Share

4_ Diaz Alfarez Adiguna

Author: Nainamira
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Part 4

"Pak, Tuan Hadi dari tadi menelpon anda, apakah akan anda angkat?"

"Huh, angkatlah!"

Hembusan napas kesal terdengar dari lelaki yang duduk di bangku belakang. Mata lelaki itu menatap ke luar jendela mobil, kota ini masih sama seperti lima tahun yang lalu, belum ada perubahan yang signifikan. Jalanan masih saja macet, hanya saja moda transfortasi publik cukup mengurangi kemacetan, tidak selama lima tahun yang lalu.

"Halo, iya, Pak ... Iya, beliau ada di sini," ujar lelaki yang duduk di sebelah kemudi.

"Pak, ini ... Tuan Hadi ingin bicara." Lelaki itu mengangsurkan ponselnya ke arah atasannya yang duduk di belakang.

"Iya, ada apa, Ayah?" jawab lelaki itu setelah menerima telepon.

"Dari tadi ayah telepon, kenapa kau tidak mengangkatnya?"

"Aku tidak dengar, ponselnya ku silent kalau rapat."

"Diaz, setelah kau pulang dari luar negeri, kau belum pernah mengunjungi Ayah."

"Aku baru tiga hari di sini, lima tahun aku di luar, ayah juga tidak pernah mengunjungi ku."

"Dasar anak tak tahu diri kamu! Malam ini cepat pulang ke rumahku!"

"Malam ini aku akan bertemu dengan klien."

"Batalkan saja! Atur ulang jadwalnya. Awas saja kalau kau tidak datang!"

Tuts ... Tuts ... Tuts ....

Diaz menatap ponsel ditangannya, lelaki tua di seberang sana sudah memutuskan sambungan telepon. Lelaki itu hanya menghela napas kasar, sejak kematian ibunya lima tahun yang lalu, rasanya malas sekali dia menemui ayahnya.

Bagaimana tidak malas, bahkan sepercik kebencian yang terus tumbuh di hatinya pada lelaki itu sulit untuk membuangnya. Ibunya selama ini sudah menderita karena ulah lelaki itu, sepuluh tahun di selingkuhi, hingga akhirnya wanita paling dikasihinya itu tidak kuat lagi, sakit-sakitan dan akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.

Diaz selalu meminta ibunya untuk melepaskan lelaki itu, tetapi dengan dalih tidak ingin membuatnya kehilangan sosok ayah, ibunya terus bertahan. Padahal dia juga tidak butuh ayah yang seperti itu. Setelah kematian ibunya, Diaz memutuskan untuk pergi ke luar negeri, kembali melanjutkan studi S2, sambil bekerja sebagai akuntan di salah satu perusahaan internasional, hingga sebulan yang lalu, dia mendengar kabar, istri muda ayahnya meninggal karena kanker, ayahnya memintanya pulang, dia baru mau kembali.

"Rais, langsung saja ke rumah pak tua itu."

"Baik, Pak."

Rais menatap sekilas dari spion tengah ke arah bosnya itu, walaupun sudah lama menjadi supir di perusahaan, tetapi dia baru tiga hari menjadi supir pribadi bos barunya ini. Wajah angkuh lelaki muda itu membuatnya sedikit takut, bagaimana dia menyebut ayahnya hanya dengan lelaki tua?

Sekitar empat puluh menit, mobil yang Rais kendarai sampai di sebuah rumah besar bergaya eropa ini. Rumah yang sudah dia tinggali bersama ibunya hingga sisa usia wanita itu. Ketika dia turun dari mobil, sosok kecil berlari menyambutnya.

"Om Diaz! Om Diaz!"

"Farel! Jangan lari-lari!"

Dengan sigap sosok kecil itu memeluk kaki panjangnya, wajahnya mendongak dengan binar terang di matanya.

"Om Diaz baru datang ya dari LA?"

Diaz tersenyum menatap mata bulat keponakannya ini, selama ini hanya Kanaya dan putranya ini yang selalu mengunjunginya di luar negeri, sehingga bocah tujuh tahun ini masih mengingatnya dengan akrab.

"Iya, Om baru datang."

Ada nada bersalah dalam suara Diaz, dia sudah kembali tiga hari, tetapi baru mengunjungi keponakannya ini sekarang, itupun karena ayahnya memaksa. Dengan sigap lelaki itu menarik tubuh kecil ini dan menggendong dengan tangan kanan.

"Kok rumah kakek ramai banget? Ada siapa di dalam?"

"Ada banyak tamu, kata Tante Dini, yang datang calon istri Om Diaz."

"Ha?"

Diaz kembali menatap halaman, lima mobil terparkir di sana, sementara mobil ayah dan kakaknya ada di garasi. Berarti cukup banyak tamu yang berkunjung ke rumah ayahnya ini.

Diaz segera membawa Farel dalam dukungannya ke dalam rumah. Ketika dia sampai di pintu masuk, serentak semua orang menatap ke arahnya. Ayahnya yang tengah duduk di sofa tunggal bangkit menyambutnya dengan bangga.

"Nah, ini dia. Orang yang kita tunggu-tunggu sudah datang."

Lelaki itu, Kusuma Hadi Adiguna menepuk punggung putranya dengan antusias, semua orang bertepuk tangan dengan bahagia. Diaz menurunkan Farel dan menuntun anak itu, Hadi langsung mengajak Diaz bergabung bersama mereka. Para pelayan sudah menyiapkan kursi khusus untuk Diaz di samping Tuan Hadi. Pelayan itu langsung menuangkan teh herbal ketika Diaz sudah duduk.

"Diaz, ini Pak walikota, Pak Malik Ibrahim. Kamu masih ingat, kan?" tanya tuan Hadi.

Diaz menatap lelaki paruh baya di hadapannya, bagaimana dia lupa? Ternyata dia masih menjabat sebagai walikota?

"Dia menang lagi pemilu di periode kedua ini lima bulan yang lalu, kamu masih ingat Tania? Putri pak walikota ini?" ujar tuan Hadi lagi

Diaz hanya terdiam, pandangannya beralih pada wanita muda di samping istri pak walikota, di sebelahnya Dini terlihat menempel pada wanita muda itu. Dini kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja, wajah gadis itu mengingatkan pada wanita pelakor yang merebut ayahnya dari ibunya, gara-gara kehadiran gadis ini di rahim wanita itu, ayahnya terpaksa menikahi wanita itu, sehingga ibunya kesakitan luar biasa.

Melihat Diaz diam saja dengan wajah datar, tidak ada seulas senyum yang dia tampilkan membuat Kusuma Hadi sangat keki. Memang Diaz selalu bersikap jutek seperti itu, tetapi putranya ini memang memiliki kualitas yang bisa diandalkan.

"Diaz, usiamu sudah matang, sudah tiga puluh satu tahun. Sudah saatnya menikah. Kamu jangan terlna dengan pekerjaan, hidup itu harus seimbang ...."

Diaz hanya memiringkan kepalanya mendengar perkataan ayahnya, menganggap bahwa ucapan itu adalah hal yang remeh. Membuat Hadi semakin kesal.

"Jadi kami bermaksud untuk menjodohkanmu dengan Tania. Kalian terlihat sangat serasi, Tania cantik, usianya selisih empat tahun denganmu, kariernya juga bagus di dunia modeling, dari take record keluarganya juga sudah terjamin. Apa lagi yang akan kau cari, Diaz?"

"Aku sudah memiliki pilihan sendiri, maaf semuanya ... Aku pergi dulu karena ada acara penting yang harus aku hadiri."

Tidak memikirkan semua orang, Diaz langsung beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke arah pintu. Semua orang terperangah dengan tingkah pola lelaki itu, sungguh orang yang sombong dan tidak menghargai orang lain.

"Diaz!! Kita belum selesai membicarakan ini!" teriak Hadi pada putranya yang menurutnya sangat kurang ajar itu, beraninya dia bertingkah seperti ini di depan walikota dan keluarganya? Mau ditaruh di mana mukanya ini.

"Ayah, sudah aku bilang, aku tidak mau dijodohkan sama siapapun. Urusan mencari pasangan adalah hak kemerdekaanku sepenuhnya. Ayah tidak perlu ikut campur."

"Kalau begitu mana? Bawa perempuan itu ke hadapan ayah, sudah sekian lama kami menantinya tapi tak kunjung kau bawakan kami menantu."

"Mencari pasangan hidup itu tidaklah segampang membalikkan telapak tangan, kalau dengan wanita sembarangan ya , banyak. Tetapi aku mencari teman hidup untuk selamanya, cukup ayah dan kakak Kanaya saja yang gagal dalam rumah tangga."

Tak perlu mendengar perkataan ayahnya lagi, Diaz langsung pergi menuju mobil Ford Everest yang terparkir di halaman rumah mewah itu.

"Rais, kita pulang sebentar ke rumah, baru kita ke pesta undangan Hilman Widayanto."

"Baik, Pak."

Kaugnay na kabanata

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   5_ Pesta Anniversary Om Hilman

    Mutiara dan Renita turun dari mobil kijang Innova yang disupiri Mang Karman, supir perusahaannya. Mobil yang dikendarainya juga mobil dinas perusahaan. Selama bekerja sebagai general manager di PT Sanjaya Sejahtera ini, Mutiara tidak memiliki mobil pribadi, hanya mobil perusahaan yang menemaninya ke setiap acara perusahaan maupun acar pribadinya. "Kita akan mencari gaun pesta di sini saja, Ren." Renita menatap bangunan ruko sederhana di hadapannya ini. Jelas ini adalah toko baju kelas menengah ke bawah, sebagai seorang istri direktur, kenapa Mutiara memilih pakaian dari kalangan seperti ini? Renita bahkan beberapa kali melihat Tommy membawa wanita-wanita simpanannya ke butik mahal. "Di sini pakaiannya juga bagus-bagus. Tidak perlu mahal untuk mendapatkan barang bagus, uangnya bisa kita sisihkan untuk yang lain," ujar Mutiara seperti paham yang dipikirkan oleh bawahannya ini. "Oh, iya Bu. Saya juga terbiasa belanja di toko seperti ini." Ketika masuk ke toko, ternyata toko itu menye

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   6_ Dituntut hamil oleh mertua

    "Ada apa ini?" Suara bariton yang cukup berwibawa menghentikan tangan Evita yang sempat akan melayang ke pipi Mutiara. Semua orang menoleh ke asal suara, tampak lelaki dengan wajah tegas dan sombong memandang ke arah Evita dengan sengit, beberapa orang tampak segan dan mundur pelan-pelan. Mutia sendiri hanya diam, dia sedikit heran kapan pula lelaki ini datang ke sini? biasanya juga tidak mau menghadiri acara apapun yang diadakan oleh keluarga Mutia."Kak Tommy? eh, anu ... Kapan datang?" tanya Evita dengan gugup."Aku sudah dari tadi, tampaknya kau akan melakukan sesuatu pada istriku, ya?" tanya Tommy dengan sorot mata mengintimidasi "Eh, nggak kok, kita hanya mengobrol biasa saja, iya kan, Mutia?" jawab Evita dengan takut-takut.Mutia yang dibawa-bawa namanya hanya melengos, dia bahkan pergi ke stand makanan seperti yang akan dia lakukan tadi."Aku akan mengambil makanan," ujar Mutia dengan nada tidak peduli."Kalau begitu, silahkan nikmati pestanya kak Tommy, aku akan menyapa tem

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   7_ Kamar 143

    Akhirnya Diana hanya bisa menahan amarahnya pada putranya ini. Selama ini Diana berharap agar Tommy mau tinggal bersamanya agar hubungan suami istri ini bisa harmonis, tetapi ternyata putranya sudah membeli tempat tinggal, sehingga Diana tidak bisa sepenuhnya mengendalikan putra dan menantunya."Baiklah, Mama tunggu kehadiran kalian di rumah Mama besok. Jangan mengelak lagi!" Pesta anniversary Hilman masih berlangsung dengan meriah, dipanggung kedua pasangan paruh baya itu tengah memotong kue ulang tahun, disusul tepuk tangan yang meriah. Semua anggota keluarga diminta Hilman ke atas panggung tak terkecuali Mutiara dan Tommy. Semua anggota keluarga menerima suapan cake dari tangan lelaki paruh baya itu. "Mutia, aku minta maaf. Ini, kuberikan minuman soda ini sebagai tanda maaf dariku. Kita ini saudara, sudah seharusnya aku berterima kasih padamu, tetapi selama ini aku selalu memusuhimu."Mutiara cukup terkejut mendengar perkataan Evita. Gadis itu sengaja mendatanginya dan memberikan

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   8_Jebakan yang gagal.

    Suara berisik dan lenguhan terdengar dari kamar mandi. Mutiara sudah tidak tahan, guyuran air dingin dari kran tidak dapat meredakan rasa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya, justru semakin membuatnya tersiksa. Kamar ini hanya dilengkapi dengan shower, tidak ada bath tub-nya. Tubuh Mutia sudah kedinginan, tetapi rasa aneh itu malah semakin menjadi-jadi. "Ouh!" lenguh wanita itu sambil meraba seluruh tubuhnya. "Ouh, aku kenapa? Ah ...."Ada perasaan nyaman ketika tangannya meraba bagian sensitifnya, perasaan itu menimbulkan sensasi tersendiri yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.BrakTiba-tiba pintu kamar mandi terbuka lebar, tentu saja Mutia terkejut luar biasa. Sesosok lelaki dengan tubuh tegap, rahang tegas dan di tumbuhi bulu-bulu halus, berdiri di pintu dengan mata menyipit menatapnya intens."Hei, siapa kamu? ke_ kenapa masuk ke ... ke sini?" tanya Mutia dengan gugup manakala lelaki itu melangkahkan kakinya dengan perlahan."Pergi ... pergi ...."Dengan tubuh gem

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   9_ Aku akan berterima kasih kalau kau bisa membujuk Tommy.

    Diaz duduk termenung di kursi kebesarannya, jarinya tak lepas menjepit sebuah rokok, menghisapnya perlahan, asap mengepul di ruangan ini menggumpal, lalu menyebar. Rais terpaksa membuka jendela, sudah sering diingatkan agar atasannya jangan merokok dalam ruangan ber-AC, tetapi lelaki itu mana peduli, akhirnya membuka jendela dan mematikan AC yang bisa Rais lakukan.Sejak pagi Diaz tampak galau dan gelisah, sudah hampir dua bungkus rokok yang dibakar sia-sia. Ketika ditawari makan siang, lelaki itu juga menolak. "Kenapa masih di sini? bukankah kau mau makan siang?" tegur Diaz yang melihat Rais masih berdiri di ruangannya."Apa anda mau memesan sesuatu? Nanti saya bawakan.""Ya, bawakan saja aku makanan yang bisa dimakan!" perintah Diaz dengan asal Kembali asap rokok memenuhi ruangan ini, rasanya Diaz benar-benar bisa gila memikirkan kejadian tadi malam. Malam tadi sebenarnya adalah malam impiannya, bagaimana tidak? Sudah lima tahun dia memimpikan wanita itu dalam rengkuhannya, tetapi

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   10_ Wanita yang datang kembali

    Sampai ruangan Tommy, lelaki itu masih sibuk mengurusi dokumen di tangannya. Ketika melihat Mutiara, lelaki itu langsung meletakkan dokumen dan menatapnya dengan tajam."Kemarin kamu ke mana?" tanya lelaki itu dengan mata tajam.Mutiara sebenarnya gugup mendengar pertanyaan suaminya ini, namun sebisa mungkin dia menampilkan sikap wajar di hadapannya."Aku menginap di rumah Renita," ujarnya dengan nada biasa."Kenapa kau menginap di rumahnya?" buru Tommy dengan tidak puas."Aku bosan! di rumah juga tidak ada orang. Aku akan menginap di rumah mama, tetapi mama belum pulang juga. Aku hanya butuh teman ngobrol dan nonton drama bersama.""Setidaknya kau hubungi aku atau tinggalkan pesan.""Buat apa? selama ini kutelpon kamu juga tidak mengangkat, kukirim pesan juga tidak dibalas. Aku juga punya titik jenuh dan bosan. Bukankah kau melarangku ikut campur masalahmu? seharusnya kau juga seperti itu padaku.""Aku ini suamimu!""Hanya suami di atas kertas. Apa kau memanggilku demi ini?"Tommy te

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   11_Pembelaan Rio dan Novita

    Siska Artamevia, hanya karena wanita itulah Tommy menjadi orang yang kehilangan kepribadian. Sekarang yang menanggung akibatnya adalah Mutiara. Kewarasan Tommy tergerus semua karena wanita ini. Mutiara memang belum pernah bertemu langsung dengan wanita ini, tetapi dia selalu melihat penampilan wanita ini yang wara-wiri di layar kaca. Sudah tiga tahun wanita ini menetap di luar negeri, bersama suaminya. Tetapi kenapa dia kembali? Mutiara tidak mengikuti berita tentang wanita ini, buat apa juga? Mereka hanya mantan. Tetapi detik ini, Mutiara merasa meremehkan wanita ini mana kala pegangan tangannya di lengan lelaki ini diurai perlahan, sorot mata lelaki ini begitu berbinar menatap ke arah panggung.Apa lagi yang diharapkan pada lelaki ini? Bukankah dia juga sering diselingkuhi dengan banyak wanita? Bertambah satu lagi mantannya, apa bedanya? Mutiara hanya berdecak, selanjutnya dia berjalan perlahan bergabung dengan istri Rio Dewanto, sambil sesekali mengamati pergerakan suaminya.Memang

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   12_Siska akan menjadi istri kedua

    Sesuai dugaan Mutiara, Tommy memang tidak pulang. Bahkan sampai dua hari. Dia juga tidak pergi ke kantor, pasti mengencani artis itu. Mutiara bersikap biasa saja, dia bekerja seperti biasa, pulang ke rumah seperti biasa. Tidak ada yang berubah di hidupnya. Tommy bahkan pernah pergi selama sebulan waktu berkencan dengan seorang foto model, mereka berlibur ke Pulau Hawai. Ini baru dua hari belum ada apa-apanya. Tetapi yang membuat gerah, pagi ini Clarisa sudah menunggu di ruangannya dengan wajah congkak, seolah-olah dia istri sahnya Tommy."Mau apa kamu ke sini?!" tanya Mutiara dengan nada tidak suka "Kenapa Pak Tommy tidak ke kantor dua hari ini?" tanya Clarisa dengan mengintimidasi."Loh, aku pikir dia pergi ke tempatmu?" "Apa?" Clarisa menyipitkan matanya heran melihat Mutiara yang biasa saja mendapat cercaan darinya."Anda kan istrinya, Bu! tapi anda kok tidak tahu ke mana Pak Tommy pergi, gimana sih?""Aku memang istrinya, tetapi kamu kan kekasihnya? kekasih ... itu artinya orang

Pinakabagong kabanata

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   212

    Diaz menghela napas berat, mana bisa dia memberi ijin seperti itu, sudah jelas-jelas terlihat di mata lelaki bernama Setiaji itu sangat tertarik dengan istrinya. Itu namanya bunuh diri Tetapi melihat tatapan memohon Mutia membuatnya luluh, memang tidak seharusnya dia mematahkan hati seorang anak kecil, jika punya anak nanti, dia juga tidak ingin anaknya sedih. "Baiklah, nanti setelah dua Minggu aku akan menjemputmu. Aku juga akan menjenguk mu kapan saja aku mau, sekarang aku akan menginap di sini, ya? aku sudah sangat rindu denganmu." "Tentu saja." "Mulai sekarang, jika kamu punya masalah apapun cerita sama Mas. Jadi mas tidak salah paham, coba kalau kau cerita kalau nenek meninggal, tentu aku tidak akan salah paham begini. Di manapun aku berada, cerita! tidak ada yang lebih penting selain dirimu, soal kerjaan itu hanyalah Rizki saja, kalau memang masih rezeki tidak akan kemana." "Iya, Mas. aku juga minta maaf. Niat hati aku tidak ingin membebani pikiranmu, tetapi malah just

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   211

    "Untuk apa mas mencari ku? bukankah mas Diaz sudah menceraikan aku? Buat apa, Mas?" tanya Mutia dengan napas yang mulai tersengal, ternyata dia tidak sekuat itu, cairan bening tetap jebol dari mata indahnya. "Tidak semudah itu bercerai, pernikahan kita sudah didaftarkan di KUA, mana bisa kita bercerai hanya dengan kata talak. harus menyelesaikan prosedur perceraian lewat pengadilan." "Apa? jadi mas Diaz datang ke sini mau menyelesaikan prosedur perceraian di pengadilan agama? apa mas datang untuk membawa surat panggilan sidang?" Mutia yang memang pernah bercerai tentu tahu betul bagaimana prosedur perceraian resmi di pengadilan, dia tidak perlu menanyakan hal ini dan itu, jika memang sudah mendaftarkan perceraian, tinggal menunggu panggilan sidang. "Apa kau begitu ingin kita bercerai agar kau terus dipanggil bunda oleh anak kecil itu? kita belum bercerai secara resmi tapi kau sudah bersama lelaki dengan seorang anak?" "Apa? Mas menuduhku kembali?" Diaz tercekat dengan uc

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   210

    "Apa Rani sudah memilih pakaian yang akan dibeli?" tanya Setiaji ketika dua wanita beda usia menuju ke arahnya dengan membawa tentengan masing-masing. "Sudah, Ayah. Bunda Mutia memilih baju cantik-cantik sekali buat Rani, Rani suka. Ini juga ada sepatu dan juga sandal buat Rani," seru gadis itu dengan suara gembira. "Apakah Bu Mutia ingin memilih barang? biar saya yang membayar," tawar Setiaji. "Tidak usah, Pak. Saya belum membutuhkan barang apapun." Setiaji sudah menduga jawaban Mutia akan seperti itu, melihat dari gestur wanita itu jelas bukan wanita yang matre dan mau-mau saja dibelikan ini dan itu. "kalau begitu kita bayar, sudah itu kita pulang dan mengantar ibu guru Mutia ke rumahnya, ya?" ujar Setiaji pada putrinya. "Namanya bunda Mutia, kenapa ayah memanggilnya ibu guru? panggil bunda, Ayah." Setiaji hanya tersenyum canggung dan mengelus putrinya sambil mengangguk, sudit matanya melirik ke arah Mutiara dengan perasaan yang tidak enak. Setelah membayar semua barang

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   209

    "Gaji dan bonus ibu sudah saya kirim ke rekening," ujar Setiaji ketika salam perjalanan menuju mall. "Loh, Pak? ini kan baru dua Minggu, kenapa sudah gajian?" "Saya baru saja menerima bonus dari proyek yang saya kerjakan." Mutia memang memberikan nomor rekeningnya seminggu yang lalu mana kala Setiaji menelponnya untuk mengirim biaya hidup Rani. Tidak disangka sekarang dia sudah menerima gaji, dengan cekatan Mutia memeriksa mobile banking nya dan melihat mutasi rekening terbarunya. "Ha? kok sepuluh juta? ini tidak kebanyakan, Pak?" protes Mutia tidak percaya dengan transaksi di M-banking nya "Itu gaji ibu lima juta, buat biaya Rani sehari-hari dua juta dan sisanya bonus menemani Rani hari ini." "Hanya menemani ke mall dapat bonus tiga juta? yang benar saja, Pak?" "Itu hanya uang bonus, siapa tahu nanti di mall ibu ingin membeli sesuatu." Mutia tidak lagi protes, karena sepanjang jalan Rani selalu mengajaknya berbicara dengan menanyakan setiap apa saja yang dia lihat, sement

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   208

    "Ya, saya terserah ibu mana baiknya." "Kok, terserah saya? anda orang tuanya." "Anda kan gurunya?" Mutia tidak bisa berkata-kata lagi, dia menatap lelaki itu dengan canggung, sementara lelaki itu juga menatapnya bergeming. selama beberapa detik tidak ada yang bersuara diantara mereka, hingga lelaki itu bersuara, "Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga kurang perhatian terhadap putri saya. Saya selalu berangkat pagi dan pulang malam, ini sudah menjadi resiko pekerjaan." "Memangnya apa pekerjaan anda?" "Saya seorang teknik sipil yang sekarang tengah mengerjakan pengerjaan jalan di luar kota, memang tidak terlalu jauh dari kota Surabaya, tetapi memang jarak tempuhnya lumayan tiga jam. Bisakah saya menitipkan Rani pada ibu ketika saya pergi?" Mutia kembali terperangah mendengar perkataan lelaki itu, bagaimana dia bisa? "Saya akan membayar untuk jasa-jasa itu, saya tidak percaya pada pengasuh. Dulu saya memiliki pengasuh, tetapi setiap hari Rani dicekoki obat tidur

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   207

    Mutia juga mencari data-data Rina siapa tahu ada nomor telepon orang tuanya, tetapi tidak ada. Bagaimana ini guru yang menerima pendaftaran murid, kenapa tidak dimintai data-data lengkap? Mutia hanya menghela napas berat. Setelah jam lima sore, terpaksa Mutia membawa Rina pulang, dia juga sempatkan mampir di toko baju untuk membelikan baju harian anak yang murah saja karena uangnya juga sedikit. Rina hanya mengikuti Mutia tanpa protes, tentu saja Mutia sangat mengkuatirkan keadaan anak ini, dia tentu saja jengkel. Dia juga mengadu pada rekan kerja dan kepala sekolah di telpon, mengirim pesan di wa grup kelas, meminta orang tua dari Rina untuk menjemput anaknya di rumahnya dan berpesan pada satpam yayasan untuk memberitahu orang tua Rina kalau mencarinya. Mutia sesekali mengintip grup kelas ada orang tua Rina yang merespon dan menanggapi keberadaan Rina, tetapi di grup hanya ada tanggapan orang tua murid lain yang juga terheran-heran kenapa ada anak yang belum dijemput se sore ini

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   206

    Sudah seminggu lamanya Diaz menyewa jasa detektif swasta tetapi sama sekali belum membuahkan hasil. Kata Rais mereka adalah detektif swasta terbaik, tetapi mana hasilnya? Diaz benar-benar tidak sabaran. Akhirnya Diaz memutuskan untuk pergi ke Austria dan mencari keberadaan Fahri. Diaz tidak tahu di mana alamat tempat tinggal lelaki itu, tetapi tahu tempat kerjanya di kedutaan. Siang itu Diaz menemui Fahri di kantor konsulat tersebut dan membuat Fahri terkejut menerima kedatangannya. ."Pak Diaz? apa yang membuat pak Diaz jauh-jauh menemui saya?" Diaz hanya menghela napas berat, dia sesap kopi panas yang terhidang di hadapannya. "Pak Fahri, saya mencari istri saya Mutiara. Sejak tiga bulan yang lalu, dia pergi dan saya tidak menemukan dia dimanapun. Saya yakin pak Fahri tahu keberadaannya." Fahri memicing heran, sebenarnya Fahri ingin memaki Diaz yang benar-benar sudah menelantarkan Mutia yang kini sudah dia anggap seperti adiknya sendiri, tetapi Fahri hanya bisa menahan dir

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   205

    Diaz tercengang mendengar kata-kata Fadil, benarkah situasinya seperti itu? tetapi mereka terlihat begitu akrab, tatapan Mutia ke arah Fahri bahkan seperti wanita yang sangat merindukan lelaki itu. "Harusnya kamu berterima kasih pada Fahri, lelaki itu datang tepat waktu. dia membantu Mutia mengurus jenazah nenek, dia bahkan rela disibukkan oleh Mutia yang seharusnya kamu yang melakukannya. Mereka berinteraksi di depan banyak orang, aku yang mengantar nenek sampai kuburan bahkan melihat lelaki itu sampai turun ke liang kubur membantu perkuburan. Kenapa kau tidak tanya dulu dibalik cerita foto itu?" "Melihatnya aku langsung terbakar cemburu." "Aish, cemburu memang bisa mengumpulkan otak orang secerdas apapun. Kamu tahu, bahkan Mutia cerita sama Tasya kalau Fahri sudah dianggap kakak oleh Mutia. bahkan lelaki itu sekarang sudah pergi ke Austria, pindah berkerja di sana. Emang dasar bego kamu ini, ya!" kesal Fadil sambil melempar sendok ke arah Diaz. Diaz yang terkena lemparan di

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   204

    "Sejak kapan kamu pulang dari Dubai?" "Sudah semingguan lah." "Jadi, waktu nenek Mutia meninggal dunia kamu sempat hadir, dong ya?" "APA? KAMU BILANG APA?!" Fadil yang mengangkat cangkir kopi dan akan menyeruputnya sampai terkejut mendengar teriakan Diaz, bahkan air kopi itu sebagian tumpah ke meja dan sedikit ke celananya. "Apa sih? teriak-teriak, kaget tahu!" gerutu lelaki itu sambil meraih tissue dan menyeka celananya. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Diaz dengan nada suara yang sudah diturunkan. "Bilang apa? aku cuma nanya kapan kamu balik ke Indonesia, itu aja." "Bukan yang itu, kamu bilang nenek Mutia meninggal dunia?" Fadil yang kembali akan menyeruput kopi, tangannya jadi bertahan di udara, dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan heran. "Kamu sudah seminggu balik ke Indonesia jangan bilang kamu nggak datang ke makam nenek," ujar lelaki itu dengan tatapan menelisik. "Apalagi sampai kamu nggak tahu kalau nenek Rosida meninggal dunia," tambah Fadil sambil me

DMCA.com Protection Status