Setelah kepergian Angela yang meninggalkan kediaman Jayden dengan sumpah serapah rendah terhadap Valency, Cleo menatap cucu menantunya itu dan menggenggam tangannya lembut.“Aku harap kau bisa memaafkan Angela. Dia begitu karena terlalu dimanja oleh Rosa, aslinya dia anak yang manis,” ucap Cleo, raut wajahnya terlihat menyesal dan sedikit sedih. “Aku tidak setuju,” sela Jayden seraya menyeruput teh yang sempat disediakan May tadi. “Atas dasar apa Valency terus memaafkan kebodohan Angela?”“Jay … kamu tahu apa yang membuat Angela seperti itu,” ucap Cleo, ingin mengurangi amarah pria itu terhadap sang adik juga. “Andai dulu Angela juga diasuh oleh Nenek, pasti dia tidak akan menjadi gadis yang tidak memiliki sopan santun seperti sekarang.”Jayden meletakkan cangkirnya. “Nenek, tidak sopan mungkin sifatnya, tapi memilih untuk menghina Valency adalah pilihannya. Apa Nenek tidak tahu rumor yang beredar tentang Angela?”Mendengar ucapan Jayden, otak Valency pun berputar. Memang benar, Ange
Pertanyaan Valency membuat Cleo menyunggingkan sebuah senyuman, tanpa menjawabnya dia langsung berdiri dan berkata, “Aku pulang dulu. Urusanku telah selesai di sini.” “Ta-tapi ... Nenek belum menjawab pertanyaanku. Dari mana Nenek mengenal ibuku? Apa kalian mengetahui sesuatu?” desak Valency kembali bertanya. Dia dibuat penasaran setengah mati karena seseorang tiba-tiba menyinggung tentang ibunya. Kenapa bisa mereka mengenal ibunya? Dan lagi ... apa itu artinya mereka juga telah mengetahui identitasnya? Cleo hanya tersenyum, lagi-lagi enggan menjawab pertanyaan Valency. Dia melempar tatapan pada Jayden. “Aku serahkan sisanya padamu, Jay,” pesan Cleo, membuat Jayden menghela napas dan menganggukkan kepala. Jika sudah begini Cleo sama saja seperti melempar tanggung jawab padanya, padahal neneknya lah yang berulah. “Aku dan Alex menunggu kalian untuk mengunjungi rumah kami seperti janji kalian dulu, jangan lupakan itu oke?” ucap Cleo. “Sesekali datanglah untuk menginap di sana.”
Ucapan Alvaro sontak membuat Valency terkejut. Tidak heran Christian berkata kalau bayaran pengacara ini tidak akan tinggi walaupun kualitasnya luar biasa, ternyata pengacara yang pria itu maksud adalah kakaknya sendiri!Selain itu, pantas saja wajah Alvaro terlihat tak asing saat Valency melihatnya pertama kali. Ada kemiripan yang kentara antara Alvaro dengan Christian, terutama bagian bahwa mereka pria yang tampan.Dengan usaha untuk tetap tenang, Valency pun berkata, “Saya Valency Lambert. Senang berkenalan dengan Anda, Tuan Black.”Alvaro menganggukkan kepala, lalu melepas jabatan tangan mereka seraya mempersilakan Valency ke arah kursi kafe. “Silakan duduk Nona Lambert,” ucapnya seiring mereka duduk berhadapan.Setelah duduk, Alvaro mengeluar
Valency kini duduk dengan todongan senjata di sisi kirinya, sedangkan seorang pria bertubuh besar lain menghimpit tubuhnya dari sebelah kanan. Walau berada dalam posisi terjepit, tetapi gadis itu tidak terlihat takut sedikit pun. Sebaliknya, dia malah melemparkan tatapan tajam pada setiap orang tersebut.“Siapa yang menyuruh kalian menangkapku?” tanya Valency dengan tenang.Salah satu dari kedua orang bertopeng itu semakin mendekatkan ujung pistolnya dengan kening Valency. “Diamlah, Nona Kecil! Di sini kamu tidak berhak berbicara!”Akan tetapi, pria bertopeng lainnya menggelengkan kepala, memperingatkan rekannya untuk tidak berlebihan. “Atasan kami ingin bertemu denganmu.” Dia tidak lupa menambahkan, “Dan, kalau kau ingin hidup, tutup mulutmu dan tunggu hingga kita sampai di tujuan.”Mengerti bahwa keadaannya tak menguntungkan, Valency memilih menurut dan diam untuk sementara. Kepalanya memikirkan banyak hal, seperti siapa dan kenapa mereka menculiknya?Melihat penampilan dan juga ke
“Kau sudah gila!?” Cecilia mengernyitkan dahinya. Dia agak sulit percaya Valency masih berani bersikap begitu kurang ajar dan percaya diri dihadapkan dengan keadaan seperti ini.Valency menundukkan kepalanya, lalu terdiam sesaat, membuat Cecilia mengira gadis itu sudah kapok. Akan tetapi, kemudian tubuh Valency tampak bergetar, dan suara tawa terdengar darinya.Dengan kepala yang mendadak terangkat, Valency memandang Cecilia dengan pandangan mencemooh. “Cecilia, sejak awal, aku tidak pernah sewaras yang kamu dan Felix bayangkan!” balasnya. “Kalau tidak, bagaimana aku bisa menjadi temanmu, bukan? Sama sepertiku, kamu juga sudah kehilangan kewarasanmu!”Cecilia mengangkat tangannya. “Jalang, kau–” Namun, dia berhenti. Sadar dirinya hampir terpancing emosi, gadis it
Jayden turun dari mobilnya dengan belasan pengawal berpakaian formal dan wajah sangar yang menemaninya. Mereka kini berdiri di depan kediaman keluarga Owen, mansion yang megah, walau tidak semegah kediaman Spencer. Sepasang suami-istri keluar dengan langkah tergesa-gesa begitu mengetahui kabar kedatangan Jayden di kediaman mereka. Ada raut kebingungan dan panik yang tampak di wajah mereka.“Apa kiranya yang membuat seorang Jayden Spencer mendatangi kediaman sederhana ini?” ucap seorang pria paruh baya, menghampiri dan menyambut kedatangan Jayden.Di belakangnya, sejumlah pengawal mengikuti, seakan bersiaga terhadap Jayden yang juga datang bersama pengawalnya. “Antonio Owen,” sapa Jayden dingin, matanya menatap tajam pada pasangan suami-istri Owen di hadapannya. Seolah siap untuk memangsa mereka. “Apa kau tahu seberapa besar nyali putrimu?”Antonio Owen menautkan alis dan tangan di belakang tubuhnya mengepal. “Aku tidak mengerti maksudmu.” Dia menambahkan, “Apa yang kiranya bisa putr
“Apakah dia baik-baik saja!? Siapa yang berani menculiknya!?” Jennita menghujani Christian dengan pertanyaan. Namun, sebelum mendapatkan jawaban dari pria tersebut, Jennita malah memasang wajah curiga dan menatap Christian dengan mata memicing. “Tunggu ... sejak kapan kamu mengetahui hal ini?! Kenapa baru memberi tahu aku sekarang?!” Tatapan dan wajah Jennita yang semakin mendekat membuat Christian menggunakan jari telunjuknya untuk mendorong dahi gadis tersebut. “Berhenti menatap dan berbicara kepadaku seperti itu, aku bukan kriminal,” ucap Christian tak suka. Dia merasa Jennita seolah tengah menghakiminya. Setelah berhasil membuat Jennita diam, Christian pun dengan sabar mulai menjelaskan. “Kamu tahu Alvaro menjadi pengacara Valency, bukan?” tanya Christian yang diikuti anggukan kepala sang lawan bicara. “Aku mengetahui hal ini juga secara tidak sengaja darinya tadi pagi. Salah satu pengawal Jayden datang dan mendadak memberikannya kabar mengenai hal tidak terduga ini.” Mend
Melihat Cecilia tersenyum sinis dan menatap penuh angkuh pada dirinya, Jennita merasa emosinya kembali terpancing.“Cecilia!” panggil Jennita seraya langsung bersiap untuk menerjang Cecilia, tetapi tubuhnya ditahan oleh Christian. “Dasar wanita licik! Apa kamu hanya bisa bermain dengan kotor seperti ini? Caramu benar-benar mencerminkan sikap seorang pengecut!” maki Jennita habis-habisan.Makian dan kemarahan Jennita yang berlebih membuat Felix agak mengernyitkan dahi. Dia tahu kalau teman dekat Valency itu sangatlah emosional. Akan tetapi, ini adalah kali pertama dia melihat Jennita seperti ingin menguliti Cecilia hidup-hidup.Selagi Felix tampak kebingungan, Cecilia hanya tertawa kecil. “Jennita, Jennita, jangan memujiku terus seperti itu, kamu membuatku jadi malu,” ucapnya
"... Verena, kamu baik-baik saja?"Pertanyaan itu meluncur dari bibir Eric ketika Verena tanpa sadar menggenggam ujung jas pria itu dan meremasnya kuat-kuat. Wajah wanita itu kini agak pucat dan napasnya menjadi lebih berat."Kelelahan?" tanya Eric lagi. Bukan apa-apa. Bisa jadi memang wanitanya ini sedang kelelahan, bukan? Dengan segala kesibukan sebagai pengganti sang ayah, Verena sampai pada batasnya juga. Namun, Verena menggeleng. Ini jelas bukab kelelahan. Ia tidak selemah itu.Sejak dulu, Verena sudah terbiasa bekerja dan lembur. Mengurusi klien dan bersosialisasi juga sudah sering ia lakukan karena pekerjaannya. Jadi ia tidak akan tumbang semudah ini.Selain itu, kondisinya ini terlalu tiba-tiba.Tidak mungkin Verena yang normal dan sehat bisa menjadi seperti ini begitu saja?"Kita menyingkir--""Aku ke toilet dulu," ucap Verena, menepis lengan Eric sekarang. Di sini terlalu banyak orang. Pikirannya terasa kacau dan tidak nyaman. Mungkin sedikit udara segar bisa membersihkan
"Maaf, aku harus keluar lagi. Ada yang harus aku pastikan.""Mau ke mana?"Eric bertanya. Tidak seperti dugaan Verena, Eric tidak melepaskannya begitu saja. Padahal Verena pikir, pria itu akan mengiakan saja keputusan Verena seperti tadi."Ke luar. Sebentar. Kan sudah aku bilang.""Jawab dengan lebih spesifik, Verena." Eric berucap.Langsung saja, Verena menghela napas."Aku perlu memastikan beberapa tamu. Oke?""Kalau kamu memerlukan daftar tamu, bisa kuberikan.""Ya, tapi aku juga perlu menemui orang ini.""Siapa? Kutemani.""Tidak perlu. Ini acaramu. Kamu harus tetap di sini.""Tanpa tunanganku? Jangan bercanda."Verena berdecak. Merasa kesal.Karena tidak ingin kehilangan jejak seperti tadi, wanita itu nekat melangkah pergi----tapi ia justru berakhir terpenjara dalam tangan kekar Eric."Eric--""Kamu tahu," ucap Eric diikuti helaan napas. "Mengejarmu memerlukan kesabaran ekstra."Verena langsung merengut. Bukan karena ucapan Eric, melainkan karena posisi mereka. Si Presdir arogan
"Aku tidak mau kamu mati konyol, Verena. Tidak bisakah kamu memahami hal itu?"Ucapan yang meluncur dari bibir Keith itu tidak terlalu mengejutkan Verena. Namun, nada bicara dan ekspresi yang ditunjukkan oleh adik tirinya itu sukses membuat Verena terdiam.Ada yang asing dari tatap manik mata abu-abu itu.Sepasang warna abu-abu yang familiar itu--Apalagi bagaimana Keith membuang muka setelahnya, lalu mengusap tengkuk dengan kikuk sementara ujung telinganya memerah.Keanehan itu ... tidak bisa Verena pandang sebagai sebuah tingkah adiknya yang lucu.Bukan karena sikap Keith tidak lucu. Melainkan karena tingkahnya tidak seperti seorang adik pada umumnya.Seakan-akan--Tidak. Pasti Verena salah. Ia selalu salah dalam hal ini, kan?"Keith ... kamu--"Keith mengangkat tangannya sembari menghela napas."Sudahlah." Keith menukas. "Toh Ayah sudah merestui pertunanganmu, bukan? Lupakan saja.""Yah. Itu mustahil." Verena berusaha terdengar tegas, tapi ucapannya tak lebih dari sebuah gumaman.M
"Nona, Anda baik-baik saja?"Sosok itu adalah seorang pria paruh baya, dengan rambut hitam yang sudah banyak beruban. Namun, penampilannya tampak rapi, tidak serampangan. Mengindikasikan bahwa kemungkinan beliau adalah salah satu tamu undangan Eric Gray.Meski begitu, penampilannya tampak terlalu sederhana untuk dikatakan kaum sosialita.Namun, bukan itu yang membuat Verena tertegun. Mata abu-abu itu ... tampak familier bagi Verena. Di mana--"Nona?""Ah." Verena berkedip. "Maaf, Tuan. Saya tidak melihat ke depan." Verena buru-buru berkata setelahnya."Saya tidak masalah. Tapi apakah Anda baik-baik saja?""Saya tidak apa-apa. Permisi."Verena sedikit menunduk dan langsung pergi dari sana, ke arah yang dituju oleh Kimberly tadi.Namun, sayangnya, interupsi singkat tadi sudah cukup untuk melenyapkan jejak adik tirinya.Tanpa sadar, Verena menghela napas. Menyayangkan fokusnya yang sempat teralihkan tadi."Verena."Panggilan itu membuat Verena menoleh dan mendapati sosok Keith tengah ber
"Coba cari topik pembicaraan lain. Soal aku, misalnya. Putra ibu dan...." Verena mencoba memasang raut wajah biasa saja saat Eric mendekatkan bibirnya ke telinga Verena dan berbisik, "Calon suamimu."Baru setelah itu Verena menghela napas pelan. Lalu, wanita itu menoleh sedikit ke belakang, ke arah Eric."Kamu mau kami membicarakanmu di depanmu langsung?" tanyanya.Eric mengangkat bahu. "Silakan.""Tidak masalah kalau aku menyinggung soal kelakuanmu dulu?" Verena kembali bertanya. "Semua yang kamu lakukan saat kamu mengejar-ngejar--""Sini. Aku pasangkan lagi kalungnya." Eric Gray menyela. Tangannya terulur dan mengambil kalung di tangan Verena, sebelum kemudian memasangkannya. "Mau bicara soal Vera Jones lagi?""Tidak." Kali ini, Mia yang menjawab. "Meskipun rasanya menyenangkan, mengobrol dengan Verena. Tapi lebih baik kamu dan Verena sekarang kembali ke aula. Sapa para tamu."Lalu, pada Verena yang menatapnya, Mia menambahkan, "Senang bertemu denganmu, Verena. Lain kali, kita men
"Apakah kamu punya koneksi khusus pada Nona Jones, Verena?" Pertanyaan Mia itu membuat Verena tersenyum.Sama seperti semua sosialita di pesta amal keluarga Miller beberapa waktu yang lalu, tidak semuanya mengetahui mengenai identitas Verena sebagai Vera Jones.Mungkin memang ada pembicaraan dari mulut ke mulut setelah pesta, tapi informasi tersebut tidak mungkin sampai ke semua orang. Apalagi ini soal pencapaian Verena, si anak haram. Orang akan lebih senang bergosip soal dia yang tiba-tiba mendapatkan rezeki nomplok dan warisan dari sang ayah karena cara kotor.Bukan dengan pertimbangan bahwa Verena punya kemampuan.Di samping itu, tampaknya memang Mia tidak terlihat seperti wanita yang hobi bergosip. Karenanya, sebelum Eric sempat menyelesaikan kalimat tadi, Verena sudah bertanya, "Bagaimana menurut Anda soal desain-desain Vera Jones, Nyonya Gray?"Verena tahu sedikit banyak soal Mia Gray, ibunda Eric, dari informasi yang diselipkan oleh Ashton sebelum ia sepakat untuk datang ke
Verena dengan segera membetulkan posisinya dan berdiri untuk menyapa orang tua Eric Gray tersebut.Dalam hati, ia merasa seolah diselamatkan oleh kehadiran Mia dan Beatrice, terlepas dari posisinya yang agak memalukan dan bagaimana Beatrice tampak ingin sekali langsung menghakiminya detik itu juga.Akan tetapi, Verena langsung mengalihkan fokusnya pada Mia. Sepasang mata ibu Eric tersebut kini menatapnya dengan penuh perhatian."Ibu," Eric menyapa dengan nada yang masih tenang, seakan pertemuan itu adalah hal biasa. "Perkenalkan, ini Verena."Sikap pria itu seolah mereka tidak berada dalam posisi yang patut dipertanyakan sebelumnya. "Ya. Itulah wanita yang dipilih oleh putramu," ucap Beatrice pada Mia, iparnya. Kemudian, wanita paruh baya itu mendengus. "Sudah bagus aku kenalkan pada putri bungsu keluarga Miller untuk dijodohkan. Dia malah memilih wanita ini."Beatrice mengalihkan pandangannya pada Verena dan melihat wanita itu dari atas sampai bawah, sebelum kemudian melirik Eric ya
"Ada apa? Katakan."Akan tetapi, alih-alih menjawab pertanyaan Eric Gray, respons pertama Verena selain menahan napas adalah memundurkan badannya. Sekalipun sudah tidak ada ruang yang cukup di balik punggungnya.Setelah itu, baru Verena menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Meskipun, tampaknya sia-sia. Entah kenapa otak Verena terasa macet karena posisi mereka saat ini.Apakah ini berarti Verena sedang terintimidasi? Wanita itu berpikir.Karena makin dekat Eric berada, semakin sulit baginya untuk berpikir jernih.Apalagi ketika Eric kembali memangkas jarak di antara mereka."Hm?" Pria itu tersenyum miring, menikmati situasi saat ini.Sementara itu, pandangan Verena terpaku pada wajah pria itu yang kini hanya terpisah beberapa inci darinya. Bau parfum Eric yang khas semakin menambah kerumunan dalam pikirannya tanpa bisa dicegah. Diam-diam, Verena merutuk dalam hati."Mundur," ucap wanita itu pada akhirnya. Ia enggan mengakui bahwa posisi ini mengusiknya. "Sofa di be
"Aku hanya sedikit mengingatkan saja, Sayang. Semua yang dilakukan, akan ada dampaknya."Hening sejenak. Verena dalam diam mengamati ekspresi kedua saudara tirinya. Wajah Keith tetap datar senantiasa. Pria itu tidak tampak tersinggung atau marah pada sindiran Eric. Berbeda dengan Kimberly yang saat ini tengah menatapnya.Iya. Menatap Verena."Saya setuju dengan Anda, Tuan Gray. Memang semua perbuatan itu ada dampaknya. Setiap akibat, pasti ada sebabnya," ucap Kimberly. Gadis itu mengalihkan pandangan pada Eric dan tersenyum manis. "Ah ya. Selamat ulang tahun, Tuan Eric Gray. Semoga Anda menikmati malam yang indah ini."Senyum Kimberly menjadi lebih lebar setelah mengucapkan kalimat terakhir tersebut.Sejujurnya, Eric tengah menahan diri agar tidak berekspresi terkejut atau heran dengan reaksi Kimberly tersebut. Ini adalah pertama kalinya Kimberly menunjukkan sisinya yang berbeda.Sebelumnya, gadis yang merupakan putri bungsu Aster Miller tersebut selalu menampilkan sikap malu-malu d