Bab 111Rahma terlelap di sofa dengan sehela selimut menutup tubuhnya. Ia menonton berita di TV sampai-sampai layar TV yang justru menontonnya tertidur di sofa. Pagi-pagi sebelum Subuh, Rahma terbangun. Ia menggeliat dan terkejut saat tubuhnya oleng hingga membentur karpet di ruang tamu. "Astaghfirullah, kenapa aku bisa tertidur di sini." Gegas Rahma menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ia tidak mau melewatkan waktu sepertiga malamnya untuk melangitkan doa. Waktu sepertiga malam merupakan salah satu waktu yang mustajab untuk doa diijabahi. Sebab itu, Rahma memanfaatkan waktu terbaik itu. Pagi hari sarapan sudah tersedia. Ia membuat dua omelet telur dengan daun bawang dan tomat cincang. Sedikit taburan lada membuat aromanya menusuk hidung hingga perutnya meronta-ronta. Tak lama kemudian bel apartemen berbunyi, ternyata Sherly baru saja tiba. Wajah lelahnya jelas terlihat di bagiaj kantung mata yang sedikit menggelap. "Aku mengantuk sekali. Aku ingin tidur seharian," racaunya
Bab 112"Aargh." "Ada apa? Kenapa berisik? Aku masih mengantuk, Sayang. Aku baru sampai beberapa jam yang lalu." "Mas Sakha tolong aku! Lepasin!" Rahma meneriakkan nama suaminya. Ia masih mengamuk dengan mata terpejam, berharap apa yang menimpanya pagi buta ini adalah mimpi. Bahkan alarm subuh pun belum berbunyi. Gegas ia membenahi selimutnya, karena hanya pakaian tipis yang melekat di tubuh. "Sherly ada shift malam, kenapa kamu pulang sekarang? Bukankah dia bilang suaminya pulang akhir pekan?" Rahma meraba tepi ranjang ingin menjauhkan diri dari makhluk Adam itu. Namun yang terjadi justru pinggangnya ditarik hingga ia terkunci dalam sebuah pelukan. "Kamu mau aku tidur dengan wanita lain?" "Hah. Kenapa suaranya berubah seperti suara Mas Sakha. Apa karena aku terlalu ketakutan jadi terngiang suaranya. Tidak, tidak. Aku mau pergi. Mas Sakha tolong aku!" "Ya Allah, Rahma! Ini suamimu, Sakha. Kamu kenapa sih? Aku benar-benar lelah. Biarkan aku memejamkan mata sejenak. Bangunkan ak
Bab 113"Kesembuhan Ratih masih berproses. Dokter berpesan untuk tidak memaksanya mengingat sesuatu yang membuatnya trauma seperti tekanan batin. Saat ini hanya Rizky yang ia percayai. Aku sudah berpesan pada laki-laki itu untuk menjaga Ratih. Bahkan dia bersedia untuk menemani Ratih sepanjang hidupnya." "Maksud, Mas? Rizky mau menikahi Ratih." "Iya, Sayang." Rahma tidak enak hati melihat wajah suaminya tiba-tiba sendu. "Mas rela? Ratih kan cinta per...." "Stt, tidak perlu diteruskan. Saat ini dan ke depan kamulah wanita yang kucintai. Jangan pernah pergi lagi jauh dariku. Aku gak sanggup melihat wanita yang kucintai menderita, Rahma. Kalau kemarin aku terpuruk melihat Ratih yang menderita. Saat ini aku senang, dia sudah kembali hidup normal meski tidak mengingatku." "Maafkan aku, Mas! Aku janji akan berusaha mengisi kekosongan hatimu." "Ya, kamu bahkan sudah mencurinya. Kamu sudah mengambil hatiku, Rahma." "Ckk, apaan sih, Mas. Katanya mau istirahat sampai Subuh kenapa menggomb
Bab 114 Good News"Tunggu sebentar!" Tak lama kemudian, Sherly datang dengan benda pipih yang ada di tangannya. Rahma membelalak sempurna melihat benda yang disodorkan padanya. "Periksa sekarang juga!" "Hah! Kenapa dengan istriku?" "Sepertinya dia hamil." "Apa?! Hamil?!" respon keduanya kompak membuat Sherly mengulum senyum. "Makanya buruan dites! Nih alatnya." Sherly menodorkan tespek dan cawan kecil ke Rahma yang melongo. "Tapi, Sher. Aku belum siap." "Sudah, Sayang. Kita turuti saran Sherly." Sakha membujuk Rahma dengan tatapan penuh pengertian sambil mengedipkan mata. "Tapi, Mas. Kalau hasilnya tidak sesuai..." Reflek Sakha menaruh jarinya di bibir. "Sstt, apapun hasilnya, kita terima dengan ikhlas." Akhirnya Rahma mengangguk setuju. Keduanya ke kamar mandi, sedangkan Sherly menanti dengan harap cemas juga. Beberapa menit kemudian, Rahma masih tidak berani melihat hasilnya. Pun Sakha hanya meraih tespek yang diberikan Rahma lalu diserahkan ke Sherly. "Ckk." Rahma dan
Bab 115"Mbak Rahma kabur kemana aja? Mas Sakha hampir gil* tuh." "Masak, sih?" "Tanya aja sendiri. Ya udah ayo masuk! Ada yang sudah nggak sabar nungguin Mbak Rahma?" "Siapa?" "Tuh di dalam." "Mama dan Papa ya?"Arga menggelengkan kepala semakin membuat Rahma penasaran. "Siapa, Mas?" Sakha yang ditanya hanya mengedikkan bahu. Pun sudut bibirnya terangkat ke atas. Melangkah pelan dan hati-hati sambil memegang perutnya, Rahma semakin berdebar. Ada apa gerangan. "Rahma!" seru Gita dan suaminya. "Mbak Rahma." Rahma tersenyum saat melihat wajah mama dan papa mertuanya. Netranya mengarah ke samping. Hatinya semakin mengembang. Ada sosok yang dirindukannya. "Aira? Ana? Kenapa kalian bisa sampai sini?" Tak bisa dipungkiri, setitik demi setitik cairan bening mengumpul di pelupuk mata hingga akhirnya menetes membasahi pipi. Setelah menyalami mertuanya, Rahma mengambil alih gendongan Ana. Seolah tahu siapa yang menggendongnya, Aira kegirangan. "Ai, Sayang. Kamu kangen sama tante, n
Bab 116 Besan mau datangMalam telah larut, Gita masih bercengkerama dengan Ardi. Mereka mengulang cerita semasa mudanya. Keduanya berbaring di ranjang penuh cinta yang menjadi saksi setiap malam yang mereka lewati."Pa, masih ingat awal-awal kita menikah?" tanya Gita malu-malu."Ya, mama kabur kan di malam pertama?" balas Ardi sambil menoel hidung Gita."Ish, itu kan karena mama salah mengira. Mama pikir menikah sapa abinya papa.""Abi tuh setia sama umi, Ma. Nggak mungkin lah mau sama gadis ingusan seperti mama."Keduanya terbahak mengenang masa itu."Sekarang kita kelihatan tua ya, Pa," ungkap Gita."Eh siapa yang tua? Papa masih kuat lho, mau berapa ronde," balas Ardi justru mendapat cubitan di pinggangnya. Ia pun mengaduh."Apa sih, Pa?""Mama, mau berapa ronde? Papa siap melayani." Ardi semakin tergelak melihat wajah Gita yang merah merona. Usia mereka memang terpaut jauh waktu menikah dulu. Gita kini usianya kepala empat, sedangkan Ardi sudah lewat setengah abad."Kita benar-ben
Bab 117 KejutanSeminggu berlalu...Di kamarnya, Rahma masih bergelung dengan selimut. Sepasang tangan kekar melingkar di pinggangnya. Napas pun terasa menerpa tengkuknya. Ia dalam posisi memunggungi sang suami. Seulas senyum tak pernah lupa terbit di bibirnya. Sebab malaikat kecil yang bersemayam di rahimnya."Sayang, lagi apa Sakha junior? Bolehkah aku menengoknya?" bujuk Sakha. Tubuh Rahma meremang. Ia jelas tidak bisa menolak keinginan suaminya. Sejak tahu dirinya hamil, Rahma selalu merasa was-was dengan kandungannya. Ia bahkan belum berani melakukan ibadah dengan suaminya meski laki-laki itu melancarkan bujuk rayu."Mas benar nggak tahan ya?" Rahma membalik posisinya. Ia tidak tega melihat suaminya harus menahan kebutuhan biologis itu. Namun, kondisi psikis Rahma tidak terduga. Ia justru menjadi protektif dengan kehamilannya. Ada ketakutan kalau melakukan hubungan suami istri akan membuat bayinya kenapa-napa, bahkan keguguran seperti kehamilan pertama."Ayolah, Sayang. Ayahnya ka
Bab 118 Dua Kabar"Siapa ini, Rahma?""Hmm, anak angkat Rahma, Ma, Pa.""Oh ya?""Eh, tunggu. Kenapa Mama pucat sekali?"Deg,"Mama sakit atau kecapekan?" "Nggak papa, Sayang. Mamamu kelelahan perjalanan." Revan berusaha menenangkan putrinya. Setelahnya ketiga orang beda generasi itu saling berpelukan dengan Aira di gendongan Rahma."Ini siapa namanya?" tanya Melia."Aira, Ma. Sayang cium oma nih. Oma Melia namanya.""Aira beneran anak angkatmu? Sejak kapan?"Melia mengernyitkan kening heran."Masuk dulu, Ma, Pa. Ceritanya panjang.""Wah selamat datang besan dari seberang!" seru Ardi diikuti Gita yang berjalan masih sibuk mengenakan jilbab instannya."Gimana kabarnya Mbak?" tanya Gita sambil memberi pelukan pada Melia."Alhamdulillah beginilah. Senang bisa berkumpul lagi di sini sambil melihat putriku yang sumringah sejak tadi," balas Melia."Iya tuh. Kita mau dapat cucu lagi, Mbak.""Oh ya?""Iya, Ma. Alhamdulillah Rahma hamil anak Mas Sakha. Doain ya, Ma. Semoga Rahma bisa kuat men
Bab 137 EndingSakha sudah seperti buka puasa. Sekian purnama tidak menyentuh istrinya, kerinduan pun berada di puncaknya. "Wajah Mas masih sakit, ini. Aku obatin, ya?""Nggak perlu, Rahma. Aku butuh obat rindu.""Mas!"Rahma sudah tidak bisa mengelak, ia pun merasakan rindu yang menggebu. Keduanya melewati malam panjang ditemani rembulan yang sinarnya menyusup dari celah gorden. Sentuhan lembut Sakha menyapa Rahma membuat hati wanita itu mengembang. Seulas senyum terukir di bibir merahnya."Tenang, Nak, Abi mau mengunjungimu."Sakha memperlakukan istrinya dengan lembut walau di dalam sana sudah menahan gair*h yang memuncak. Ia tidak ingin membuat trauma istrinya yang sedang hamil besar.Satu jam berbagi peluh membuat keduanya kelelahan. Sakha memberikan kecupan hangat di kening Rahma. Hingga wanita itu memejamkan mata menikmati ketulusan suaminya."Terima kasih, Sayang.""Terima kasih juga, Mas."Waktu kian berlalu, detik tergerus oleh menit hingga menit berganti menjadi jam. Purnama
Bab 136 Rindu "Percuma, Arga. Kakakmu dari dulu sudah begitu," imbuh Pak Ardi ketus."Ya Allah, Pa, Arga. Ini salah paham," lirih Sakha yang merasakan tubuhnya sudah lunglai."Apa?! Astaghfirullah, ini pasti salah paham.""Pa, Arga, tunggu!" teriakan Sakha tidak digubris dua lelaki beda generasi itu. Pak Ardi dan Arga sudah masuk mobil meninggalkan kediaman untuk menemui Rahma yang terbaring di rumah sakit."Astaga, Mas Sakha kenapa?" Dari dalam rumah keluar satpam yang sedari tadi dicari Sakha."Bapak kemana saja? Muka saya sudah babak belur kayak maling, nih," dengkus Sakha sambil menahan nyeri akbitan tamparan papanya dan juga pukulan Sakha."Ayo, Pak. Kita ke dalam dulu. Bi, Bibi. Tolong ambilkan air kompres untuk Pak Sakha!" "Hah, Mas Sakha kenapa?""Jangan banyak omong, cepat ambilkan."Bibi ART pun mengangguk. Gegas ia ke dapur mengambil air kompres."Maaf, Mas. Tadi saya membereskan kamar Mbak Rahma sama bibi." Satpam mengucap dengan sedikit takut membuat Sakha penasaran."Me
Bab 135 PulangPenerbangan Padang-Jakarta akhirnya pesawat mendarat di bandara Soekarno Hatta. Sakha memang sengaja belum mengabari orang rumah tepat hari apa pulangnya. Ia harus menyiapkan keperluan Cantika dan neneknya di rumah sakit ternama di Jakarta. Setelahnya, Toni yang akan menemani Cantika untuk proses operasi mata neneknya."Pak Toni tolong Cantika ditemani sampai keperluannya tidak kurang satupun," ucao Sakha sambil menyenderkan punggung di sofa tunggu bandara. Mereka masih menunggu bagasi."Siap, Pak. Oya, Pak Sakha yakin tidak perlu ditemani pulang sampau rumah terlebih dulu?" tanya Toni basa-basi."Ckkk, bukankah Pak Toni senang langsung bisa menemani Cantika?" Sakha justru balik bertanya membuat Toni terkesiap."Nanti kalau Cantika bingung di kota ini, Pak Toni yang repot, kan? Gadis itu nggak ada duanya,"ucap Sakha terkekeh."Dia gadis yang pintar, Pak. Nggak mungkin nyasar di kota ini," balas Toni sambil tersenyum."Pak Toni nggak takut Cantika nyasar, tapi takut dia k
Bab 134 Tuntas"Terima kasih atas kerja samanya, Pak Sakha."Seorang pimpinan petugas kepolisian menjabat tangan serta mengucap terima kasih pada Sakha di ruang kerjanya. Sebab Sakha telah membantu petugas kepolisian untuk menegakkan keadilan. Tuntas sudah tugas Sakha di kota ini."Kalau begitu, saya pamit dulu, Pak. Saya harus menemui warga untuk m3nyampaikan hak-haknya,"ucap Sakha yang diangguki petugas. Sakha kembali menaiki mobilnya yang disopiri Toni menuju kediaman Pak Cokro. Di rumah orang terhormat di kampungnya itu telah berkumpul banyak warga. Ada juga karyawan Sakha yang sudah lebih dulu sampai di sana. Sementara itu, Cantika absen karena harus menemani neneknya melakukan diagnosis oleh dokter di rumah sakit."Kita sudah sampai, Pak." Toni menoleh lalu menggelengkan kepalanya. Ia tahu betul Sakha dangat kelelahan beberapa hari terakhir. Sebab anak bosnya itu kejar target melumpuhkan musuh ayahnya. Beruntung Cantika bisa diajak kerja sama, pun Pak Cokro dengan senang hati mem
Bab 133 Tertangkap TanganSenja menampakkan warna jingga yang indah di cakrawala. Cantika segera pulang ke rumahnya karena sang nenek pasti lama menunggu. Seharusnya, ia pulang siang hari, tetapi demi membantu pihak keamanan untuk menggrebek Robert, kepulangannya molor."Nek, nek." Cantika mendapati neneknya tiduran di kamar. Gadis itu mendekat lalu mengusap lembut wajah sang nenek. Setitik bulir bening menetes membasahi pipi mulusnya. wanita ini telah merawatnya sejak kecil. Cantika yatim piatu, entah di mana orang tuanya kini iapun tidak tahu. Kata Sang nenek orang tuanya telah meninggal. Tapi sunggu misterius baginya."Ika. Kamu sudah pulang?""Iya, Nek. Ika mau siapin baju buat kita ke rumah sakit. Nenek akan diobati dokter di sana biar bisa melihat lagi."Ucapan Cantika tersendat karena isakan kecil menyusul."Bukannya tadi siang kamu sudah pulang?""Hah, enggak. Ika barusan pulang dari bekerja."Cantika sedikit heran, apa ada yang datang ke rumah. Kenapa neneknya merasa ia sudah
Bab 132 Mencuri barangSakha merencanakan strategi untuk menangkap Robert beserta anak buahnya. Dia telah mengumpulkan bukti-bukti dibantu oleh Pak Cokro dan Cantika. Bekerja sama dengan pihak berwajib, Sakha ingin pekerjaan di proyek pembangunan jalan tol berjalan lancar. Ia ingin segera pulang sebelum istrinya melahirkan. Janji di awal hanya pergi satu dua bulan. Hingga kini kehamilan Rahma terhitung masuk trimester tiga.Semalam ia menelpon istrinya."Sayang, maafkan aku baru sempat menelpon. Pekerjaan di sini sungguh menyita waktu. Sinyal juga susah karena lokasi di tengah hutan.""Ia Mas. Aku tahu, yang penting kamu sehat dan baik-baik saja di sana. Aku percaya Mas melakukan kerja keras di sana. Ada Pak Toni yang menemani, aku pun lega.""Iya, Sayang. Selesai proyek di sini, aku segera kembali ke Jakarta. Doakan tidak sampai melewatkan kelahiran anak kita, ya.""Iya, Mas.""Jam segini kok belum tidur, Sayang?""Hmm, akhir-akhir ini aku susah tidur, Mas. Nggak tahu, pikiran selalu
Bab 131 TipuanHari berganti hari hingga menjadi minggu, Cantika berperan dengan tipuannya sebagai wanita penggoda Sakha. Dia bersikap manja saat bersama laki-laki itu. Sesekali meluncurkan rayuan saat di depan Robert. Toni sampai harus menahan diri untuk tidak tertawa saat melihat aksi mesra keduanya. Akting Sakha dan Cantika layak diberi apresiasi seperti bintang sinetron"Gimana, Sayang. Kita ambil saja proyek dengan Pak Robert. Track recordnya sudah tidak diragukan lagi. Bagi hasil keuntungannya juga besar. Ayolah, nanti setelah proyek selesai, kita bisa liburan ke pulau yang indah berdua," ungkap Cantika dengan gaya centilnya.Robert yang melihat dari balik meja kerjanya tersenyum menyeringai. Dia memang memerintahkan Cantika untuk merayu Sakha supaya bisa diajak kerja sama. Dengan nama perusahan Sakha, kerja ilegal Robert bisa disamarkan."Baiklah, saya perlu membaca surat kerjasamanya terlebih dulu Pak Robert. Paling lama tiga hari, saya akan memberi kabar hasilnya.""Jangan lam
Bab 130 SepakatSetengah jam, Sakha dan Toni duduk di luar kamar yang dimasuki Cantika dan wanita yang sudah renta tadi. "Pak, gimana? Kenapa gadis itu belum keluar juga?"Sakha hanya mengedikkan bahu. Ia lalu beranjak dari duduk dan mendekati kamar. Berhenti sejenak di depan pintu yang sedikit terbuka. Tampak di sana Cantika sedang membenarkan posisi yang nyaman untuk wanita tua tadi."Nek, istirahat saja. Ika baik-baik saja, kok.""Jadi gadis itu biasa dipanggil Ika. Pantas tidak ada yang kenal Cantika."Sakha mengembuskan napasnya kasar. Ia baru sadar kalau Cantika bekerja untuk menghidupi wanita tua yang pantas jadi neneknya itu.Beberapa menit kemudian, Cantika sudah turun dari ranjang dan berniat keluar. Sakha segera kembali ke kursi duduk bersama Toni."Gimana, Pak?" tanya Toni penasaran.Sakha hanya memajukan dagu ke arah pintu kamar di mana Cantika keluar dari sana."Kenapa kalian masih ada di sini? Sana pergi, jangan ganggu aku!"Cantika melenggang masuk ke sebuah ruangan ke
Bab 129B Ancaman"Berhenti! Atau kalian babak belur keluar dari sini.""Ups, sial. Gadis ini kuat juga, Bos.""Awas!" pekik Sakha saat bogeman Cantika mengenai Rahang kiri Toni.Tidak keras tetapi mampu membuat nyeri di pipi Toni."Astaga, perempuan ini ganas sekali."Sakha jengkel sekaligus menahan tawa. Bisa-bisanya ia dan Toni dikalahkan perempuan."Oke,oke. Kami mundur. Sekarang katakan. Apa tujuanmu berbuat licik padaku, hah?"Sakha mencoba bernegosiasi. Ia tidak ingin salah melangkah dan akhirnya usahanya membela hak warga gagal."Aku jelas butuh uang. Jadi kalian pergi saja. Karena kedatangan kalian ke sini hanya akan membuat masalah bagiku.""Oke, berapa uang yang kamu butuhkan? Aku bisa mencukupi lebih banyak dari yang diberikan Robert. Kamu tahu dia bukan siapa-siapa. Dia mantan napi karena sudah menipu ayahku. Sekarang katakan butuh uang berapa kamu? 100juta, 200juta, setengah milyar?"Cantika terkesiap mendengar uang yang besarnya menggoda."Pak. Jangan gila! Pak Ardi tidak