Ayudisha merupakan seorang gadis yang terlahir menjadi bangsawan dari seorang putri bernama Putri Minah. Hidupnya dipenuhi oleh puisi-puisi cinta serta sastra sastra yang bermutu dan berkelas. Hal itu membuatnya menjadi seorang gadis yang besar dengan mimpi-mimpi yang dipenuhi cinta dalam sebuah pernikahan.Akan tetapi pernikahan yang sepanjang hidupnya tak pernah terwujud sesuai seperti apa yang ia minta. Pengorbanan, kesepian dan kematian menyertai pernikahannya. Tak ada lagi tawa ataupun fantasi yang dapat terlintas dalam benaknya. Hanya ada mimpi buruk yang terus menyertai setiap tidur malamnya.Selama satu kehidupan ia menderita dan mengorbankan banyak hal dalam hidupnya. Namun di kehidupan ini berhasil mengubah alur hidupnya menjadi lebih baik dan penuh dengan kebahagiaan. Hal-hal yang tak pernah berani ia impikan kini ia dapatkan satu persatu. Akan tetapi mimpi buruk itu datang kembali. Hidupnya diambang kehancuran mengingat tragedi di kehidupan sebelumnya akan terjadi kembali.
kematian.Satu kata itu mengkhawatirkannya hingga akhir. Ia tau bahwa kematian hanya tentang waktu, tapi ia meminta waktu lebih banyak. Kebahagiaan ini candu untuknya, setelah banyak air mata yang berderai akhirnya merasakan tawa yang nyaring. Ayudisha tidak ingin mengulang hal yang sama, apa yang dikatakan oleh Tanjung adalah benar bahwa ia memang harus pergi dari tempat ini.Ayudisha pun melihat Bayan yang sedang mengaduk obat untuknya. Laki-laki itu begitu serius dan telaten, hal itu membuat Ayudisha yakin bahwa Bayan pasti mengorbankan pekerjaan barang-barang mereka untuk mereka."Bayan...""Ya?"Setelah sakit Bayan menjadi lebih peka terhadap setiap gerak gerik istrinya, bahkan hembusan nafas itu pun tidak pernah luput dari mendengarkan wanita. Hal itu membuat Bayan langsung merespon panggilan istri lebih cepat dari orang-orang pada umumnya. Ia mendekat sambil membawa obat yang telah ia larutkan."Ada apa?" Suara Bayan begitu lembut saat berbicara pada Ayudisha, ia juga menyodor
Tanjung menatap mayat orang yang ada didepannya sambil bernafas dengan terengah-engah. Ia selalu tau bahwa Bayan lambat laun akan datang padanya. Hal ini membuktikan bahwa Ayudisha telah gagal meyakinkan laki-laki itu. Sejak awal Tanjung merasa bahwa Bayan mungkin akan melalui kejadian yang sama seperti halnya di kehidupan sebelumnya. Hanya saja ia terlalu merasa bersalah dengan keadaan Ayudisha hingga membuatnya nekat memperingatkan gadis itu.Ayudisha mungkin adalah istri dari Bayan tapi Tanjung telah mengenal orang itu selama dua kehidupan. Ia tahu betapa ganas dan mengerikannya seorang Bayan ketika sedang marah dan menghabisi musuh-musuhnya. Awalnya ia berpikir bahwa itu akan menjadi celah untuk kembali lagi dengan Ayudisha. Tapi siapa yang menyangka Ayudisha justru jatuh cinta pada laki-laki itu. Maka dengan berat hati Tanjung pun menyerah untuk mendapatkannya."Sial, jika aku tidak terlahir kembali mungkin aku tidak akan bisa menghadapi pembunuh bayaran ini. Beruntung di kehidup
Bayan tangan Ayudisha dengan lembut, ia ingin meyakinkan Ayudisha bahwa semua akan baik-baik saja. Tidak peduli siapa yang akan mencoba mengganggu mereka, Bayan dapat yakin bahwa ia bisa melindungi Ayudisha seorang diri."Kamu percaya padaku?" "Aku percaya padamu..." ucap Ayudisha lembut.Mereka saat ini berada di atas kereta dan berangkat menuju istana untuk yang kedua kalinya. Kegiatan mereka kali ini menyangkut ulang tahun kerajaan yang akan diselenggarakan dengan besar-besaran. Berbagai tamu dari kerajaan yang berbeda satu persatu telah memenuhi undangan. Hal ini membuat Ayudisha memiliki tugas tambahan yaitu menjamu para tamu terutama para putri-putri kerajaan yang ikut dalam delegasi.Di pulau Mirah Adhi terdapat kerajaan sebanyak 7 bagian. Masing-masing kerajaan memiliki nama sesuai dengan letak mereka berdiri, misalnya Timur, Barat, Tengah, Selatan, Utara dan Pusat. Kerajaan Malaka sendiri terdapat di daerah Utara yang berbatasan dengan Barat, Pusat dan Timur. Utara disebut
Ayudisha terus bermain bersama dengan Sina dan juga Saka. Mereka terlihat begitu harmonis layaknya ibu dan anak kandungnya. Hal itu membuat Bayan sedikit berdelusi bahwa itu adalah gambaran dari keluarga kecilnya di masa depan. Sina yang galak angkuh dan sombong sangat mudah tersulut emosi, sangat mirip dengan dirinya. Begitu pula dengan Saka, anak laki-laki itu terlihat pendiam dan mengikuti kemanapun sinar pergi sambil tersenyum kecil. Sangat mirip dengan Ayudisha.Ketiga orang itu bermain di bawah pohon beringin sambil memainkan boneka yang dibuat dari pohon pisang. Hanya saja pemandangan itu membuat Bayan sedikit iri, karena ia tak bisa terlibat di dalamnya. Ia juga iri karena Ayudisha saat ini lebih memperhatikan orang lain dibandingkan dirinya sendiri."Benar-benar membuat iri."Suara itu berasal dari seorang anak kecil yang duduk di atas tangga sambil melihat ke arah Ayudisha Sina dan Saka. Sangat terlihat jelas bahwa anak laki-laki itu iri dan kesal melihat keharmonisan mereka
Suara gamelan terus terdengar di mana-mana, semua orang sibuk berpesta ria dan menikmati malam dengan menari sambil merayakan keberhasilan dan kejayaan kerajaan Malaka. Suara petasan dan kembang api terdengar dimainkan oleh anak-anak kecil yang berlari-lari dan tertawa. Hal itu terlihat begitu harmonis dan damai hingga membuat Amor tersenyum sinis."Kasihan..."Walaupun Amor terdengar mengatakan sesuatu seolah ia bersimpati, namun terlihat jelas di wajah laki-laki itu bahwa ia sama sekali tidak peduli. Salahkan ia karena telah lama pergi dari tempat ini dan berkelana, sehingga membuatnya tak lagi memiliki rasa nasionalis yang tinggi terhadap kerajaannya sendiri. Saat ini yang ia pedulikan hanya satu orang yaitu adik perempuannya yaitu Ayudisha.Saat semua orang tenggelam dalam kegembiraan, ada orang-orang tertentu yang saat ini berkeringat dingin dan berlari menuju kegelapan. Orang-orang itu terus menelusuri jalan yang gelap sambil mengawasi agar tak ada yang melihat mereka.Setelah i
Bayan menggendong Sina di tangannya, anak begitu gembira sambil memainkan boneka yang baru saja mereka beli. Sedangkan Ayudisha memegang dua anak laki-laki lainnya. Mereka berlima berlima menonton pertunjukan wayang kulit sambil memakan kacang. Jika orang-orang tak mengenal mereka mungkin akan dianggap sebagai pasangan yang memiliki 3 anak kembar.Bayan selalu tersenyum saat menggendong Sina, perasaan ini terasa seperti seorang ayah yang menggendong putrinya sendiri. Bayan pun sesekali melihat perut Ayudisha sambil berdoa semoga anak mereka terlahir sebagai seorang perempuan."Apakah kamu menyukai boneka ini?" ucap Bayan lembut."Ya, aku menyukainya.""Kalau begitu paman akan memberikanmu sepuluh boneka lagi sebelum kamu pulang ke Senggrala.""Benarkah?!""Ya, tapi ada syaratnya.""Apa syaratnya?""Panggil aku ayah."Mendengar hal itu Sina langsung terdiam. Ia tidak pernah memanggil seseorang dengan sebutan seperti itu, bahkan ketika ia memanggil ayah kandungnya sendiri. Ayahnya adala
Ayudisha menampar Bayan di penjara dan di tonton oleh AmorKali ini Bayan dipenjara di bawah tanah. Tempat ini adalah tempat para penjahat kelas kakap untuk diisolasi dan diinterogasi. Sangat berbeda dengan penjara yang ditempati olehnya dan Ayudisha saat itu. Penjara ini juga dijaga dengan ketat oleh banyak prajurit.Ayudisha dan Amor langsung mengunjungi Bayan dan terlihat jelas bahwa mata Ayudisha sedikit bengkak saat ini. Hal itu membuat Bayan merasa bersalah, ia harusnya mendengarkan peringatan Ayudisha saat itu. Ia terlalu cemburu pada Tanjung hingga membuatnya tidak bisa berfikir jernih. Apalagi mengingat bagaimana ia begitu kasar pada Ayudisha untuk melampiaskan kemarahannya, hingga ia lupa untuk sejenak bahwa istrinya saat ini dalam keadaan hamil."Ayu..."Plakkkk!!!!Ayudisha menampar wajah Bayan dengan keras. Ayudisha sangat marah dan sedih saat ini. Ia tidak menyangka Bayan akan masuk penjara lagi. Begitu cepat hingga membuat Ayudisha tak bisa mengontrol emosinya dengan ba
Ayudisha menggendong putrinya sambil melihat Lo Gading yang sedang duduk dan menatap tanah. Hal tersebut membuat Ayudisha merasa heran melihat putranya itu. Apalagi Lo Gading masih tidak bergerak bahkan setelah beberapa jam."Lo Gading, apa yang sedang kamu amati? Hari sudah mulai terik, kemarilah."Akan tetapi Lo Gading masih tetap berjongkok dan terus menatap ke tanah. Setelah beberapa saat ia pun melihat ibunya dan bertanya."Bu, kenapa semut berjalan seperti bebek?""Hah?"Ayudisha pun langsung heran, sejak kapan semut berjalan seperti bebek?Lo Gading selalu bertanya pada sesuatu yang sulit ia mengerti. Akan tetapi rasa ingin tau anak itu begitu besar, sehingga ia selalu menanyakan sesuatu yang bahkan tidak pernah ditanyakan oleh orang lain."Bebek tidak berjalan seperti semut anakku. Mereka berbeda, bebek memiliki dua kali sedangkan semut memiliki lebih.""Tapi aku melihat cara mereka berjalan sama."Untuk beberapa saat Ayudisha terdiam, dan akhirnya mengingat kembali kenangan k
3 tahun kemudianBayan menatap putranya dengan tatapan tak percaya. Ia panik saat ini karena Ayudisha akan melahirkan seorang anak, tapi lihat putra nya yang berbakti itu. Dia bahkan sempat menguap saat mendengar jeritan ibunya yang kesakitan."Apakah kamu tidak khawatir ibumu kenapa-napa?"Mendengar pertanyaan Ayahnya, Lo Gading pun mengangguk."Aku khawatir." ucap Lo Gading dengan suara kecilnya.Akan tetapi raut wajahnya masih terlihat santai dan malas. Hal tersebut membuat Bayan menjadi semakin kesal."Lalu kenapa kamu terlihat seperti itu? Tidak ada raut khawatir di wajah mu, biasanya anak-anak akan menangis jika mendengar jeritan ibunya.""Apakah menangis itu berguna saat ini? Apakah tangisan ku dapat mengurangi rasa sakit yang ibu rasakan? Kalau memang begitu, aku akan menangis sekarang."Bayan pun terdiam, ia merasa putranya tidak normal. Terlalu malas dan tidak ada jejak kekanakan yang tersisa. Padahal jika diingat saat ia masih bayi, Lo Gading cenderung imut bahkan ketika di
Hari begitu cerah dan kehidupan di Malaka menjadi begitu membahagiakan. Tak ada lagi perselisihan dan keributan yang berarti dan kehidupan masyarakat jauh lebih sejahtera dari sebelumnya. Sejak kelahiran Pangeran mahkota keberuntungan selalu menghampiri Malaka tidak ada akhirnya. Seolah bayi lucu itu memang ditakdirkan untuk membawa banyak keberuntungan untuk semua orang.Ayudisha menggendong putranya sambil menatap ke arah pohon mangga tempat ia biasa duduk bersama dengan Bayan. Tempat yang biasa ia gunakan untuk mengelus perutnya yang sekarang nyeri dan tak nyaman. Akan tetapi kali ini ia sudah tak merasakan sakitnya lagi dan menikmati kebahagiaan tanpa beban yang berarti."Kamu adalah anugerah terindah yang diberikan tuhan padaku di kehidupan ini." ucap Ayudisha pada anaknya.Entah anak itu mengerti apa yang diucapkan oleh ibunya, atau dia terlalu senang dalam gendongannya, tapi dapat Ayudisha melihat dengan jelas bahwa anak itu tersenyum. Sangat tampan dan manis. Hal tersebut memb
Suara tangisan seorang bayi yang terdengar nyaring telah berhasil membuat semua orang di istana merasa bersyukur. Mereka pun langsung tersenyum dan mengucapkan selamat pada masing-masing anggota keluarga. Tak lupa mereka mengucapkan syukur yang mendalam pada Tuhan yang telah menitipkan sebuah kehidupan baru untuk keluarga mereka.Setelah itu pintu ruang persalinan pun terbuka dan Bibi Bayan menatap semua anggota keluarganya dengan senyum merekah. "Seorang bayi laki-laki telah lahir dengan selamat.""Bayi laki-laki?!!"Setelah itu ibu Ayudisha pun keluar dan membawa bayi di pelukannya yang telah bersih oleh air hangat. Hal tersebut membuat semua orang langsung bersorak bahagia. Bayi itu berkulit putih dengan hidung yang mancung. Mengingatkan Putri Minah dengan Amor ketika dilahirkan pertama kalinya.Sian, Daka dan Jiru pun tak kalah girang. Mereka melihat keponakan mereka untuk pertama kalinya dan itu membuat mereka bersyukur dengan suara yang keras."Syukurlah dia tidak mirip Kakak B
Semua orang khawatir akan keadaan Ayudisha, mereka takut karena merasa Ayudisha lemah dan tak tahan dengan rasa sakit. Akan tetapi hanya Ayudisha yang tau bagaimana ia menikmati rasa sakitnya dengan perasaan bahagia. Rasa sakit itu membuatnya sadar bahwa bayi di dalam perutnya benar-benar hidup. Bayi itu benar-benar ada dan itu terjadi dalam hidupnya di kehidupan ini.Hampir setiap detik dalam hidup Ayudisha di kehidupan sebelumnya, ia merasa kesepian dan cemburu melihat anak orang lain. Ia mengalami banyak kesedihan dan rasa sakit hanya karena ia tidak bisa memiliki anaknya sendiri. Terkadang wanita menjadi begitu tidak berharga ketika mereka tidak bisa memiliki seorang anak untuk suaminya. Seolah mereka adalah sebuah benda yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seolah ia adalah benda yang cacat dan mereka sangat menyesal setelah membelinya.Akan tetapi sekarang ia memiliki seorang laki-laki yang menerimanya bahkan jika ia tidak akan memiliki anak seumur hidupnya. Ia memiliki lak
Bayan memeluk Ayudisha dan membuat tubuh Ayudisha lebih nyaman saat berbaring. Setiap malam Bayan akan mengatur cara Ayudisha tidur karena Ayudisha sudah tidak nyaman dengan perut besarnya. Terkadang Ayudisha akan memiliki nafas yang sedikit pendek karena kesulitan saat bernafas."Lebih nyaman?" tanya Bayan lembut.Ayudisha pun mengangguk dan tersenyum. Ia benar-benar dilayani oleh suaminya dengan sangat baik. Setiap ketidaknyaman yang ia alami selalu Bayan perhatikan. "Kalau begitu selamat tidur istriku yang cantik." ucap Bayan sambil mencium kening istrinya."Selamat tidur juga suamiku yang tampan."Keduanya saling merayu tanpa ada rasa malu terlihat di wajah mereka. Sangat berbeda ketika mereka masih pengantin baru. Sekarang mereka lebih leluasa dalam mengungkapkan rasa cinta hingga tidak ada kecanggungan.Setelah itu keduanya tertidur sambil berpelukan. Malam ini sangat ramai mengingat hampir setiap anggota keluarga berada di tempat yang sama. Ayudisha sebenarnya tidak terlalu ny
Para anggota keluarga kini telah berkumpul. Walaupun tidak semuanya tapi itu cukup ramai mengingat sebentar lagi mereka akan menyambut kedatangan anggota keluarga yang baru. Apalagi anak Ayudisha dan Bayan akan menjadi cucu pertama di keluarga masing-masing.Umur kandungan Ayudisha sudah sembilan bulan dan tinggal menghitung hari untuk melihat bayi itu dilahirkan ke dunia. Hal tersebut membuat anggota keluarga sangat antusias untuk mempersiapkan banyak hal untuk kelahiran nanti. "Apakah persiapannya sudah cukup?"Mendengar pertanyaan ibunya, Amor pun menggelengkan kepala dengan pasrah."Ibu telah menanyakan itu sebanyak tiga kali dan jawabannya masih tetap sama. Persiapan sudah cukup dan kita hanya tinggal menunggu Ayudisha melahirkan."Putri Minah yang melihat Amor dengan tatapan tidak suka. Ia sering bertanya-tanya terus menerus karena ia sebenarnya sangat gugup. Maklum saja ini pertama kalinya ia akan menjadi nenek, walaupun ia sangat berharap bahwa cucu pertamanya akan berasal da
Di Senggrala hampir semua tabib dikumpulkan untuk menyembuhkan penyakit Raja. Akan tetapi hingga kini masih belum ada solusinya. Menurut keterangan tabib, hal tersebut dikarenakan ada ulat bulu langka yang menyerang burung Yang Mulia. Hal tersebut membuat Sang Raja pun tak terima dengan tuduhan itu. Ia sangat yakin bahwa wanita itu menaruh racun di tubuhnya hingga membuat tubuhnya menjadi seperti ini."Maaf Yang Mulia, tapi hasil dari pemeriksaan saya hampir sama dengan tabib yang lainnya."Mendengar hal tersebut, Raja Senggrala langsung berteriak marah. Ia memarahi semua orang, akan tetapi ia masih terbaring lemah dan tak bisa bangun untuk melampiaskan nya secara fisik.Tak lama Raja merintih lagi, ia kesakitan dan hal tersebut membuat para tabib menjadi panik dan khawatir. Ulat bulu memang dapat membuat gatal-gatal, akan tetapi entah kenapa sangat sulit disembuhkan hingga membuat bengkak dan panas. Jadi para tabib semakin bingung bagaimana cara menyembuhkannya. Mereka pun berusaha u
Matahari telah terbit dibalik bukit perbatasan Malaka. Akan tetapi mereka masih berdiri sambil menunduk dan berdoa pada orang-orang yang telah meninggal di bukit ini.Ratusan prajurit telah gugur di medan pertempuran tanpa ada kemenangan yang mereka bawa. Keduanya meninggal tangis dan luka pada orang-orang yang telah mereka tinggalkan.Keempatnya menangis dalam diam sambil mengingat kakak mereka yang telah meninggal dengan cara yang begitu menyakitkan. Setelah itu, Yuda pun menatap ketiga adik Bayan sambil mengucapkan perpisahan."Senang berkenalan dengan kalian.""Kami juga senang berkenalan denganmu.""Ya, aku harap kita akan bertemu lagi tapi tidak di medan perang."Jiru, Daka, Sian dan Yuda. Mereka adalah calon prajurit tangguh yang akan memimpin pasukan di kerajaan mereka masing-masing. Selama perjalanan mereka telah berkenalan dan sudah saling mengenal. Akan tetapi mereka selalu tau bahwa persahabatan mereka ditakdirkan untuk berlalu dalam waktu yang sangat singkat.Keempatnya a