Dania tercengang dengan apa yang dikatakan Haris. Tampaknya ada yang salah dengan pendengarannya saat ini atau mungkin dia sedang tidak fokus.
Bagaimana mungkin telinga Dania mengirim berita ke otaknya kalau dia adalah pemegang saham terbesar perusahaan raksasa itu. Bermimpi saja dia tidak pernah tentang perusahaan itu, tapi mengapa pria yang dia ketahui sebagai pemilik Media grup malah mengatakan hal itu dengan mudahnya.“Maaf, Pak. Apa saya gak salah dengar?” tanya Dania ragu-ragu.“Tidak. Kamu memang pemilik saham terbesar kedua setelah saya,” ulang Haris dengan sangat yakin.Dania mencubit tangannya sendiri. Dia ingin membuktikan apakah saat ini dia sedang bermimpi atau tidak. Tapi sayangnya, dia merasa sakit dan berarti itu adalah kenyataan.Haris dan Bima tahu kalau Dania saat ini pasti sedang bingung. Tampak sekali di mata mereka, gerak-gerik wanita itu tampak seperti bingung harus melakukan apa. Canggung, Dania sangat terlihat canggung dan bingung.“Kakekmu, Rudi Sanjaya, dulu mendirikan perusahaan ini bersama dengan saya. Tapi saat perusahaan mulai berkembang, ada kesalahpahaman yang membuat kami berselisih paham. Rudi yang sangat keras kepala meninggalkan perusahaan begitu saja dan menghilang tanpa jejak. Akhirnya, saya sendiri yang meneruskan perusahaan ini.” Haris mulai bercerita.“Tapi, tapi saya tidak pernah dengar cerita ini dari kakek. Beliau tidak pernah menceritakan apa pun, bahkan menyinggung tentang Media Grup,” ucap Dania mengingat tentang kebersamaannya dulu saat kakeknya masih hidup.“Mungkin Rudi masih marah sama saya. Tapi, sebagai seorang sahabat yang sudah seperti saudara, saya gak pernah melupakan dia. Rudi adalah kakak saya, yang banyak membantu saya menjalankan perusahaan.”Dania menganggukkan kepalanya tanda dia mengerti dengan apa yang dikatakan Haris. Dulu dia memang lahir di Malaysia. Orang tuanya dan kakeknya memilih tinggal di sana hingga dia berusia 10 tahun. Setelah itu baru mereka kembali ke Jawa untuk membangun bisnis keluarga di Jawa.“Oh, begitu. Lalu kenapa Pak Haris mengatakan kalau saya adalah pemegang saham terbesar kedua di Media Grup? Bukankah kakek saya sudah pergi dari dulu, Pak?” tanya Dania ingin kejelasan.“Biarpun Rudi udah pergi dari perusahaan, tapi dia tidak pernah mengambil uang yang pernah dia berikan untuk membangun perusahaan. Saya sudah mencari kalian cukup lama, tapi 3 tahun lalu saya mendengar kabar kalau Rudi sudah meninggal. Saya mencari anaknya, tapi ternyata sudah meninggal juga. Dan saya bertekad harus menemukan keturunan Rudi untuk memberikan hak Rudi pada keturunannya.”Ada sedikit rasa haru dalam diri Dania mendengar cerita Haris. Sepertinya, pria yang ada di hadapannya ini benar-benar tulus mencintai kakeknya.Kakek Dania memang sudah meninggal 5 tahun lalu karena serangan jantung. Lalu di susul kematian orang tuanya saat kecelakaan pesawat, 6 bulan setelah dia menikah dengan Restu. Itulah yang menyebabkan Dania harus tinggal bersama dengan keluarga Restu, karena dia memang sebatang kara saat ini.“Sekarang kamu sudah tau kan, kenapa saya cari kamu?” tanya Haris.Dania mengangguk lemah, “Iya, Pak.”“Kamu gak perlu lagi tinggal di rumah suami kamu yang brengsek itu. Kamu boleh tinggal di sini. Atau kalau kamu mau tinggal di tempat lain juga boleh, kamu tinggal bilang aja sama Bima. Nanti dia akan siapkan semuanya.”“Gak usah, Pak. Saya suka tempat ini. Lagi pula saya juga sendirian.”“Ya udah, kalo kamu emang mau di sini. Oh ya, kapan kami siap bekerja?”“Kerja? Saya kerja apa, Pak?” Lagi-lagi Dania kaget.“Ya kerja. Masuk ke perusahaan. Saya udah siapkan posisi buat kamu di sana.”‘Kerja? Aku harus kerja di perusahaan yang sama ama Mas Restu? Gak mungkin. Ini gak mungkin,’ gumam Dania dalam hati.“Tapi saya gak pernah kerja sebelumnya, Pak. Saya belum ....”“Saya udah selidiki semua latar belakang kamu. Dulu kamu yang menjalankan perusahaan keluarga kamu dan juga suami busukmu itu. Tapi usaha itu hancur karena ulah suami kamu. Saya yakin kalau kamu pasti mampu bekerja di perusahaan yang sudah dirintis oleh kakek kamu. Emangnya kamu gak mau nerusin karya kakek kamu di perusahaan?”Dania tidak berani menjawab. Tapi entah keberanian dari mana, tiba-tiba dia malah menganggukkan kepalanya tanda dia setuju.Haris tersenyum senang, “Ya udah. Kita ketemu lagi nanti malam. Saya akan kenalkan kamu, sama pimpinan perusahaan saat ini.”“Pimpinan perusahaan?”“Iya. Kan kamu mau kerja, jadi harus kenalan dulu sama pimpinannya. Kamu istirahat dulu. Nanti malam, Bima akan jemput kamu di sini.”“Baik, Pak.”Haris berpamitan pada Dania. Dia tidak ingin mengganggu Dania yang pastinya masih bingung dan aneh dengan status barunya ini.Dia ingin membiarkan Dania terbiasa dulu sebelum dia nanti akan menjalankan kehidupannya yang seharusnya sejak dulu dia nikmati.Dania menutup pintu apartemennya kembali. Dia kemudian menepuk pipinya perlahan, untuk membangunkannya dari mimpi.“Aduh! Sakit ih. Bearti ini beneran ya. Ya ampun, aku pemegang saham terbesar kedua di Media Grup!” Dania melonjak senang.“Aku gak sabar dateng ke kantor trus aku kejutkan Mas Restu. Gimana ya reaksi Mas Restu pas liat aku kerja di sana ntar. Dia pasti kaget. Istri yang dia buang, ternyata kaya raya. Awas kamu Mas, aku bakalan balas penghinaan kamu!” sungut Dania kesal mengingat kejahatan suaminya selama ini.***Malam telah tiba. Seperti rencana tadi pagi, Bima saat ini sudah datang menjemput Dania di apartemennya.Bima saat ini tengah mengemudikan mobil menuju ke sebuah hotel, di mana makan malam akan berlangsung. Haris dan cucunya yang kini tengah menjadi pimpinan perusahaan Media Grup sudah menunggu di sana.Tok tok tok.Bima mengetuk sebuah ruangan VIP di restoran hotel itu. Dia kemudian membuka pintu dan mengajak Dania masuk.“Selamat malam Pak Haris. Selamat malam Pak Alex. Saya mengantarkan Ibu Dania,” lapor Bima.“Masuk Dania. Duduk,” perintah Haris.“Iya, Pak.”Dania menganggukkan kepalanya untuk menyapa Haris. Di depannya ada punggung seorang pria yang sampai saat ini masih membelakanginya. Dia sangat yakin, kalau pria itu pasti pimpinan Media Grup yang dibicarakan oleh Bima di mobil tadi.“Lex, ini Dania. Dia orang yang Opa ceritakan sama kamu tadi.” Haris memperkenalkan Dania pada Alex.Alex menoleh ke arah Dania. Dia melihat Dania dari atas ke bawah lalu dia menyeringai tipis, seolah dia tidak percaya dengan orang yang ada di hadapannya seperti yang kakeknya ceritakan.Namun hal berbeda di rasakan oleh Dania. Dia sempat ternganga sebentar saat melihat paras luar biasa tampan di hadapannya. Dia memang sempat mencari tahu tentang Alex sebelum datang ke sini lewat media sosial, tapi ternyata saat di lihat langsung, Alex jauh lebih tampan.“Duduk, Dan,” seru Haris.“Oh iya. Makasih, Pak.” Dania menyeret kursi di samping Alex dan duduk di sana.“Opa, Opa yakin gak salah orang? Masa orang kayak dia itu jadi pemegang saham terbesar kedua perusahaan kita.” Alex menoleh sebentar ke Dania, “Kayak babu,” lanjut Alex pelan.“Jaga mulut kamu, Alex! Dania memang cucu Rudi. Dia satu-satunya keturunan Rudi yang masih hidup,” hardik Haris yang tidak suka dengan ucapan cucunya.“Ok. Kalo emang dia keturunan temen Opa, tapi kayaknya dia gak perlu juga kan terjun ke perusahaan. Alex yakin kalo dia pasti belum pernah kerja. Apa kata klien kita nanti kalo liat dia di perusahaan. Bisa malu kita, Opa.” Alex berusaha membuka mata kakeknya agar tahu kalau Dania tidak layak masuk ke perusahaan.“Opa yakin Dania mampu. Opa udah selidiki semuanya dan dia memiliki kemampuan yang sama kayak kakeknya dulu. Opa yakin, kalau dia pasti mampu setelah penyesuaian sebentar.”“Tapi Opa, Direktur keuangan itu terlalu tinggi. Apa gak sebaiknya ....”“Direktur keuangan?” Dania menyela ucapan Alex karena dia kaget dengan posisi yang akan dia tempati di perusahaan.“Heh! Kalo ada orang ngomong jangan main nyela! Tau sopak gak sih?!” bentak Alex sambil menatap tajam ke arah Dania.“Ma-maaf. Tapi saya ....”“Kamu benar Dania. Kamu emang akan masuk ke perusahaan sebagai Direktur Keuangan. Itu adalah posisi yang ditempati kakekmu dulu. Sekarang, saya mau kamu yang menjabatnya,” terang Haris dengan suara lebih lembut namun tetap tegas.“Opa!”“Dan satu lagi yang mau Opa katakan pada kalian. Selain Dania akan bekerja di perusahaan ....” Haris menarik napas dalam lalu melihat ke arah Dania dan Alex secara bergantian.“Kalian juga akan menikah,” lanjut Haris.“Apa? Nikah?! Opa, apa Opa lagi becanda?” Alex tidak percaya dengan apa yang dia dengar.“Gak. Opa gak becanda. Opa mau kalian menikah, seperti keinginan kami dulu. Karena menikahkan anak-anak sudah gak mungkin, jadi sekarang apa salahnya kalo nikahkan cucu.” Haris tersenyum ceria pada dua anak muda yang ada di hadapannya itu.“Tapi Pak, saya ....”“Dania, kamu gak perlu khawatir. Saya akan urus semuanya.” Haris sengaja memotong ucapan Dania karena dia tahu apa yang akan disampaikan wanita itu.Alex melihat ke arah Dania. Dia kemudian berdecih sambil menggelengkan kepalanya. Alex mengambil gelas minumnya, lalu meneguk isi gelas itu untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering.“Opa, apa Opa berniat akan mempermalukan Alex? Kenapa Opa milihin Alex istri kayak gini. Kenapa Opa milih orang dari keturunan yang gak jelas asal usulnya gini.”“Alex!”Alex menoleh ke arah Dania, “Belum lagi penampilannya. Apa wanita lusuh kayak dia pantes bersanding sama Alex?! Apa Opa pik
Setelah menyetujui permintaan Haris kalau dirinya akan menerima harta bagian milik mendiang kakeknya, selama 3 hari ini Dania terus berkutat dengan pelajaran bisnis tingkat tinggi yang langsung diajarkan oleh Bima kepadanya.Haris menyuruh orang kepercayaannya itu untuk mengajari Dania, apa saja tugas-tugas yang akan dikerjakan oleh Dania saat wanita itu masuk ke perusahaan nanti. Tentu saja hal ini untuk meminimalisir omongan orang, karena menganggap Dania tidak mampu melakukan pekerjaannya.Untungnya Dania dilahirkan dari keturunan keluarga yang cerdas. Selain itu dia juga pernah membantu usaha orang tuanya dan juga mertuanya. Setidaknya Dania sudah memiliki dasar bisnis dan Bima hanya tinggal memolesnya saja.“Bu, hari ini saya akan kenalkan Ibu pada orang yang akan menjadi asisten Ibu di kantor nanti,” ucap Bima.“Asisten? Apa dia mau ke sini?” tanya Dania.“Iya, dia sudah saya suruh ke sini, Bu. Mungkin sebentar lagi dia akan tiba. Mulai besok, dia akan di sini untuk membantu I
“Ada apa ini?” Terdengar suara seorang pria yang menyela perseteruan Dania dan pelayan butik. Sorot mata semua orang yang ada di sana langsung beralih ke arah pria itu.Dania kaget saat dia melihat ada Haris dan seorang pria yang tidak dia kenal ada di hadapannya. Tatapan mata Haris langsung tertuju pada tangan Dania yang saat ini sedang dipegang erat oleh pelayan butik.“Pak Haris,” ucap pelayan butik itu yang mengenali Haris.“Pak Haris? Apa ini Pak Haris Wijaya, pemilik Media Grup?” celetuk Lisa sambil sedikit mendekat pada Haris.“Ada apa ini? Kenapa ada ribut-ribut di sini?” tanya Haris tanpa menghiraukan pertanyaan Lisa.“Maaf, Pak. Saya cuma mau nyuruh orang ini keluar dari sini.” Pelayan butik menjelaskan.Haris melihat ke arah Dania. Wanita itu balas menatapnya sambil sedikit menggelengkan kepalanya lalu menunduk.“Kamu bera ....”“Memangnya ada apa sampai dia harus keluar dari sini?” Haris menyela ucapan asistennya.“Pak Haris, orang ini tuh gak layak ada di sini. Dia
Mata Restu terbelalak lebar saat dia membaca surat keputusan perusahaan tentang posisi yang akan dia tempati di perusahaan ini. Dia bahkan sampai mengucek matanya dan juga membacanya berulang kali, sayangnya tulisan yang ada di sana tidak berubah sedikit pun.Dia melihat rekan-rekannya yang lain tampak senang dengan hasil yang mereka terima. Senyum mereka mengembang lebar, bahkan mereka saling memamerkan posisi yang mereka dapatkan.Brak!Restu berdiri sambil menggebrak meja. Dia merasa sangat kesal dengan hasil yang dia terima.“Pak Agus! Apa Pak Agus gak salah kasih surat ke saya?!” ucap Restu sambil melempar surat keputusan itu depan Agus, perwakilan Mediatama.“Apa yang salah, Pak. Saya cuma membagikan sesuai nama. Ini juga bukan saya yang kasih keputusannya,” jawab Restu membela diri.Ini. Ini yang salah Mana mungkin saya diterima bekerja di sini cuma sebagai sopir! Bentak Restu“Hah, sopir.”“Eh, masa sih dia diterima jadi sopir.”Orang-orang yang ada di ruangan itu menjadi
“Da—Dania.”Mata Restu membulat lebar melihat Dania ada di hadapannya. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Dania akan muncul di hadapannya.Tapi bukan hanya itu yang menjadi sebab Restu menjadi kaget. Dia lebih kaget lagi karena penampilan Dania benar-benar berubah.Dania berubah menjadi lebih elegan dan sangat cantik. Dania seperti bukan orang yang Restu kenal dulu.Tidak ada lagi Dania yang memakai baju kumal dan berbau asap masakan. Tidak ada juga wajah lelah penuh aroma keringat di sertai kantung mata yang besar di wajah Dania yang sedang ada di depan Restu saat ini.Wanita yang ada di depan Restu seperti wanita lain yang mirip dengan Dania, mantan istrinya. Dia sampai tidak berkedip melihat Dania yang kini justru cuek kepadanya.“Ada apa ini?” tanya Dania sambil melihat sekilas ke arah Restu.“Bu, Pak Hendra ingin mempertanyakan tentang keputusan penempatan posisi orang yang dia rekomendasikan, Bu,” ucap Maya.“Bener, Bu. Ini Restu. Saya udah tau betul kualitas dan jam terban
Braak!Restu membanting pintu depan rumahnya dengan keras begitu dia tiba di rumah. Dia melampiaskan rasa kesalnya pada Dania yang membuat masalah dengannya lagi.Tentu saja suara keras di pintu depan rumah itu membuat Lisa dan juga Rina menjadi kaget. Mereka segera keluar dari ruang tengah untuk menyambut Restu.“Sayang, gimana hasilnya? Jadi dong manager keuangan sekarang,” sambut Lisa yang langsung menggandeng lengan Restu.“Gimana Res, semuanya lancarkan?” Rina ikut menyambut dengan riang.“Ah, lepasin!”Restu menghempaskan tangan Lisa, lalu dia segera menghempaskan bobot tubuhnya di sofa. Dia menarik napas dalam lalu mendongakkan kepalanya dan menyandarkannya di sandaran kursi.Restu mengendurkan dasi yang sedang mencekik lehernya itu. Dia menyugar rambutnya kasar yang tampak terlihat aneh di depan Rina dan Lisa. Dua wanita itu segera mendatangi Restu yang tampak sedang sangat frustasi itu.“Mas, kamu kenapa sih? Dateng-dateng kok kayak orang stres. Tadi semuanya lancarkan?” ta
Dania duduk melamun sambil mengaduk makanan di atas piring makannya pikirannya menerawang jauh ke depan mencoba menebak apa yang akan dilakukan oleh Restu hari ini.Dia ingin tahu keputusan apa yang diambil oleh Restu setelah mengetahui keputusannya kemarin. Dania merasa sedikit puas Setelah dia berhasil mempermalukan Restu seperti yang biasa pria itu melakukan kepadanya.Selamat pagi Bu Dania ucap Maya menyapa atasannya.Pagi May. Jadwal saya hari ini ngapain aja tanya Dania sambil melanjutkan lagi sarapannya.Siang ini akan ada rapat internal bersama dengan Pak Haris dan Pak Alex di kantor Bu. Rencananya akan membahas tentang rapat umum yang akan dilangsungkan sebentar lagi.Oke. Oh ya my, bisa nggak kamu selidiki Pak Hendra. Ya takut dia selama ini sudah berbuat curang tentang penerimaan karyawan di perusahaan kita pinta Dania sambil menoleh ke arah Maya yang berdiri di sampingnya.Maksudnya pak Hendra direktur HRD kita BuIya kemarin dia sendiri yang bilang kalau Mas Restu ma
“Jaga ucapan kalian!” Terdengar suara menggelegar dari arah belakang Restu yang membuat semua orang yang sedang berseteru itu tertuju pada orang tersebut. Seorang pria dengan mata elangnya yang sangat tajam, menatap ke arah Restu.Lisa kaget saat dia melihat ada pria muda nan tampan yang menjadi incaran semua orang, kini ada di hadapannya. Tidak ingin membuang waktu lagi, Lisa langsung mendekati Alex, untuk mendapatkan dukungan.“Pak Alex,” ucap Lisa yang mengenali sosok Alex.“Selamat pagi, Pak Alex,” sapa Maya sambil menganggukkan kepalanya memberi hormat pada wakil CEO Media Grup itu.“Itu siapa?” bisik Restu di dekat telinga Lisa.“CEO Media Grup,” jawab Lisa tanpa menoleh ke arah Restu.“Kebetulan banget Pak Alex ada di sini. Saya mau mengadukan pegawai kurang ajar itu, Pak.” Lisa langsung memanfaatkan suasana.Alex tidak menjawab ucapan Lisa. Dia melirik tajam ke arah Dania yang sepertinya tadi sedang bermasalah dengan wanita asing yang tiba-tiba mendekat padanya itu.Dania
Jenuh, kesal, bosan, semua perasaan bercampur aduk menjadi satu di hati Dania. Dia yang tadinya bersemangat untuk datang ke pesta bersama dengan Alex, kini malah ingin segera pulang.Bagaimana tidak, dia malah ditinggal begitu saja oleh Alex yang malah sibuk menemani teman lamanya yang tidak Dania kenal. Sikap manis Alex yang sejak kemarin muncul berbalut menyebalkan itu seolah menjadi menyebalkan secara totalitas.Dania kini hanya duduk sendiri di temani oleh segelas wine. Suaminya yang duduk di sebelahnya justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk membahas masa lalu tidak berguna dengan wanita yang tampaknya pernah sangat berarti di hidup Alex sebelumnya.Dania menoleh ke Alex dan menemukan punggung Alex. Ingin rasanya dia memukul keras punggung itu, agar pria yang kini sedang tertawa bersama dengan Sandra itu sadar kalau ada istrinya di balik punggung kokoh itu.“Lex,” bisik Dania di belakang punggung Alex.Alex berbalik dan melihat ke arah Dania, “Apa?” tanya Alex.“Ayo pulang
“Alex.”Terdengar suara sapaan seorang wanita yang membuat Dania dan Alex menoleh ke arah orang itu. Dua orang itu kemudian saling berpandangan saat sudah tahu siapa yang menyapa mereka.Tampak di hadapan mereka, ada seorang wanita muda yang sedang melempar senyum kepada mereka. Demi menjaga kesopanan, pasangan itu pun segera membalas senyum itu dengan ramah. Oh tidak, tentu saja yang senyum hanya Dania, karena Alex adalah orang yang pelit senyum.“Siapa?” tanya Dania sedikit berbisik.“Entah,” jawab Alex datar.Dania menoleh ke Alex, “Entah?” ucap Dania yang lebih kaget dengan jawaban suaminya.“Hai Lex, apa kabar? Waah ... kamu gak berubah ya. Tetep aja menarik perhatian,” sapa wanita itu saat wanita itu datang mendekat.“Siapa ya?” tanya Alex datar tanpa ekspresi.“Siapa? Lex, kamu lupa ama aku?”Alex menyipitkan matanya. Dia seolah sedang mencoba mengingat siapa wanita yang saat ini sedang berdiri di hadapannya dan sangat ingin dikenali oleh Alex. Namun sayangnya, Alex tidak
Dania berdiri di depan sebuah cermin besar yang ada di kamar hotelnya. Dia sedang melihat tubuhnya sendiri yang saat ini sedang dibalut sebuah gaun berwarna hitam.Gaun yang memamerkan pundaknya secara total dan juga memiliki belahan kaki yang cukup tinggi, membuat dia sedikit tidak nyaman. Entah apa yang dipikirkan oleh Alex, sampai menyuruh Dania memakai gaun yang membentuk dan mengekspose tubuhnya itu malam ini.Memang mereka akan pergi ke pesta salah satu relasi mereka, tapi sepertinya tidak perlu juga memakai gaun yang seterbuka itu. Dania semakin tidak percaya diri melihat dirinya sendiri dengan gaun berharga mahal itu.“Udah siap belum?” tanya Alex saat dia masuk ke dalam kamar.“Alex, kamu yakin aku harus pake baju ini?” tanya Dania sambil melihat Alex dari pantulan cermin di depannya.Alex berdiri di belakang Dania dan melihat penampilan wanita itu dari pantulan cermin. Ada sedikit senyum tipis mengembang di bibir Alex, saat dia melihat Dania tampak sangat sempurna saat meng
Agenda siang hari ini yang akan di lakukan oleh pasangan yang sedang berbulan madu itu adalah pergi berjalan-jalan sebelum mereka akan pergi ke undangan salah satu klien Haris.Dania memilih mengajak Alex untuk berjalan-jalan sambil makan siang. Dia berharap akan bertemu barang-barang lucu yang bisa dia beli nanti untuk dia bawa ke Jakarta.Sebenarnya Alex malas mengikuti keinginan Dania, tapi karena dia merasa sedikit bersalah karena sudah menikmati tubuh Dania tanpa sepengetahuan si pemilik tubuh, akhirnya Alex pun dengan sangat terpaksa mengikuti keinginan dari istrinya itu. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf meskipun hal itu dilakukan oleh Alex tanpa disadari oleh Dania.Dania pun senang karena sang suami seharian ini bersikap baik kepadanya pria yang biasanya lebih sering memarahi dia itu tampak lebih diam dan mengikuti saja keinginannya.“Kamu beneran nggak papa ikut aku jalan-jalan?” tanya Dania sekedar ingin memastikan.“Hem.” Alex hanya menjawab lewat deheman saja.“Seri
Ada bekas darah di seprei itu. Sepertinya Bu Dania masih perawan,” jawab pelayan itu sambil sedikit tersenyum dan menyenggol lengan temannya.Ivan tersenyum dan mengangguk, “Bagus! Tapi selama kalian di sana tadi, Pak Alex gak curiga kan?”“Gak Pak, aman semuanya. Tapi kenapa kayak ada yang aneh ya, Pak.” Pelayan itu sedikit mengadu tentang kejanggalan yang mereka rasakan.“Aneh? Apanya yang aneh?” Ivan penasaran.“Itu loh Pak, tadi di kamar itu kan ada Pak Alex sama Bu Dania. Tapi yang keliatan beda itu Pak Alex, Pak.“Beda gimana maksudnya?”“Pak Alex keliatan agak gelisah dan cenderung menyuruh kami cepet pergi. Padahal Bu Dania biasa aja. Bu Dania kayak gak paham dengan apa yang terjadi, Pak. Tapi sepertinya Pak Alex tahu apa yang terjadi,” jelas pelayan itu.“Maksud kamu Pak Alex sadar dengan kejadian semalam?”“Sepertinya begitu, Pak. Apa mungkin semalam Pak Alex gak ikut makan ya, Pak? Soalnya semalam yang keliatan mau makan cuma Bu Dania pas saya masih di sana.”“Oh g
“Lex, kamu ngapain?” tanya Dania yang tiba-tiba sangat mengagetkan Alex.“Eh ... emm aku ....”“Aku mau cari pulpen aku,” jawab Alex asal.“Pulpen? Emang ada pulpen di kasur?” tanya Dania penuh dengan rasa curiga.“Ada. Tapi sekarang gak tau ke mana.”Dania mendekati Alex. Dia melihat ke arah Alex dengan tatapan cukup serius.“Kamu gak lagi boong kan, Lex? Kamu keliatan gugup,” tanya Dania yang melihat mata Sean terus bergerak, sangat berbeda dari biasanya.“Boong apaan sih! Gak ada aku boong. Lagian pulpennya juga gak ada.”“Ya jelas aja kamu gak akan nemuin pulpennya. Orang kamu salah tempat nyarinya kok.”Alex menoleh ke arah Dania, “Maksud kamu apa?” tanya Alex sedikit waspada, takut kalau Dania menyadari kebohongannya.“Kamu semalam tidurnya di sebelah sana. Ngapain juga kamu cari di sebelah sini, ya gak akan ketemu lah. Kecuali ....” Dania menggantung ucapannya.“Kecuali apa?”“Kecuali semalam kamu tidur mepet ke aku.” Tatapan Dania makin menelisik kejujuran di mata Al
“Aakh.”Dania menggeliat, sedikit mengendurkan tubuhnya dari tidur malamnya yang panjang. Dia menarik tubuhnya ke atas dan ke bawah, agar dia bisa meluruskan semua tulangnya yang terasa bengkok setelah tidur.Dania mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya. Dia menarik selimut tebal yang menutup tubuhnya, agar bisa semakin melindungi tubuhnya dari dinginnya pendingin ruangan.“Capek banget ya badanku. Mana laper lagi. Mau pesen makan ah,” gumam Dania yang merasa tubuhnya sangat lelah di tambah lapar.Dania bangun dari tidurnya. Dia terlonjak kaget, saat dia melihat ada Alex duduk sambil melipat kakinya di sofa yang ada di depannya. Tangan pria tampan itu memegang iPad, yang menjadi sasaran tatapan tajamnya.“Alex, kok kamu ....” Dania batal melanjutkan ucapannya.“Oh iya ya. Kita di Bandung.”“Eh bentar dulu. Lex, tadi malam kamu tidur di mana?” tanya Dania sambil sedikit memiringkan wajahnya.“Di kasur lah,” jawab Alex tanpa memindahkan arah pandangannya.
“Cuma apa, hah?!” ucap Alex penuh penekanan sambil berdiri sambil menatap tajam ke arah Dania.Brak!Tiba-tiba Alex menggebrak dinding di belakang tempat Dania berdiri. Tentu saja suara itu membuat Dania berjingkat. Alex mengunci pergerakan Dania seolah dia ingin membalas dendam atas apa yang tadi di lakukan oleh istrinya itu. Alex tidak terima atas tindakan kekerasan Dania yang tanpa aba-aba itu.Dania yang kaget dengan serangan tiba-tiba Alex pun kini kembali panik. Dia tidak tahu apa lagi yang akan dia lakukan untuk menghindari Alex kali ini.Tatapan dua orang itu bertemu. Tatapan Alex yang tajam dan mendominasi, membuat Dania sedikit gemetaran. Dia seperti kambing yang kini sedang menghadapi singa lapar yang siap memangsanya.Ting tong ting tong.“Eh, ada tamu,” ucap Dania mengambil kesempatan untuk kabur lewat bawah lengan Alex yang menempel di dinding.“Dania! Dania!” panggil Alex geram.“Ada tamu,” ucap Dania tanpa menoleh dan berjalan cepat ke arah pintu kamar.“Brengsek!
Ceklek.Suara pintu kamar mandi di buka. Mata Alex langsung bergerak ke arah sumber suara secara otomatis.“Mana dia?” gumam Alex pelan.Entah mengapa kondisi jantung Alex saat ini tidak dalam keadaan baik-baik saja. Jantungnya berdegup sangat kencang, sampai dadanya terasa sedikit nyeri.Padahal selama ini dia hampir tidak pernah mengalami keadaan seperti ini. Bahkan saat dia harus menghadapi klien sangat penting dan berharga mahal pun, Alex tidak pernah segugup ini.Perlahan namun pasti, kaki yang tidak terlalu jenjang itu mulai tertangkap di lensa mata Alex. Warna putih yang bagaikan hamparan pasir putih pantai yang terhampar luas diterpa sinar matahari, membuat kulit sehat itu tampak semakin bersinar di mata Alex.Dengan bodohnya pria tampan yang selalu garang itu malah mengukir senyum tipis di bibirnya. Kebodohannya malah di tambah lagi dengan bergeraknya kepalanya, karena ingin melihat Dania secara keseluruhan dengan senyum bodoh yang masih mengembang itu.“Apa liat-liat!” benta