Ucapan Alvaro sontak membuat Valency terkejut. Tidak heran Christian berkata kalau bayaran pengacara ini tidak akan tinggi walaupun kualitasnya luar biasa, ternyata pengacara yang pria itu maksud adalah kakaknya sendiri!
Selain itu, pantas saja wajah Alvaro terlihat tak asing saat Valency melihatnya pertama kali. Ada kemiripan yang kentara antara Alvaro dengan Christian, terutama bagian bahwa mereka pria yang tampan.
Dengan usaha untuk tetap tenang, Valency pun berkata, “Saya Valency Lambert. Senang berkenalan dengan Anda, Tuan Black.”
Alvaro menganggukkan kepala, lalu melepas jabatan tangan mereka seraya mempersilakan Valency ke arah kursi kafe. “Silakan duduk Nona Lambert,” ucapnya seiring mereka duduk berhadapan.
Setelah duduk, Alvaro mengeluar
Valency kini duduk dengan todongan senjata di sisi kirinya, sedangkan seorang pria bertubuh besar lain menghimpit tubuhnya dari sebelah kanan. Walau berada dalam posisi terjepit, tetapi gadis itu tidak terlihat takut sedikit pun. Sebaliknya, dia malah melemparkan tatapan tajam pada setiap orang tersebut.“Siapa yang menyuruh kalian menangkapku?” tanya Valency dengan tenang.Salah satu dari kedua orang bertopeng itu semakin mendekatkan ujung pistolnya dengan kening Valency. “Diamlah, Nona Kecil! Di sini kamu tidak berhak berbicara!”Akan tetapi, pria bertopeng lainnya menggelengkan kepala, memperingatkan rekannya untuk tidak berlebihan. “Atasan kami ingin bertemu denganmu.” Dia tidak lupa menambahkan, “Dan, kalau kau ingin hidup, tutup mulutmu dan tunggu hingga kita sampai di tujuan.”Mengerti bahwa keadaannya tak menguntungkan, Valency memilih menurut dan diam untuk sementara. Kepalanya memikirkan banyak hal, seperti siapa dan kenapa mereka menculiknya?Melihat penampilan dan juga ke
“Kau sudah gila!?” Cecilia mengernyitkan dahinya. Dia agak sulit percaya Valency masih berani bersikap begitu kurang ajar dan percaya diri dihadapkan dengan keadaan seperti ini.Valency menundukkan kepalanya, lalu terdiam sesaat, membuat Cecilia mengira gadis itu sudah kapok. Akan tetapi, kemudian tubuh Valency tampak bergetar, dan suara tawa terdengar darinya.Dengan kepala yang mendadak terangkat, Valency memandang Cecilia dengan pandangan mencemooh. “Cecilia, sejak awal, aku tidak pernah sewaras yang kamu dan Felix bayangkan!” balasnya. “Kalau tidak, bagaimana aku bisa menjadi temanmu, bukan? Sama sepertiku, kamu juga sudah kehilangan kewarasanmu!”Cecilia mengangkat tangannya. “Jalang, kau–” Namun, dia berhenti. Sadar dirinya hampir terpancing emosi, gadis it
Jayden turun dari mobilnya dengan belasan pengawal berpakaian formal dan wajah sangar yang menemaninya. Mereka kini berdiri di depan kediaman keluarga Owen, mansion yang megah, walau tidak semegah kediaman Spencer. Sepasang suami-istri keluar dengan langkah tergesa-gesa begitu mengetahui kabar kedatangan Jayden di kediaman mereka. Ada raut kebingungan dan panik yang tampak di wajah mereka.“Apa kiranya yang membuat seorang Jayden Spencer mendatangi kediaman sederhana ini?” ucap seorang pria paruh baya, menghampiri dan menyambut kedatangan Jayden.Di belakangnya, sejumlah pengawal mengikuti, seakan bersiaga terhadap Jayden yang juga datang bersama pengawalnya. “Antonio Owen,” sapa Jayden dingin, matanya menatap tajam pada pasangan suami-istri Owen di hadapannya. Seolah siap untuk memangsa mereka. “Apa kau tahu seberapa besar nyali putrimu?”Antonio Owen menautkan alis dan tangan di belakang tubuhnya mengepal. “Aku tidak mengerti maksudmu.” Dia menambahkan, “Apa yang kiranya bisa putr
“Apakah dia baik-baik saja!? Siapa yang berani menculiknya!?” Jennita menghujani Christian dengan pertanyaan. Namun, sebelum mendapatkan jawaban dari pria tersebut, Jennita malah memasang wajah curiga dan menatap Christian dengan mata memicing. “Tunggu ... sejak kapan kamu mengetahui hal ini?! Kenapa baru memberi tahu aku sekarang?!” Tatapan dan wajah Jennita yang semakin mendekat membuat Christian menggunakan jari telunjuknya untuk mendorong dahi gadis tersebut. “Berhenti menatap dan berbicara kepadaku seperti itu, aku bukan kriminal,” ucap Christian tak suka. Dia merasa Jennita seolah tengah menghakiminya. Setelah berhasil membuat Jennita diam, Christian pun dengan sabar mulai menjelaskan. “Kamu tahu Alvaro menjadi pengacara Valency, bukan?” tanya Christian yang diikuti anggukan kepala sang lawan bicara. “Aku mengetahui hal ini juga secara tidak sengaja darinya tadi pagi. Salah satu pengawal Jayden datang dan mendadak memberikannya kabar mengenai hal tidak terduga ini.” Mend
Melihat Cecilia tersenyum sinis dan menatap penuh angkuh pada dirinya, Jennita merasa emosinya kembali terpancing.“Cecilia!” panggil Jennita seraya langsung bersiap untuk menerjang Cecilia, tetapi tubuhnya ditahan oleh Christian. “Dasar wanita licik! Apa kamu hanya bisa bermain dengan kotor seperti ini? Caramu benar-benar mencerminkan sikap seorang pengecut!” maki Jennita habis-habisan.Makian dan kemarahan Jennita yang berlebih membuat Felix agak mengernyitkan dahi. Dia tahu kalau teman dekat Valency itu sangatlah emosional. Akan tetapi, ini adalah kali pertama dia melihat Jennita seperti ingin menguliti Cecilia hidup-hidup.Selagi Felix tampak kebingungan, Cecilia hanya tertawa kecil. “Jennita, Jennita, jangan memujiku terus seperti itu, kamu membuatku jadi malu,” ucapnya
Melihat keterkejutan Cecilia, Valency mendengus dingin sembari tersenyum tipis. Tampaknya, mantan sahabatnya itu begitu panik dan sama sekali tidak menyangka dirinya akan tiba di ruang persidangan hari ini. ‘Bukankah sudah kukatakan, Cecilia.’ Valency berucap dalam hatinya, ‘Kamu akan menyesal tidak membunuhku di hari itu.’ *Hari penculikan Valency* “Mari kita lihat siapa yang akan tersenyum di akhir.” Ucapan yang terlontar dari bibir Valency membuat emosi Cecilia kembali tersulut. Akan tetapi, senyuman masih terpasang di wajahnya. “Aku berubah pikiran,” ujar Cecilia kepada para pengawalnya. “Jangan habisi dia sekarang.” Mendengar kalimat Cecilia, para pengawalnya mengerutkan kening. “Lalu, apa yang harus kami lakukan, Nona?” tanya salah satu dari mereka. “Dibandingkan membunuhnya begitu cepat, aku ingin dia tersiksa,” ucap Cecilia dengan bengis. “Bawa dia ke pinggir dermaga, ikat kaki dan tangannya dengan batu pemberat, lalu lempar dia ke laut!” Mata para bawahan Cecilia terb
Pengawal itu saling bersitatap dengan Valency untuk beberapa waktu. Dia yakin kalau Valency tidak akan bisa menolaknya. Dan, gadis itu pun buka suara, “Aku setuju.” ‘Sudah kuduga!’ Valency bisa melihat mata pengawal itu berbinar. “Tapi dalam mimpimu!” BUK! Sebuah tinju Valency layangkan ke wajah pengawal tersebut. Ternyata, dia berhasil membebaskan diri dari ikatan sang pengawal! Saat menyadari dirinya dipermainkan, pengawal itu marah besar. “Dasar jal*ng tidak tahu diri! Kau memang pantas mati!” Dia melesat ke arah Valency dan berusaha menyerang gadis itu, tapi Valency berhasil menghindari pukulannya. Saat pukulan lain Valency tangkis, gadis itu memaki dalam hati. Pukulan pengawal itu sangat keras! Pun dirinya bisa bela diri, tapi Valency bukan sepenuhnya ahli yang terbiasa berkelahi. Demikian, walau sebelumnya bisa menangani Felix, tapi menghadapi pengawal terlatih seperti ini, tentu saja Valency tidak sebanding! “Urgh!” Lenguhan kesakitan terdengar dari sisi Valency saat
Di tengah-tengah persiapan para hakim, Jennita menatap Valency yang berada di samping Alvaro dengan intens bercampur gugup, sampai-sampai dia tidak bisa berhenti menggigiti kukunya sendiri. Walau tahu temannya baik-baik saja, tapi dia tidak tahu apa yang akan terjadi di persidangan hari ini.Apakah Valency akan menang? Atau dia malah kalah dan reputasinya sebagai seorang desainer hancur seketika? Mungkinkah Cecilia Owen memang tidak bisa dikalahkan hanya karena dia berasal dari keluarga yang lebih kaya!?Melihat hal itu, Christian yang duduk di sebelahnya langsung menggenggam tangan gadis tersebut dan berujar, “Jen, tenanglah. Valency akan baik-baik saja.”Helaan napas kasar kabur dari mulut Jennita. “Aku tidak bisa tenang sampai hakim memberikan hasil yang memuaskan.” Dia melemparkan pandangan marah pada Cecilia. “Terlebih karena aku tahu pasangan di sebelah sana seperti lintah dan ular!”Di saat ini, Jayden yang ada di sebelah Jennita berkata, “Tenang saja, Nona Sparks. Valency tid
"Kecelakaan itu. Jangan bilang ... kalau ada hubungannya dengan adikmu?"Poin pertama. Lalu Verena menggali lagi ingatannya yang tidak terlalu jauh, tentang ucapan Keith sebelum ini.Adik tirinya itu kesal karena Verena tidak bisa dihubungi. Namun, kalimatnya menunjukkan bahwa pertengkaran dengan Kimberly karena provokasi Verena adalah sebuah kelanjutan dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Ya. Verena tidak salah.Keith yang tidak menjawab pun sudah merupakan jawaban yang jelas untuk Verena."Begitu." Verena mengangguk. Sampai pada sebuah kesimpulan.Pantas saja. Mencari tersangka kasus tabrak lari seharusnya tidak sulit, apalagi untuk keluarga berkuasa seperti Miller. Namun, itu jika memang pelakunya orang biasa yang kedudukannya di bawah keluarga Miller.Apabila kedudukan pelaku setara dengan keluarga Miller atau lebih tinggi, hasilnya hanya akan ada dua; pihak Verena akan kesulitan mencari tersangka atau ia bisa menemukannya, tapi tidak bisa melakukan apa pun.Apakah itu berart
Ketika Verena sampai di rumah yang ia huni hanya dengan seorang asisten rumah tangga, rupanya Keith tengah menunggu di ruang tamu."Dari mana saja?" Pria itu bertanya. Keith kemudian berdiri dan menghampiri Verena.Ekspresi pria itu tampak kesal dan terusik, yang Verena duga karena Keith sudah menunggu lama di sana."Rumah Ashton. Kenapa?" tanya Verena kembali. "Kamu kapan datang?"Keith berdecak kesal. Bibirnya cemberut dengan sangat kentara, sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya. "Ponselmu mati?" Adik tiri Verena itu kembali bertanya.Mendengar itu, Verena mengeluarkan ponselnya yang memang sudah tidak bisa dinyalakan."Ah, iya. Kamu menghubungiku?" Verena melangkah ke tengah ruang tamu. "Ada apa? Soal pekerjaan?"Tidak ada jawaban dari Keith sampai-sampai Verena harus kembali fokus pada sang adik itu."Kalau mau merajuk, jangan sekarang, Keith," ucap Verena.Selain dengan Ashton, hubungan Verena dan Keith bisa dibilang tidak buruk. Apalagi memang kadang mereka bertemu dan s
"Verena. Jawab aku. Apakah kamu tertarik pada pria itu?"Verena tertegun. Selain karena pertanyaan Ashton, ekspresi kakak sepupunya yang tampak serius itu membuatnya bertanya-tanya.Kenapa pria itu bertanya demikian?"Jangan mengada-ada, Ash." Verena akhirnya merespons, tanpa menjawab pertanyaan Ashton."Siapa yang mengada-ada?" sahut Ashton. "Aku hanya bertanya.""Kenapa bertanya seperti itu? Aku dan dia tidak ada apa-apa.""Bukan itu yang kutanyakan, Ve. Tapi apakah kamu tertarik pada Eric Gray itu."Verena cemberut. Kepalanya mendadak sakit sebelah.Ia baru saja lolos dari Eric yang suka mendebat dan membuatnya sakit kepala. Verena tidak mau interaksinya dengan Ashton juga menyusahkan dirinya seperti ini.Tapi merajuk hanya akan membuatnya seperti anak kecil. Sekalipun hubungan Verena dan Ashton sekarang sudah membaik, ia tidak mau dianggap remeh oleh kakak sepupunya itu.Apalagi dimanjakan.Karenanya, Verena akhirnya berkata, "Dibandingkan tertarik, aku lebih ke menjaga hubungan b
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe
"Mau ke mana kamu!? Kembali ke sini, Verena! Hadapi aku!"Verena berpikir bahwa itu adalah ocehan biasa atau sekadar gertakan kosong dari adik tirinya. Menganggap bahwa Kimberly akhirnya gila karena dibakar cemburu buta.Ia sama sekali tidak menyangka kalau setelahnya, Eric Gray akan bergerak cepat menarik tubuh Verena dan membawanya beberapa jengkal lebih jauh sebelum kemudian terdengar suara pecahan kaca beradu dengan lantai, tak jauh darinya."Astaga, Kimberly!""Eric! Kamu baik-baik saja!?"Teriakan dari dua wanita paruh baya di sana terdengar hampir bersamaaan.Sementara itu, pandangan Verena terjatuh pada pecahan kaca tak jauh darinya. Ada beberapa yang kemudian terlempar dan menggores sisi kakinya yang tidak tertutup sepatu.Jika saja Eric tidak menolongnya, lemparan gelas itu pasti mengenai kepala Verena.Ah, iya, Eric--"Perempuan gila," bisik Eric, yang bisa didengar Verena dengan jelas.Nyaris saja ia berpikir kalau sebutan itu tertuju padanya. Apalagi karena kedua tangan E
"Apakah itu mengubah kenyataan bahwa wanita itu adalah putri Tuan Aster Miller?"Semuanya terdiam dengan ucapan Eric Gray."Eric." Beatrice Gray menghela napas. Hatinya merasa dongkol karena ini jauh dari rencananya. Ia tidak ingin keponakan tampannya yang menjanjikan ini harus terjebak dengan putri tiri sahabatnya yang tidak ia sukai. "Jangan mengada-ada. Kita di sini--""Untuk mempererat hubungan dua keluarga, bukan, Bibi? Aku paham." Eric mengangguk. itu kemudian menoleh pada Verena."Duduklah. Ini ada kaitannya denganmu," ucap Eric setelahnya. Menyadarkan Verena.Wanita itu baru saja mencatat dalam kepalanya kalau kegilaan Eric Gray sudah naik satu tingkat."Aku ada urusan lain." Kali ini, ucapan Verena tidak terdengar formal seperti tadi. "Silakan lanjutkan makan malamnya. Aku permisi.""Kamu yakin?" Eric kembali berkata. "Apa pun keputusan yang kuambil, kamu setuju?"Verena tertawa kecil. "Eric," balasnya. "Buka matamu. Di sini, aku sependapat dengan semua orang kecuali kamu."
"Makan malamlah denganku sebelum kamu pulang."Kalimat dari sang ayah itu lebih terdengar seperti titah bagi Verena, alih-alih ajakan atau ungkapan keinginan.Meski begitu, Verena tidak ragu untuk menolak."Saya lebih nyaman makan di rumah.""Ini rumahmu juga."Verena diam sejenak, mengatur kata-kata yang ingin langsung keluar dari bibirnya agar terdengar lebih sopan.Tapi gagal.Pada akhirnya, wanita itu tetap berkata, "Saya tidak merasa demikian."Untungnya, Aster Miller tidak lagi melarang ataupun meminta aneh-aneh pada Verena selain makan malam. Pria itu hanya menyampaikan bahwa kondisi Ashton sudah membaik, jika Verena belum tahu. Dan pria itu sudah bisa kembali bekerja minggu depan.Setelah itu, sang ayah melanjutkan jika mereka harus makan bertiga saat Ashton sudah kembali bertugas. Kali ini, Aster dengan jelas menggunakan alasan pekerjaan.Sepertinya keinginan Aster Miller untuk membuat Verena makan dengannya sangat kuat.Jika saja Verena tahu, mungkin Verena akan menyanggupin
"Balas pesanku." Setelah terdiam beberapa saat, Verena lebih memilih untuk bereaksi biasa."Selamat malam, Tuan Gray. Saya tidak menyangka akan bertemu Anda di sini," ucap Verena sembari tersenyum sopan.Ia sama sekali tidak menyinggung perihal pesan teks ataupun rumah sakit ataupun malan malam bersama tempo hari.Sementara itu, Eric menatapnya dalam diam. Manik birunya bergerak memindai wajah Verena dengan saksama.Masih ada plester luka kecil di sudut pelipisnya. Namun, selain itu, wanita keras kepala di hadapannya tampak baik-baik saja."Aku sendiri terkejut kamu ada di sini," balas Eric kemudian. Perhatiannya tertuju lurus pada Verena tanpa menggubris keberadaan bibi dan keluarga tiri Verena. "Tapi, ini merupakan kejutan yang menyenangkan."Verena menanggapinya dengan sopan sebelum undur diri."Mohon maaf, Tuan Miller sudah menunggu. Permisi."Wanita itu melirik pada pandangan penuh permusuhan dari Olivia dan Kimberly, tapi tidak terlalu memusingkan ataupun membalasnya. Verena ha