Jangan lupa tap love dan komentar ya. juga rate nya. Semoga masih setia mengikuti cerita Gita Ardi dan anaknya sampai tamat. rencana 120kata saja tamatnya. dukung ya. makasih, salam sehat selalu.
Bab 116 Besan mau datangMalam telah larut, Gita masih bercengkerama dengan Ardi. Mereka mengulang cerita semasa mudanya. Keduanya berbaring di ranjang penuh cinta yang menjadi saksi setiap malam yang mereka lewati."Pa, masih ingat awal-awal kita menikah?" tanya Gita malu-malu."Ya, mama kabur kan di malam pertama?" balas Ardi sambil menoel hidung Gita."Ish, itu kan karena mama salah mengira. Mama pikir menikah sapa abinya papa.""Abi tuh setia sama umi, Ma. Nggak mungkin lah mau sama gadis ingusan seperti mama."Keduanya terbahak mengenang masa itu."Sekarang kita kelihatan tua ya, Pa," ungkap Gita."Eh siapa yang tua? Papa masih kuat lho, mau berapa ronde," balas Ardi justru mendapat cubitan di pinggangnya. Ia pun mengaduh."Apa sih, Pa?""Mama, mau berapa ronde? Papa siap melayani." Ardi semakin tergelak melihat wajah Gita yang merah merona. Usia mereka memang terpaut jauh waktu menikah dulu. Gita kini usianya kepala empat, sedangkan Ardi sudah lewat setengah abad."Kita benar-ben
Bab 117 KejutanSeminggu berlalu...Di kamarnya, Rahma masih bergelung dengan selimut. Sepasang tangan kekar melingkar di pinggangnya. Napas pun terasa menerpa tengkuknya. Ia dalam posisi memunggungi sang suami. Seulas senyum tak pernah lupa terbit di bibirnya. Sebab malaikat kecil yang bersemayam di rahimnya."Sayang, lagi apa Sakha junior? Bolehkah aku menengoknya?" bujuk Sakha. Tubuh Rahma meremang. Ia jelas tidak bisa menolak keinginan suaminya. Sejak tahu dirinya hamil, Rahma selalu merasa was-was dengan kandungannya. Ia bahkan belum berani melakukan ibadah dengan suaminya meski laki-laki itu melancarkan bujuk rayu."Mas benar nggak tahan ya?" Rahma membalik posisinya. Ia tidak tega melihat suaminya harus menahan kebutuhan biologis itu. Namun, kondisi psikis Rahma tidak terduga. Ia justru menjadi protektif dengan kehamilannya. Ada ketakutan kalau melakukan hubungan suami istri akan membuat bayinya kenapa-napa, bahkan keguguran seperti kehamilan pertama."Ayolah, Sayang. Ayahnya ka
Bab 118 Dua Kabar"Siapa ini, Rahma?""Hmm, anak angkat Rahma, Ma, Pa.""Oh ya?""Eh, tunggu. Kenapa Mama pucat sekali?"Deg,"Mama sakit atau kecapekan?" "Nggak papa, Sayang. Mamamu kelelahan perjalanan." Revan berusaha menenangkan putrinya. Setelahnya ketiga orang beda generasi itu saling berpelukan dengan Aira di gendongan Rahma."Ini siapa namanya?" tanya Melia."Aira, Ma. Sayang cium oma nih. Oma Melia namanya.""Aira beneran anak angkatmu? Sejak kapan?"Melia mengernyitkan kening heran."Masuk dulu, Ma, Pa. Ceritanya panjang.""Wah selamat datang besan dari seberang!" seru Ardi diikuti Gita yang berjalan masih sibuk mengenakan jilbab instannya."Gimana kabarnya Mbak?" tanya Gita sambil memberi pelukan pada Melia."Alhamdulillah beginilah. Senang bisa berkumpul lagi di sini sambil melihat putriku yang sumringah sejak tadi," balas Melia."Iya tuh. Kita mau dapat cucu lagi, Mbak.""Oh ya?""Iya, Ma. Alhamdulillah Rahma hamil anak Mas Sakha. Doain ya, Ma. Semoga Rahma bisa kuat men
Bab 119 Izin LDR"Kalau kamu mengizinkan biar Sakha yang ke sana gimana, Ar?" tanya Revan."Coba aku sampaikan Sakha dulu ya."Beberapa menit berlalu, Sakha sudah rapi dengan kemeja navy dipadu celana denim. Mendapat panggilan papanya untuk ke ruang kerja, Sakha pun gegas melangkah ke ruang itu."Ada apa, Pa?" "Duduk dulu, Sayang." Seperti biasa panggilan Gita begitu hangat untuk putra-putranya."Maafkan ayah, Sakha. Kedatangan ayah dan bunda Melia kemari untuk ihtiar berobat. Ayah harus ninggalin kewajiban di sana. Kalau Sakha bantu sementara menghandel pekerjaan di sana apa bisa?"Sakha sedikit terkejut mendengar mertuanya sakit. Namun, ia tidak boleh menunjukkan kesedihan. Sudah seharusnya dia memberikan dukungan dan semangat. "Hmm, sebenarnya Sakha masih menghandel yang di Sukabumi tapi Arga juga bisa diandalkan kok. Sakha Insya Allah bisa menggantikan ayah sementara.""Alhamdulillah," ucap kompak kedua pasang orang tua di ruang kerja itu."Kondisi bunda gimana? Apa Rahma tahu ka
Bab 120 Rela"Sayang, jangan bersedih! Kalau kamu tidak mengizinkan, aku juga tidak berangkat." Sakha merasa bersalah. Sejatinya ia berat meninggalkan Rahma istri yang mulai membuatnya tergila-gila."Mas, aku....""Rahma.""Hmm, aku percaya sama Allah Mas. Ini mungkin yang terbaik bagi keluarga kita. Papa mamaku bisa menemaniku melewati kehamilan. Di sisi lain Mas harus bertugas ke luar Jawa. Aku nggak apa-apa, Mas. Aku rela, kok.""Jadi, kamu izinkan aku, Sayang?"Rahma mengangguk seraya memeluk kembali suaminya."Lalu kapan berangkatnya, Mas?" Rahma mengurai pelukannya. Tatapannya mengarah pada wajah suaminya yang terlihat menyimpan sesuatu."Aku selesaikan kerjaan di kantor sini dulu supaya Arga bisa menangani pekerjaan yang ada di cabang Sukabumi.""Kalau butuh tenaga teknis, biar Ana yang bantu, Mas. Dia bisa diandalkan asal diarahkan.""Nggak, Sayang. Biar Arga saja. Ana fokus membantu bisnis kamu. Ingat kata Sherly, kamu nggak boleh kecapekan." Sakha mencubit hidung istrinya yan
Bab 121 BerangkatHari keberangkatan Sakha ke Padang Sumatera Barat tiba. Sakha akan mengambil penerbangan terakhir yakni jam 19. Menjelang Zuhur, ia berangkat bersama asisten Ardi menuju bandara Sukarno Hatta di Tangerang. Demi menghindari kemacetan, ia akan berangkat lebih awal menggunakan taksi."Mas Sakha jangan lupa makan, jaga kesehatan dan juga ibadahnya." Rahma masih memeluk erat sang suami yang bersiap pamitan."Iya, Sayang. Nanti sampai sana aku langsung hubungi ya. Aku pasti akan merindukanmu.""Trus gimana kalau rindu?"."Tenang saja, aku sudah bawa salah satu baju kamu." Sakha terkekeh. Rahma hanya mendelik. Tidak harus membawa baju sebenarnya kalau pun rindu mereka bisa saling menelpon atau video call. Namun Sakha tetap kekeh minta salah satu baju Rahma untuk teman tidur katanya."Jaga baik-baik kandungannya, Sayang. Kamu wanita kuat, pasti bisa melewati semuanya. Jangan pernah berprasangka buruk, oke!"Sakha mencium pucuk kepala Rahma lama sambil menyematkan doa."Terima
Bab 122 Khawatir"Apa Rahma sudah tidur?"Gita semakin tidak mengerti, kenapa Sakha mengalihkan pembicaraan."Iya Rahma baru saja tidur. Mama yang temani. Gimana keadaan di sana, Kha?""Tidak bagus, Ma.""Apa?!"Reflek Gita membungkam mulutnya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang ponsel."Sakha, katakan yang jelas. Jangan bikin mama khawatir.""Ada masalah begitu Sakha sampai, Ma. Warga berbondong-bondong melakukan demo mengenai ganti rugi pembebasan tanah. Sepertinya Om Revan tidak tahu ada karyawannya yang melakukan penggelapan uang.""Sakha," lirih Gita sambil menahan isak tangis. Gita keluar dari kamar Rahma supaya tidak mengusik tidur menantunya. Gegas ia menuju kamarnya. Ada Ardi, suaminya hampir memejamkan mata lalu terlonjak."Ada apa, Ma?""Sakha, Pa. Dia kena masalah di tempat kerja Revan.""Sakha, ini papa. Apa yang terjadi?""Pa, tolong besok papa diskusi sama Om Revan. Sakha butuh info penting terkait pembebasan lahan untuk tol. Ini warga barusan dihalau pet
Bab 123 Bab 123 Tetap TenangPagi yang cerah membuat Rahma bangun tidur dengan penuh semangat. Ia harus menaikkan moodnya agar baby nya juga sehat.Gegas diambiknya ponsel di nakas. Tidak ada panggilan dari suaminya. Namun, mengingat semalam ia sudah terlelap ditemani Gita mungkin saja telpon dari suaminya diangkat sang mama.Benar saja, Rahma melihat riwayat panggilan masuk dari Sakha. Seulas senyum pun terbit di bibirnya."Ternyata Mas Sakha semalam telpon. Aku sudah ketiduran."Dilihatnya pesan yang dikirim ke Sakha semalam. Hanya ada balasan aku telpon balik, Sayang. Rahma mencoba melakukan panggilan ke suaminya. Namun, hanya nada operator yang menjawab. Ia mencoba berpikir jernih mungkin sinyalnya lagi nggak bagus."Baiklah, nanti aku telpon lagi, Mas. Semoga kamu pas luang," ujar Rahma membesarkan hati.Rahma sudah mengenakan gamis floral dipadu jilbab polos. Penampilannya memang anggun. Aura ibu hamil sudah terpancar di wajahnya. Ia menyempatkan selfi lalu mengirimkan ke suamin
Bab 137 EndingSakha sudah seperti buka puasa. Sekian purnama tidak menyentuh istrinya, kerinduan pun berada di puncaknya. "Wajah Mas masih sakit, ini. Aku obatin, ya?""Nggak perlu, Rahma. Aku butuh obat rindu.""Mas!"Rahma sudah tidak bisa mengelak, ia pun merasakan rindu yang menggebu. Keduanya melewati malam panjang ditemani rembulan yang sinarnya menyusup dari celah gorden. Sentuhan lembut Sakha menyapa Rahma membuat hati wanita itu mengembang. Seulas senyum terukir di bibir merahnya."Tenang, Nak, Abi mau mengunjungimu."Sakha memperlakukan istrinya dengan lembut walau di dalam sana sudah menahan gair*h yang memuncak. Ia tidak ingin membuat trauma istrinya yang sedang hamil besar.Satu jam berbagi peluh membuat keduanya kelelahan. Sakha memberikan kecupan hangat di kening Rahma. Hingga wanita itu memejamkan mata menikmati ketulusan suaminya."Terima kasih, Sayang.""Terima kasih juga, Mas."Waktu kian berlalu, detik tergerus oleh menit hingga menit berganti menjadi jam. Purnama
Bab 136 Rindu "Percuma, Arga. Kakakmu dari dulu sudah begitu," imbuh Pak Ardi ketus."Ya Allah, Pa, Arga. Ini salah paham," lirih Sakha yang merasakan tubuhnya sudah lunglai."Apa?! Astaghfirullah, ini pasti salah paham.""Pa, Arga, tunggu!" teriakan Sakha tidak digubris dua lelaki beda generasi itu. Pak Ardi dan Arga sudah masuk mobil meninggalkan kediaman untuk menemui Rahma yang terbaring di rumah sakit."Astaga, Mas Sakha kenapa?" Dari dalam rumah keluar satpam yang sedari tadi dicari Sakha."Bapak kemana saja? Muka saya sudah babak belur kayak maling, nih," dengkus Sakha sambil menahan nyeri akbitan tamparan papanya dan juga pukulan Sakha."Ayo, Pak. Kita ke dalam dulu. Bi, Bibi. Tolong ambilkan air kompres untuk Pak Sakha!" "Hah, Mas Sakha kenapa?""Jangan banyak omong, cepat ambilkan."Bibi ART pun mengangguk. Gegas ia ke dapur mengambil air kompres."Maaf, Mas. Tadi saya membereskan kamar Mbak Rahma sama bibi." Satpam mengucap dengan sedikit takut membuat Sakha penasaran."Me
Bab 135 PulangPenerbangan Padang-Jakarta akhirnya pesawat mendarat di bandara Soekarno Hatta. Sakha memang sengaja belum mengabari orang rumah tepat hari apa pulangnya. Ia harus menyiapkan keperluan Cantika dan neneknya di rumah sakit ternama di Jakarta. Setelahnya, Toni yang akan menemani Cantika untuk proses operasi mata neneknya."Pak Toni tolong Cantika ditemani sampai keperluannya tidak kurang satupun," ucao Sakha sambil menyenderkan punggung di sofa tunggu bandara. Mereka masih menunggu bagasi."Siap, Pak. Oya, Pak Sakha yakin tidak perlu ditemani pulang sampau rumah terlebih dulu?" tanya Toni basa-basi."Ckkk, bukankah Pak Toni senang langsung bisa menemani Cantika?" Sakha justru balik bertanya membuat Toni terkesiap."Nanti kalau Cantika bingung di kota ini, Pak Toni yang repot, kan? Gadis itu nggak ada duanya,"ucap Sakha terkekeh."Dia gadis yang pintar, Pak. Nggak mungkin nyasar di kota ini," balas Toni sambil tersenyum."Pak Toni nggak takut Cantika nyasar, tapi takut dia k
Bab 134 Tuntas"Terima kasih atas kerja samanya, Pak Sakha."Seorang pimpinan petugas kepolisian menjabat tangan serta mengucap terima kasih pada Sakha di ruang kerjanya. Sebab Sakha telah membantu petugas kepolisian untuk menegakkan keadilan. Tuntas sudah tugas Sakha di kota ini."Kalau begitu, saya pamit dulu, Pak. Saya harus menemui warga untuk m3nyampaikan hak-haknya,"ucap Sakha yang diangguki petugas. Sakha kembali menaiki mobilnya yang disopiri Toni menuju kediaman Pak Cokro. Di rumah orang terhormat di kampungnya itu telah berkumpul banyak warga. Ada juga karyawan Sakha yang sudah lebih dulu sampai di sana. Sementara itu, Cantika absen karena harus menemani neneknya melakukan diagnosis oleh dokter di rumah sakit."Kita sudah sampai, Pak." Toni menoleh lalu menggelengkan kepalanya. Ia tahu betul Sakha dangat kelelahan beberapa hari terakhir. Sebab anak bosnya itu kejar target melumpuhkan musuh ayahnya. Beruntung Cantika bisa diajak kerja sama, pun Pak Cokro dengan senang hati mem
Bab 133 Tertangkap TanganSenja menampakkan warna jingga yang indah di cakrawala. Cantika segera pulang ke rumahnya karena sang nenek pasti lama menunggu. Seharusnya, ia pulang siang hari, tetapi demi membantu pihak keamanan untuk menggrebek Robert, kepulangannya molor."Nek, nek." Cantika mendapati neneknya tiduran di kamar. Gadis itu mendekat lalu mengusap lembut wajah sang nenek. Setitik bulir bening menetes membasahi pipi mulusnya. wanita ini telah merawatnya sejak kecil. Cantika yatim piatu, entah di mana orang tuanya kini iapun tidak tahu. Kata Sang nenek orang tuanya telah meninggal. Tapi sunggu misterius baginya."Ika. Kamu sudah pulang?""Iya, Nek. Ika mau siapin baju buat kita ke rumah sakit. Nenek akan diobati dokter di sana biar bisa melihat lagi."Ucapan Cantika tersendat karena isakan kecil menyusul."Bukannya tadi siang kamu sudah pulang?""Hah, enggak. Ika barusan pulang dari bekerja."Cantika sedikit heran, apa ada yang datang ke rumah. Kenapa neneknya merasa ia sudah
Bab 132 Mencuri barangSakha merencanakan strategi untuk menangkap Robert beserta anak buahnya. Dia telah mengumpulkan bukti-bukti dibantu oleh Pak Cokro dan Cantika. Bekerja sama dengan pihak berwajib, Sakha ingin pekerjaan di proyek pembangunan jalan tol berjalan lancar. Ia ingin segera pulang sebelum istrinya melahirkan. Janji di awal hanya pergi satu dua bulan. Hingga kini kehamilan Rahma terhitung masuk trimester tiga.Semalam ia menelpon istrinya."Sayang, maafkan aku baru sempat menelpon. Pekerjaan di sini sungguh menyita waktu. Sinyal juga susah karena lokasi di tengah hutan.""Ia Mas. Aku tahu, yang penting kamu sehat dan baik-baik saja di sana. Aku percaya Mas melakukan kerja keras di sana. Ada Pak Toni yang menemani, aku pun lega.""Iya, Sayang. Selesai proyek di sini, aku segera kembali ke Jakarta. Doakan tidak sampai melewatkan kelahiran anak kita, ya.""Iya, Mas.""Jam segini kok belum tidur, Sayang?""Hmm, akhir-akhir ini aku susah tidur, Mas. Nggak tahu, pikiran selalu
Bab 131 TipuanHari berganti hari hingga menjadi minggu, Cantika berperan dengan tipuannya sebagai wanita penggoda Sakha. Dia bersikap manja saat bersama laki-laki itu. Sesekali meluncurkan rayuan saat di depan Robert. Toni sampai harus menahan diri untuk tidak tertawa saat melihat aksi mesra keduanya. Akting Sakha dan Cantika layak diberi apresiasi seperti bintang sinetron"Gimana, Sayang. Kita ambil saja proyek dengan Pak Robert. Track recordnya sudah tidak diragukan lagi. Bagi hasil keuntungannya juga besar. Ayolah, nanti setelah proyek selesai, kita bisa liburan ke pulau yang indah berdua," ungkap Cantika dengan gaya centilnya.Robert yang melihat dari balik meja kerjanya tersenyum menyeringai. Dia memang memerintahkan Cantika untuk merayu Sakha supaya bisa diajak kerja sama. Dengan nama perusahan Sakha, kerja ilegal Robert bisa disamarkan."Baiklah, saya perlu membaca surat kerjasamanya terlebih dulu Pak Robert. Paling lama tiga hari, saya akan memberi kabar hasilnya.""Jangan lam
Bab 130 SepakatSetengah jam, Sakha dan Toni duduk di luar kamar yang dimasuki Cantika dan wanita yang sudah renta tadi. "Pak, gimana? Kenapa gadis itu belum keluar juga?"Sakha hanya mengedikkan bahu. Ia lalu beranjak dari duduk dan mendekati kamar. Berhenti sejenak di depan pintu yang sedikit terbuka. Tampak di sana Cantika sedang membenarkan posisi yang nyaman untuk wanita tua tadi."Nek, istirahat saja. Ika baik-baik saja, kok.""Jadi gadis itu biasa dipanggil Ika. Pantas tidak ada yang kenal Cantika."Sakha mengembuskan napasnya kasar. Ia baru sadar kalau Cantika bekerja untuk menghidupi wanita tua yang pantas jadi neneknya itu.Beberapa menit kemudian, Cantika sudah turun dari ranjang dan berniat keluar. Sakha segera kembali ke kursi duduk bersama Toni."Gimana, Pak?" tanya Toni penasaran.Sakha hanya memajukan dagu ke arah pintu kamar di mana Cantika keluar dari sana."Kenapa kalian masih ada di sini? Sana pergi, jangan ganggu aku!"Cantika melenggang masuk ke sebuah ruangan ke
Bab 129B Ancaman"Berhenti! Atau kalian babak belur keluar dari sini.""Ups, sial. Gadis ini kuat juga, Bos.""Awas!" pekik Sakha saat bogeman Cantika mengenai Rahang kiri Toni.Tidak keras tetapi mampu membuat nyeri di pipi Toni."Astaga, perempuan ini ganas sekali."Sakha jengkel sekaligus menahan tawa. Bisa-bisanya ia dan Toni dikalahkan perempuan."Oke,oke. Kami mundur. Sekarang katakan. Apa tujuanmu berbuat licik padaku, hah?"Sakha mencoba bernegosiasi. Ia tidak ingin salah melangkah dan akhirnya usahanya membela hak warga gagal."Aku jelas butuh uang. Jadi kalian pergi saja. Karena kedatangan kalian ke sini hanya akan membuat masalah bagiku.""Oke, berapa uang yang kamu butuhkan? Aku bisa mencukupi lebih banyak dari yang diberikan Robert. Kamu tahu dia bukan siapa-siapa. Dia mantan napi karena sudah menipu ayahku. Sekarang katakan butuh uang berapa kamu? 100juta, 200juta, setengah milyar?"Cantika terkesiap mendengar uang yang besarnya menggoda."Pak. Jangan gila! Pak Ardi tidak