Bab 9 Kembalikan Uangku!Elang dan Olga gegas berdiri mendengar pernyataan dari Runa barusan. Gadis yang baru duduk di semester 5 itu mendadak heran. Karena baru saja dia menemukan Miya boncengan dengan pria lain, dia pikir itu adalah Abangnya, tapi ternyata Abangnya berada di rumah. "Maksud kamu apa, Dek? Kamu jumpa Mbak mu di mana?" tanya Elang ingin tahu walau jantungnya berdebar-debar. Dia sungguh tak siap mendengar kenyataan bahwa Miya berselingkuh di belakang. Makanya perkataan Runa tadi mampu membuatnya terperanjat kaget. Runa melirik ke arah Olga sebentar untuk memastikan apakah dia diizinkan untuk melanjutkan ucapannya atau harus berhenti sampai di sini. Namun, saat melihat Olga mengangguk samar, bahkan nyaris tak terlihat, Runa kembali menatap Elang."Iya, Mas. Tadi aku melihat Mbak Miya di simpang keluar pasar berboncengan dengan laki-laki. Kebetulan aku tadi diantar sama temanku jadi nggak bisa nyamperin. Aku pikir itu Mas karena perawakannya mirip, makanya waktu melihat
Bab 10 Elang GundahElang bangun lebih pagi dari biasanya demi menghindari bertemu dengan Miya. Dari mulai shalat subuh, mandi, sampai bersiap-siap pun suara Miya mengigau tadi malam terus mengisi kepalanya. Bahkan pagi tadi Elang mengguyur rambutnya dengan shower untuk melupakan apa yang Miya katakan. Namun hasilnya nihil, Elang masih kepikiran bahkan saat waktu sarapan tiba. Miya masih sama seperti tadi malam. Sadar akan didiamkan pria itu, jadinya dia tidak banyak bertanya. Namun Miya tetap melakukan tugasnya seperti biasa. Sepiring nasi goreng yang Miya sediakan dengan berbagai topping telur, sosis dan bakso itu tidak Elang hiraukan. Entah kenapa nafsu makannya menghilang saat lagi-lagi suara Miya terbayang. Sudah hampir sepuluh menit sejak dia meletakkan nasi goreng itu ke atas meja makan dan kini Miya pun telah duduk di samping menikmati nasi goreng buatannya.Tangan Elang sibuk mengacak-ngacak nasi goreng itu dengan tatapan kosong. Miya menyadarinya, namun enggan untuk berta
Bab 11 Menghubungi Mertua"Aku rasa mimpi Miya ada hubungannya sama Mama kamu, Lang," kata Wahyu memperjelas. Elang hanya memasang muka cengo karena masih belum menangkap maksud ucapan Wahyu. "Aku masih nggak ngerti deh, Yu."Wahyu menarik kursi itu agar lebih dekat dengan Elang. Masalahnya ini pembicaraan sensitif, jadi tidak ada orang lain yang boleh mendengarnya. "Logika aja lah, Lang. Miya berusaha kerja panas-panasan di pasar walau kamu sudah mencukupi kebutuhannya. Bahkan kamu juga menafkahi keluarganya yang di kampung, kan? Terus dia bilang kalau Bapaknya lagi sakit. Jadi apa yang perlu dipikirkan nya lagi, ngapain dia harus bekerja kalau kamu juga mencukupi kebutuhan mereka?" ujar Wahyu tanpa keraguan baik di ucapan maupun di muka.Elang tampak berpikir sejenak, ekspresi bingung begitu kentara di wajahnya. Mungkin karena ini menyangkut keluarganya makanya Elang sedikit ngelag. Wahyu jadi bingung mau melanjutkan ucapannya atau berhenti sampai di sini. Sebab sepertinya Elang
Bab 12 Dipaksa Olga"Kenapa, Lang?" Wahyu bertanya sembari melongok untuk melihat layar ponsel yang membuat El terkejut. Wahyu terperanjat kaget dengan mulut menganga lebar begitupun dengan Elang yang tidak bisa bernafas dengan normal. "Ini Miya, Lang?" Wahyu takut salah lihat makanya kembali bertanya. "Sepertinya iya, Yu." Elang lalu mematikan ponsel dan menaruhnya di dalam tas. "Ini foto diambil dari belakang, dan aku yakin dia orang yang sama dengan orang yang dibilang adikku kemarin," lanjut Elang sambil menatap Wahyu penuh arti.Elang mengernyitkan dahi lalu duduk di salah satu motor yang menganggur. "Jadi maksud kamu ini bukan untuk yang pertama gitu?" Elang mengangguk mantap. "Iya. Kemarin Runa adikku mengatakan kalau Miya berboncengan naik motor bersama pria lain. Katanya pria itu mirip denganku.""Tapi di foto tadi memang perawakannya mirip sama kamu, Lang. Nanti kamu kenal lagi, mungkin dia saudara atau temannya Miya." Wahyu mengajak untuk positive thinking dulu. Siapa
Bab 13 Pertanyaan Elang"Pokoknya Mama nggak mau tahu, Lang. Kali ini kamu harus dengarkan ucapan Mama. Ceraikan perempuan itu sekarang juga dan Mama nggak mau dengar lagi apapun alasan kamu. Sudah cukup selama ini Mama menahan untuk tidak melakukan hal buruk sama Miya di depan kamu. Tapi kali ini Mama nggak akan kuat rasanya. Ngeliat dia aja sudah buat emosi Mama naik," lanjut Olga masih sama menggebunya. Tanpa satu orang pun sadar bahwa Miya dari tadi sudah mendengar percakapan itu.Miya langsung berlari dari rumah Olga dengan perasaan hancur berantakan. Untung saja dia kesini, kalau tidak dia tidak akan bisa mendengar perbincangan antara Ibu dan anak yang sedang menjelekkannya. Elang kembali duduk, mengurungkan niatnya untuk pergi. Kadang setiap Olga menyuruhnya untuk bercerai, Elang jadi berpikir dua kali tentang cinta Miya kepada dirinya. Namun, saat sudah berada di dekat Miya, jangankan mengucapkan kata-kata tabu itu, bahkan memarahinya saja rasanya tidak tega. "Iya lho, Mas.
Bab 14Olga menggelengkan kepalanya berulang kali. "Mama benar-benar nggak tahu, Lang. Yang namanya mimpi itu kan hanya bunga tidur, aneh kalau kamu tanya tentang mimpi Miya ke Mama. Mimpinya Miya nggak ada hubungannya sama sekali sama Mama.""Tapi, Ma, bisa jadi kan kalau apa yang Miya mimpikan itu berkaitan dengan kejadian nyata? Kalau nggak, ngapain Miya sampai bawa-bawa nama Mama kayak begitu, bahkan dia mengigau pun dengan wajah yang ketakutan, Ma." Kesabaran Elang benar-benar hampir habis. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi Elang merasa kalau sepertinya mimpi Miya itu pasti ada hubungannya dengan semua ini. Hati kecilnya mengatakan begitu, walau dia sendiri tidak begitu yakin kalau Olga berbuat yang aneh-aneh pada Miya."Berkaitan dengan apa? Kamu jangan mengada-ada begini ya, Lang," ucap Olga dengan raut yang tidak senang."Kenapa sampai Miya mengigau nyebut nama Mama untuk mengembalikan uang dia? Apa mungkin Mama mengambil uang Miya?" cecar Elang pada Olga.Mata
Bab 15Miya terisak lirih, lalu dia membalik badannya ke arah Elang. "Aku bilang, Mas Elang bisa menceraikan aku kalau memang Mas merasa kalau aku dan keluargaku hanya merepotkan Mas terus menerus. Aku ikhlas kok, Mas," ulang Miya.Elang menatap Miya tidak percaya. Kemudian Elang malah terkekeh dengan miris. Bibirnya memang tertawa, tapi raut wajahnya terlihat kesal, terluka dan bingung. Bagaimana tidak, sejak tadi dia sudah menahan agar kata-kata yang terlarang dalam pernikahan itu keluar dari bibirnya. Dia ingin mempertahankan rumah tangganya. Dia tak mau jika pernikahannya berakhir dengan perceraian. Tapi malah dengan mudahnya, Miya mengucapkan hal itu dengan gamblang. Miya meminta cerai? Istrinya itu meminta cerai?"Cerai? Jadi kamu mau cerai dari aku? Kamu mau pisah sama aku dan membiarkan rumah tangga yang kita bangun ini hancur begitu saja, Miya? Begitu?" tanya Elang dengan tatapan mata yang tajam. Ada emosi yang siap meledak tergurat dari wajahnya yang tampan itu.Mata Miya s
Bab 16Olga tertawa pelan dan sangat puas melihat mereka berdua bertengkar hebat. “Akhirnya mereka bertengkar juga. Bagus sekali. Sebentar lagi mereka pasti bercerai,” harap Olga. Itulah yang selama ini dia harapkan, perpisahan anak dan menantu yang tidak dia sukai. Setelah sekian banyak usaha yang dia lakukan, sebentar lagi usahanya akan membuahkan hasil.Tak disangka, terdengar sebuah langkah dari dalam kamar, Olga buru-buru menjauh dari kamar itu. Kalau bukan Elang, itu pasti Miya yang ingin melarikan diri dari pertengkaran. Siapapun yang keluar, dia tidak boleh tahu kalau Olga telah menguping pembicaraan mereka. Buru-buru Olga menjauh dengan memelankan langkah agar tidak terdengar. Parcel buah yang dia bawa cukup merepotkan, dia harus bersusah payah ikut membawanya agar tidak jatuh atau rusak. Satu menit yang melelahkan akhirnya berhasil dilewati, sampai juga Olga di depan pintu, Olga merasa aman. Usia yang tidak muda lagi membuat napasnya tersengal akibat berjalan cukup cepat.
EXTRA PART 5 – THE HAPPY ENDING?Miya segera dilarikan ke rumah sakit terdekat karena kondisinya benar-benar mengkhawatirkan. Elang sudah menghubungi keluarganya untuk memberi kabar mengenai kondisi Miya. Dokter yang menangani Miya keluar dari ruangan beberapa menit kemudian. Elang segera bertanya bagaimana kondisi istrinya. “Bagaimana kondisi istri saya dan kandungannya, Dok?”Dokter menghela napas berat. “Kondisi istri Anda sedang kritis. Detak jantung bayi dalam kandungannya juga lemah, karena air ketubannya sudah pecah dari dua jam lalu tetapi bayi tidak segera dikeluarkan. Saya mendeteksi bahwa bukan hanya luka fisik yang diderita oleh istri Anda, melainkan luka psikologis juga. Apa mungkin sebelum dibawa ke rumah sakit, istri Anda mengalami kejadian mengejutkan?”Elang jelas tahu apa maksud dokter. Pasti yang dimaksud oleh dokter itu adalah kejadian di mana Miya melihat kakaknya sendiri ditembak tepat di depan matanya untuk melindunginya. Elang bahkan tidak tahu bagaimana kondi
EXTRA PART 4 – AKHIR CERITA SEBENARNYA.Miya terus mencoba berlari masuk ke dalam hutan untuk menghindari beberapa pria yang masih mengejarnya. Dalam hatinya terus berdoa agar Elang juga bisa melarikan dari preman-preman itu. Lagipula, siapa yang ingin mencelakai mereka? Apa motifnya? Sekeras apapun Miya berpikir, dia tetap tidak bisa menemukan kemungkinan siapa pelakunya.Bugh.“Aww!” Miya merintih saat kakinya tersandung ranting kayu dan tubuhnya terjerembab ke depan. Untung saja kedua tangannya setia berada tepat di depan perut buncitnya, jadi perut buncit Miya tidak secara langsung berbenturan keras dengan tanah. “Sshh… Kenapa perutku menjadi keras sekali?” keluhnya ketika merasakan perutnya semakin mengencang kuat.Miya berusaha bangkit dari posisinya, tetapi sakit di perutnya yang semakin intens tidak mengijinkan. “Kemarin malam dan tadi pagi aku juga merasakan sakitnya, tapi tidak se-intens ini. Apa mungkin – ini tanda-tanda kontraksi?” Pikiran Miya semakin kalut saat rasa sak
EXTRA PART 3 – MIYA DAN ELANG DISERGAP?!Sinar yang memantul dari lantai kamar Miya membangunkan wanita itu dari tidur lelapnya. Miya meregangkan tubuhnya yang semakin kaku seiring perutnya yang kian membesar. Namun, Miya tidak pernah mengeluh, kedua calon bayi dalam perutnya adalah anugerah terindah yang pernah Miya dapatkan. “Kamu sudah bangun, Sayang?” Pertanyaan itu mengalihkan perhatian Miya. Dia menoleh ke samping, memposisikan dirinya bangun untuk bersandar di kepala ranjang. Dia hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari suaminya, Elang.Pria itu kemudian menaruh nampan di tangannya, ikut naik ke atas ranjang. Tangan kiri Elang melingkari bahu Miya sementara tangan kanannya berada di atas perut hamil istrinya, yang menjadi tempat favorit Elang beberapa bulan terakhir.Semenjak ukuran perut Miya semakin membesar, Elang suka sekali meletakkan tangannya di atas perut istrinya karena calon kedua bayinya akan langsung merespon sentuhan Elang dengan tendangan halus, walau terkadang
EXTRA PART 2 – SURPRISE!Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Miya sampai di alamat yang ditujukan. Tempat itu ternyata pangkalan yatch, beberapa yatch terlihat di sana. “Di mana ini?” Miya kebingungan saat melihat banyak sekali yatch bersandar di tepi laut.Pikiran Miya dipenuhi banyak hal buruk sehingga membuat perutnya kram. “Aww, perutku,” ringis Miya dengan tangan memegangi perut buncitnya. Setelah sebelumnya turun dari mobil, dia pun berhenti sejenak agar perutnya tak lagi sakit. “Pasti karena aku terlalu gelisah, makanya sakit begini. Sayang, yang kuat, ya? Mama butuh bantuan kalian untuk menyelamatkan uncle. Bantu Mama, ya, Sayang,” bisik Miya menahan sakit, sambil mengusap perutnya. Berharap kedua anak kembarnya bisa membantu.Walaupun alasan kegelisahan dan kecemasan yang melanda sejak kemarin sudah terjawab, dia tak mau memikirkannya. Yang terpenting dia bisa menyelamatkan Zelo, bagaimanapun caranya.Kalau saja Zelo menuruti permintaannya untuk tidak pergi saat in
EXTRA PART 1 – ADA APA DENGAN MAS ZELO?!Sebulan kemudian, Elang bersama Miya datang ke penjara untuk mengunjungi Dicky. Pria itu ditahan karena tuntutan Pak Taufan yang sudah memperkosa Cindy. Elang dan Miya duduk menunggu Dicky dipanggil oleh penjaga tahanan. Tak lama kemudian datanglah Dicky dengan pakaian tahanan, dengan wajah penuh penyesalan.“Mbak Miya … Mbak Miya maafin aku. Aku salah karena udah tergiur bujukan dari Mbak Cindy waktu itu. Seharusnya aku nggak berbuat kayak gitu. Sekarang aku dapat balasan yang sangat menyakitkan. Aku kehilangan ibu yang sangat aku sayangi dan aku sekarang di penjara,” sesal Dicky sedih, menyentuh tangan Miya dengan sangat erat.Miya tersenyum sendu. ”Innalilahi, Mbak ikut berduka dengan kepergian Budhe, ya? Kamu yang sabar, ya, Dik. Mbak juga udah maafin kamu. Yang penting kamu udah sadar dengan kesalahan kamu dan jangan diulangi lagi,” jawab Miya mengusap tangan Dicky dengan lembut sebagai tanda dia sudah melupakan semua yang terjadi di masa
BAB 120 – AKHIR CERITAElang menatap Miya yang duduk sendirian termenung di pinggir kolam. Dengan perlahan dia berjalan mendekat, dan mendudukkan tubuhnya tepat di samping Miya.Miya yang tak menyadari kedatangan Elang, cukup terkesiap kaget saat mendapati suaminya itu telah duduk di sampingnya, dengan wajah yang tersenyum."Mas," panggilnya dengan helaan napas ringan."Kamu ngapain malam-malam di sini sendirian, Sayang?" tanya Elang sambil menyelipkan anakan rambut Miya yang tergerai menutupi pipi.Pantulan lampu yang membias di air kolam yang bergerak, memantul mengenai wajah cantik Miya. Membuatnya terlihat menawan dan bercahaya. Elang tersenyum sendiri, apalagi yang kurang dalam diri wanita yang telah menjadi istrinya itu? Tak ada, semua begitu sempurna. Elang jadi merasa menjadi lelaki paling beruntung di dunia ini."Aku cuma lagi menenangkan diri, Mas," jawab Miya dengan mata yang sendu. Menatap pada air yang beriak kecil.Tangan Elang terjulur ke atas kepala Miya, mengelus perl
BAB 119 – DUNIA INI KEJAM PADAKU!Hari ini adalah hari pertama Miya ke kantor setelah pengumuman posisinya di perusahaan Teh Wangi, sebagai Direktur utama.Dengan blazer berwana coral, dipadukan dengan loose pant berwarna gelap, Miya melangkah dengan tegap dan penuh kebanggaan. Zelo dan Rendy setia berada di sisinya.Suara ketukan stilleto berhak rendah berwarna hitam itu menggema saat dia melangkah masuk ke ruang meeting."Selamat pagi, Bu."Beberapa pegawai membungkuk, menyapa dengan hormat. Beberapa dari mereka saling berbisik satu sama lain.Zea Putri Adipati yang anggun dan cantik, ternyata bukan hanya memiliki kecantikan jasmani. Namun juga hatinya begitu cantik. Senyum manis dan raut ramah itu terus menghiasi wajahnya, berusaha membalas semua sapaan yang datang kepadanya."Bu Zea cantik ya?!" gumam salah seorang pegawai pada pegawai lainnya."Iya. Cantik dan anggun sekali. Orangnya juga kelihatan ramah kan," jawab yang lain."Iya bener."Mereka semua mengangguk, memuji bagaiman
BAB 118 – DIMANJAKAN KELUARGAZelo terkejut mendengar ucapan Miya, seketika itu dia merasa sedih dan segera mendekati Miya.“Enggak, Dek. Mas nggak akan pernah capek kalau buat adik Mas tercinta ini,” sangkal Zelo sedih. Menggelengkan kepala seraya mengelak pikiran Miya yang menganggapnya merasa keberatan.Lalu mengecup pucuk kepala Miya dengan lembut. “Mas, tuh, cuma nggak tega lihat kamu setiap hari harus nahan bobot perut sebesar ini. Lagian usia kandungan kamu sekarang, tuh, berapa, sih? Kok, besar gini perutnya kayak orang udah mau ngelahirin?” Zelo heran dan ngeri melihatnya.Miya mengingat sambil mengelus perut besarnya. “Enam bulan lebih harusnya, dua puluh enam minggu, deh, kayaknya,” jawab Miya antara yakin tak yakin.Elang yang selalu menghitung usia kandungan Miya langsung menyahut dan membenarkan “Dua puluh enam minggu lebih tiga hari, Sayang. Aku selalu menghitungnya dengan tepat.” Merasa bangga karena tidak melupakan hal yang bahkan istrinya sendiri lupa.Zelo masih me
Bab 117Runa sedang menemani ibunya saat dokter visit. Nampak dokter serius memeriksa keadaan Olga setelah operasi satu minggu yang lalu. Setelah dokter selesai dengan tugasnya, Runa mendekat.“Dokter. Bagaimana keadaan Mamaku? Kapan Mamaku boleh pulang?” tanya Runa lembut saat dokter visit melihat kondisi Olga yang masih terbaring di kursi serba putih milik rumah sakit.Dokter tersenyum lalu menurunkan stetoskop yang menempel di telinganya ke leher. “Ibu Olga sudah sembuh, hari ini bisa pulang,” jawab dokter yakin. Dia pun merasa senang kalau ada pasien yang sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa.“Alhamdulillah, terima kasih, Dok.” Runa bersyukur dengan hati gembira, mengatupkan kedua tangan di depan mulut, lalu dia tersenyum pada Olga.“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Dokter pun pamit dan meninggalkan mereka yang muali bersiap untuk pulang hari ini.Nampak di sana Olga pun tak kalah senang, akhirnya dia bisa keluar dari rumah sakit itu setelah tujuh hari hanya terbar