Hanna diantar dan ditemani oleh Aiden seharian ini."Aiden, aku ini sehat dan kuat. Tidak perlu kamu menemaniku terus," mereka mengobrol sambil bergandengan tangan di lorong lantai apartemen mereka tinggal."Sesekali saja, tidak jadi masalah. Perusahaan masih bisa berjalan walau tanpa kehadiranku.""Dan..bolehkah aku menemui ayah dan ibumu besok?" tanya Aiden."Besok? Kenapa terburu-buru sekali? tanya Hanna."Aku memang sedang terburu-buru ingin menikah denganmu, Hanna," ujar Aiden sambil memegang hidung Hanna."Baiklah, aku akan menyampaikan kepada ayah dan ibuku terlebih dulu. Nanti aku kabari kamu, oke?""Oke," ujar Aiden senang."Yasudah, kamu pergi ke kamarmu sana! Sampai jumpa besok," Hanna ingin menekan password pintu kamar apartemen nya. Tapi, dia tidak ingin Aiden mengetahui password kamarnya lagi."Iya, sampai jumpa besok sayang. Cup!" Aiden mengecup dengan cepat pipi Hanna, lalu segera masuk ke kamar apartemen miliknya.Hanna sempat terkejut, namun setelah sadar dia tersenyu
"Hanna, apa kamu sudah selesai bekerja?" tanya Aiden."Iya, sebentar lagi aku akan pulang," Hanna masih merasa terganggu dengan mimpinya semalam, sehingga dia sedikit kesulitan berbicara seperti biasanya kepada Aiden."Aku akan menjemputmu, kemudian kita akan mencari hadiah kecil untuk ayah dan ibumu," ujar Aiden."Hmmm, oke." Setelah beberapa saat Aiden telah sampai di rumah sakit dan menjemput Hanna, mereka menuju ke pusat perbelanjaan.Ketika sedang berjalan menyusuri pusat perbelanjaan itu, Aiden memegang tangan Hanna beberapa kali namun dia selalu berpura-pura menyibukkan diri dan melepaskan tangan Aiden.Aiden memilih hadiah untuk Dante dan Clara untuk menunjukkan sedikit perhatian dan kesopanan sebagai calon menantu.Dia merasa tidak enak datang dengan tangan kosong."Bagaimana menurutmu lukisan ini, Hanna? Apakah Dante akan menyukainya?" "Lebih baik kamu memberinya sebuah buku, Ayah sangat suka membaca tentang buku-buku psikologi," ujar Hanna."Oke.""Lalu, apa yang disukai
Hanna yang baru saja keluar dari kamarnya dan sedang menuruni tangga merasa kaget mendengar suara benda jatuh. Dia bergegas menuju ke arah taman belakang."Mengapa dia melakukan itu semua?" tanya Aiden kepada Dante. "Perasaannya sangat terluka dan kecewa, dia tidak dapat menanggung rasa kehilangan yang bertubi-tubi. Dia merasa bahwa dirinya sudah tidak layak hidup. Tapi kemudian dia memutuskan untuk melupakan semua agar bisa melanjutkan hidup," jawab Dante."Ayah, aku mendengar suara benda yang pecah, apa yang terjadi?" tiba-tiba terdengar suara Hanna di belakang mereka."Itu..eemmm, aku..au!"Aiden kehilangan fokusnya dan menginjak pecahan cangkir yang terjatuh di dekat kakinya."Hei, kenapa kamu tidak berhati-hati? Sini aku lihat!" ujar Hanna berjongkok melihat kaki Aiden."Untung saja hanya tergores sedikit. Kamu pindah ketempat lain dulu, aku bersihkan pecahan cangkirnya," ujar Hanna."Biar aku saja, kamu sedang hamil tidak boleh berjongkok terlalu lama. Lebih baik kamu membantu
"Lepaskan tanganmu, aku bisa berjalan sendiri!" Aiden merasa risih karena Brian Hart memegang dan menarik tangannya."Aiden, ayo kita bertransaksi! Asalkan kamu pergi dari hidup Alena akan aku berikan separuh kekayaanku.""Cih, aku tidak butuh kekayaanmu. Aku sudah cukup kaya!""Bukankah Dante sudah mengatakan kepadamu, Alena yang memutuskan mengoperasi wajahnya dan dia sendiri yang menghilangkan ingatannya. Dia sangat menderita karena mu dan membencimu.""Dia membenciku karena dia mencintaiku. Aku akan membuatnya memaafkan aku dengan caraku mencintainya.""Begini saja, aku punya penawaran untukmu Aiden. Bukankah kamu mencari Jake selama ini? Aku akan memberitahumu dimana dia, asalkan kamu berpisah dengan Alena.""Jake? Kamu tahu dimana bajingan itu berada?""Jika kita bersepakat, aku akan membawa dia kepadamu. Bagaimana, Aiden?"Aiden melihat jauh ke dalam mata Brian, dalam beberapa detik dia tampak berpikir, "Apapun yang kamu tawarkan, aku akan memilih Alena.""Benarkah? Apa kamu ti
Brian membawa Mia sambil menggandeng tangannya hingga keluar pintu Bar. Namun, setelah Mia pergi dari ruangan itu, Mia tidak mampu lagi mempertahankan ketegarannya. Lututnya seketika menjadi lemas.Lagi-lagi ibunya menjebaknya untuk membayar hutang. Ibu Mia tidak pernah dapat melepaskan kebiasaan berjudi dan mabuk-mabukan.Sore tadi sepulang kerja, sesampainya di rumah dia mendapat telepon yang mengatakan ibunya dipukuli oleh rentenir di sebuah bar karena tidak mampu membayar hutang.Mia yang polos dan menyayangi ibunya, datang ke bar itu untuk menolong ibunya. Tidak disangka, sesampainya di sana Mia ditangkap dan dipakaikan baju seksi, kemudian dikurung ke dalam kerangkeng besi.Dari dalam kerangkeng besi Mia menyaksikan Gina dengan tertawa lebar mendapatkan uang senilai 150 juta."Gadis ini masih perawan, kalian pasti bisa mendapatkan harga yang tinggi ketika melelangnya," ujar Gina kepada pemilik bar itu."Ibu, jangan tinggalkan aku disini? Aku akan memberikan sejumlah uang yang sa
Mia yang telah menangis sepanjang hari kemudian lelah, dia tertidur lelap di tempat tidur.Brian menatap wajah gadis yang telah tidur terlelap itu."Tidak kusangka, wajahmu yang selalu terlihat riang dan ceria, ternyata selama ini menyimpan beban yang begitu berat," gumam Brian.Brian kemudian memilih untuk tidur di sofa.Keesokkan harinya, Brian terbangun pagi sekali. Brian memerintahkan Carl untuk mengantarkan pakaian yang dibelinya malam tadi."Bos, tadi malam aku sudah membawa baju untuk Nona Mia, kenapa tiba-tiba mengusirku?" tanya Carl."Itu karena..."Tiba-tiba kalimat Brian terhenti ketika melihat Mia yang telah berjalan menuju dapur, mengambil segelas air dan meminumnya. Dia nampak seksi dan cantik mengenakan kemeja milik Brian.Carl pun secara tidak sengaja melihat Mia, "Pantas saja Bos menolak baju yang aku antarkan tadi malam. Dia tidak ingin melewatkan pemandangan ini," ucap Carl hanya dalam pikirannya."Alihkan pandangan matamu Carl, atau kamu akan ku buat menjadi buta b
"Selamat pagi Ayah, Ibu.." sapa Alena.Clara tersenyum memandangi Alena, "Selamat pagi sayang.""Selamat pagi Alena," sapa Dante.Alis Alena sedikit berkerut mendengar panggilan Dante, dan wajah Clara yang semula tersenyum kemudian bersedih."Maaf Alena, bukan maksud ayah untuk terkesan membuat jarak. Kamu sudah mengetahui semuanya, jadi Ayah pikir lebih baik jika kita memanggil namamu yang sebenarnya," ujar Dante menjelaskan."Ibu dan Ayah menyayangi kamu seperti puteri kami sendiri Alena, bukan karena wajahmu yang dibuat menjadi Hanna. Kami menyayangimu dengan tulus," ujar Clara menambahkan.Alena tersenyum, "Tentu saja aku tahu Ayah dan Ibu tulus menyayangi aku seperti anak sendiri. Jangan khawatir, aku tidak akan salah paham kepada kalian. Kalian sangat baik kepadaku selama ini.""Ayo makan yang banyak, Ibu lihat berat badanmu tidak banyak bertambah selama beberapa bulan ini," ujar Clara sambil menyendok makanan ke piring Alena."Jadi, kapan kah kamu dan Aiden berencana menikah?"
Brian mengantarkan Mia ke rumah karena dia ingin mengambil beberapa barang penting."Apa kamu perlu aku temani masuk ke dalam rumah?" tanya Brian."Tidak, Ibuku biasanya pulang larut malam dalam keadaan sangat mabuk, dan dia akan terbangun keesokkan harinya pada siang hari. Walaupun dia terjaga sekarang, kamu juga tidak perlu terlalu mengkhawatirkan aku. Aku hanya perlu beberapa menit. Oke?""Oke. Jika kamu memerlukan sesuatu, segera berteriak saja memanggilku."Mia mengangguk, lalu kemudian masuk ke dalam rumah. Seperti yang telah diduganya bahwa ibunya saat ini sedang tidur dengan nyenyak, dan dengkurannya terdengar dari kamarnya.Mia mengambil beberapa pakaian, buku catatan medis, dan sebuah kotak kecil. Mia kemudian segera keluar dari dalam rumah."Ayo kita pergi!" ajak Mia."Iya. Ayo!" jawab Brian.Brian pun melajukan mobilnya meninggalkan komplek perumahan yang ditinggali Mia dan ibunya.Sepanjang jalan Mia tampak memeluk sebuah kain lampin bercorak bunga edelweis dan sebuah kan
"Siapkan ruang operasi!" Ujar Alena memerintahkan perawat yang bertugas. Kemudian Alena mengeluarkan jarum perak dari dalam tasnya. Dia menusukkan jarum-jarum itu di beberapa titik di tubuh Aiden. Alena berbisik ke telinga Aiden, "Bertahanlah, Aiden. Kumohon." Tit tit tit tit Pada layar monitor alat pengukur detak jantung, terlihat jantung Aiden kembali bereaksi. "Persiapkan pasien, aku akan mensterilkan diri." Alena bergegas membersihkan dirinya di ruang steril. Sekitar setengah jam kemudian Alena masuk kembali ke ruang operasi. Aiden telah dipersiapkan dan juga telah diberi anestesi. Alena membelah bagian dada Aiden dan membuka tulang bagian dadanya. "Benar dugaanku, tulang rusuknya patah dan mengenai paru-paru dan jantungnya." Gumamnya. Alena menusukkan lagi beberapa jarum akupuntur di beberapa titik yang mengalami pendarahan. Tangannya dengan terampil dan dia segera menemukan bagian-bagian vital Aiden yang terluka. Tiiiiiiittttt "Dokter, pasien kritis." Dokte
"Hari ini, Elsa Burch putri dari Tony Burch, pesaing ketat Eddy Caleman dalam pemilihan calon perdana menteri ditangkap atas dugaan percobaan pembunuhan terhadap dokter Bianca Hart dan putranya. Selain itu juga diadakan penyelidikan atas tuntutan 'penyalahgunaan kekuasaan' yang dilayangkan Bianca Hart terhadap Tony Burch. Jika Tony Burch terbukti bersalah, kemungkinan besar dia akan ditangkap dan masuk ke dalam tahanan menyusul putrinya. Dengan demikian, Eddy Caleman akan melenggang dengan pasti memjadi calon terpilih perdana menteri berikutnya." Berita ini ditayangkan di layar gedung tertinggi di pusat kota. Hampir setiap pejalan kaki yang lewat melihat dan mendengar pemberitaan itu. "Cih, dia layak mendapatkannya. Dia dan putrinya adalah orang yang sangat sombong. Mentang-mentang anggota parlemen, lalu seenaknya saja memaki dan menghina orang lain." "Benar, dia selalu berlagak setiap kali berbelanja di tokoku. Elsa selalu merasa seolah dia adalah orang paling hebat dari orang
Bianca pagi ini tiba di depan kliniknya untuk bekerja seperti biasa, namun sayang sekali pintu kliniknya disegel. "Dokter, Anda akhirnya tiba?" Dona terlihat agak panik."Ada apa ini Dona?" Bianca sedikit bingung melihat kliniknya yang diberi garis polisi."Tony Burch melaporkan kita ke polisi, katanya Anda melakukan malapraktik sehingga Elsa Burch cacat. Anda diduga melakukan metode kecantikan yang tidak seharusnya."Bianca tersenyum sinis di wajahnya, "Benarkah?""Bagaimana ini Dokter?" tanya Dona."Aku akan mengatasinya, kalian bersantailah hari ini. Anggap ini sebagai hari libur. Oke?" Bianca tidak ingin Dona dan stafnya yang lain berdiri dengan sia-sia disini."Baiklah, Dokter."Kemudian para stafnya memilih pergi dan membubarkan diri di sana.Bianca mengambil ponselnya menekan tuts di layarnya.Tidak lama terdengar suara tawa dari seberang telepon, "Hahaha, Ayahku benar. Dia berkata kamu akan segera menghubungi dan memohon. Kenapa? Kamu takut dipenjara dan klinik kecantikan mil
"Dimana Bianca?!" Tony masuk ke dalam klinik kecantikan milik Bianca dengan wajah yang terangkat tinggi, seolah setiap orang harus tunduk dan hormat padanya. "Tuan, Anda tidak boleh masuk ke ruang praktek dokter begitu saja. Dokter Bianca sedang ada pasien!" Dona mencoba menghalangi Tony Burch yang memaksa masuk ke ruang praktek Bianca. Tony Burch merasa kesal karena wanita yang sepertinya adalah asisten pribadi Bianca, terus berusaha menghalanginya. "Minggir kamu!" Dia sudah tidak sabar dan mendorong tubuh Dona hingga terhuyung. Ceklek Sosok Tony Burch yang angkuh terlihat di pintu ruang praktek yang terbuka. Dan dia masuk begitu saja ke dalam ruang praktek Bianca. Bianca saat ini sedang melakukan metode perawatan laser pada pasiennya. Dan dia tidak dapat meninggalkan pekerjaannya hanya untuk menemui Tony Burch yang lancang. "Maafkan aku Dokter, Tuan ini memaksa masuk." Dona merasa tidak enak karena Bianca mengalami gangguan saat bekerja. "Tidak mengapa Dona, tolong arahka
Aiden segera menuju ke titik lokasi tanda SOS yang dikirim oleh Vince melalui jam tangannya. Dia sampai pada sebuah gudang barang yang tidak dipergunakan lagi. Beberapa pria lari terbirit-birit dari dalam gudang, seperti sangat takut akan sesuatu. Aiden menghalangi salah satu dari pria itu. "Mengapa kalian begitu terburu-buru? Ada apa?" "Minggir, jangan halangi jalanku!" pria itu melotot kepada Aiden. "Apa kamu melihat anak ini?" Aiden menunjukkan sebuah foto di layar ponselnya. "Apa kamu tidak mengerti? MINGGIR!" pria itu berteriak kepada Aiden yang bersikeras menghalangi jalannya. "Baiklah, jika kamu tidak ingin dengan cara yang baik-baik!" Aiden mengekang tangan pria itu dibelakang punggungnya dan mendorong wajahnya ke tembok dalam sekejap. "Aku akan menelepon polisi, dan pasti kamu lah orang yang akan dicurigai pertama kali!" Aiden mengancam. Tentu saja pria itu takut dan gemetar. Jika dilaporkan ke polisi, dia pasti akan ditangkap atas percobaan penculikan seorang
"Halo, putraku yang tampan. Mengapa wajahmu cemberut?" Bianca menjemput putranya di taman kanak-kanak. "Mama, mulai besok aku tidak mau masuk ke sekolah. Kecuali Mama memindahkan aku ke sekolah dasar." "Apa kamu yakin mau lompat kelas Vince?" "Iya Ma. Pleaseeeee!" Bianca membukakan pintu mobil untuk Vince, agar dia masuk ke dalam mobil. "Baiklah, nanti mama urus ya Vince. Sudah, jangan cemberut lagi Sayang. Sekarang kita mau kema_ hmmmfff!" Mulut Bianca tiba-tiba dibekap, sama halnya dengan Vince. Mereka dipaksa masuk ke dalam sebuah mobil Van oleh tiga orang pria asing. Bianca bersikeras memberontak, namun tangannya dipegang dengan kuat oleh dua orang pria tersebut, dan seorang lagi terlihat memegang Vince. "Siapa yang menyuruh kalian menculik kami?" tanya Bianca. "Nanti kamu akan bertemu dengan Bos kami ketika ajalmu akan menjemput. Tenang saja, kami tidak akan membuat kalian berdua mati penasaran." "Benarkah?" Bak Buk Bak Buk "Hei, ada apa dengan kalian? Men
"Alena, kamu sudah sadar?" Bianca terlihat membuka matanya perlahan sambil menyesuaikan cahaya di dalam ruangan yang semua dekorasinya serba berwarna putih. "Dimana ini?" tanyanya bingung. "Ini di rumah sakit. Kamu tadi jatuh pingsan. Kamu sepertinya terkena flu dan demam tinggi. Sekarang demammu sudah menurun." "Sekarang sudah pukul berapa?" Bianca teringat Vince di rumah. "Sekarang sudah lewat tengah malam." "Apa? Aku harus pulang." Bianca bangun dari ranjang perawatan dan akan menarik jarum infus yang menempel di tangannya. Aiden cukup gesit, dia tepat waktu mencegah tangan Bianca sehingga dia gagal menarik jarum infus itu keluar. "Aiden, aku harus cepat pulang. Kasian Vince sendirian dirumah. Dia pasti khawatir karena aku belum pulang sampai sekarang." "Vince anak yang cerdas. Dia pasti memahami kondisimu. Aku sudah menelepon dan memberitahunya tadi." "Tapi_" "Tenang saja, besok pagi kalau kondisimu sudah membaik sepenuhnya, kamu sudah boleh pulang dan beristirahat di
"Dona, apa masih ada pasien lagi?" tanya Bianca yang saat ini sedang mencuci tangannya setelah melakukan prosedur tarik benang di wajah pasien. "Ada satu pasien lagi, Dok." Jawab asisten Bianca. "Syukurlah, aku mau cepat pulang hari ini." Bianca hari ini sedang merasa tidak enak badan, dia ingin segera pulang. Lagipula, Vince hanya bersama pengasuh di rumah. Dante dan Clara telah kembali ke Amerika. Sedangkan Brian dan Mia masih sibuk berbulan madu. "Apa pasiennya dipersilahkan masuk kemari sekarang, Dok?" tanya Dona. "Ya, persilahkan saja." Bianca tengah mencatat riwayat pemeriksaan pasiennya, dia masih sibuk menunduk ketika pasien sudah duduk di hadapannya. "Halo, ada yang bisa saya_ hmmhh, Aiden." Bianca mengangkat wajahnya untuk melihat pasiennya dan kalimatnya berubah seketika. "Kenapa kamu tidak ramah terhadap pasienmu?" protes Aiden. "Emm, yah. Kamu mau perawatan?" tanya Bianca. Dia mengubah nadanya lebih ramah. "Tidak, aku hanya ingin melihatmu." "Kalau begitu lebih
"Bian, ada apa? Kamu mengenalnya?" bisik Daniel kepada Bianca yang memberikan tatapan kesal kepada pria di sebelahnya."Tidak, aku tidak mengenalnya!" jawab Bianca dengan nada dingin."Bagaimana mungkin seorang istri tidak mengenali suaminya?" jawab Aiden dengan nada sedikit nyaring, membuat semua mata yang mendengar menatap ke arah Bianca dengan tatapan aneh."Suami? Jika kamu pernah melihatnya di televisi bertunangan dengan seseorang baru-baru ini, mungkinkah dia mengakui istrinya?"Ya, orang-orang kemudian menatap ke arah Aiden. Beberapa orang langsung mengenalinya dan berbisik, "Iya benar, dia bertunangan dengan Elsa Burch beberapa bulan yang lalu, dan baru-baru ini membatalkan pertunangan.""Benar, aku melihat dia di televisi bersama Elsa Burch," terdengar suara bisikkan orang di sekitar mereka."Aku tidak akan melakukannya, jika istriku tidak berpura-pura mati dan mengoperasi wajahnya." Aiden berkata sambil menatap sinis ke arah Bianca.Daniel memegang tangan Bianca, dan berkata