Setelah sarapan bersama selesai. Oscar berpamitan pada putri dan juga menantunya. Pria itu sudah dijemput oleh beberapa orang yang berseragam rapi.“Ayah kenapa tidak tinggal bersama kami saja,” kata Alice mencoba mencegah kepulangan ayahnya.Tertawa renyah, “Jika Ayah di sini, siapa yang mengurus semua pekerjaan Ayah di rumah?”Menghela napas berat, “Maaf karena aku tidak bisa membentuk banyak, Ayah. Aku–”“Setelah anakmu lahir, Ayah akan menyerahkan semuanya, jadi bersiapkan mulai saat ini,” tukas Oscar serius, sudah lama ia ingin menyerahkan, tetapi Alice selalu menolak dengan alasan belum siap.“Ayah, aku takut mengecewakan semua orang. Aku hanya wanita biasa,” imbuh Alice merasa tak percaya diri. “Mereka semua sudah berharap kepemimpinan di serahkan padaku. Mereka sudah mengetahui sejak kembali kamu, Nak.” Oscar mengusap kepala putrinya.“Jangan khawatir, ada Arsen dan juga Leo yang akan membantu. Ayah sudah memberitahu ini pada Arsen dan anak itu menerima.”Alice melirik suamin
Setelah makan malam bersama, Oscar membawa wanitanya ke kamar utama. Akan tetapi, Amanda menolak.“Aku harus kembali,” katanya berhasil membuat Oscar terpaku. Pria yang baru saja akan menunjukkan sesuatu itu, menatap Amanda dengan lekat.“Kembali? Kamu tidak bercanda kan?”Amanda tersenyum, “Tentu saja. Aku tidak mungkin bermalam di rumahmu, Oscar,” katanya.“Jelaskan kenapa?” Oscar mendekat dan menggenggam tangan wanitanya.“Ini terlalu cepat, aku akan kembali padamu setelah urusanmu dengan Delima selesai,” katanya dengan senyuman lembut, “lagipula, apa yang publik katakan jika tahu, aku tiba-tiba muncul?”“Aku akan mengurus semuanya. Lagipula, mengapa harus memikirkan perkataan orang lain, Manda?”“Karena kamu adalah Oscar. Kepulangan Alice bahkan masih menjadi berita hangat. Mereka bisa saja semakin terkejut jika aku tiba-tiba muncul,” imbuh Amanda lagi.“Tetapi, aku tidak bisa membiarkanmu pergi, mengertilah,” katanya memelas.Amanda terkekeh pelan, “Jangan bersikap seperti pria m
Mereka berdua sama-sama terdiam beberapa menit. Hingga Alice mengusap perutnya pelan. “Lapar lagi?” tanya Leo terkekeh. Alice tersenyum kecil, ia menampilkan gigi rapi dengan wajah yang merah karena malu, “Tadi, hanya makan sedikit,” katanya. Leonardo mencubit pelan pipi yang mulai mengembang. “Kalau begitu, ayo kita makan lagi. Sepertinya aku juga mulai lapar." Alice mengangguk setuju, dengan hati-hati ia turun dari pangkuan Leonardo—suaminya. Wanita dengan perut buncit itu, melangkah ke arah sofa, duduk dengan rapi, menunggu Leo menyiapkan makan malam yang kesekian untuknya. “Suami yang manis,” kata Alice sembari tersenyum hangat. Leonardo yang mendengar ucapan Alice hanya menggeleng pelan, ia dengan cekatan membuat susu dan juga membuat makan malam ringan untuk sang istri. Setelah selesai, Leo membawa semua pada sang istri. “Minum susunya dulu.” Leonardo menyerahkan gelas susu hangat, kemudian menyerahkan semangkuk buah dan beberapa roti di piring yang lain. “Teri
“Terima kasih, Pak.” Dara melingkarkan tangan erat pada pinggang alot Leonardo. Wanita yang hampir saja melompat dari gedung apartemen itu, berhasil dibujuk dan diselamatkan.Tangan Leo masih menggantung, tak membalas pelukan itu sama sekali. Dara—merasa hatinya tercubit dengan sikap Leo yang semakin dingin padanya.“Pak …,” ucap Dara lirih.“Apa kamu gila? Kamu bisa mati sia-sia Dara.” Leo melepaskan pelukan Dara sedikit kasar. Pria itu, menatap kesal pada sekretarisnya yang semakin tidak masuk akal.Dara menunduk takut. Tangannya saling bertaut dengan air mata yang mulai bercucuran.“Saya tidak bisa berpikir dengan benar, Pak. Rasa cinta saya yang begitu besar membuat saya tidak tahu harus melakukan apa,” kata Dara masih dengan posisi menunduk.“Kenapa tidak mengerti juga Dara, ini salah. Kamu menutup hati untuk orang lain hanya untuk rasa yang tak terbalas,” balas Leo mulai melembutkan suaranya.Dara mendongak, tatapannya sayu dengan air masih mengenang di kelopak mata. “Pak, ini s
“Selamat pagi, Kak,” sapa Alisa, “eh maksud saya, Pak.”Alisa menggaruk tengkuk karena ketahuan lupa lagi. Wanita dengan penampilan modis serta riasan sedikit berani itu berjalan di belakang Leo dengan langkah yang seksi.Di belakang, Bram sampai menunduk karena tak sanggup dengan cara Alisa yang semakin berani berpenampilan.“Pak, bagaimana tidur Anda, kulihat–”“Apa jadwalku hari ini?” tanya Leo memotong ucapan tidak masuk akal dari Lisa.Mendengus kasar, “Pak kita bahkan belum sampai di ruangan, biarkan saya bernapas dulu,” jawab Lisa kesal karena kakaknya terlalu menekan dirinya.Leonardo menatap sinis pada adiknya, hari ini suasana hatinya sedang kacau, tetapi Alisa sengaja membuatnya semakin buruk.“Maaf saya terlambat.” Bram masuk ke dalam ruang besi, menekan tombol paling atas setelah mengatur napas.Leonardo berdecak, “Lain kali jangan terlalu banyak mengobrol pada mereka Bram. Fokus pada dirimu saja,” kata Leo sembari melirik sinis pada adiknya yang langsung melakukan aksi g
Leo mengendarai kembali mobil miliknya dengan kecepatan penuh. Pria itu, tak mementingkan keselamatan agar lebih cepat sampai dan menemukan Alice—istrinya.“Aku tidak akan membiarkan Arsen mengambil kesempatan atas keterpurukan istriku. Tidak akan,” katanya dengan tatapan marah.Karena terlalu laju membawa mobilnya, pria yang tengah gelisah itu, hampir saja menabrak mobil yang tiba-tiba berhenti dipinggir jalan. Suara decitan terdengar memekakkan telinga pengedara yang lain.Tak ada waktu untuk meminta maaf, Leo dengan cepat melajukan mobil ke arah kediaman Arsen. Pria itu, menang yang paling memungkinkan mendekati istrinya.Sesampainya di kediaman Arsen, Leo melihat mobil pria yang menjadi rivalnya dalam cinta itu melaju ke arah berlawanan. Terlihat terburu dan mencurigakan.“Sial. Apakah dia tahu aku akan datang,” kata Leo, ia menghidupkan lagi mesin mobil menyusul Arsen yang terlihat terburu-buru.Seperti terlihat saling kejar, tetapi jelas Arsen tidak tahu jika dirinya diikuti dar
Seorang wanita paruh baya sedikit berlari ke arah ruang tamu setelah mendapat laporan dari pelayan.Ia begitu terkejut karena belum beberapa hari tinggal di rumah ini, sudah beberapa tamu yang mendatangi dirinya.Leonardo menoleh dan langsung berdiri. Ia terpaku melihat wanita yang pernah ditemui kini terlihat lebih cantik dan segar.“Nyonya, senang bertemu lagi denganmu,” kata Leo masih belum terbiasa.Amanda mendekat dengan senyum ramah. “Panggil aku Ibu. Kamu menikahi putriku,” ujarnya masih ramah.“Ibu, maafkan aku,” ucap Leo menyesal.Amanda mengangguk meminta Leo duduk meski ia merasa sedikit aneh. “Kamu sendiri, di mana Alice?” Leonardo terpaku, tak menyangka jika pernyataan itu akan keluar. Menelan saliva, “Ibu, sebenarnya tujuanku datang untuk mencari Alice,” kata Leo berterus terang, “dia meninggalkan rumah dan belum kembali.”Terkejut, tetapi Amanda mencoba untuk tenang, ia bisa melihat bagaimana ke khawatiran Leonardo atas kepergian putrinya.“Sudah mencari di rumah ayah
Leo membuang napas, menatap tumpukan berkas yang Bram bawa untuknya. Sementara, hatinya masih gelisah karena Alice belum ditemukan.Ia meraih ponselnya yang terletak tidak jauh dari tumpukan, masih berharap ada kabar baik untuk menemukan keberadaan istrinya.Dalam keheningan dan kekacauan pikirannya, ia menekan nomor seseorang, berharap kali ini ia mendapatkan informasi yang lebih akurat.“Halo, Silvia,” katanya setelah wanita di belahan sana menerima cepat panggilan darinya.“[Halo, kakak ipar, tidak biasanya menelepon, ada apa?]” jawab Silvia langsung tanpa basa-basi.“Alice. Sejak pagi dia belum kembali, apakah dia menemuimu?”Beberapa saat hening, mengantarkan rasa khawatir semakin membesar, “Kak, sudah beberapa hari aku tidak bertemu Kak Amelia,” jawab Silvia, “saat ini aku berada di kediaman ibuku, jadi kami belum bertemu sama sekali.”Semakin gelisah dan rapuh, harus bagaimana sekarang? Tidak seorang pun mengetahui keberadaan istrinya. Tidak ibu mertuanya bahkan adik iparnya.“
Di bawah pohon yang rindang, empat kepala tengah berbaring menghadap ke atas. Di sekeliling mereka rumput hijau yang berbunga tumbuh subur semakin menambah keindahan.“Jadi, kalian tidak ingin jujur kepada Ibu?” tanya Alice mencoba mengulik apa yang terjadi. Damian dan Laila saling lirik, “Ibu, kami tidak merahasiakan apa pun darimu,” kilah Damian menolong adiknya.“Benarkah? Kenapa ibu mereka jika kalian berdua mulai menyembunyikan sesuatu, ya.” Alice membalik tubuhnya seperti tengkurap, menatap ketiga orang di hadapannya masih berbaring menatap ke langit biru. “Ayah, tolong beritahu ibu,” bujuk Laila berkata lembut.Baru saja Arsen akan bersuara, Alice langsung berdehem, “Jangan meminta tolong pada Ayahmu. Dia masih Ibu hukum karena kesalahan yang lain,” tukas Alice memicing tajam.Damian dan Laila terkekeh bersama, "Ayah, kali ini, kami tidak bisa menolong," kata Damian, ia menarik adiknya dan bermain bersama.Mendengus pelan, Damian dan Alice pun ikut bangkit dari tidurnya.“Ka
Di sebuah ruangan yang gelap. Seorang pria tengah duduk dengan kedua tangan menutup wajah. Bayangan sang istri terus berputar di dalam benaknya. “Bahkan dia tidak ingin membalas pelukanku dariku,” gumamnya memecah keheningan malam. “Di mana dia menyimpan anak-anakku. Wanita itu …,” geramnya menyadari jika tadi ia tak melihat dua anak yang Bram ungkapkan padanya.Leonardo menoleh tatkala mendengar suara ketukan pintu, ia melangkah malas ke arah sumber suara. Membuka pintu dan menemukan pelayan perempuan berdiri di sana.“Katakan!” serunya malas. Cahaya dari luar menerangi kamarnya yang masih gelap. Hal yang selalu Leo lakukan selama kepergian istrinya.“Saya sudah meminta nona Dara seperti yang Anda perintahkan, tetapi beliau memutuskan untuk tetap tinggal di luar rumah, Tuan,” lapornya.Leonardo mendengus kasar, “Biarkan saja. Kalian lebih baik tidur karena besok pagi Alisa dan beberapa tukang akan datang,” kata Leo, “siapkan apa saja yang seharusnya kalian siapkan,” sambungnya lagi
Mendengus kasar, Leo menarik Alice masuk ke dalam mobilnya, mengabaikan panggilan dari supir istrinya yang terlihat khawatir.“Lepaskan aku!” sentak Alice lagi, ia mencoba keluar, tetapi Leo mengunci pintu mobil dengan cepat.“Leon, tolong biarkan aku pergi,” katanya dengan tatapan memelas. Ia tidak bisa pulang terlambat malam ini.“Tidak akan! Aku tidak akan melepaskan dirimu lagi, Alice! Tidak akan!” balas Leo dengan nada marah.Berdecak, Alice berpikir cepat, kedua anaknya bisa marah jika dia tak kembali lebih awal malam ini. Namun, bagaimana cara membicarakan ini pada Leon? Pria di sebelahnya tak boleh mengetahui keberadaan mereka berdua.Leo yang melihat istrinya tengah gelisah, hanya menyeringai, ia tahu jika Alice tengah dilanda kekhawatiran yang dalam saat ini.“Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkan aku lagi, Alice. Jadi jangan harap kamu bisa lepas dariku,” desis Leo dengan suara yang berat.“Leon jangan bercanda. Aku tidak bisa ikut denganmu malam ini,” katanya memelas.
“Beri aku 500 dolar,” kata Silvia pada sang kakak. Wanita bermata indah itu berdecak karena gaun miliknya kini tidak bisa dikenakan lagi.Tidak sampai lima menit, ponsel mahal milik Silvia mengeluarkan bunyi notifikasi. Wanita cantik itu lantas menatap kakaknya dengan tatapan tidak percaya.“Wah, uangku langsung masuk,” decak Alisa dengan mata berbinar pada nominal yang masuk di ponselnya. Ia mendapatkan nilai lebih.“Gunakan dengan baik. Itu karena kamu sudah menyelamatkan hidupku tadi,” seloroh Leo senang karena akhirnya terbebas dari Lucas dan putrinya.“Ya. Aku berharap Kakak tidak menjatuhkan hati padanya. Lihatlah, tubuhnya sangat kurus dan … riasannya sangat mencolok.”“Alisa,” tegur Leo lembut, tetapi penuh ketegasan, ia tidak ingin adiknya menjadi terbiasa membicarakan keburukan orang lain.“Ya. Baiklah!”Lisa menyandarkan punggung di sandaran mobil, mengingat kembali apa yang dilihatnya di pesta tadi. Ia melirik kakaknya yang tengah serius menatap foto wanita hamil di layar
“Sudahlah Kak, jangan lagi membahas ini,” kata Alisa jengah. Setiap bertemu kakaknya yang dibahas adalah pertunangan yang sudah terlanjur terjadi.Leo mendengus, “Semoga kamu dan dia bahagia,” kata Leo mendoakan, ia tidak ingin adiknya menyesal karena terpaksa memilih jalan lain.“Aku bahagia. Lagipula, aku bukan wanita bodoh yang harus menunggu pria tidak peka seperti dia,” sindir Alisa pada Bram yang sudah berada di dalam ruangannya.Alisa menghela napas pelan, “Ada apa Kakak memanggilku?”Mendesah dengan jawaban adiknya, “Aku ingin kamu membantuku mencari model kamar anak yang lucu. Aku–”“Kakak ingin mengadopsi anak? Tidak boleh, Kak!” potong Alisa cepat.“Ibu tidak akan suka, lagipula, kamu bisa menikah dan dapatkan anak dengan mudah,” papar Alisa lagi. Sudah lima tahun, ini bukan waktu yang sebentar untuk menahan rindu, ia yakin kakaknya sangat kesepian dan menderita selama ini.“Jaga ucapanmu. Patuhi saja, besok kamu libur, datang kerumah dan minta tukang untuk menyelesaikan se
Leo kembali ke rumahnya dengan rasa malu yang besar. Ayah mertuanya menguliti dirinya dengan begitu santai. “Ayah memang benar, aku memang tidak bisa mengambil keputusan dengan benar,” gumamnya.“Aku senang karena akhirnya ayah menjagamu, Alice. Akan tetapi, tetap saja aku khawatir, siapa yang mengurus makanmu ketika kamu malas untuk bergerak?”Leonardo menghempaskan diri di atas sofa, menutup wajah dengan tangan kekar. Penyesalan yang teramat besar dan mendalam, ia tahu istrinya baik-baik saja, tetapi tak memiliki kekuatan untuk berjumpa bahkan melihat wajahnya.Leonardo mendesah, ia menatap foto yang berada di dinding, foto—Alice dengan senyum indah ketika mereka liburan. “Apakah kamu tidak merindukanku, sudah dua malam dan kita tidak saling memeluk, Sayang,” gumamnya merasa dunianya hancur.Beralih dari tempatnya, Leonardo masuk ke dalam bilik ruangannya, ruangan yang memisahkan dirinya dan Alice dalam jangka waktu yang lama. Bilik yang membuatnya banyak menyesal karena tak banya
Leo membuang napas, menatap tumpukan berkas yang Bram bawa untuknya. Sementara, hatinya masih gelisah karena Alice belum ditemukan.Ia meraih ponselnya yang terletak tidak jauh dari tumpukan, masih berharap ada kabar baik untuk menemukan keberadaan istrinya.Dalam keheningan dan kekacauan pikirannya, ia menekan nomor seseorang, berharap kali ini ia mendapatkan informasi yang lebih akurat.“Halo, Silvia,” katanya setelah wanita di belahan sana menerima cepat panggilan darinya.“[Halo, kakak ipar, tidak biasanya menelepon, ada apa?]” jawab Silvia langsung tanpa basa-basi.“Alice. Sejak pagi dia belum kembali, apakah dia menemuimu?”Beberapa saat hening, mengantarkan rasa khawatir semakin membesar, “Kak, sudah beberapa hari aku tidak bertemu Kak Amelia,” jawab Silvia, “saat ini aku berada di kediaman ibuku, jadi kami belum bertemu sama sekali.”Semakin gelisah dan rapuh, harus bagaimana sekarang? Tidak seorang pun mengetahui keberadaan istrinya. Tidak ibu mertuanya bahkan adik iparnya.“
Seorang wanita paruh baya sedikit berlari ke arah ruang tamu setelah mendapat laporan dari pelayan.Ia begitu terkejut karena belum beberapa hari tinggal di rumah ini, sudah beberapa tamu yang mendatangi dirinya.Leonardo menoleh dan langsung berdiri. Ia terpaku melihat wanita yang pernah ditemui kini terlihat lebih cantik dan segar.“Nyonya, senang bertemu lagi denganmu,” kata Leo masih belum terbiasa.Amanda mendekat dengan senyum ramah. “Panggil aku Ibu. Kamu menikahi putriku,” ujarnya masih ramah.“Ibu, maafkan aku,” ucap Leo menyesal.Amanda mengangguk meminta Leo duduk meski ia merasa sedikit aneh. “Kamu sendiri, di mana Alice?” Leonardo terpaku, tak menyangka jika pernyataan itu akan keluar. Menelan saliva, “Ibu, sebenarnya tujuanku datang untuk mencari Alice,” kata Leo berterus terang, “dia meninggalkan rumah dan belum kembali.”Terkejut, tetapi Amanda mencoba untuk tenang, ia bisa melihat bagaimana ke khawatiran Leonardo atas kepergian putrinya.“Sudah mencari di rumah ayah
Leo mengendarai kembali mobil miliknya dengan kecepatan penuh. Pria itu, tak mementingkan keselamatan agar lebih cepat sampai dan menemukan Alice—istrinya.“Aku tidak akan membiarkan Arsen mengambil kesempatan atas keterpurukan istriku. Tidak akan,” katanya dengan tatapan marah.Karena terlalu laju membawa mobilnya, pria yang tengah gelisah itu, hampir saja menabrak mobil yang tiba-tiba berhenti dipinggir jalan. Suara decitan terdengar memekakkan telinga pengedara yang lain.Tak ada waktu untuk meminta maaf, Leo dengan cepat melajukan mobil ke arah kediaman Arsen. Pria itu, menang yang paling memungkinkan mendekati istrinya.Sesampainya di kediaman Arsen, Leo melihat mobil pria yang menjadi rivalnya dalam cinta itu melaju ke arah berlawanan. Terlihat terburu dan mencurigakan.“Sial. Apakah dia tahu aku akan datang,” kata Leo, ia menghidupkan lagi mesin mobil menyusul Arsen yang terlihat terburu-buru.Seperti terlihat saling kejar, tetapi jelas Arsen tidak tahu jika dirinya diikuti dar