Melainkan pria yang tidak tahu kapan dirinya harus mundur ini.“Eric Gray … nyaris saja aku lupa bahwa pria ini memang sulit ditangani,” batin Verena. Ia pikir, Eric akan mundur setelah penolakannya pagi itu. Terbukti setelahnya, Eric benar-benar tidak menghubungi Verena sampai ia merasa Eric menerima semua keputusannya.Akan tetapi, lihat saja tingkah pria itu sekarang. Kembali penuh tuntutan dan pertanyaan tidak jelas.Namun, bukan Verena Miller namanya jika tidak keras kepala. “Kimberly sudah menawarkan untuk mengantarmu ke ruang tamu. Lebih baik kamu pergi bersamanya,” ucap Verena. Senyumnya tampak santai dan terlatih saat ia melirik ke arah si adik tiri, sekalipun hal itu tidak mengubah wajah Kimberly yang tampak tersinggung ketika bersinggungan tatap dengan Verena. “Jika Kimberly mengizinkan, kamu bisa mendapatkan nomorku darinya.”Yang mana, artinya mustahil mendapatkan nomor Verena dari adik iparnya yang tadi melabraknya perkara kedekatannya dengan Eric itu. Verena tahu betul
"Iya, Tuan Gray. Ashton Miller."Nama itu membuat Eric menggumam pelan. Pria itu, kemungkinan besar, adalah yang menjadi alasan keberadaan Verena di Utopia. Lihat saja, dari bahasa tubuh keduanya, mereka tampak akrab.Jauh berbeda dengan saat Verena bersama Eric, pria bermata biru itu berpikir. Saat wanita itu bersamanya, yang ada hanyalah perasaan waspada. Lalu teka-teki. Senyum formal nan profesional. Eric ingin Verena lebih dari ini. Seperti--Ah, ya. Seperti malam itu."Tuan Gray, apakah Anda mendengarkan?" Sepertinya Kimberly sejak tadi bicara, tapi Eric mengabaikan gadis itu sepenuhnya. Sebenarnya, Kimberly merasa kesan. Ia sudah merutuk lima puluh kali tiga dalam hati, terhitung saat ia melihat bagaimana Eric menatap Verena pertama kali. Namun, ia harus bersabar. Ibunya bilang, ini adalah jackpot untuknya. Sebuah kesempatan langka.Eric Gray merupakan pewaris LuxGray Corp. yang baru saja kembali ke Utopia, setelah menjalankan tugas dari ibunya. Bibi Beatrice, teman satu geng
“Baru tiga hari, tapi wajahmu sudah seperti mayat hidup, Ve.”Verena yang sedang sarapan sembari mengecek fail di tab langsung mendelik pada Ashton yang berdiri di sebelahnya. Pria itu ada di sini untuk menjemputnya dan bertugas mengantar Verena ke kantor, seperti kemarin-kemarin.Namun, baru pagi ini, Ashton memilih untuk berkomentar.Dan itu membuat suasana hati Verena agak kecut.Sudah lima hari pasca pesta amal di kediaman Miller. Ini adalah hari keempat Verena hadir di kantor Miller Group sebagai wakil dari sang ayah. Tiga hari kemarin, Verena mampu menyelesaikan tugas dan mengurusi masalah dengan baik.Banyak yang berusaha menjegalnya, itu sudah pasti. Verena telah mengantisipasi hal itu sejak awal, sehingga dirinya tidak terlalu terkejut.Yang menyedot energinya adalah dua hari kemarin, tiba-tiba Aster meminta Verena datang dan menginap di mansion keluarga Miller untuk laporan progres dan rencana mereka.Verena, yang ingin beristirahat, jadi harus menghadapi ayahnya yang keras
“Jangan banyak bertanya.”Setelah mengatakan itu, Ashton melihat Verena kembali tenggelam dalam pikirannya, dengan tatapan tertuju pada tab di meja. Namun, Ashton yakin bahwa pikiran adik sepupunya itu tidak ada di sana. Dalam diam, pria itu kembali menuangkan air putih ke gelas Verena sembari mengamati wajah wanita itu. Sepasang mata Verena tampak tidak fokus, entah sedang mikirkan apa.Keluarga tirinya yang menyusahkan? Hm, sepertinya bahkan Verena enggan mengizinkan orang-orang itu mengambil waktunya yang berharga untuk sekadar masuk ke pikiran Verena. Adik sepupunya itu benar-benar tidak ambil pusing akan atraksi para anggota keluarganya–kecuali memang mereka memegang peranan penting sebagai penghalang rencana Verena.Atau bahkan sasaran dalam rencana Verena untuk dilenyapkan.Bisnis …? Kekhawatiran Verena akan rencana yang mereka susun?Rasanya tidak demikian. Jika iya, pasti Verena akan mendiskusikannya dengan Ashton. Di sini, suka atau tidak, mereka adalah satu tim. Sekalipun
“Wanita ular itu pasti meracuni pikiran Tuan Besar Miller! Aku yakin.”"Iya, setuju! Kalau tidak mana mungkin dia di posisi sekarang ini.""Dan lagi, ini terlalu tiba-tiba.""Benar!""Benar. Mustahil menjadi wakil, padahal dia sudah dibuang oleh keluarganya sendiri."Meski sudah hari ke sekian Verena hadir di kantor ini untuk berkerja, desas-desus seperti itu masih saja terdengar sampai ke telinganya. Kebanyakan tidak sengaja, belakangan ini. Kalau di awal-awal memang ada pasukan berani mati yang sengaja menyenggol dirinya.Ia bisa mengatasi pada kroco kecil itu sendiri, tentu saja.Toh, mereka tidak tahu bahwa sebenarnya justru pria tua itulah yang meracuni otak Verena agar pulang, lalu menetap di sini, dan menyanggupi misi dari Aster.Yah, memang mereka tidak perlu tahu juga. Toh, Verena tidak terlalu keberatan berperan sebagai tokoh jahat di mata mereka yang tidak terlalu memengaruhi jalan hidupnya.Lagi pula, selama ini pun Verena sudah berperan sebagai tokoh jahat yang tidak diin
"Kalau kamu mau mendebatku, lakukan itu di rapat sekalian, Jenna. Aku tidak punya waktu untuk meladenimu dua kali."Hari ini memang ada rapat yang harus dihadiri oleh Verena dan di sana Verena tahu bahwa ia akan bertemu dengan para sepupunya yang lain, para sepupu yang dulu saat ia kecil, turut merundungnya bersama Kimberly.Dan Verena yakin bahwa kesempatan dalam rapat itu tidak akan disia-siakan oleh mereka untuk menyerang Verena dan mempertanyakan kredibilitasnya.Wanita itu pun tahu, siapa yang akan menyerangnya paling keras.Jenna, sepupu yang paling akrab dengan Kimberly. Seorang wanita yang lebih tua satu tahun di atasnya.Namun, Verena tidak ingin menghadapinya sekarang. Biarlah perang dalam rapat, terjadi hanya pada rapat.Karenanya, usai mengatakan itu, Verena berjalan pergi.Akan tetapi, tangannya tiba-tiba dicekal dan ditarik paksa oleh Jenna agar menatapnya."Sombong benar anak haram ini," komentar wanita itu dengan senyum miring. "Merasa sudah di atas angin ya, karena Pa
"Mohon disimak dengan baik."Hening mengikuti ucapan Verena. Wanita itu tetap tampil tenang, tidak terprovokasi dengan serangan-serangan Jenna.Wanita itu adalah keponakan Aster, sepupu Verena sama seperti Ashton. Akan tetapi, posisinya berbeda dengan Ashton Miller. Apalagi Jenna menempatkan diri di sisi yang berseberangan dengan Verena.Singkatnya, suara Jenna memang diperhitungkan oleh Miller Group dan manajemen, tapi putusannya bukanlah yang menjadi penentu. Oleh karena itu, posisi Jenna membuat Verena tidak boleh ceroboh dalam menghadapi Jenna, karena bisa saja sepupunya itu menyetir opini para pemegang saham maupun manajemen dengan pengaruhnya."Saya mengerti posisi Anda, Nona Jenna, dan saya bukan bermaksud terburu-buru dalam mengusulkan pergantian alat yang digunakan dalam produksi," jelas Verena. Membalut ketajaman fakta yang akan ia utarakan dengan ucapan manis. "Namun, jika kita terus menggunakan peralatan yang sudah usang atau tidak sesuai dengan standar produksi yang dipe
"Lalu, Nona. Apakah Anda tahu soal perusahaan Luxgray?" Verena yang sedari tadi tampak tenang dan tertata sepintas terlihat menegang, meski hanya sesaat juga. Wanita itu meluruskan punggungnya. Beruntung, hanya Ashton yang menyadari perubahan adik sepupunya tersebut. Sekali lagi, ia mencatat. Luxgray. Tentunya Ashton Miller, tangan kanan Aster sang CEO Miller Group sekaligus pria dari kalangan atas, tahu dengan pasti apa dan siapa itu Luxgray. Ia pun sempat menyampaikan informasi itu kepada Verena, apalagi terkait fakta bahwa ahli waris yang dibanggakan keluarga Gray baru kembali ke Utopia beberapa waktu yang lalu dan berniat akan ditunangkan dengan adik sepupunya yang lain, Kimberly. Miller Group memang menyasar kerja sama dengan Luxgray Corp., dalam segala bentuk. Oleh karena itu, Ashton tidak terkejut. Karena ini masuk ke dalam prediksinya. Ia bahkan akan menyampaikan usulan terkait kerja sama itu nanti, di agenda selanjutnya, jika tidak disinggung oleh tuan Harry Wiston
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
"Dan aku bilang kamu beruntung karena tinggal di sebelah rumahnya?"Usai mengatakan itu, Samuel kembali memandang Eric dengan tatapan asing. Ekspresi sepupunya itu tampak senang, sekaligus puas. Seakan-akan ia baru mendapatkan momen yang ia harapkan."Tunggu, Ric. Kamu tidak tahu?" tanya Samuel. "Manusia ini. Kamu tidak mendengarkan ceritaku ya!?"Eric mengibaskan tangannya. "Tidak penting."Hal itu membuat Samuel menggerutu. Mengatakan hal-hal seperti ia yang telah membantu Eric dan selalu siap sedia, tapi begini balasan Eric padanya. Eric bahkan tidak memperkenalkan Verena lebih awal padanya, dan sebagainya.Namun, Eric tidak mendengarkan. Ia sibuk menyusun rencana.Karena Verena kembali tidak membalas pesan Eric, entah kenapa. Pria itu jadi tidak bisa mengurusi persoalan mereka yang belum selesai.Kalau Verena ada di sebelah rumah, akan lebih mudah bagi Eric untuk mengurusnya.***Namun, wanita yang Eric cari sedang tidak berada di rumah."Kamu tidak mau pulang?"Pertanyaan Ashton
"Selamat pagi, Nona Lee."Eric Gray memandang Leon, asisten kepercayaannya selama ini, yang tengah melakukan pertemuan dengan Patricia Lee, reporter yang pertama kali memuat berita tentang dirinya dan Verena. Ia ingin menyelidiki apakah Patricia terlibat pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkannya, ataukah dia bergerak sendiri.Karena penyelidikan pun menyatakan kalau malam itu Patricia sedang berada di rumah sakit, bukan hotel tempat pesta Eric dilaksanakan.Ditambah lagi, Eric memang sudah dengan mudah menyingkirkan berita-berita yang merugikannya dan Verena. Tapi akan sulit kalau ternyata ada musuh lain yang tidak mereka ketahui.Sejauh ini, dugaannya dan Verena sama; keluarga Miller sendiri. Lebih tepatnya pihak Olivia. Meski ada ketidakcocokan mengenai asumsi tersebut di beberapa tempat."Sekarang kamu tertarik pada ibu tunggal?" Sepupunya, Samuel, menghempaskan dirinya untuk duduk di sebelah Eric dan mengamati pertemuan Leon dengan Patricia. Eric dan Samuel tidak bergabung, mela
Keith baru saja berjalan melewati pintu masuk ketika salah seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa Verena datang berkunjung.Dan sekarang kakaknya itu ada di kamar Kimberly."Untuk apa dia ada di sana?" gumam Keith. Dia bergegas naik ke lantai 2 ketika ja mendengar suara pecahan kaca dari kamar Kimberly.Panik, Keith langsung berlari dan coba membuka pintu kamar.Terkunci. Kimberly nekat membayar orang untuk mencelakai Verena beberapa waktu yang lalu. Meskipun Keith sudah mengancam adik kembarnya itu agar ia tidak melakukannya lagi, Keith tidak yakin Kimberly akan diam saja saat melihat Verena ada di tempat yang sama dengannya.Dengan panik, Keith menggedor pintu kamar adik kembarnya.Tak berapa lama, Verena muncul di balik pintu tersebut dan langsung ditarik keluar oleh Keith."Ve!?" Tidak ada luka. Aman--tunggu. Keith mengernyit melihat tanda merah keunguan di area sekitaran tengkuk Verena. Namun, saat ia berniat memastikan tanda itu, Verena sudah menarik diri.Keith m
"Apakah benar demikian?" Senyum Verena tidak sampai matanya, seolah sedang mengolok lawan bicaranya. "Anak kandung Aster Miller?"Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah Kimberly, saat Verena mengamati. Bisa jadi gadis itu benar-benar meyakini identitasnya sebagai putri bungsu keluarga Miller."Omong kosong apa yang kamu katakan?" balas Kimberly. Gadis itu akhirnya berjalan menghampiri Verena dan menarik lengan baju Verena. "Keluar dari kamarku, sekarang!"Namun, Verena menepisnya dengan mudah. "Jangan begitu. Kita baru sampai di obrolan yang kusukai." balas Verena. Ia menyelipkan kunci kamar tersebut di tas miliknya. "Kimberly. Apakah kamu pernah berpikir dari mana kamu mendapat mata abu-abu dan rambut pirang itu? Padahal di saat yang sama, keluarga kita seluruhnya berambut gelap?""Berhenti menyebutnya keluarga kita, sialan. Menjijikkan sekali!""Tapi suka tidak suka, ini memang keluargaku juga." Verena berdiri, lalu berjalan ke tepi ranjang Kimberly. "Meski aku sempat te
"Tuan Gray, ini profil identitas reporter yang menulis berita mengenai Anda dan Nona Miller pertama kali."Eric hanya melirik laporan si asisten yang ada di atas meja sekilas sebelum kembali menekuni layar laptop di hadapan.Meski begitu, pikirannya sebenarnya tidak sedang berada di sana.Pria itu masih ada pada malam yang ia habiskan dengan Verena. Dan itu membuatnya gila karena Verena tampil seakan itu tidak berdampak apa-apa padanya.Padahal kalau ia memang benar, Eric adalah kali pertama dan kali selanjutnya wanita itu. Kenapa Verena bersikap biasa saja?"Tuan Gray?" Suara sang asisten kembali mengusik Eric."Ya, aku dengar." Eric menghela napas dan akhirnya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi, lalu mengambil laporan yang ada."Sudah kamu cek?" tanya Eric."Ya, Tuan.""Ada yang aneh?""Saya sarankan Anda mengecek bagian keluarga, Tuan."Eric menggumam pelan. Ia hanya membaca sekilas mengenai identitas si reporter. Patricia Lee. Pendatang di negara ini, usianya ada di akhir 20-a
Verena merasakan atmosfer di mansion keluarga Miller sedikit berbeda dan cukup mencekam dibandingkan biasanya. Mungkin karena tidak ada suara para pekerja membersihkan perabotan atau mereka yang beraktivitas di dapur, mengobrol ringan sembari mempersiapkan makan. Atau mungkin juga karena suara barang pecah belah yang dihancurkan di lantai 2.Verena bisa menduga itu berasal dari kamar adik tirinya, Kimberly. Tidak sulit."Selamat pagi, Nona." Salah seorang pelayan menyapanya, bersamaan dengan suara teriakan dari lantai 2. "Tuan Miller ada di kamarnya seperti biasa, Nona. Mari saya antar "Verena menggeleng. "Aku ke sini bukan untuk bertemu dengannya." Ia mengangkat kepalanya, memandang ke arah pintu ruangan yang merupakan kamar Kimberly. "Keith di mana?""Tuan Keith belum pulang sejak semalam, Nona."Hal tersebut menimbulkan kernyitan di kening Verena.Apakah terjadi sesuatu pada pria itu setelah ia bertemu dengan Verena semalam? Atau ada hal lain?Pikiran Verena teralihkan saat kemba
"Kalau begitu, apakah kamu masih akan berpikir kalau hubungan kita hanya sekadar bisnis untukku?"Verena memilih untuk tidak menjawab terlebih dahulu dan melanjutkan sarapannya. Ia perlu beberapa saat untuk berpikir, bukan menuruti keinginan emosionalnya seperti beberapa saat terakhir.Sepertinya obat itu sudah merusak sistem kerjanya. Sangat disayangkan.Tanpa diduga, Eric Gray tidak mengejar jawabannya. Meski begitu, bukan berarti Eric berhenti menatap Verena dengan pandangannya yang tidak bisa ia artikan itu.Oke, fokus. Pertama, soal si pria misterius. Belum selesai, tapi sedang dalam penyelidikan. Verena hanya bisa menunggu.Kedua, soal adik tirinya yang tersayang. Verena sudah mengatur rencana untuk gadis licik itu. Akan ia laksanakan di waktu yang tepat untuk hasil maksimal.Lalu, Eric Gray. Pria ini--Pikiran Verena terputus saat ponselnya kembali berdering. Mengira bahwa itu Ashton, Verena langsung mengangkatnya."Ash, sudah kubilang--""Balas pesanku."Panggilan diakhiri beg