Menit demi menit waktu berlalu, hingga beberapa jam sudah terlewati. Tapi Wilson yang memintanya untuk menunggu di lobby tak kunjung terlihat batang hidungnya. Mungkinkah assisten pribadi Roger tersebut masih memiliki banyak pekerjaan? Jika iya, Najma berharap bisa selesai dengan segera karena dia sendiri harus beranjak kerja.
Najma yang bosan lalu mengeluarkan ponsel dari dalam sling bag dan membuat postingan di akun social medianya.Ini memang keputusan yang berat. Akan tetapi semoga apa yang aku putuskan tidak menghancurkan masa depanku. Setidaknya, aku telah membuat pertimbangan yang terbaik menurutku.Setelah memposting kalimat itu, Najma menyandarkan punggung di sandaran kursi. Dia termenung memikirkan masa depannya yang terlihat suram dalam bayang-bayang.Janda.Biasanya orang yang akan menikah hatinya bahagia dengan sederet rencana masa depan mereka. Namun tidak begitu dengannya. Wajah cantik nan manis Najma muram dan hatinya sedih. Juga tidak ada rencana indah untuk masa depan. Itu karena pernikahannya adalah pernikahan bersyarat. Dan pernikahannya hanya sebatas Roger menginginkannya. Jika pria itu bosan, maka selesai sudah.Sungguh mengenaskan.Tiba-tiba ponselnya mengeluarkan suara denting beberapa kali. Rupanya beberapa orang mengomentari postingannya.RirisKenapa, say?HakimKayaknya lagi ada masalah ya? Sabar ya.MimiMemutuskan apa sih kok kesannya horror begitu?DitaApa pun itu aku doakan semoga baik-baik saja ya.Najma hanya membaca komentar-komentar itu tanpa membalasnya. Hatinya sedang dalam keadaan tidak karuan untuk menjawab.“Nona Najma….”Panggilan itu membuat Najma terhenyak. Dia langsung menegakkan tubuhnya sembari menoleh. Dia mendapati pria itu berdiri di sampingnya. “Ya?”“Mari saya antar nona ke rumah untuk mengambil berkas milik nona. Saya membutuhkan ka-te-pe, akta kelahiran, pas photo, dan lainnya.”Najma mengangguk ragu. “Baik tuan.”Najma lalu berdiri dan mengikuti Wilson meninggalkan tempat itu. Bersama Wilson, Najma menuju rumahnya.“Tuan, bisakah berhenti di di depan lorong saja? Saya malu jika ada tetangga kos-an yang melihat saya bersama anda. Nanti mereka berpikir yang tidak-tidak. Biar saya sendiri saja yang mengambil berkas di kontrakan saya,” belum sampai di rumah kos-an, Najma berkata ini pada Wilson.Wilson berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Hm, baiklah. Tak masalah. Tapi tolong jangan lama ya.”Setelah sampai di depan lorong yang dimaksud, Wilson menepikan mobilnya. Najma pun keluar dari dalam mobil dan dengan langkah cepat menuju rumah kontrakannya. Dia mengambil apa-apa yang diminta oleh Wilson sebelum akhirnya kembali ke tempat assisten pribadi Roger itu berada dan menyerahkan semua persyaratan itu. Wilson memeriksanya untuk memastikan berkas Najma telah lengkap"Sudah lengkap," ucap Wilson pada Najma. "Ini saya bawa dan nanti akan saya hubungi lagi."Najma mengangguk. "Baik."Tak lama kemudian, mobil yang dikemudikan Wilson bergerak meninggalkan lokasi.Malamnya, Najma mendapat pesan dari Wilson bahwa pernikahan bisa dilakukan esok hari. Dan Najma di tempat yang sama.***Ini seperti mimpi bagi Najma. Karena pagi ini dia akan menjadi seorang pengantin.Berbagai perasaan muncul di hatinya. Tapi dia sendiri tidak tahu mau di ekspresikan seperti apa. Senang atau sedih?Sesuai dengan janji, di jam yang sudah ditentukan, Wilson menjemput Najma menuju sebuah kantor KUA.Di perjalanan, merasa perlu tahu, Najma bertanya pada Wilson. “Hm... apakah Tuan Roger sudah punya istri?”Wilson melirik Najma sekilas. “Untuk apa nona mempertanyakan itu?”“Memangnya tidak boleh kalau saya bertanya seperti itu? Bukankah saya calon istrinya?”“Nona tanya sendiri saja nanti pada Tuan Roger. Saya tidak punya hak untuk menjawab."Kedua alis Najma bergerak ke atas. "Kenapa?""Karena saya bekerja padanya. Jika Tuan Roger tak mengizinkan saya untuk menceritakan kehidupannya pada orang lain, maka saya tidak akan pernah menceritakannya."Najma mengangguk paham. "O...." Dia pun tak berani lagi untuk bertanya, karena dia tahu Wilson tak akan menjawab pertanyaannya.Ah, seharusnya dia bersyukur saja Roger mau menikahinya sehingga hubungan mereka menjadi halal. Bukan mengorek siapa Roger dan kehidupan pria itu. Toh, pernikahan ini bukan dilandasi dengan cinta. Terjadi karena keinginannya untuk mendapatkan sertifikat tanah untuk panti.Tidak sampai setengah jam, mereka sudah tiba di KUA. Tapi Roger belum ada. Sementara Wilson mengurus pernikahan, Najma ditinggal sendirian. Karena perutnya lapar, dia pun menuju kantin untuk memesan nasi goreng dan es tah. Dia memang belum sempat makan siang.Sedang lahap-lahapnya makan, ponselnya berdering. Najma tertegun begitu mengetahui yang menelpon adalah Ibu Imas. Dia takut wanita itu menyampaikan hal buruk tentang Ibu Aliyah.“Halo, assalamu’alaikum, bu,” sapa Najma sembari menyingkirkan piring nasi goreng dari hadapannya.“Wa’alaikum salam. Kamu di mana dan sedang apa?”“Aku sedang di ka-,” Najma langsung membekap mulutnya sendiri. Hampir saja dia keceplosan menyebutkan KUA sebagai tempat beradanya sekarang. Sebenarnya dia sangat ingin hari pernikahannya dihadiri oleh Ibu Aliyah dan seluruh penghuni panti. Tapi tidak bisa karena pernikahan ini adalah pernikahan yang harus dirahasiakan dari siapa pun sesuai dengan permintaan Roger. “Di warteg, bu. Lagi makan siang.” Akhirnya Najma mengatakan itu.“Di warteg? Makan siang? Ini sudah sore, Nak? Kok baru makan siang? Lagian kamu kok makan siang di warteg? Nggak kerja?""Iya." Najma menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. "Lagi kurang enak badan. Jadi izin tidak berangkat kerja." Dia terpaksa berbohong.Terdengar helaan nafas berat di telpon. "Kamu demam ya? Pasti kecapean karena sedang berusaha untuk mendapatkan hak tanah panti ya? Maafkan kami yang menyusahkanmu.""Ah, tidak juga karena itu. Aku capek karena setiap hari harus bekerja bukan karena masalah tanah panti.""Ibu mengerti. Tapi kamu sekarang sedang baik-baik saja bukan?"Najma berhenti mengunyah. “Maksud ibu? Aku tidak mengerti maksud pertanyaan ibu.”“Ibu baca status kamu di social media kamu. Kalimatnya terkesan sedang ada masalah. Kamu sudah mengambil keputusan apa?”Najma terdiam beberapa saat. Dia menyesal memposting kalimat itu tadi. Ibu Imas jadi khawatir. “Ibu tidak usah khawatir. Besok aku akan cerita maksud dari postinganku itu. Tapi ini tidak seperti yang ibu pikirkan. Aku baik-baik saja.”“Kamu tidak berbohong? Kamu tidak menutupi sesuatu dari ibu bukan?”“Iya, bu. Percayalah.” Mata Najma melebar karena melihat Wilson celingukan seperti mencari seseorang. Begitu melihat dirinya, wajah Wilson terlihat kesal dan kemudian melangkah ke arahnya.Najma langsung berkata dengan berbisik pada Ibu Imas. “Bu, sudah dulu ya. Ada teman.” Tanpa menunggu balasan dari Ibu Imas, Najma langsung mematikan ponselnya. Benda pipih itu di masukkan segera ke dalam tas.“Saya mencari nona kemana-kemana. Eh, ternyata nona santai makan di sini.”Najma berdiri dari duduknya. “Maaf tuan. Saya lapar belum sempat makan siang. Jadi... makan deh. Lihat, nasi gorengnya saja sampai habis.” Najma menunjuk piring nasi gorengnya.Wilson tak menoleh pada apa yang ditunjuk oleh Najma. Wajahnya terlihat serius."“Tuan Roger sudah menunggu. Pernikahan akan segera dilaksanakan. Jadi, nona harus ke sana sekarang.”Najma menelan salivanya mendengar itu. “Saya minta maaf karena sudah membuat Tuan Roger. Baik, kita ke sana sekarang.Tak menunda, keduanya lalu meninggalkan kantin menuju bangunan yang disebut kantor KUA. Ternyata benar, pernikahan sudah akan dimulai. Semua orang-orang yang akan terlibat dalam pernikahan ini sudah berkumpul. Tak terkecuali Roger.Ah, pria itu. Di detik-detik pernikahan, wajahnya tetap dingin. Saat melihatnya, tidak seperti cara pandang pria kepada calon istri. Datar dan jauh dari tatapan cinta.Najma menyesalkan pernikahannya akan terjadi dengan suasana yang seperti ini. Padahal seperti gadis lainnya, dia memimpikan pernikahan yang indah dan penuh cinta.Bersambung.“Ini calon mempelai wanitanya?” tanya Pak Penghulu sembari menunjuk Najma.Najma mengangguk. “I-iya, pak.” Agak gugup. Bahkan jantungnya berdegup tidak teratur.“Kalau begitu ayo duduk di sini! Apa lagi yang adek tunggu?” Yang semula jari telunjuk Pak Penghulu mengarah ke Najma, berganti menunjuk ke arah kursi yang ada di depannya, yaitu di samping Roger.Najma kembali mengangguk. “Baik pak.”Dengan sedikit membungkuk, Najma mendekati kursi yang memang dipersiapkan untuknya itu. Sebelum duduk, dia sempat melirik Roger. Pria itu terkesan tidak perduli dengan kehadirannya karena tidak menoleh sedikit pun meskipun tahu dirinya mendekat.‘Betapa tidak berharganya aku di matanya. Dia menikahi aku benar-benar hanya karena birahinya dan bukan atas dasar suka. Betapa sialnya hidupku ini,’ gumam Najma dalam hati.Tak lama setelah Najma mengambil duduk di sebelah Roger, akad nikah pun dimulai. Roger dan Pak Penghulu yang juga menjadi wali hakim mengucapkan ijab qabul.Beberapa saat kemudian. “
"Nona kenapa anda belum mau keluar juga dari dalam mobil?"Pertanyaan itu membuat Najma terhenyak dalam lamunan. Dia menoleh dan mendapati Wilson sudah berdiri di sampingnya tapi di bagian luar mobil dengan pintunya yang sudah terbuka."E... I-iya ini mau turun. Maaf...." Dengan memeluk amplop berisi sertifikat tanah, Najma bergerak turun. Setelah itu, dia baru menyadari kalau Roger sudah tidak ada di dalam mobil dan entah sejak kapan. Apa karena sangking terpesonanya dengan penampakan rumah Roger dia sampai tidak menyadari pria itu keluar dari mobil? Sungguh, kampungan sekali dirinya."Di mana Tuan Roger?" tanya Najma pada Wilson yang tengah menutup pintu mobil."Tuan sudah masuk ke dalam rumah, nona.""Ah, cepat sekali. Saya sampai tidak menyadarinya." Najma menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan terbalut hijab.Wilson tidak menggubris ucapan Najma. Dia lalu mengulurkan tangannya ke arah bangunan rumah. "Mari saya antar nona masuk ke dalam rumah. Ini sudah Maghrib.""Ah, iya ya." N
Baju-baju wanita yang ada di dalam lemari membuat pikiran Najma benar-benar kalut. Hatinya terus saja menebak-nebak siapa pemiliknya. Hingga sebuah adzan Maghrib yang mengalun merdu di udara, membuyarkan lamunannya.Dan dia pun beristighfar dengan hati yang sedih. "Astaghfirullah adzim. Apa yang sedang aku pikirkan ini? Bukankah aku tidak punya hak atas pernikahan ini? Bukankah aku tidak boleh menuntut dia menjadi layaknya seorang suami yang setia, perhatian, dan menyayangiku? Pernikahan ini terjadi karena sertifikat tanah panti. Hanya untuk sertifikat tanah panti. Kalau pun baju-baju itu adalah milik seorang wanita yang memiliki hubungan dengan dia, aku tidak boleh protes. Ya, tidak boleh."Najma menghela nafas panjang untuk melenyapkan rasa sesak yang menyerang. Sekaligus memberi kekuatan untuk kemungkinan terburuk dalam pernikahan yang baru terjadi hari ini.Tapi ternyata itu tidak mudah. Meskipun dia sudah mencoba, rasa sesak itu tetap ada. Satu-satunya cara yang bisa diharapkan a
Najma memperhatikan pintu besar di depannya sekali lagi. Degup jantungan semakin tidak karuan. Sepintas, dia menyesali takdirnya yang seperti ini. Menikah tiba-tiba, menikah karena sebuah syarat, menikah tanpa cinta, dan menikah tanpa rasa bahagia. Namun, apa mau dikata. Diamnya tanpa melakukan sesuatu membuat banyak pasang mata menangis."Bismillahirrahmanirrahim." Najma membuka pintu besar itu. Saat bergerak terbuka, pintu itu mengeluarkan suara yang membahana. Lalu dia melangkah masuk tanpa memperdulikan apakah Wilson masih ada di belakangnya atau tidak. Terus menoleh ke belakang akan membuatnya ragu melangkah ke depan.Tiga langkah Najma melangkah ke depan, pintu ditutup dari luar. Sudah bisa dipastikan siapa yang menutupnya. Siapa lagi kalau bukan Wilson karena hanya pria itu yang tadi ada di dekatnya. Najma abaikan pintu yang tertutup itu karena dia kini terfokus pada seorang pria yang memakai piyama dan berdiri menghadap jendela kaca dan membelakangi dirinya. Pria itu memakai
Roger kembali melakukannya lagi. Memberi kecupan di beberapa titik. tak cukup bibir saja, tapi juga di pipi, leher, dada, dan lainnya. Roger begitu menikmati malam pertamanya dengan Najma. Dia seperti ketagihan. Karena hubungan intim terulang lagi untuk yang kedua kalinya. Bahkan ketiga, empat, dan lima kali. Membuat Najma yang semula tidak percaya diri menjadi bangga karena sebagai seorang istri dia bisa membuat Roger puas dan ketagihan.Namun setelah hubungan intim itu selesai, wajahnya berubah muram saat benaknya kembali mengingat tentang baju-baju wanita yang ada di lemari. Punya siapa baju-baju itu.Najma menoleh pada Roger. Dia mendapati pria itu tengah tertidur sangat nyenyak. Terdengar dari dengkuran halusnya. Sebenarnya jika ingin mengenai baju-baju itu, ini adalah waktu yang tepat karena dirinya berada di samping Roger. Tapi dia tidak berani untuk membangunkan Roger. Takut itu akan membuat Roger marah.Adzan subuh belumlah berkumandang ketika Najma keluar dari kamar utama
Sarapan pagi berakhir dengan kaku dan dingin. Tak ada obrolan di antara Najma dan Roger. Roger hanya fokus dengan sarapannya sementara Najma tidak tahu harus bicara apa. Mungkin Roger memang selalu diam ketika di meja makan.Dan sepertinya memang seperti itu. Selesai makan, Roger langsung beranjak dari duduknya. Tanpa sepatah kata pun, pria itu meninggalkan meja makan. Najma yang mengetahui hal itu langsung mengejar.“E… tuan! tuan! tunggu!” teriaknya.Roger menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan menunggu langkah Najma sampai ke hadapannya.“E… begini, tuan. Apakah aku boleh pergi bekerja?”“Boleh," jawab Roger enteng seolah tanpa beban. "Tidak ada perjanjian dalam pernikahan kita setelah menikah terus kamu harus di rumah saja. Yang tidak boleh adalah… kamu mencampuri urusanku. Dan satu hal lagi, jangan mengatakan kepada siapa pun tentang pernikahan kita. Jika kita bertemu di luar, anggap saja kamu tidak mengenalku.”Kalimat-kalimat yang diucapkan Roger seketika membuat Najma merin
“Tu-tunangan Tuan Roger?” tanya Najma nyaris tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. “Jadi sebelum menikah denganku Tuan Roger sudah memiliki tunangan? Berarti baju-baju wanita di kamar yang kutempati semalam adalah baju-baju milik tunangannya?"“Betul sekali, nona. Harap nona tidak memiliki rasa sakit hati karena pernikahan antara nona dan tuan terjadi karena sertifikat tanah. Jadi, Tuan Roger tidak benar-benar menyukai nona.”“Aku tau itu. Pernikahan kami hanya karena sertifikat,” ucap Najma lirih. Dia seperti kehilangan separuh jiwanya. Meskipun mereka menikah karena sertifikat tanah, tetap saja setiap istri akan sedih begitu mendengar ada wanita lain di hidup suaminya.“Tapi nona jangan khawatir. Kalau nona membutuhkan apa-apa, hubungi saja saya.”“Ya, terima kasih sebelumnya Wilson.”“Apakah ada yang ingin nona sampaikan untuk tuan? Atau ada yang mau nona tanyakan?”“Tidak. Untuk sekarang tidak.”“Baik, kalau begitu saya sudahi panggilan ini ya non?”“Iya, silahkan.”P
"Nes, Wilson sudah mengurus kebutuhanmu di dalam. Aku masih akan keluar. Ada hal yang harus aku kerjakan."Agnes menyipit pandang, sedikit terkejut dengan keputusan tiba-tiba Roger. Padahal selama perjalanan tadi, Roger tidak bilang kalau masih ada kepentingan. "Hal? Kamu punya Wilson. Apa tidak bisa dia saja yang menyelesaikannya?""Tidak bisa," jawab Roger tegas. Terlihat tidak menyesal akan meninggalkan Agnes di depan rumah. "Harus aku lakukan sendiri."Tapi Agnes tampak tidak terima. Merasa ada yang aneh saja. "Sepenting itukah? Masih ada hari besok bukan?""Aku mau menyelesaikannya sekarang. Aku tidak mau menundanya." Roger tetap teguh dengan kehendaknya. Dari tatapan matanya, ini tidak bisa dirubah."Tapi Ro__.""Tolong pahami kesibukanku." Roger menginterupsi. Dia tidak terbiasa untuk dibantah oleh siapa pun. Agnes mendengkus keras sembari mengangkat kedua tangan hingga telapaknya sejajar dengan bahu tanda menyerah. "Okay, silahkan pergi." Dengan hati yang belum ikhlas, Agnes
Malam itu, Najma dan Roger kembali melakukan aktivitas suami istri yang sempat tertunda selama lima tahun. Di bawah lampu kamar yang remang-remang dengan suasana malam yang sejuk, keduanya menyatukan diri. Berbeda dengan dulu yang hantui rasa bersalah, kali ini mereka melakukannya dengan perasaan bebas, sehingga bisa lebih menikmati setiap sentuhan demi sentuhan. Roger begitu bersemangat. Dia menyalurkan semuanya dari mulai hasratnya sebagai laki-laki yang sempat mati, rasa cinta yang begitu besar pada Najma, dan rindu yang menggebu-gebu. Dalam sekejap, kamar yang rapi itu berubah jadi berantakan. Seprei yang terlepas dari kasurnya, bantal yang sudah tidak berada di atas tempat tidur, dan pakaian yang berhamburan di lantai. Pasangan pengantin itu baru merasa capek setelah waktu melewati tengah malam menuju dini hari. Mereka pun merebahkan tubuhnya dengan tenang dan hati yang nyaman. Lalu tertidur dalam pelukan malam. Pukul 4 pagi, Najma terbangun dari tidurnya. Dia terkejut saat m
Wilson terhenyak mendapati ekspresi Roger barusan. Seakan calon istrinya hilang diculik orang. Padahal dia yakin Najma baik-baik saja. "Tuan tolong santai jangan sepanik itu.""Aku akan berhenti panik kalau Najma sudah ada di sini. Paham!" Roger membentak. Membuat Wilson berjengkit kaget. "Apa harus menunggu Najma benar-benar hilang baru kamu mengerti tentang kepanikanku?""Ya oke. Aku akan pergi menjemputnya sekarang."Wilson melangkah meninggalkan ruangan itu dengan terburu. Langkahnya tiba-tiba berhenti begitu melihat Najma yang mengenakan kebaya pengantin tengah melangkah ke arahnya. Di sebelah kanan kiri Najma adalah Aliyah dan Imas. Tentu saja itu membuat Wilson langsung menghela nafas lega."Ya ampun aja, Naj. Kamu membuat Tuan Roger panik. Aku telepon kamu berkali-kali tapi tidak diangkat. Aku sampai disuruh nyusul kamu.""Oh, maaf. Ponselku di dalam tas yang dibawa ibu Imas. Tapi memang aku silent. Makanya Ibu Imas tidak tahu kalau ada yang menelpon. Aku pikir pernikahan ini
Hasil diskusi di sepakati kalau pesta pernikahan akan dilaksanakan di Jakarta. Bukan tanpa sebab, Najma ingin dihadiri oleh seluruh penghuni panti. Dia ingin di hari bahagianya, semua penghuni panti juga berbahagia. Jadi, di hari pernikahannya itu anak-anak bisa makan makanan sepuasnya. Najma meminta Roger memesan makanan yang enak-enak yang belum pernah dimakan oleh penghuni panti.Ini baru rencana Najma. Tapi Roger sudah mengiyakan dengan antusias. Dia serahkan urusan pernikahan pada Najma. Dia biarkan calon istrinya itu membuat pesta seperti khayalannya sendiri. Yang penting bagi Roger Najma menjadi miliknya kembali.Yang berat adalah tugas Wilson yang harus berhasil mencari Wedding Organizer yang sanggup mempersiapkan acara pernikahan yang diadakan hanya dalam satu minggu.Dimana coba Wilson harus mencari Wedding Organizer yang sehebat itu?"Calon pasangan pengantin ini memang aneh. Inginnya cepat-cepat. Untung aku tidak menyanggupi permintaan tuan untuk mencari Wedding Organizer
Suara bel membuat Najma yang baru selesai masak, menoleh ke arah pintu. "Tidak mungkin mereka kan? Cepat sekali." Mini kitchen, Najma tinggalkan untuk membuka pintu. Matanya melebar begitu melihat dua orang pria di depannya. Ternyata memang 'mereka' yang dimaksud oleh Najma tadi. "Jam segini kalian sudah datang? Aku saja belum makan malam lho. Baru selesai masak." "Kami memang sengaja datang cepat," balas Wilson. "Biar lama, eh, maksudnya biar punya waktu leluasa untuk ngobrolnya. Kalau datang terlalu malam, pasti akan terburu-buru untuk pulang." "Iya juga sih. Tapi kalian pasti juga belum makan malam kan? Aduh, aku hanya masak nasi goreng buat aku saja. Gimana dong?" Wilson mengangkat dua plastik besar yang ditentengnya. "Karena itu kami beli makanan tadi di jalan. Kami memang berencana buat makan malam di sini." Najma nyengir melihat dua plastik besar berlabel restoran terkenal di tangan Wilson. "Oh, ya, niat banget ya?" "Iya, dong. Nggak disuruh masuk nih? Pegal lho berdiri d
"Lho kok sudah pulang?" tanya Wilson begitu Roger masuk ke dalam mobil. "Bukannya kalian berdua mau mengobrol di dalam apartemen Najma?" "Tidak jadi," jawab Roger dengan nada kesal. "Dia mengusirku lantaran kamu sudah tidak ada. Maksudnya dia tidak mau kami hanya berdua saja di dalam sana." "O... begitu." Kening Wilson mengerut. "Bagus dong. Mungkin dia takut kalau berduaan saja anda tidak akan kuat menahan godaan." "Apa kamu pikir imanku selemah itu?" "Waduh, bahasa anda jadi berbeda. Anda sudah bisa berbicara mengenai iman. Mentang-mentang calon istri berhijab." "Aku berjanji akan mengubah diriku menjadi pribadi yang agamis setelah menikah." "Jadi brewok mau dipanjangin nih?" Roger melirik Wilson kesal. "Kenapa kamu malah bawa-bawa brewok sih? Memangnya menjadi agamis wajib brewokan gitu? Sudah sekalian aku jadi ustad saja." "Ya kali aja, tuan." "Sudah, jalan! Omonganmu sudah ngacok!" Wilson tersenyum geli karena Roger tidak bisa diajak bercanda. "Tuan jangan serius terus.
"Tuan, kita tidak akan jadi pulang pagi ini." Roger menoleh pada Wilson dan menatap assistennya pribadinya itu dengan tatapan menyelidik. "Kenapa kita tidak jadi pulang?" Wilson menunjukkan layar ponselnya yang sudah berwarna gelap. "Tadi Najma kirim pesan kepadaku kalau... dia menerima lamaran anda." Bagai tersambar petir Roger mendengar itu. Dia tersentak kaget. "Benarkah?" Wilson mengangguk. "Hum. Jadi apakah kita akan tetap pergi ke Bandara?" "Tentu saja tidak! Bagaimana kau ini?!" hentak Roger. Dia lalu mengarah pandang pada sopir di depan. "Pak, balik arah!" Sementara itu, Najma menatap layar ponselnya dengan tersenyum. Baru saja dia mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yaitu kembali merajut pernikahan dengan Roger. Tak mudah mengambil keputusan ini setelah dia mengalami kisah yang tidak baik dengan pria itu. Batinnya mengalami pergulatan. Apalagi dia sudah tahu karakter pria itu. Namun, setelah dipikir-pikir, semakin dia tahu tentang calon suami dengan segala karakt
"Aduh, bagaimana bisa aku bangun kesiangan seperti ini?" Najma memakai riasan wajah dengan gerakan cepat. Tidak peduli lagi apakah ada yang belum sempurna. Pagi ini dia harus berkejaran dengan waktu meskipun kemungkinan besar tetap datang terlambat. Masalah besarnya adalah pagi ini Frans ada rapat dadakan dengan sang presiden direktur yang rencananya akan kembali ke ibukota besok. Baru bangun tidur tadi dia membaca pesan itu. Jam kerja kurang 10 menit lagi tapi Najma baru keluar dari apartemen. Dia berlari menyebrangi pelataran apartemen seperti orang gila. Satpam yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala. Untung ada taksi yang kebetulan lewat. Tanpa pikir dua kali dia menggunakan taksi itu menuju perusahaan tempatnya bekerja. "Tumben Mbak Najma telat?!" teriak Sarah dari balik meja resepsionis. Tapi Najma tidak peduli dengan teriakan itu. Dia hanya melambaikan tangan pada Sarah. Langkah Najma telah jauh. Kini dia bergabung dengan orang-orang yang sedang menunggu di depan lift.
Roger mendudukkan pinggulnya di sofa dengan membawa perasaan sedih. Dadanya terasa sesak karena Najma telah menolaknya bahkan sebelum dia mengeluarkan cincin yang telah dia siapkan dengan perasaan penuh cinta.Dunianya terasa sudah berakhir sekarang. Ditolak oleh Najma ternyata lebih sakit dibanding digugat cerai oleh Agnes.Sejak datang Najma di hidupnya, hatinya memang telah berpaling dari Agnes dan bersemayam dalam diri Najma.Tapi dulu dia tidak mau mengakui itu.Namun sekarang dia mengakui bahwa dia cinta mati pada Najma."Kenapa kamu menilaiku seburuk itu, Najma? Kenapa kamu terus membawa Agnes dalam hal ini?" tanya Roger sembari menatap cincin berlian di dalam kotak segiempat di dalam genggaman tangannya. Sebelum ini dia sudah berkhayal melihat cincin berlian ini melingkar cantik di jari manis Najma.Roger menutup kotak cincin itu dengan wajah putus asa. Dia taruh begitu saja benda segi empat itu ke atas meja sebelum akhirnya menyandarkan punggung di sandaran sofa yang empuk. W
Wilson menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Memang bukan apartemen kamu. Ini sebuah restoran.”“Ya terus kenapa kamu membawaku ke sini, sih?!” tanya Najma dengan wajah emosi. “Kamu bukan mau menculikku seperti ucapanmu tadi kan?!”“Bisa dikatakan aku memang… menculik kamu sih jadinya, karena membawamu ke sini tanpa seizinmu.”Najma mendengkus. “Jawab dong kenapa kamu membawa aku ke sini?”“Kita keluar dari mobil dulu. Nanti juga kamu bakalan tau.” Wilson membuka pintu mobil.“Wil….” Najma merengek. Tapi akhirnya dia turun juga karena Wilson sudah berada di luar mobil. “Aku sudah berada di luar mobil, nih. Sekarang katakan alasanmu membawaku ke sini," tagihnya.“Aku tidak bisa mengatakannya di sini. Sekarang kamu ikut aku dulu.” Wilson melangkah.Najma menghentakkan kaki kanannya, lalu berkata dengan agak kuat. “Wil, kamu ini sedang mempermainkan aku atau bagaimana sih? Bilang kenapa kamu bawa aku ke sini saja susahnya minta ampun!”“Pokoknya, kalau kamu mau tau alasannya, ikut aku,”