Najma memperhatikan pintu besar di depannya sekali lagi. Degup jantungan semakin tidak karuan. Sepintas, dia menyesali takdirnya yang seperti ini. Menikah tiba-tiba, menikah karena sebuah syarat, menikah tanpa cinta, dan menikah tanpa rasa bahagia. Namun, apa mau dikata. Diamnya tanpa melakukan sesuatu membuat banyak pasang mata menangis."Bismillahirrahmanirrahim." Najma membuka pintu besar itu. Saat bergerak terbuka, pintu itu mengeluarkan suara yang membahana. Lalu dia melangkah masuk tanpa memperdulikan apakah Wilson masih ada di belakangnya atau tidak. Terus menoleh ke belakang akan membuatnya ragu melangkah ke depan.Tiga langkah Najma melangkah ke depan, pintu ditutup dari luar. Sudah bisa dipastikan siapa yang menutupnya. Siapa lagi kalau bukan Wilson karena hanya pria itu yang tadi ada di dekatnya. Najma abaikan pintu yang tertutup itu karena dia kini terfokus pada seorang pria yang memakai piyama dan berdiri menghadap jendela kaca dan membelakangi dirinya. Pria itu memakai
Roger kembali melakukannya lagi. Memberi kecupan di beberapa titik. tak cukup bibir saja, tapi juga di pipi, leher, dada, dan lainnya. Roger begitu menikmati malam pertamanya dengan Najma. Dia seperti ketagihan. Karena hubungan intim terulang lagi untuk yang kedua kalinya. Bahkan ketiga, empat, dan lima kali. Membuat Najma yang semula tidak percaya diri menjadi bangga karena sebagai seorang istri dia bisa membuat Roger puas dan ketagihan.Namun setelah hubungan intim itu selesai, wajahnya berubah muram saat benaknya kembali mengingat tentang baju-baju wanita yang ada di lemari. Punya siapa baju-baju itu.Najma menoleh pada Roger. Dia mendapati pria itu tengah tertidur sangat nyenyak. Terdengar dari dengkuran halusnya. Sebenarnya jika ingin mengenai baju-baju itu, ini adalah waktu yang tepat karena dirinya berada di samping Roger. Tapi dia tidak berani untuk membangunkan Roger. Takut itu akan membuat Roger marah.Adzan subuh belumlah berkumandang ketika Najma keluar dari kamar utama
Sarapan pagi berakhir dengan kaku dan dingin. Tak ada obrolan di antara Najma dan Roger. Roger hanya fokus dengan sarapannya sementara Najma tidak tahu harus bicara apa. Mungkin Roger memang selalu diam ketika di meja makan.Dan sepertinya memang seperti itu. Selesai makan, Roger langsung beranjak dari duduknya. Tanpa sepatah kata pun, pria itu meninggalkan meja makan. Najma yang mengetahui hal itu langsung mengejar.“E… tuan! tuan! tunggu!” teriaknya.Roger menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan menunggu langkah Najma sampai ke hadapannya.“E… begini, tuan. Apakah aku boleh pergi bekerja?”“Boleh," jawab Roger enteng seolah tanpa beban. "Tidak ada perjanjian dalam pernikahan kita setelah menikah terus kamu harus di rumah saja. Yang tidak boleh adalah… kamu mencampuri urusanku. Dan satu hal lagi, jangan mengatakan kepada siapa pun tentang pernikahan kita. Jika kita bertemu di luar, anggap saja kamu tidak mengenalku.”Kalimat-kalimat yang diucapkan Roger seketika membuat Najma merin
“Tu-tunangan Tuan Roger?” tanya Najma nyaris tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. “Jadi sebelum menikah denganku Tuan Roger sudah memiliki tunangan? Berarti baju-baju wanita di kamar yang kutempati semalam adalah baju-baju milik tunangannya?"“Betul sekali, nona. Harap nona tidak memiliki rasa sakit hati karena pernikahan antara nona dan tuan terjadi karena sertifikat tanah. Jadi, Tuan Roger tidak benar-benar menyukai nona.”“Aku tau itu. Pernikahan kami hanya karena sertifikat,” ucap Najma lirih. Dia seperti kehilangan separuh jiwanya. Meskipun mereka menikah karena sertifikat tanah, tetap saja setiap istri akan sedih begitu mendengar ada wanita lain di hidup suaminya.“Tapi nona jangan khawatir. Kalau nona membutuhkan apa-apa, hubungi saja saya.”“Ya, terima kasih sebelumnya Wilson.”“Apakah ada yang ingin nona sampaikan untuk tuan? Atau ada yang mau nona tanyakan?”“Tidak. Untuk sekarang tidak.”“Baik, kalau begitu saya sudahi panggilan ini ya non?”“Iya, silahkan.”P
"Nes, Wilson sudah mengurus kebutuhanmu di dalam. Aku masih akan keluar. Ada hal yang harus aku kerjakan."Agnes menyipit pandang, sedikit terkejut dengan keputusan tiba-tiba Roger. Padahal selama perjalanan tadi, Roger tidak bilang kalau masih ada kepentingan. "Hal? Kamu punya Wilson. Apa tidak bisa dia saja yang menyelesaikannya?""Tidak bisa," jawab Roger tegas. Terlihat tidak menyesal akan meninggalkan Agnes di depan rumah. "Harus aku lakukan sendiri."Tapi Agnes tampak tidak terima. Merasa ada yang aneh saja. "Sepenting itukah? Masih ada hari besok bukan?""Aku mau menyelesaikannya sekarang. Aku tidak mau menundanya." Roger tetap teguh dengan kehendaknya. Dari tatapan matanya, ini tidak bisa dirubah."Tapi Ro__.""Tolong pahami kesibukanku." Roger menginterupsi. Dia tidak terbiasa untuk dibantah oleh siapa pun. Agnes mendengkus keras sembari mengangkat kedua tangan hingga telapaknya sejajar dengan bahu tanda menyerah. "Okay, silahkan pergi." Dengan hati yang belum ikhlas, Agnes
Najma terhenyak dari lamunan karena suara denting ponsel tanda sebuah pesan masuk. Di ceknya ponsel, ternyata pesan dari Wilson yang memberi tahu nomer pin kartu yang kini ada di tangannya.Najma langsung menutup aplikasi pesan itu dan menaruh ponsel ke tempatnya semula. Meskipun sudah mendapat nomer pin, dia tak berniat esok hari untuk mengecek saldo. Justru kini yang ada dalam otaknya adalah mencari cara untuk melupakan Roger secepatnya. Meskipun pria itu belum menjatuhkan talak atas dirinya, perceraian dipastikan akan terjadi. Roger tidak akan mungkin terus menyimpan dirinya sementara pria itu begitu khawatir akan melukai calon istri barunya. Ini menurut Najma ya.Dan hal pertama yang bisa Najma lakukan sebagai bentuk usaha untuk melupakan Roger adalah dengan meminta pertolongan pada Yang Maha Kuasa.Maka dia beranjak dari duduknya untuk mengambil wudhu sebelum melaksanakan sholat hajat dua rakaat.Sementara di kediaman Roger, Agnes mondar mandir dengan gelisah. Sorot matanya meny
Demi segera bisa melupakan Roger, Najma menyibukkan dirinya.Datang pagi-pagi ke panti, bantu-bantu di sana hingga siang hari, baru kemudian berangkat ke tempat kerjanya. Awalnya selama beberapa hari usaha yang dilakukan tak berpengaruh apapun. Sosok Roger selalu membayang di pelupuk mata. Tapi seiring berjalannya waktu, usaha Najma menampakan hasil. Roger tak lagi mendominasi pikirannya.Ini tiga Minggu sejak itu. "Aku duluan ya!" Najma mengangkat tangannya ke atas."Oke." Riris paling dulu menimpali dengan kedua ibu jarinya. Gadis tomboy yang tidak pernah mencoba pakai rok."Hati-hati di jalan ya." Hakim, pria yang paling perhatian juga ada hati pada Najma ikut menimpali."Jatuh bangun sendiri ya." Kalau ini Si Dita. Orang yang paling usil dari semua teman-temannya."Jangan saja malah tidak nyampe kos-an." Mimi memang tidak begitu suka dengan Najma. Soalnya dia menyukai Hakim.Tapi Najma tidak pernah tersinggung dengan balasan bernada sarkarme Mimi. Dia tetap memberikan senyum kep
Najma berpikir bahwa penolakannya kemarin telah menyelesaikan semuanya. Roger tak lagi mencarinya dan fokus dengan pernikahan, perceraian akan diurus pasca Roger menikah, dan dia akan menjalani hari-hari dulu yang... tanpa Roger. Memang tak akan sama lagi. Karena jika perceraian itu sudah terjadi, statusnya akan berubah menjadi seorang janda. Dan... ada yang sudah hilang juga dari dirinya.Tapi tak apa. Meskipun sepertinya tidak akan mudah, dia akan menjalani. Akan ada yang selalu bersamanya, yaitu Tuhan.Lalu rasa cinta yang telah hadir ini, lama-lama akan mati oleh rindu yang tak tertaut dan hidup yang berat. Jam sudah menunjukkan pukul 23.01 ketika Hakim mendekati. "Mau aku antar?"Najma menoleh dan tersenyum sembari mengambil sling bag dari lokernya. "Apaan sih? Bercanda saja Mas Hakim ini. Beberapa langkah juga aku sampai ke kos-an."Hakim mengeluarkan kunci motor dari dalam saku jaketnya. "Jalan kaki dari sini ke kos-an kamu itu lumayan lho, Naj. Menurutku jauh juga. Setidakny
Malam itu, Najma dan Roger kembali melakukan aktivitas suami istri yang sempat tertunda selama lima tahun. Di bawah lampu kamar yang remang-remang dengan suasana malam yang sejuk, keduanya menyatukan diri. Berbeda dengan dulu yang hantui rasa bersalah, kali ini mereka melakukannya dengan perasaan bebas, sehingga bisa lebih menikmati setiap sentuhan demi sentuhan. Roger begitu bersemangat. Dia menyalurkan semuanya dari mulai hasratnya sebagai laki-laki yang sempat mati, rasa cinta yang begitu besar pada Najma, dan rindu yang menggebu-gebu. Dalam sekejap, kamar yang rapi itu berubah jadi berantakan. Seprei yang terlepas dari kasurnya, bantal yang sudah tidak berada di atas tempat tidur, dan pakaian yang berhamburan di lantai. Pasangan pengantin itu baru merasa capek setelah waktu melewati tengah malam menuju dini hari. Mereka pun merebahkan tubuhnya dengan tenang dan hati yang nyaman. Lalu tertidur dalam pelukan malam. Pukul 4 pagi, Najma terbangun dari tidurnya. Dia terkejut saat m
Wilson terhenyak mendapati ekspresi Roger barusan. Seakan calon istrinya hilang diculik orang. Padahal dia yakin Najma baik-baik saja. "Tuan tolong santai jangan sepanik itu.""Aku akan berhenti panik kalau Najma sudah ada di sini. Paham!" Roger membentak. Membuat Wilson berjengkit kaget. "Apa harus menunggu Najma benar-benar hilang baru kamu mengerti tentang kepanikanku?""Ya oke. Aku akan pergi menjemputnya sekarang."Wilson melangkah meninggalkan ruangan itu dengan terburu. Langkahnya tiba-tiba berhenti begitu melihat Najma yang mengenakan kebaya pengantin tengah melangkah ke arahnya. Di sebelah kanan kiri Najma adalah Aliyah dan Imas. Tentu saja itu membuat Wilson langsung menghela nafas lega."Ya ampun aja, Naj. Kamu membuat Tuan Roger panik. Aku telepon kamu berkali-kali tapi tidak diangkat. Aku sampai disuruh nyusul kamu.""Oh, maaf. Ponselku di dalam tas yang dibawa ibu Imas. Tapi memang aku silent. Makanya Ibu Imas tidak tahu kalau ada yang menelpon. Aku pikir pernikahan ini
Hasil diskusi di sepakati kalau pesta pernikahan akan dilaksanakan di Jakarta. Bukan tanpa sebab, Najma ingin dihadiri oleh seluruh penghuni panti. Dia ingin di hari bahagianya, semua penghuni panti juga berbahagia. Jadi, di hari pernikahannya itu anak-anak bisa makan makanan sepuasnya. Najma meminta Roger memesan makanan yang enak-enak yang belum pernah dimakan oleh penghuni panti.Ini baru rencana Najma. Tapi Roger sudah mengiyakan dengan antusias. Dia serahkan urusan pernikahan pada Najma. Dia biarkan calon istrinya itu membuat pesta seperti khayalannya sendiri. Yang penting bagi Roger Najma menjadi miliknya kembali.Yang berat adalah tugas Wilson yang harus berhasil mencari Wedding Organizer yang sanggup mempersiapkan acara pernikahan yang diadakan hanya dalam satu minggu.Dimana coba Wilson harus mencari Wedding Organizer yang sehebat itu?"Calon pasangan pengantin ini memang aneh. Inginnya cepat-cepat. Untung aku tidak menyanggupi permintaan tuan untuk mencari Wedding Organizer
Suara bel membuat Najma yang baru selesai masak, menoleh ke arah pintu. "Tidak mungkin mereka kan? Cepat sekali." Mini kitchen, Najma tinggalkan untuk membuka pintu. Matanya melebar begitu melihat dua orang pria di depannya. Ternyata memang 'mereka' yang dimaksud oleh Najma tadi. "Jam segini kalian sudah datang? Aku saja belum makan malam lho. Baru selesai masak." "Kami memang sengaja datang cepat," balas Wilson. "Biar lama, eh, maksudnya biar punya waktu leluasa untuk ngobrolnya. Kalau datang terlalu malam, pasti akan terburu-buru untuk pulang." "Iya juga sih. Tapi kalian pasti juga belum makan malam kan? Aduh, aku hanya masak nasi goreng buat aku saja. Gimana dong?" Wilson mengangkat dua plastik besar yang ditentengnya. "Karena itu kami beli makanan tadi di jalan. Kami memang berencana buat makan malam di sini." Najma nyengir melihat dua plastik besar berlabel restoran terkenal di tangan Wilson. "Oh, ya, niat banget ya?" "Iya, dong. Nggak disuruh masuk nih? Pegal lho berdiri d
"Lho kok sudah pulang?" tanya Wilson begitu Roger masuk ke dalam mobil. "Bukannya kalian berdua mau mengobrol di dalam apartemen Najma?" "Tidak jadi," jawab Roger dengan nada kesal. "Dia mengusirku lantaran kamu sudah tidak ada. Maksudnya dia tidak mau kami hanya berdua saja di dalam sana." "O... begitu." Kening Wilson mengerut. "Bagus dong. Mungkin dia takut kalau berduaan saja anda tidak akan kuat menahan godaan." "Apa kamu pikir imanku selemah itu?" "Waduh, bahasa anda jadi berbeda. Anda sudah bisa berbicara mengenai iman. Mentang-mentang calon istri berhijab." "Aku berjanji akan mengubah diriku menjadi pribadi yang agamis setelah menikah." "Jadi brewok mau dipanjangin nih?" Roger melirik Wilson kesal. "Kenapa kamu malah bawa-bawa brewok sih? Memangnya menjadi agamis wajib brewokan gitu? Sudah sekalian aku jadi ustad saja." "Ya kali aja, tuan." "Sudah, jalan! Omonganmu sudah ngacok!" Wilson tersenyum geli karena Roger tidak bisa diajak bercanda. "Tuan jangan serius terus.
"Tuan, kita tidak akan jadi pulang pagi ini." Roger menoleh pada Wilson dan menatap assistennya pribadinya itu dengan tatapan menyelidik. "Kenapa kita tidak jadi pulang?" Wilson menunjukkan layar ponselnya yang sudah berwarna gelap. "Tadi Najma kirim pesan kepadaku kalau... dia menerima lamaran anda." Bagai tersambar petir Roger mendengar itu. Dia tersentak kaget. "Benarkah?" Wilson mengangguk. "Hum. Jadi apakah kita akan tetap pergi ke Bandara?" "Tentu saja tidak! Bagaimana kau ini?!" hentak Roger. Dia lalu mengarah pandang pada sopir di depan. "Pak, balik arah!" Sementara itu, Najma menatap layar ponselnya dengan tersenyum. Baru saja dia mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yaitu kembali merajut pernikahan dengan Roger. Tak mudah mengambil keputusan ini setelah dia mengalami kisah yang tidak baik dengan pria itu. Batinnya mengalami pergulatan. Apalagi dia sudah tahu karakter pria itu. Namun, setelah dipikir-pikir, semakin dia tahu tentang calon suami dengan segala karakt
"Aduh, bagaimana bisa aku bangun kesiangan seperti ini?" Najma memakai riasan wajah dengan gerakan cepat. Tidak peduli lagi apakah ada yang belum sempurna. Pagi ini dia harus berkejaran dengan waktu meskipun kemungkinan besar tetap datang terlambat. Masalah besarnya adalah pagi ini Frans ada rapat dadakan dengan sang presiden direktur yang rencananya akan kembali ke ibukota besok. Baru bangun tidur tadi dia membaca pesan itu. Jam kerja kurang 10 menit lagi tapi Najma baru keluar dari apartemen. Dia berlari menyebrangi pelataran apartemen seperti orang gila. Satpam yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala. Untung ada taksi yang kebetulan lewat. Tanpa pikir dua kali dia menggunakan taksi itu menuju perusahaan tempatnya bekerja. "Tumben Mbak Najma telat?!" teriak Sarah dari balik meja resepsionis. Tapi Najma tidak peduli dengan teriakan itu. Dia hanya melambaikan tangan pada Sarah. Langkah Najma telah jauh. Kini dia bergabung dengan orang-orang yang sedang menunggu di depan lift.
Roger mendudukkan pinggulnya di sofa dengan membawa perasaan sedih. Dadanya terasa sesak karena Najma telah menolaknya bahkan sebelum dia mengeluarkan cincin yang telah dia siapkan dengan perasaan penuh cinta.Dunianya terasa sudah berakhir sekarang. Ditolak oleh Najma ternyata lebih sakit dibanding digugat cerai oleh Agnes.Sejak datang Najma di hidupnya, hatinya memang telah berpaling dari Agnes dan bersemayam dalam diri Najma.Tapi dulu dia tidak mau mengakui itu.Namun sekarang dia mengakui bahwa dia cinta mati pada Najma."Kenapa kamu menilaiku seburuk itu, Najma? Kenapa kamu terus membawa Agnes dalam hal ini?" tanya Roger sembari menatap cincin berlian di dalam kotak segiempat di dalam genggaman tangannya. Sebelum ini dia sudah berkhayal melihat cincin berlian ini melingkar cantik di jari manis Najma.Roger menutup kotak cincin itu dengan wajah putus asa. Dia taruh begitu saja benda segi empat itu ke atas meja sebelum akhirnya menyandarkan punggung di sandaran sofa yang empuk. W
Wilson menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Memang bukan apartemen kamu. Ini sebuah restoran.”“Ya terus kenapa kamu membawaku ke sini, sih?!” tanya Najma dengan wajah emosi. “Kamu bukan mau menculikku seperti ucapanmu tadi kan?!”“Bisa dikatakan aku memang… menculik kamu sih jadinya, karena membawamu ke sini tanpa seizinmu.”Najma mendengkus. “Jawab dong kenapa kamu membawa aku ke sini?”“Kita keluar dari mobil dulu. Nanti juga kamu bakalan tau.” Wilson membuka pintu mobil.“Wil….” Najma merengek. Tapi akhirnya dia turun juga karena Wilson sudah berada di luar mobil. “Aku sudah berada di luar mobil, nih. Sekarang katakan alasanmu membawaku ke sini," tagihnya.“Aku tidak bisa mengatakannya di sini. Sekarang kamu ikut aku dulu.” Wilson melangkah.Najma menghentakkan kaki kanannya, lalu berkata dengan agak kuat. “Wil, kamu ini sedang mempermainkan aku atau bagaimana sih? Bilang kenapa kamu bawa aku ke sini saja susahnya minta ampun!”“Pokoknya, kalau kamu mau tau alasannya, ikut aku,”