Hati Romi tiba-tiba berdebar kencang, ia belum siap jika harus kehilangan Khanza lagi. Ia langsung menggoyang-goyangkan kakinya untuk tetap tenang, namun hasilnya nihil ia malah semakin panik. Romi mengambil ponselnya untuk menghubungi Salman untuk meminta jalan keluar. [Assalamu'alaikum Bang] [Walaikumsalam, Man Khanza gak ada Man] Salman yang sedang makan siang bersama Vina langsung berhenti seketika membuat Vina bingung. [Terus gimana Bang?] tanya Salman membuat Vina berhenti makan juga. [Saya gak tau Man ini saya panik banget, bantu saya] ucap Romi membuat Salman menenggak minum di depannya. [Em ... oke, eh ... kemana ya] bukannya membantu Salman malah ikut-ikutan panik. [Harinya mendung lagi Man, saya khawatir banget ini. Takut Khanza kenapa-kenapa, tolong bantu saya] pinta Romi, Salman yang sedang berusaha mengingat-ingat sesuatu. [Em Bang ke kosan Danira aja coba, aku kasih alamatnya ini, itu teman dekat Khaza juga kalo gak salah] ucap Salman. [Kamu nggak usah kerja du
"Kakak yang gak angkat telpon, sebelum berangkat tadi aku sempat nelpon Kakak. Tapi gak diangkat," jawab Khanza membuat Romi langsung menatap gadis itu sendu. "Maafkan saya Za ..." lirih Romi yang dibalas anggukan oleh Khanza. Tanpa membuang waktu Romi langsung menyambar bibir Khanza, membuat Salman yang sedang menyaksikan itu langsung geleng-geleng. "Tuh kan, ngeselin udah di bantu sampe sini giliran ketemu malah begini. Harus di depan saya lagi yang masih jomblo, menyebalkan." umpat Salman lalu ia menyalakan musik kemudian mengalihkan pandangannya. "Ayok ke mobil sayang kita basah banget, nanti kamu sakit lagi, baby juga." ajak Romi yang dibalas anggukan oleh Khanza, Romi menggenggam tangan Khanza dengan erat. Namun, saat sedang berjalan tiba-tiba ada orang yang memanggil-manggil Khanza dari tempat tongkrongan. "Khanza si bunga desa," panggil mereka sambil bersiul membuat Romi yang mendengar itu langsung berhenti. Sedangkan Khanza langsung bersembunyi di belakang Romi karena t
Disisi lain, di tengah jalan Salman bimbang antara pulang atau kembali ke kantor terlebih dahulu. "Em Pak sepertinya saya ke kantor dulu, nanti kearah kantor Pak Romi aja," ucap Salman. "Baik Pak," jawab Pak Dadang yang sedang fokus menyetir. Sekitar setengah jam menempuh perjalanan, hari sudah menunjukkan pukul 5 sore. Dari kejauhan ia melihat Vina seperti sedang menunggu di depan kantor, bibirnya tersenyum melihat gadis itu. "Sudah di sini aja Pak, terima kasih ya," ucap Salman yang dibalas anggukan oleh Pak Dadang. Tanpa membuang waktu ia langsung turun, Vina yang melihat Salman turun refleks berdiri dari duduknya sambil tersenyum. "Udah selesai Kak?" tanya Vina begitu melihat Salman. "Udah, tapi masih ada sih yang belum selesai," jawab Salman membuat Vina menaikkan alisnya sebelah. "Apa itu?" tanya Vina serius membuat Salman tersenyum "Cintaku padamu," gombal Salman membuat Vina langsung salah tingkah. Blush! Tiba-tiba wajah Vina memerah, ya langsung mengalihkan pandanga
"Iya mukenah tapi jangan ngagetin juga dong, jantung ini korbannya," ujar Salman membuat Vina cengengesan. "Maaf Kak," lanjut Vina sambil cengengesan membuat Salman terkekeh. "Ya sudah, aku ke toilet dulu ya," ucap Salman yang dibalas anggukan oleh Vina. 5 menit kemudian Salman keluar dari toilet lalu ia mengambil sajadah. Sedangkan Vina masih memerhatikan gerak-gerik Salman, ia melihat laki-laki itu sangat bertanggung jawab dan jujur. "Gantian ya sholatnya, belum boleh soalnya kalo kita jamaah." ucap Salman tiba-tiba membuat Vina langsung salah tingkah bahkan bisa di pastikan pipinya mulai memerah. "Iya Kak, sholat dulu aja aku mau ke toilet dulu," jawab Vina lalu beranjak dari duduknya. Disisi lain, Romi dan Khanza baru saja selesai sholat magrib berjamaah. Romi berbalik menghadap Khanza lalu ia menyodorkan tangannya. Khanza langsung meraih tangan itu lalu ia cium, kemudian Romi meraih wajah Khanza lalu mencium keningnya lembut kemudian Romi mengusap-usap pipi Khanza dengan ib
Khanza kembali menyalakan kran dengan air sedang, lalu ia menuntun tangan Romi sambil mengusap-usapkan tangannya ke piring. "Nah, gini Kak, biar sabunnya ilang gak bau sabun nanti pas udah kering." ucap Khanza membuat Romi mangut-mangut sambil memperhatikan istrinya itu. Lalu ia kembali mengulangi seperti yang diajarkan Khanza hingga semu piring bersih. "Udah selesai nih?" tanya Romi yang dibalas anggukan oleh Khanza. "Udah," jawab Khanza sambil melap lantai yang basah. "Ya udah ayok tidur," ajak Romi yang membuat Khanza diam sejenak. "Kakak duluan aja, aku bersihin ini semua dulu nanti aku nyusul," tolak Khanza membuat Romi langsung gemas. "A ...," teriak Khanza saat tubuhnya terasa melayang, Romi langsung tersenyum lalu membawa Khanza ke kamar lalu merebahkannya di ranjang. "Tuh kan baju aku juga basah, Kakak apaan sih gendong-gendong 'kan jadi basah," omel Khanza lalu ia turun dari ranjang. "Bagus lah kalo basah 'kan sehati," jawab Romi dengan santainya membuat Khanza meng
"Ya sudah, lain kali jangan di ulangi Pak," lanjut Salman yang dibalas anggukan oleh satpam tersebut. Setelah satpam tersebut pergi, Salman kembali menoleh ke arah sofa. Ia melihat Vina sudah bangun sambil mengucek-ngucek matanya. "Udah di buka Kak?" tanya Vina melihat Salman sudah berdiri di ambang pintu. "Sudah, mau keluar sekarang?" tanya Salman yang dibalas anggukan oleh Vina. Disisi lain, Romi yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya langsung bergegas keluar kamar untuk sarapan bersama istrinya. "Khanza," panggil Romi membuat Khanza yang sedang menata makanan langsung berbalik. "Hum," sahutnya tanpa melihat suaminya itu membuat Romi bingung. "Kamu nggak siap-siap?" tanya Romi bingung sedangkan Khanza hanya menggeleng. "Aku nggak ikut ya Kak," rengeknya membuat Romi langsung lesu. "Kok gitu?" Tanya Romi bingung, ia langsung mendekati Khanza. "Lagi nggak mood, pengen istirahat aja," jawab Khanza membuat Romi mau tidak mau harus mengangguk. *** Di kantor, Salman dan Vina s
'Ibu? Bukannya Ibu Kak Romi Bunda Indah,' ucap Khanza dalam hati. "Kamu siapanya ya?" tanya perempuan itu membuat Khanza terdiam. "Sa--saya istrinya Bu," jawab Khanza sopan, tapi Ibu tersebut tampak tidak suka dengan penampilan Khanza. "Tante," panggil seseorang dalam mobil membuat keduanya langsung menoleh. "Rea, cepat kesini," panggil Ibu Romi membuat perempuan itu mendekat. "Saya boleh masuk, bolehlah secara saya Ibunya," lanjut Ibu tersebut tanpa menghiraukan Khanza ia langsung masuk. "Ish ...," Rea mengibaskan rambutnya tepat di wajah Khanza yang masih bingung. "Em Bu, saya telpon Kak Romi dulu ya," ucap Khanza tiba-tiba membuat keduanya yang sedang angkat kaki di meja langsung mengangguk. "Bilang kalo Ibunya disini ya anak manis," jawab Ibu tersebut yang dibalas anggukan oleh Khanza lalu ia buru-buru ke kamar. "Itu siapa Tante? Norak banget deh," tanya Rea dengan angkuhnya. "Halah palingan juga Romi di paksa menikah dengan gadis lugu itu sama Ibu tirinya. Kita tunggu
"Hay anak manis, boleh aku duduk disini?" sapa seorang wanita yang berhijab sambil melihat ke arah Romi yang matanya sudah sembab. "Hum," Romi hanya mendehem sekilas lalu ia kembali fokus menatap ke depan. "Em ... boleh aku tau siapa namamu?" lanjut perempuan itu membuat Romi mendongak. "Romi," jawab Romi dengan suara serak membuat perempuan itu tersenyum "Hum ... nama yang bagus, apa kamu tidak sekolah sekarang kan hari selasa?" tanya Wanita itu lagi yang dibalas gelengan oleh Romi. "Perkenalkan namaku Indah, aku adalah seorang anak yang ditinggal pergi Ibuku," lanjut Indah dengan ekspresi sedih membuat Romi langsung menoleh. "Pergi kemana?" tanya Romi mulai penasaran, Indah hanya menggeleng sekilas. "Ibuku sudah meninggal, Ayahku pergi kawin lagi dan aku, a--aku sebatang kara," jawab Indah membuat Romi langsung diam sejenak. Saat ia merasa dirinya yang paling sedih di dunia ini karena di tinggal ibunya, ternyata masih ada orang yang lebih sedih. Indah adalah guru baru di sek
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m