Feyana melihat dari jauh, tepatnya kursi tunggu di luar kantor polisi, sambil menggigiti kuku jarinya. Walau terlihat tak peduli, sejujurnya itu berkebalikan dengan hatinya. Feyana sungguh tak tenang melihat David duduk berhadapan dengan Polisi, meskipun didampingi oleh pengacara yang pasti berpengalaman.David di dalam sana tampak duduk biasa saja. Ketika ditanya, ia jawab ala kadarnya, tidak berlebihan maupun menyembunyikan kebenarannya.“Jadi, apa alasan utama Anda ikut tawuran antar-geng yang sebenarnya Anda tak mengenal para remaja yang berselisih itu? Anda harusnya sebagai orang dewasa melerai, bukannya malah ikut-ikutan. Anda juga harus tahu bahwa remaja yang Anda hajar sedang menjalani perawatan intensif di rumah sakit.”Mendapat cercaan dari polisi yang sedang menangani proses investigasi padanya, David hanya diam mendengarkan. Ia sama sekali tak menyanggah sekedar membela diri. Ia akui salah dan tak sebaiknya ia lari dari hukuman.Pengacara David pun turun tangan untuk memba
“Fey, tidak perlu sampai seperti ini. Aku yakin suamimu tak sengaja berbuat itu pada adikku. Toh, adikku sudah memaafkannya seperti yang seharusnya, karena kamu atasanku.”Joshua mengajak bicara empat mata dengan Feyana. Ia tak mau Feyana merasa tidak enak dengannya hanya karena masalah ini. Tetapi Feyana tetap bersikukuh.“Biarkan saja adikmu membalas perlakuan David padanya. Dengan begitu, adikmu pasti lebih cepat pulih karena dendamnya terbalaskan kepada orang yang tepat. Aku sungguh tak masalah melihat suamiku dihajar oleh remaja, kok,” ucap Feyana lalu mengedipkan sebelah matanya meyakinkan.Joshua pun hanya bisa pasrah membiarkan Feyana ingin bagaimana. Percuma juga ditolak, toh Feyana akan tetap ngeyel.“Sekarang ayo kita masuk! Takutnya di dalam mereka berdua malah ribut,” kekeh Feyana mengajak Joshua untuk masuk.Keadaan tidak seperti dugaan. Feyana dibuat melongo tak percaya karena David dan adiknya Joshua malah saling tertawa, sesekali melempar candaan. Bahkan adik Joshua p
Feyana bangun di pagi hari dengan badan yang jauh lebih segar. Di sampingnya, David masih tidur dengan posisi miring menghadap ke arahnya.Feyana ikut miring agar bisa menatap leluasa lekukan garis tegas wajah suaminya. “David memang setampan ini, pantas saja Luna menyukainya. Jika aku bukan istrinya, mungkin sudah kugoda dan kurebut dari istri sahnya,” canda Feyana lalu tertawa geli memikirkan jika sampai dirinya jadi pelakor.“Masih belum puas memandangiku? Aku sadar adalah makhluk ciptaan yang sempurna dengan tampang tampan dan mapan, tapi kita harus kerja. Jika kamu memandangi terus, lalu kapan kita bersiapnya ke kantor.”Feyana langsung berjingkat duduk dan salah tingkah, beda dengan suaminya yang malah santai melihatnya. “Kamu yang mandi duluan atau aku, nih? Atau, jika mau ya mandi berdua aku juga tak masalah. Yok, ke kamar mandi bareng aja biar cepet!” ujar David ringan.Feyana langsung melotot padanya, tak tanggung-tanggung melempar bantal ke wajah David. “Tidak mau. Bukannya
Feyana ngobrol sebentar dengan Joshua di mobilnya, tidak langsung pergi ke kantor. Feyana bersedekap sambil memanyunkan bibirnya, Joshua yang melihat ekspresi itu dibuat gemas jadinya.“Apa kamu memikirkan hal yang sama sepertiku?” celetuk Feyana tiba-tiba.Joshua mengangguk sependapat. “Sebenarnya aku tidak terlalu kaget jika adikku pacaran, tapi kalau dia dengan adik iparmu, tentu lain cerita. Ini sama saja kita ditakdirkan saling terhubung, kan?” balasnya tersenyum kecut.Keduanya lalu tertawa, menertawakan dugaan asal mereka jika Alysa dan Jerome sedang berpacaran. Feyana akui tak terlalu mempermasalahkan jika adik iparnya itu sedang menjalani hubungan percintaan, karena kalau dipikir-pikir di usianya yang sekarang, Alysa sudah wajar punya pacar sekalipun hanya cinta monyet.“Jika sampai ke pelaminan, kita akan jadi besan.” Celetukan enteng Feyana membuat Joshua melotot.“Kamu ini terlalu jauh mikirnya. Mereka saja masih bocah, Fey,” terang Joshua menampik pikiran Feyana yang absu
Feyana tentu saja berontak hingga tubuh bagian belakangnya terbentur ke dinding. Ia bahkan mencakar dan memukul bahu Randy untuk segera menyudahi ciuman brutalnya itu.“Aku ingin merebutmu dari David. Karena asal kamu tahu, suamimu itulah yang membuat skenario menjijikkan soal hubungan gelapku dengan sekretaris pribadinya.”“Kamu ini bicara apa?!” bentak Feyana setelah Randy sedikit menjauhkan wajahnya, memberi kesempatan bagi Feyana mengambil nafas sebanyak-banyaknya.Ketika Randy terindikasi ingin kembali mencumbunya, Feyana langsung menampar telak pipinya. “DASAR BAJ*NGAN!”Feyana menendang tubuh Randy hingga jatuh menubruk sofa di belakangnya. Randy yang masih terjerembab, berusaha bangun dan mengejar Feyana yang lari keluar.“Fey, dengarkan aku dulu!”Feyana menulikan pendengarannya. Ia menyeka kasar bibirnya berulang kali hingga terasa panas dan membuatnya kesakitan. Feyana merasa sangat berdosa karena gagal mencegah Randy mencumbunya. Bagaimana ia akan jelaskan hal ini pada sua
Feyana menyeduh teh hijau dengan sangat lambat di dapur kantor. Ia memang sengaja agar punya waktu sendirian dan memikirkan solusi apa untuk masalahnya.“Aku harus membalas apa yang sudah Randy perbuat padaku. Takkan ada kata maaf baginya.” Feyana bercelatuk lirih dengan penuh penekanan.“Jadi kamu ingin membalasku seperti apa? Aku akan siap untuk itu.” Tiba-tiba saja suara Randy menginterupsinya.Feyana langsung memutar tubuhnya untuk menatap sengit Randy yang berdiri di ambang pintu dapur. “Kamu tidak merasa bersalah setelah kejadian tadi, bukan? Wajahmu menggambarkan kalau kamu malah merasa senang,” sindirnya menusuk.Rendy bermaksud mendekat namun Feyana buru-buru mengambil pisau dan mengacungkan ke arahnya. Randy pun tersenyum tipis, tidak jadi maju mendekatinya.“Aku pasti membuatmu syok dan marah, maafkan ya. Tapi aku tidak merasa menyesal. Aku sungguh-sungguh dengan ucapanku bahwa akan merebutmu dari David. Sebab, dia juga sudah bermain licik untuk merebutmu dariku waktu kamu
“Pak David ada di dalam ruangannya, kan? Aku akan langsung masuk saja. Sengaja ingin mengejutkannya juga, jadi tak usah dipanggil.”Feyana langsung menyelonong ketika seorang karyawan bagian resepsionis berlari mendatanginya. Karyawan itu agak kaget dengan kedatangan Feyana yang mendadak.Bukan masalah di karyawannya, tapi atasannya sedang ada tamu. Tamu yang bisa saja membuat Feyana marah.“Pak David memang ada di ruangannya, tetapi dia kedatangan tamu dan sedang mengobrol penting di dalam. Ibu Feyana saya antar ke ruang tunggu dan memanggil Pak David saja, ya,” cegah karyawan itu mencoba cari celah.Feyana menggeleng tak usah. Dia hanya ingin menyapa David sebentar, memberitahukan soal akuisisi perusahaan Randy, lalu setelahnya langsung pergi juga tak apa. Ia jamin takkan mengganggu rapat penting dengan tamu suaminya.“Tapi—,”“Sudah, kamu balik sana ke mejamu! Nanti ada yang butuh, kamu malah tak ada di mejamu.” Feyana menyetop ucapannya dan berjalan lebih cepat menuju lift.Di dal
“Kamu mau kuantar ke mana?” celetuk Joshua setelah keheningan yang sejak tadi menguasai mereka di dalam mobil.“Terserah.” Feyana menyahut ala kadarnya, tak bertenaga dan malas.Feyana menyenderkan kepalanya ke kaca jendela mobilnya dan beberapa kali menghela nafas berat.“Kembali ke kantor, mau tidak?” tanya Joshua memberi saran.“Aku tidak mau bekerja. Pokoknya terserah padamu, tapi jangan kantor.”Joshua ikut menghela nafas. Feyana yang punya masalah, tapi ia juga merasa ikut pening dibuatnya. Wanita memang seperti ini, bilangnya terserah tapi masih saja pilih-pilih.“Kalau kamu sendiri mau ke mana pengennya? Aku ikut kamu saja deh seharian ini,” cetus Feyana yang tak punya tujuan apapun.Joshua memandangnya dengan syok. “Tentu saja selesaikan pekerjaan yang kamu bilang harus selesai secepatnya. Kamu bahkan menyuruhku lembur malam ini, loh. Sudah lupa?” sindirnya membuat Feyana duduk tegap menghadapnya lalu meringis kasihan.“Kalau begitu hari ini pekerjaannya dipending untuk besok
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was