermaksud melihat foto-foto yang sudah dikirimkan Jos
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was