Santi langsung saja mendekat ke arah Ferry, ia langsung bergelayut manja di lengan Fery. Sementara itu, Ferry terus saja celingukan mencari sesuatu dan sudah dipastikan ia telah mencari perempuan yang ia cinta.Bahkan ocehan Santi tidak ia hiraukan, karena fokus perhatiannya terus mencari sosok wanita yang ia cinta.Hingga saat Santi merasa capek dengan ocehannya, tiba-tiba saja Fery berkata menanyakan keberadaan Nayla hingga membuat mood Santi seketika hancur. ia merasa tidak dihargai oleh Fery."Nayla ke mana? Kenapa aku tidak melihatnya? Biasanya juga dia yang selalu menyambut aku pulang," tanya Fery dan sungguh ini membuat Santi tidak suka.Santi yang tadinya bergelayut manja di lengan Fery seketika itu juga langsung melepaskan. Ia membuang napas kasar lalu menatap sang suami dengan tatapan tidak suka. "Kenapa Mas malah menanyakan Nayla? Kan ada aku. Ada atau tidak ada Nayla sama saja. Mas lupa aku juga istri kamu?""Yang bilang lupa siapa? Enggak ada kan? Lagian Mas hanya menanya
Nayla sudah tidak sadarkan diri, hal itu membuat Nayla tidak lagi merespons panggilan dari BI Sri yang sedari tadi memanggil namanya.Bi Sri dan Neti terus saja berpikir mencari cara untuk membuka pintu kamar mandi tersebut. Ingin mendobrak mereka tidak memiliki tenaga ekstra untuk bisa mendobraknya. Alhasil mereka memberanikan diri untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Nayla."Kita gak bisa diam saja, Bi. Nyonya kita ada di dalam dan membutuhkan bantuan kita." ujar Neti protes pada Bi Sri karena mereka hanya bisa diam tanpa bisa melakukan apa pun."Bibi juga tahu. Tapi kan masalahnya kita udah diancam sama Nyonya Santi.""Kita gak boleh takut sama dia, Bi. Dia hanyalah orang baru.. Sedangkan Nyonya Nayla, kita sudah mengenalnya lama.""Terus kita harus gimana?""Lapor sama Tuan Fery." ucap spontans dari Neti.Bi Sri langsung melotot terkejut dengan ide dari Neti. Namun sebelum Bi Sri hendak protes Neti keburu menyelanya dan menjelaskan maksud dari perkataannya."Dengar
Santi dan Siska kembali ke dapur. Mereka berdua ingin melihat keadaan Nayla. Bukan ingin berempati atau bersimpati tapi melainkan ingin mengejek keadaan Nayla. Ingin menertawakannya juga. Sepertinya bagi kedua wanita ini penderita Nayla adalah kebahagiaan mereka.Sementara itu Fery masih berusaha untuk mendobrak pintu kamar mandi, yang entah kenapa mendadak sulit didobrak. Saking kesal dan marahnya, Fery pun mengerahkan tenaganya hingga akhirnya pintu tersebut bisa terbuka. Maka dengan terbukanya pintu, Fery bisa melihat dengan jelas jika sang istri terkulai di lantai kamar mandi. Fery langsung menghampiri dan meraih tubuh lemah Nayla."Astaghfirullah, Nayla!" pekik Fery.Fery berusaha untuk membangunkan Nayla dengan menepuk-nepuk pipinya. Lalu menggoyang-goyangkan bahunya namun tidak ada respons apa pun. Tidak ingin terjadi sesuatu pada istrinya, Fery langsung menggendong Nayla dan langsung membawanya ke kamar mereka. Saking khawatirnya Siska yang mendadak so peduli dan mencemaskan
Dengan terburu-buru, Fery melangkah lebar saat menuruni anak tangga. Ia sudah tidak sabar ingin menemui Sri dan Neti. Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.Saat tiba di lantai satu, Fery berteriak memanggil nama Sri dan Neti. Merasa namanya terpanggil membuat Sri dan Neti segera mungkin menghampiri sang majikan."Bi Sri!, Neti! Kemarilah, cepat!" teriak Fery.Sri dan Neti kini sudah ada di hadapan Fery dengan kepala yang tertunduk."Iya Tuan, ada apa panggil kami berdua?" tanya Sri seraya kepalanya semakin tertunduk.Dengan tatapan penuh intimidasi, Fery menatap keduanya. "Kalian masih nanya ada apa? Aku yakin kalian tahu alasan kenapa memanggil kalian berdua ke sini."Sri dan Neti semakin menundukkan kepala. Mereka bingung kebohongan apa lagi yang harus mereka ciptakan. Sebab tidak mungkin jika mereka mengatakan yang sebenarnya. Jika Nayla sebenarnya bukan terkunci tapi sengaja dikunci. Tentunya dalang di balik ini semua adalah Santi sang madu."Aku tanya sebenarnya apa yang terjadi
Nayla menitikan air mata, selepas kepergian Siska. Entah harus dengan cara apa lagi agar bisa meluluhkan hati mertuanya. Ia bingung sendiri dibuatnya karena Siska tidak pernah sekalipun memberi tahu apa salah dan Kuranya ia selama ini. Tak lama Fery datang, ia senang saat mendapati istrinya sudah tersadar. Ia langsung menghampiri dan memeluk sang istri. "Alhamdulillah, kamu sudah sadar, sayang." ujar Fery. Lalu ia pun mulai menyadari sesuatu, jika istrinya menangis. Buru-buru Nayla menyeka air matanya."Kamu kenapa? Apa ada yang sakit? Mana? coba beri tahu mas bagian mana yang sakit." Fery terus saja menelisik seluruh tubuh Nayla, takut-takut ada bagian yang sakit. Nayla menghentikan Fery yang menelisik seluruh tubuhnya."Sudah, Mas. Tidak ada yang sakit, kok. Mas tenang saja." ujar Nayla dengan memaksakan tersenyum. Fery menatap Nayla dengan perasaan khawatir sekaligus lega karena sang istri tidak kenapa-kenapa. Sungguh, Fery teramat takut untuk kehilangan Nayla. Ia belum siap.
Nayla sama sekali tidak bisa tidur, apalagi saat pikiranya mengingat kejadian tadi saat dengan sengaja Santi mengunci dirinya di kamar mandi.Saat itu dirinya baru saja selesai masak, baru saja dirinya mau menghubungi Fery kapan pulang tiba-tiba tubuhnya malah didorong masuk menuju kamar mandi dan langsung dikunci.Berulang kali dirinya berterika minta untuk dibukakan pintunya. Namun teriaknnya itu sama sekali tidak didengar. Malah ia memang berpura-pura tidak dengar.Nayla langsung menggelengkan kepalanya, ia berusaha untuk tidak mengingat kejadian itu. Karena walau bagaimanapun Santi adalah sahabat sekaligus madunya. Setidaknya dulu mereka pernah dekat saking dekatnya orang yang melihat mereka berdua dikira sepasang saudara. Padahal mereka hanyalah dua orang asing yang dipertemukan dalam ikatan persahabatan."Santi, padahal aku benar-benar menyayangimu, aku sudah menganggap kamu keluarga. Tapi kenapa balasan seperti ini? kenapa?" tanya Nayla bermonolog sendiri. Nayla menghela napa
Semenjak bangun tidur hingga Ia di kantor, fokus pikiran Fery bercabang. Ia terus mengingat kejadian semalam di mana sang istri tengah menelepon dengan seseorang yang tidak ia ketahui. Apalagi saat dengan jelas-jelas indra pendengarannya mendengar, Nayla begitu tertawa senang. Padahal yang dia tahu istrinya itu tidak pernah sembarangan tertawa kecuali saat bersama dirinya. Lalu siapakah orang tersebut? Sehingga ia berani merebut tawa istrinya dari dirinya.Andai hari ini tidak ada meeting penting, mungkin saja hari ini akan mengikuti kemana perginya sang istri dia begitu penasaran.Berhubung waktu meeting masih ada waktu 1 jam, membuat ia berinisiatif untuk menelepon Nayla. Namun sayangnya beberapa kali ia menghubungi Nayla tidak ada satupun panggilan yang dijawab. Tentunya ini membuat Fery semakin bertanya-tanya, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh istrinya.Karena panggilan tidak terjawab terus membuat Ferry menelepon ke rumah, di dalam pikirannya ia mengira mungkin saja N
Nayla sudah sampai di rumah sakit. Tanpa diduga dokter Raka sudah menunggu dirinya di depan loby. Nayla memang pergi pagi-pagi namun ia datang terlambat. Ia sengaja karena ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk menenangkan dirinya sementara.Nayla sedikit berlari untuk sampai ke Dokter Raka. Ia menyesali karena sudah datang terlambat. Tentunya ini diakibatkan oleh kemacetan ibu kota.Dengan terengah-engah Nayla meminta maaf pada dokter Raka karena ia datang terlambat."Assalamualaikum dokter Raka. Maaf aku terlambat. Di jalan macet," ujar Nayla meminta maaf."Waalaikumsalam, sebenarnya aku mau marah sama kamu. karena kita janji bertemu pukul sepuluh dan ini sudah hampir pukul sebelas. Dokter Wiliam hampir saja meninggalkan rumah sakit jika seandainya aku tidak mencegahnya." tutur Raka.Nayla merasa bersalah hingga ia tidak hentinya meminta maaf. Raka yang tidak tega pun hanya bisa menarik napas. Ia maklumi keadaan kota Jakarta yang memang begitu macet setiap waktu."Maaf, harusn