Sekitar pukul 3 sore Nayla baru saja tiba di rumah. Kedua tangannya ringkuh dengan barang belanjaan, karena memang hari ini bertepatan dengan belanja bulanan bahan untuk memasak sudah menipis.Ia tersenyum senang saat sudah keluar dari taksi, dalam pikirannya ia sudah membayangkan jika dirinya akan memasak makanan kesukaan suaminya.Senyum itu tiba-tiba surut, saat dia masuk ke rumah sang suami sudah ada di rumah. Fery tengah berdiri seraya menatap tajam ke arah Nayla. Nayla tahu tatapan itu mengisyaratkan sebuah amarah. Apakah dia akan marah lagi kepadanya? karena dia lagi-lagi pergi tanpa se izin darinya.perasaan gusar dan Takut itu, sejenak di sembunyikan dulu oleh Nayla. Ia tidak ingin terlihat tidak bahagia saat berhadapan dengan suaminya ini. Nayla kembali tersenyum memperlihatkan deretan Gigi putihnya.'Kau sudah pulang, Mas? Padahal aku baru saja belanja, aku mau memasakkan makanan kesukaan kamu."Tidak ada jawaban selain tatapan sinis dan tajam dari Fery."Sudah makan,
Nayla terus saja menahan Fery agar tidak pergi. Tangannya memegangi lengan Fery namun Fery diam. Saat Nayla terus merancau agar tidak pergi. "Mas, aku mohon. Jangan pergi. Maafkan aku.""Kamu harus aku beri pelajaran, Nayla. Untuk sementara waktu aku tidak akan tidur bersama kamu. Sekarang aku akan tidur di kamar Santi..Sampai kapan? Entah aku tidak tahu."Fery lalu kembali hendak pergi. Ia menepis cekalan tangan Nayla di lengannya."Tidak Mas, jangan lakukan ini. Aku tidak sanggup.""Kamu pergi bersama pria lain saja sanggup. Lalu kenapa aku memutuskan pindah kamar kamu keberatan? Padahal anggap saja aku sudah mati, biar puas sekalian."Kali ini Fery murka, lebih tepatnya ia cemburu. Kenapa bisa Nayla berani tersenyum, berani tertawa bahkan berani pergi bersama pria lain tanpa izin darinya? Sebelumnya tidak pernah sekalipun Nayla berani seperti itu.Senyumnya, tawanya hanyalah untuk dirinya seorang saja. Bukan untuk di perlihatkan kepada orang lain."Mas, maafin aku. Aku janji tidak
Santi terduduk lesu di atas kloset seraya memegangi benda pipih berwarna biru putih itu. Ia tidak percaya jika apa yang ia khawatirkan jadi kenyataan.Harusnya ia senang karena benda pipih itu menunjukkan dua garis merah yang artinya saat ini dirinya tengah hamil. Namun masalahnya sudah satu bulan terakhir ini ia sama sekali belum pernah disentuh oleh Fery. Itu artinya bayi yang ada dalam kandungannya bukanlah bayi Fery melainkan milik Morgan. Ia ingat betul karena secara sukarela sudah menyerahkan tubuhnya pada sang mantan kekasih. Lalu sekarang dia harus seperti apa? Ia berpikir keras.“Bodoh! Bodoh! Kalau sudah seperti ini gimana? Gak mungkin kan kalau bilang aku Hamil sama Mas Fery. Bisa-bisa aku langsung ditertawai atau yang lebih parah lagi aku bisa diusir. Pokoknya aku harus cari cara bagaimana agar mas Fery kembali menyentuhku. Biar saat aku bilang hamil dia percaya.”Di tengah-tengah angannya itu. Tiba-tiba Santi mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Buru-buru Santi menyem
Nayla nelangsa karena ia tidak bisa tidur bersama Fery. Biasanya ia selalu tidur memeluk Fery. Sekarang? Ia hanya bisa memeluk guling dengan perasaan tak bisa diungkapkan. Kedua matanya memang terpejam namun sebenarnya ia belum tidur. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya terus saja tertuju pada Fery. Kenapa semakin ke sini, hubungan dengan Fery justru semakin jauh saja. Sudah tidak ada keharmonisan, tidak ada lagi ketenangan. Yang ada hanyalah pertengkaran dan demi pertengkaran yang terjadi.Nayla langsung terbangun saat perutnya kembali merasa sakit. Ia secepatnya mengambil obat yang ia simpan di bawah bantal. Setiap rasa sakit itu menyerang ia akan memakan tiga butir obat secara bersamaan.Biasanya setelah meminum obat, maka selang beberapa menit ia akan merasa lebih baikkan. Namun entah kenapa rasa sakitnya tidak mau mereda. “Astagfirulah, ya Allah sakit.” Nayla meringkuk menahan rasa sakit diperut. Ia menekannya berharap rasa sakitnya bisa mereda namun, dugaannya
Bi Sri dan Neti begitu panik saat melihat Nayla tak sadarkan diri di lantai. Dengan keadaan bibir membiru kedinginan. Bahkan seluruh tubuhnya pun terasa dingin. Tubuh Nayla di pangku oleh Bi Sri dan Neti dan membaringkan di atas kasur. Keduanya berusaha untuk memberikan rasa hangat di tubuh Nayla.“Bi , ini gimana? Apa kita telepon Tuan?” Neti panik ia takut Nayla kenapa-napa.“Iya, Net. Kita hubungi Tuan. Kita kasih tahu keadaan Nyonya.”“Ya udah, Neti telepon dulu Tuan.” “Iya, cepat Net. Lari, ya. Biar Nyonya segera ditangani.” “Iya, Bi.” Neti langsung berlari menuju bawah. Ia hendak menelpon Fery menggunakan telepon rumah.Melihat Neti berlari dengan wajah cemas membuat Siska yang melihatnya langsung saja menghentikan langkah Neti.“Hai, Ada apa? Kenapa berlari seperti itu?” tanya Siska pada Neti.Neti pun menepi dengan kepala yang ditundukan. Ia ragu untuk mengatakan ap yang sebenarnya terjadi.“Anu... Itu nyonya....”“Apa? Yang jelas dong kalau ngomong!” sentak Siska
Usai sarapan bubur yang dibuatkan oleh Bi Sri untuk Nayla habis, Ia pun hendak mengirim pesan kepada Raka, ia ingin menanyakan kenapa obatnya sama sekali tidak bereaksi apapun disaat rasa sakit perut bagian bawahnya kambuh.Setelah satu pesan tadi yang ia kirim ke nomor Raka terkirim, tiba-tiba datang Bi Sri dan Netty. mereka berdua masih saja mengkhawatirkan keadaan Nayla.Nayla tersenyum saat keduanya datang, Lalu melambaikan tangan meminta keduanya untuk mendekat dan duduk di sebelahnya. "Ada apa Bi, Bety? udah ya kalian jangan terlalu khawatir, saya udah baik-baik saja kok," ucap Nayla dia tahu bagaimana perasaan Bi Sri dan juga Neti. karena memang Hanya mereka berdua lah yang sekarang peka terhadap dirinya."Apa nyonya serius sudah mendingan? Entah kenapa bibi jadi khawatir dengan keadaan nyonya, apalagi tahu sekarang Tuan tidak lagi di kamar sini." ucap Bi Sri yang sangat mengkhawatirkannya.Nayla menepuk bahu Bi Sri dan juga Neti secara bersamaan, menggunakan tangan ka
Raka langsung mengambil handphone-nya saat ia mendengar notif pesan masuk. Ia mengerutkan keningnya tatkala membaca isi pesan dari seseorang itu.Tanpa banyak berpikir lagi, Raka langsung saja membalas pesan tersebut yang ternyata pesan dari Nayla. Satu pesan yang membuat Raka bertanya-tanya kenapa bisa seperti itu. Setelah mengirim pesan balasan, jika 3 hari kedepan dirinya tidak berada di Indonesia namun, dia berjanji saat sudah kembali ke Indonesia ia akan memeriksa ulang keadaan Nayla, beserta ingin mendiagnosa kenapa obatnya tidak berpengaruh apa-apa. Raka termenung sejenak, di dalam pikirannya itu teringat kepada Nayla. Dia juga berpikir kenapa obat yang diresepkan oleh dokter William, justru tidak berpengaruh, saat rasa sakit yang menderita Nayla kambuh. Raka yakin dokter William tidak mungkin salah memberikan resep. karena dia adalah dokter profesional dalam bidang cancer. Selain memikirkan hal tersebut, Raka pun tiba-tiba merindukan tawa dan senyum Nayla. Sungguh dia yakin
Sudah dua hari ini, Fery menjauh darinya. Ia seolah-olah menjaga jarak dengan dirinya. Saat Nayla ada di meja makan, maka Fery akan langsung beranjak dan lebih memilih makan di tempat lain. Jika berjalan saling bersitatap, maka Fery akan langsung pergi begitu saja. Sungguh perlakuan tersebut membuat hati Nayla rasanya sakit.Ia begitu merindukan pelukan Fery. ia juga rindu dimanjakan Fery. Semua, semua yang dulu pernah mereka lakukan kini sangat ia rindukan. Nayla tidak tahu kapan semua itu akan kembali. Di tengah kesedihannya itu, tiba-tiba Santi datang. Dan entah kenapa di saat dirinya sedang tidak baik-baik saja, Santi ataupun Siska selalu saja hadir. Mereka seolah-olah sengaja ingin mengejek dirinya, ingin menghina dirinya dan ingin menunjukkan jika dirinya kalah dan merekalah yang menang.Nayla males untuk bersitatap dengan Santi, karena ia tahu ujung-ujungnya pasti masalah Ferry . Dan ujung-ujungnya pula pertengkaran yang akan terjadi. Dia capek Jika setiap hari selalu seperti
Fery begitu menyesal saat melihat Nayla hidup bahagia. Tawanya yang jarang ia lihat saat hidup dengannya, kini justru terlihat dengan jelas saat Nayla hidup dengan pria lain.Kenapa dulu dia menyia-nyiakan wanita sebaik Nayla? Kenapa dia begitu bodohnya melepaskan permata demi sebongkah batu yang sama sekali tidak ada nilainya?Ia memejamkan matanya, merasa percuma penyesalan yang ia rasakan sekarang. Sebab penyesalannya tidak akan membuat semuanya kembali seperti semula.Siska yang sedari tadi ada di samping Fery, memegangi pundaknya. Ia menyadarkan Fery untuk segera pergi."Anggap saja ini adalah karma untuk kita, karena kita sudah menyakiti Nayla. Sepertinya kita memang pantas mendapatkan ini semua. Sekarang lebih baik kita pergi. Mari kita tata ulang hidup kita dari nol'' tutur Siska."Fery tahu, Bu. Tuhan benar-benar membayar kontan kejahatan yang sudah kita lakukan pada Nayla," ucap Fery menimpali Perkataan Siska.Sekali lagi, Fery menghela napas berat sejurus kemudian la dan Sis
Raka hanya bisa tertunduk rapuh, saat dokter yang menangani Nayla mengatakan jika Nayla harus dioperasi. Bayinya harus secepatnya dilahirkan sebelum sesuatu yang buruk terjadi.Ia berharap semoga ini adalah jalan terbaik. Ia berharap banyak semoga istri dan anaknya bisa selamat. Sebab ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika bayi mereka harus tiada. Tentunya membuat down sang istri dan ia tidak mau itu terjadi.Lampu tanda operasi sudah padam, itu artinya operasi yang dijalani Nayla sudah selesai. Namun, ia sama sekali tidak mendengar suara tangisan bayi. Terdengar sunyi senyap. Ini membuat Raka khawatir. Ditambah dokter tidak kunjung membuka pintu ruangan operasi. Maureen yang melihat Raka gelisah langsung menghampiri sang anak."Tenang Raka, semuanya pasti akan baik-baik saja, berdoalah." Tutur Maureen seraya mengusap-usap punggung Raka."Raka tidak bisa tenang, Ma. Raka belum tahu keadaan istri dan anak Raka." Jawab Raka begitu lemah."Ya, mama tahu. Mama juga khawatir. Ta
Raka khawatir dengan keadaan Nayla, ia sungguh takut. Jika terjadi sesuatu hal yang buruk pada Nayla. Baginya Nayla adalah hidupnya, ia tidak akan bisa hidup dengan tenang jika terjadi sesuatu yang buruk padanya. Semenjak tahu dirinya hamil, Nayla begitu senang. Ia bahkan mengikuti setiap apa yang dilarang oleh Raka. Termasuk ia dilarang kecapean. Ia dilarang keluar rumah. Ia cukup bedrest di kamar saja.Nayla tahu apa yang dilakukan Raka semata-mata demi keselamatan dirinya. Ia tahu suaminya itu begitu mencintai dirinya, tentunya tidak ingin ada sesuatu hal yang buruk terjadi padanya. Nayla justru merasa tersanjung, ia kini menyadari jika cinta suaminya begitu besar. Namun, di balik kebahagiaannya itu. Nayla memendam sesuatu yang sangat besar. Apa itu? Dia harus bisa menahan rasa sakit. Ya, sewaktu-waktu perutnya Akan terasa sakit, bahkan pernah keluar darah meksipun hanya Sedikit. Dan selama itu pula ia tidak pernah mengatakan pada Raka.Nayla yakin jika dirinya mengadu Raka akan
Nayla tersadar dari pingsannya. Saat matanya sudah terjaga ia mencari sosok suaminya. Nayla mengerutkan kening saat melihat suaminya tengah duduk melamun. Terlihat seperti ada beban yang tengah dipikulnya.Nayla pun very untuk mencari tahu. Nayla beranjak, ia lalu berjalan ke arah Raka seraya mendorong stan infusan.Saking larut dalam lamunan, membuat kehadiran Nayla yang ada di depan matanya sama sekali tidak disadarinya.Nayla pun ikut terduduk di samping Raka, kemudian menepuk pelan pundak Raka hingga Raka terlonjak kaget."Mas," Panggil Nayla seraya menepuk pelan pundak Raka.Raka yang terkejut, semakin terkejut saja melihat Nayla tiba-tiba duduk di sampingnya."Ya Tuhan, sayang Kenapa kamu bangun? Ayo kembali lagi ke ranjang," ujar Raka ia pun hendak menggendong Nayla namun ditahan."Turunin Mas, enggak usah digendong. Aku bisa jalan sendiri," Protes Nayla namun tidak didengarkan oleh Raka."Pokoknya kamu jangan dulu banyak gerak, ya,""Aku udah sehat, Mas. Jangan berlebihan. Lag
Pagi ini, entah kenapa Nayla merasa malas untuk melakukan aktivitas apapun. Yang ia mau hanyalah diam dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Raka datang ke kamar, ia melihat sang istri tengah berbaring dengan berselimutkan selimut tebal berwarna biru laut.Tak biasanya memang, hingga Raka pun dibuat keheranan. Raka duduk di samping Nayla. Ia lalu ikut menenggelamkan tubuhnya di bawah selimut Yang sama. Tak lupa sebuah pelukan mendarat di sana hingga Nayla pun dibuat kaget.Kaget karena tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang."Astaghfirullah, mas. Aku kaget." Keluh Nayla seraya membalikkan tubuhnya lalu balas memeluk Raka.Akhir-akhir ini aroma tubuh Raka seperti candu baginya, ini membuat Nayla enggan untuk menjauh dari Raka. Raka sama sekali tidak keberatan saat Nayla selalu saja menempel padanya. Justru ia merasa senang, setidaknya hubungan mereka akan semakin lengket."Mas," panggil Nayla pada Raka."Hmmm," balas Raka."Pernikahan kita sudah lama, tapi kenapa aku tidak hamil
Setelah menunggu selama dua Minggu lamanya, akhirnya hasil dari tes DNA mereka keluar.Alex dan Raka menyerahkan amplop berisi hasil tes DNA pada Nayla. Mereka ingin nayla yang membacanya. Agar tidak dikira melakukan kecurangan."Buka dan bacalah hasilnya," ujar Alex seraya menyerahkan amplop tersebut."Kenapa harus aku?" Tanya balik Nayla."Biar kamu jadi orang pertama yang tahu. Karena kalau aku sudah yakin jika kamu memang adik perempuan ku, Naina."Tanpa rasa ragu, Nayla pun ngambil amplop tersebut lalu membaca hasil dari tes tersebut.Nayla terlihat serius, membaca hasil tes DNA tersebut. Matanya terus memindai satu persatu kata-kata yang tertulis di sana. Hingga matanya pun berakhir di bagian akhir yang tertulis di sana 99,99% cocok. Itu artinya mereka memang saudara.Kertas yang dipegang nayla Langsung terjatuh. Disertai dengan tubuhnya ikut limbung, beruntung Raka ada di samping sang istri jadi ia bisa langsung menahan tubuh Nayla.Air mata Nayla luruh, ia lalu menatap Alex ya
Nayla langsung mendorong tubuh Alex yang ingin memeluk dirinya. Lagi pula ia masih bingung apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Alex malah mengatakan dirinya adalah adiknya."Lex, kamu jangan kurang ajar. Di depan suamiku kau mau memelukku? Dan kamu juga mas, kenapa malah diam saja?" Cerocos Nayla pada Raka.Raka beranjak, ia berusaha untuk menenangkan Nayla agar tidak salah paham."Tenang sayang, sekarang kamu duduk dulu. Biar aku jelaskan semuanya." Titah Raka dan Nayla pun mengikuti instruksi dari Raka tersebut."Alex terpisah dari adik perempuannya dua puluh dua tahun lalu, saat itu Alex berusia sepuluh tahun sedangkan adik perempuannya berusia tahun. Dan kau mau tahu siapa yang melakukan hal ini? Dia adalah orang tua Fery. Orang tua Fery menculik adik perempuannya Alex. Setelah itu harta kedua orang tua Alex pun tiba-tiba beralih tangan atas nama ayah Fery," sejenak Alex terdiam ia berusaha untuk menelan salivanya terlebih dahulu."Lalu hubungannya dengan aku apa, Mas,?"tanya Nayl
Setelah kejadian di Maldives , hidup Fery dan Siska jadi kacau. Mereka terus saja diteror oleh Alex. Alex tidak akan berhenti mengganggu mereka jika mereka mau memberi tahu di mana keberadaan adik perempuannya.Sedangkan Santi, hidupnya pun tidak kalah kacau ia jadi buronan, karena bukti kejahatannya sudah diserahkan oleh Alex pada polisi. Bukan hanya itu saja, Santi pun diusir oleh Fery saat ia tahu jika bayi yang ada di kandungan Santi bukanlah miliknya. Sedangkan kehidupan Nayla, ia kembali bisa berdamai dengan keadaan. Raka menepati janjinya, ia tidak izinkan Fery untuk mendekati Nayla lagi.Pernah suatu ketika, Fery datang pada Nayla. Ia memaksa agar Nayla ikut dengannya dan memintanya untuk meninggalkan Raka. Namun, Raka mengancam Fery sehingga ia tidak pernah berani lagi mendatangi Nayla. Paling dia hanya mengawasi Nayla dari kejauhan saja.Seperti saat ini misalnya, Fery terus saja memperhatikan nayla. Rasa cintanya kini sudah berubah menjadi sebuah obsesi semata. Semakin la
Orang yang baru saja menahan Alex adalah Raka. Sejak sepuluh menit yang lalu. Raka sudah merasakan ada hal yang akan terjadi pada Alex dan Siska. Dan inilah kejadiannya. Dari kejauhan Raka melihat Alex mencekik Siska.Sekuat tenaga Raka berlari agar secepatnya dapat menghentikan tingkah Alex yang mungkin saja bisa membuat Siska mati."Apa yang kamu lakukan alex? Dia bisa mati!" Raka berkata seraya menarik tubuh Alex untuk menjauh dari tubuh Siska. Napasnya Alex sudah terlihat begitu ngos-ngosan. Karena menahan amarahnya. Sementara Siska dia terus saja terbatuk-batuk. Kemudian, Siska tidak hentinya memaki Alex."Kau gila Lex! Kau hampir membuat aku kehilangan nyawaku. Dasar penipu!""Ini adalah balasan untuk orang jahat seperti kamu!" Alex mengambil sesuatu dari saku celananya. Ternyata ia ngambil dompet, ia mengeluarkan uang seratus ribuan dari sana dan melemparkannya tepat di wajah Siska."Pergi dari sini! Aku sudah muak terus bersandiwara. Sekarang kau tunggu saja apa yang akan ter