"Mengapa ini harus kamu tanyakan lagi? Bukankah sudah jelas bahwa aku yang berhak atas pernikahan ini. Jika aku masih menginginkanmu maka aku tidak akan melepaskanmu. Tak perlulah dipertanyakan berulang-ulang?"'Tapi keputusan itu terlalu kejam. Bagaimana jika kamu bosan di saat hatiku sudah benar-benar terikat kepadamu?' protes Najma dalam hati. "Maaf aku mempertanyakan ini." Tapi kalimat ini yang kemudian meluncur dari bibirnya. Pernyataan maaf untuk kesalahan yang tidak diketahui.Roger mendengus keras. Menyesalkan sikap Najma yang selalu seperti ingin mengakhiri pernikahan. "Kamu mengatakan kalimat yang sama berulang-ulang. Aku harap ini untuk yang terakhir kali."Roger menyentuh handle pintu, lalu melangkah keluar. Setelah pintu itu tertutup kembali, yang tersisa hanyalah Najma dan kesedihannya. Ya, mungkin dia sudah jatuh cinta pada Roger sehingga terkadang ingin selalu bersama pria itu. Namun di saat yang bersamaan dia juga sakit hati setiap kali menyebut nama Agnes. Roger be
“Hai, Naj! Baru datang nih?” Hakim menyapa ketika Najma sedang memasukan tas ke dalam loker.Najma menoleh. “Iya, sama dengan kamu. Baru datang juga kan?”“Bisa saja kamu,” balasnya sambil terkekeh. “Oya, semalam aku ke kos-an kamu lho.”Najma terhenyak. “Apa? Ke kos-anku?” tanya Najma balik, memastikan. Barangkali dia salah mendengar.“Iya. Aku datang ke kos-an kamu tadi malam setelah mengantar mimi. Mau mengembalikan minyak angin yang kemarin aku pinjam. Takut barangkali malam-malam kamu membutuhkannya. Tapi kamu tidak ada. Dan tadi pas berangkat, aku kan mampir ke kos-an kamu lagi. Kamu juga tidak ada. Kata yang tinggal di sebelah kamarmu, sejak semalam kamu tidak pulang. Kamu tidur di panti asuhan ya?”‘Tidak. Aku bukan tidur di panti asuhan.’ Najma ingin sekali jujur seperti itu. Namun tentu akan menimbulkan pertanyaan baru di hati Hakim. Malah akan membuat pusing. “Eh, iya.” Dia pun terpaksa berbohong. ‘Maafkanlah aku, Allah.’“Pantas. Berarti tebakanku benar,” Hakim merasa puas
‘Sejak kapan dia ada di sini?’ Hatinya bertanya dengan was-was. Sedetik kemudian, setelah menyadari kalau yang ada di dalam hati tidak boleh terlihat oleh pria di depannya ini, dia pun memaksakan bibirnya untuk tersenyum meskipun hanya samar. "Eh, Mas Hakim. Pria tadi itu yang mengurus sertifikat tanah panti asuhan."Hakim tampaknya tidak begitu percaya dengan jawaban Najma. "Oya?"Kalau tadi Najma harus memaksakan diri untuk tersenyum, kali ini dia harus memaksakan diri untuk tertawa. “Apaan sih? Kok kesannya tidak percaya begitu ya? Memangnya yang ada di pikiran Mas Hakim pria itu siapa? Pacar aku? Atau sugar daddy-ku?” Namun di detik berikutnya dia meralat ucapannya sendiri. “Eh, nggak pantaslah dia jadi sugar daddy. Orang masih muda lagi. Masih bujangan.”Jawaban santai Najma barusan, sepertinya memberikan efek yang bagus pada Hakim. Terlihat air muka Hakim berubah. Tatap kecurigaan yang tadi jelas terbentuk di kedua matanya pun sudah hilang. “Nggak kok aku percaya kalau dia adala
“Ya, nona. Iya. Saya akan langsung menuju ke sana,” ucap Wilson dengan ponsel di dekat telinga. Dia lalu beranjak dari duduknya dan melangkah keluar ruangan. Tak lama kemudian, dia sudah sampai di kafe tempatnya berjanjian dengan Najma karena letak kafe tidak jauh dari perusahaan.“Mengapa harus di kafe ini, nona?” tanya Wilson ketika sudah berhadapan dengan Najma. “Jauh lho dari tempat kerja nona. Kenapa tidak di kafe yang dekat-dekat tempat nona kerja?”“Aku sengaja mengambil kafe ini agar tidak ada teman kerjaku yang melihat kita ketemuan. Beberapa dari mereka sepertinya pernah melihat kita dan kemudian jadi berpikir yang negatif.”Wilson menelengkan kepalanya mendengar penjelasan Najma. “Kenapa mereka harus berpikir negatif hanya karena nona bersama saya? Tidak masuk akal. Nona kan wanita dewasa dan saya juga. Wajar kan kalau kita bertemu? Ya paling tidak mereka berpikir kalau kita pacaran. Wanita dewasa dan pria dewasa pacaran kan hal yang biasa. Apa karena nona memakai hijab se
Senja ini diselimuti mendung. Najma berdiri di depan gerbang klinik ibu dan bayi dengan wajah muram. Benaknya terus saja berpikir tentang janin yang kini ada di dalam kandungannya. Meskipun sebenarnya dia belum siap, tapi dia tidak akan membuang darah dagingnya sendiri. Dia akan mengurusnya dengan baik titipan Tuhan ini. Hanya jawaban apa yang akan dia berikan pada orang-orang mengenai asal asul bayinya ini. Cepat atau lambat, orang-orang akan tahu karena dia tidak dapat menyembunyikan kehamilannya untuk selamanya.Tatapan sinis orang-orang, hinaan, dan tuduhan, mungkin akan diterimanya karena dikira hamil di luar nikah. Habisnya dia tidak bisa mengatakan kalau dirinya ini bukan lagi seorang gadis lajang melainkan seorang istri dari seorang pria karena sudah berjanji pada Roger.Najma tak yakin sanggup melewati hari-harinya di depan. Walaupun begitu, dia berharap mampu kuat. Ya, demi janin yang sekarang bersemayam di dalam rahimnya.Najma beristighfar ketika ingat bahwa dirinya belum
“Kamu kok bisa mendadak ingin pulang sih, Ro? Katanya mau disini selama dua bulan? Ini baru sebulan lho?” Agnes memperhatikan Roger yang sedang sibuk memasukkan pakaian ke dalam kopernya.“Wilson menelponku semalam. Ada urusan eagle black yang harus diselesaikan olehku secepatnya.” Kali ini dia menarik resleting kopernya.Agnes mendengkus dengan bola mata berputar ke atas. “Ternyata gara-gara dia? Assisten bodoh kamu itu menyebalkan. Ini sebenarnya tidak adil, Ro. Aku tuh sudah mengambil cuti dua bulan.”“Kamu bilang saja pada Jake mengenai hal ini. Aku yakin Jake bisa mengurusnya sehingga kamu tidak perlu libur selama satu bulan lagi. Atau kalau kamu memang masih ingin libur, tidak masalah bukan? Kamu kan juga baru menikah. Anggap saja istirahat lama.” Roger memindahkan kopernya dari atas tempat tidur ke lantai. Lalu menarik pegangannya agar lebih tinggi.Agnes mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur dengan kasar. “Tidak asyik sekali kamu, Ro. Mengingkari janji yang sudah disepakati
“Apa? Senang? Anda tidak ada niat untuk melenyapkannya?”Pertanyaan-pertanyaan yang sontak membuat Roger menaikkan kedua alis. "Melenyapkannya? Pertanyaan macam apa ini, Naj? Apa di matamu aku seburuk itu hingga tega melenyapkan anak sendiri?""Barangkali saja." Najma mengalihkan pandang ke luar jendela. Ada banyak aktivitas yang dilakukan orang-orang di luar sana. Tapi pandangan tak tertuju kepada orang-orang itu. Pandangannya terlihat samar. "Karena bayi ini bersemayam dalam rahim wanita yang tidak anda kehendaki."Roger membisu."Anda bilang tadi, anda senang karena akan punya anak?" Najma bertanya, tapi pandangan tetap mengarah ke luar. Belum Roger menjawab, kedua bibir tipisnya kembali mengeluarkan suara. "Kalau memang senang, saat dia dilahirkan kelak, anda akan mengakui dia sebagai anak anda di depan orang-orang?"Roger tetap membisu.Najma tersenyum sinis. "Rupanya anda tak berniat untuk melakukannya. Ucapan anda tak terbukti. Karena apa? Karena ada seorang wanita yang sedang
"Tidak apa-apa." Hanya itu jawaban Najma."Apa kamu merencanakan sesuatu?" Entah darimana datang kecurigaan ini. Feeling Roger mengatakan seperti itu."Kalau pun aku memiliki rencana, apakah akan mudah untuk terealisasikan? Aku sendirian di dunia ini. Tak ada yang bisa kujadikan tempat bersandar.""Jika rencananya baik, maka akan aku bantu. Tapi jika tidak, ya... kamu tau sendirilah jawabannya." Roger mengecup pundak Najma. "Katakan kepadaku, apa rencananya itu?""Lupakan! Aku mau tidur." Najma memejamkan matanya. Tapi sedikit pun dia tidak mengantuk. Itu sebabnya dia masih mendengar pertanyaan Roger."Jangan saja kamu merencanakan untuk pergi dariku, Naj. Karena itu tidak akan pernah bisa terealisasikan tanpa seizinku."Najma menelan saliva.***Di awal-awal kehamilan, tak sedikit calon ibu merasakan yang namanya 'ngidam'. Begitu pun dengan Najma. Dia merasakan yang namanya mual dan lemas. Meskipun begitu, Najma tidak lantas resign dari pekerjaannya sebagai waitress. Dia tetap berang
Malam itu, Najma dan Roger kembali melakukan aktivitas suami istri yang sempat tertunda selama lima tahun. Di bawah lampu kamar yang remang-remang dengan suasana malam yang sejuk, keduanya menyatukan diri. Berbeda dengan dulu yang hantui rasa bersalah, kali ini mereka melakukannya dengan perasaan bebas, sehingga bisa lebih menikmati setiap sentuhan demi sentuhan. Roger begitu bersemangat. Dia menyalurkan semuanya dari mulai hasratnya sebagai laki-laki yang sempat mati, rasa cinta yang begitu besar pada Najma, dan rindu yang menggebu-gebu. Dalam sekejap, kamar yang rapi itu berubah jadi berantakan. Seprei yang terlepas dari kasurnya, bantal yang sudah tidak berada di atas tempat tidur, dan pakaian yang berhamburan di lantai. Pasangan pengantin itu baru merasa capek setelah waktu melewati tengah malam menuju dini hari. Mereka pun merebahkan tubuhnya dengan tenang dan hati yang nyaman. Lalu tertidur dalam pelukan malam. Pukul 4 pagi, Najma terbangun dari tidurnya. Dia terkejut saat m
Wilson terhenyak mendapati ekspresi Roger barusan. Seakan calon istrinya hilang diculik orang. Padahal dia yakin Najma baik-baik saja. "Tuan tolong santai jangan sepanik itu.""Aku akan berhenti panik kalau Najma sudah ada di sini. Paham!" Roger membentak. Membuat Wilson berjengkit kaget. "Apa harus menunggu Najma benar-benar hilang baru kamu mengerti tentang kepanikanku?""Ya oke. Aku akan pergi menjemputnya sekarang."Wilson melangkah meninggalkan ruangan itu dengan terburu. Langkahnya tiba-tiba berhenti begitu melihat Najma yang mengenakan kebaya pengantin tengah melangkah ke arahnya. Di sebelah kanan kiri Najma adalah Aliyah dan Imas. Tentu saja itu membuat Wilson langsung menghela nafas lega."Ya ampun aja, Naj. Kamu membuat Tuan Roger panik. Aku telepon kamu berkali-kali tapi tidak diangkat. Aku sampai disuruh nyusul kamu.""Oh, maaf. Ponselku di dalam tas yang dibawa ibu Imas. Tapi memang aku silent. Makanya Ibu Imas tidak tahu kalau ada yang menelpon. Aku pikir pernikahan ini
Hasil diskusi di sepakati kalau pesta pernikahan akan dilaksanakan di Jakarta. Bukan tanpa sebab, Najma ingin dihadiri oleh seluruh penghuni panti. Dia ingin di hari bahagianya, semua penghuni panti juga berbahagia. Jadi, di hari pernikahannya itu anak-anak bisa makan makanan sepuasnya. Najma meminta Roger memesan makanan yang enak-enak yang belum pernah dimakan oleh penghuni panti.Ini baru rencana Najma. Tapi Roger sudah mengiyakan dengan antusias. Dia serahkan urusan pernikahan pada Najma. Dia biarkan calon istrinya itu membuat pesta seperti khayalannya sendiri. Yang penting bagi Roger Najma menjadi miliknya kembali.Yang berat adalah tugas Wilson yang harus berhasil mencari Wedding Organizer yang sanggup mempersiapkan acara pernikahan yang diadakan hanya dalam satu minggu.Dimana coba Wilson harus mencari Wedding Organizer yang sehebat itu?"Calon pasangan pengantin ini memang aneh. Inginnya cepat-cepat. Untung aku tidak menyanggupi permintaan tuan untuk mencari Wedding Organizer
Suara bel membuat Najma yang baru selesai masak, menoleh ke arah pintu. "Tidak mungkin mereka kan? Cepat sekali." Mini kitchen, Najma tinggalkan untuk membuka pintu. Matanya melebar begitu melihat dua orang pria di depannya. Ternyata memang 'mereka' yang dimaksud oleh Najma tadi. "Jam segini kalian sudah datang? Aku saja belum makan malam lho. Baru selesai masak." "Kami memang sengaja datang cepat," balas Wilson. "Biar lama, eh, maksudnya biar punya waktu leluasa untuk ngobrolnya. Kalau datang terlalu malam, pasti akan terburu-buru untuk pulang." "Iya juga sih. Tapi kalian pasti juga belum makan malam kan? Aduh, aku hanya masak nasi goreng buat aku saja. Gimana dong?" Wilson mengangkat dua plastik besar yang ditentengnya. "Karena itu kami beli makanan tadi di jalan. Kami memang berencana buat makan malam di sini." Najma nyengir melihat dua plastik besar berlabel restoran terkenal di tangan Wilson. "Oh, ya, niat banget ya?" "Iya, dong. Nggak disuruh masuk nih? Pegal lho berdiri d
"Lho kok sudah pulang?" tanya Wilson begitu Roger masuk ke dalam mobil. "Bukannya kalian berdua mau mengobrol di dalam apartemen Najma?" "Tidak jadi," jawab Roger dengan nada kesal. "Dia mengusirku lantaran kamu sudah tidak ada. Maksudnya dia tidak mau kami hanya berdua saja di dalam sana." "O... begitu." Kening Wilson mengerut. "Bagus dong. Mungkin dia takut kalau berduaan saja anda tidak akan kuat menahan godaan." "Apa kamu pikir imanku selemah itu?" "Waduh, bahasa anda jadi berbeda. Anda sudah bisa berbicara mengenai iman. Mentang-mentang calon istri berhijab." "Aku berjanji akan mengubah diriku menjadi pribadi yang agamis setelah menikah." "Jadi brewok mau dipanjangin nih?" Roger melirik Wilson kesal. "Kenapa kamu malah bawa-bawa brewok sih? Memangnya menjadi agamis wajib brewokan gitu? Sudah sekalian aku jadi ustad saja." "Ya kali aja, tuan." "Sudah, jalan! Omonganmu sudah ngacok!" Wilson tersenyum geli karena Roger tidak bisa diajak bercanda. "Tuan jangan serius terus.
"Tuan, kita tidak akan jadi pulang pagi ini." Roger menoleh pada Wilson dan menatap assistennya pribadinya itu dengan tatapan menyelidik. "Kenapa kita tidak jadi pulang?" Wilson menunjukkan layar ponselnya yang sudah berwarna gelap. "Tadi Najma kirim pesan kepadaku kalau... dia menerima lamaran anda." Bagai tersambar petir Roger mendengar itu. Dia tersentak kaget. "Benarkah?" Wilson mengangguk. "Hum. Jadi apakah kita akan tetap pergi ke Bandara?" "Tentu saja tidak! Bagaimana kau ini?!" hentak Roger. Dia lalu mengarah pandang pada sopir di depan. "Pak, balik arah!" Sementara itu, Najma menatap layar ponselnya dengan tersenyum. Baru saja dia mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yaitu kembali merajut pernikahan dengan Roger. Tak mudah mengambil keputusan ini setelah dia mengalami kisah yang tidak baik dengan pria itu. Batinnya mengalami pergulatan. Apalagi dia sudah tahu karakter pria itu. Namun, setelah dipikir-pikir, semakin dia tahu tentang calon suami dengan segala karakt
"Aduh, bagaimana bisa aku bangun kesiangan seperti ini?" Najma memakai riasan wajah dengan gerakan cepat. Tidak peduli lagi apakah ada yang belum sempurna. Pagi ini dia harus berkejaran dengan waktu meskipun kemungkinan besar tetap datang terlambat. Masalah besarnya adalah pagi ini Frans ada rapat dadakan dengan sang presiden direktur yang rencananya akan kembali ke ibukota besok. Baru bangun tidur tadi dia membaca pesan itu. Jam kerja kurang 10 menit lagi tapi Najma baru keluar dari apartemen. Dia berlari menyebrangi pelataran apartemen seperti orang gila. Satpam yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala. Untung ada taksi yang kebetulan lewat. Tanpa pikir dua kali dia menggunakan taksi itu menuju perusahaan tempatnya bekerja. "Tumben Mbak Najma telat?!" teriak Sarah dari balik meja resepsionis. Tapi Najma tidak peduli dengan teriakan itu. Dia hanya melambaikan tangan pada Sarah. Langkah Najma telah jauh. Kini dia bergabung dengan orang-orang yang sedang menunggu di depan lift.
Roger mendudukkan pinggulnya di sofa dengan membawa perasaan sedih. Dadanya terasa sesak karena Najma telah menolaknya bahkan sebelum dia mengeluarkan cincin yang telah dia siapkan dengan perasaan penuh cinta.Dunianya terasa sudah berakhir sekarang. Ditolak oleh Najma ternyata lebih sakit dibanding digugat cerai oleh Agnes.Sejak datang Najma di hidupnya, hatinya memang telah berpaling dari Agnes dan bersemayam dalam diri Najma.Tapi dulu dia tidak mau mengakui itu.Namun sekarang dia mengakui bahwa dia cinta mati pada Najma."Kenapa kamu menilaiku seburuk itu, Najma? Kenapa kamu terus membawa Agnes dalam hal ini?" tanya Roger sembari menatap cincin berlian di dalam kotak segiempat di dalam genggaman tangannya. Sebelum ini dia sudah berkhayal melihat cincin berlian ini melingkar cantik di jari manis Najma.Roger menutup kotak cincin itu dengan wajah putus asa. Dia taruh begitu saja benda segi empat itu ke atas meja sebelum akhirnya menyandarkan punggung di sandaran sofa yang empuk. W
Wilson menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Memang bukan apartemen kamu. Ini sebuah restoran.”“Ya terus kenapa kamu membawaku ke sini, sih?!” tanya Najma dengan wajah emosi. “Kamu bukan mau menculikku seperti ucapanmu tadi kan?!”“Bisa dikatakan aku memang… menculik kamu sih jadinya, karena membawamu ke sini tanpa seizinmu.”Najma mendengkus. “Jawab dong kenapa kamu membawa aku ke sini?”“Kita keluar dari mobil dulu. Nanti juga kamu bakalan tau.” Wilson membuka pintu mobil.“Wil….” Najma merengek. Tapi akhirnya dia turun juga karena Wilson sudah berada di luar mobil. “Aku sudah berada di luar mobil, nih. Sekarang katakan alasanmu membawaku ke sini," tagihnya.“Aku tidak bisa mengatakannya di sini. Sekarang kamu ikut aku dulu.” Wilson melangkah.Najma menghentakkan kaki kanannya, lalu berkata dengan agak kuat. “Wil, kamu ini sedang mempermainkan aku atau bagaimana sih? Bilang kenapa kamu bawa aku ke sini saja susahnya minta ampun!”“Pokoknya, kalau kamu mau tau alasannya, ikut aku,”