Jimmy langsung keluar saat merasa atmosfer di ruangan ini sedikit memanas. Ia turun ke lantai bawah dengan dada yang berdebar-debar.
“Buah jambu incaranku sudah berubah menjadi buah melon ternyata. Pasti segar,” katanya dalam hati. Pikiran kotor Jimmy datang kala menatap belahan dada yang sangat menggairahkan. Karena perut yang sudah sangat lapar, ia duduk di meja makan. Berusaha mengabaikan tongkat sakti yang meminta kepuasan. Menahan sampai waktunya tiba.Menuruni anak tangga dengan Langkah penuh kehati-hatian. Penampilan Melisa yang mengenakan gaun biru muda menghipnotis pria berusia 30 tahun itu. Langkah demi Langkah sang gadis membuat Jimmy terpaku tanpa suara.Satu kata yang mewakili semuanya. Cantik! Melisa sangat menawan. Ini melebihi ekspektasi Jimmy sebelumnya. Melisa hanya butuh uang untuk tampil glow up. Wajah yang sejatinya sudah sangat cantik itu tinggal dipoles sedikit. Jimmy tak hentinya menyunggingkan senyuman dan bersiap menyambut kedatangan Melisa.Jimmy bangkit dari tempat duduknya, membetulkan kancing kemeja yang terbuka, mempersilakan Melisa dan menggeser tempat duduk.“Terima kasih,” ucap Melisa yang merasa tak enak. Meski saat di kamar tadi sempat takut, tapi ia merasa jika Jimmy berbeda sekarang.Jimmy tersenyum, ia memerintahkan asisten rumah tangga untuk segera membalik piring Melisa yang tengkurap sejak tadi. Namun, lagi-lagi Melisa menolak.“Tidak usah, Bi. Saya bisa sendiri,” katanya.Jimmy kagum, berkali-kali lipat rasa dalam dadanya meletup-letup. Ia tahu, Melisa bukan gadis manja. “Makanlah, temani aku malam ini.”Melisa mengangguk. Kata ‘temani aku’ tadi membuat ia menelan saliva. Menemani dalam hal apa lagi? Hanya makan, atau … yang lainnya juga? Mengingat ia telah dibeli, Melisa tak boleh menolak.Hening, selepas mengambil nasi dan lauk pauk, Melisa dan Jimmy makan dalam keheningan. Pria itu sesekali melirik Melisa melalui ekor mata.“Kau tak suka makanannya? Kenapa hanya mengambil nasi dan ayam? Apa makanan di sini tidak enak?”Banyak makanan di atas meja, namun Jimmy heran. Kenapa Melisa hanya mengambil menu itu saja?“Ma- maaf, Tuan. Saya tidak memakan aneka jenis seafood. Saya alergi,” jawab Melisa sambil menunduk. Ia tak berani menatap lelaki yang diketahui bernama Jimmy ini yang sangat menakutkan.Jimmy baru tersadar. “Ah,iya. Kamu alergi. Maaf, aku lupa.”“Lupa?” Melisa semakin bingung. Kata-kata ‘lupa’ yang diucapkan pria itu seakan menandakan, bahwa mereka seperti telah mengenal sebelumnya.Namun seperti biasa, Jimmy hannya mengendikkan bahu dan bersikap biasa. Ia tak akan menunjukkan jati dirinya saat ini. Biarlah waktu yang akan menjawab memori serta kenangan lama Melisa nanti. Jimmy tak mau terburu-buru. Ia memilih menikmati makan malam dalam diam. Setidaknya usaha Jimmy untuk segera mendekati Melisa sudah berjalan mulai saat ini. Beruntunglah Melisa bertemu dengannya lebih dulu.Kalau tidak, mungkin Melisa akan jatuh ke tangan lelaki penyuka kenikmatan sesaat saja.*Makan malam telah usai. Jimmy bahkan dibuat kagum oleh sikap Melisa yang beranggapan di rumah sendiri. Gadis itu bahkan membawa aneka piring kotor dan mencuci malam itu juga di westafel dapur. Satu nilai plus yang disematkan Jimmy pada Melisa.“Setelah ini, kutunggu di kamar,” bisiknya saat Melisa memberesi gelas di atas meja.Melisa terdiam tanpa kata. “Ditunggu di kamar? Astaga! Apa dia akan ….” Buru-buru ia membereskan gelas ke westafel dan mencucinya. Meski Jimmy melarang, tetapi ia tak bisa mengabaikan begitu saja.Usai mencuci tangan dan mengeringkannya menggunakan lap, Melisa menaiki anak tangga satu persatu dengan perasaan was-was. Setiap Langkah yang dibawanya ke lantai atas mengundang keraguan. Namun karena ia tak berhak menolak, maka menurut saja demi kelancaran Bersama.Sesampainya di lantai atas, telapak tangan kanan Melisa menggantung di udara. “Buka nggak, ya?” Maju-mundur dan pada akhirnya, ia nekat membuka.Ceklek!“Aaaaaa!” teriaknya saat mendapati pria itu membawanya ala bridal dan meletakkan di atas ranjang. “A- Anda mau apa, Tuan?”“Tidurlah di sampingku!” katanya dengan datar. Jarak wajah keduanya hanya sejengkal. Hembusan napas saling beradu dengan hawa dingin yang berhembus dari lubang AC. Melisa berbaring dengan kedua tangan yang menyilang di dada. Sementara Jimmy mengunci pergerakan gadis itu dengan bertumpu pada Kasur menggunakan kedua tangan.Melisa lantas membuang pandang. Tatapan lelaki tampan itu membuat akal sehatnya terganggu. Jimmy sangat menawan. Kadar ketampanan pria itu melebihi Rehan— sang suami yang baru dua jam tadi menalaknya.“Ba- bagaimana kalau saya tidur di lantai saja? Tak apa, saya ini bau dan—”“Di sini, bersamaku.” Jimmy memotong dengan cepat. Kilat tajam dari sepasang netranya membuat Melisa ketakutan.Ia lantas mencicit, “Hanya tidur, ‘kan? Tidak melakukan apa-apa?”Jimmy menjauhkan wajahnya dan bangkit dari atas tempat tidur. Terkekeh pelan dan menuju ke kamar mandi untuk menjinakkan sesuatu.“Astaga! Melisa, kamu polos sekali. Namanya tidur ya sekalian gituannya. Dia sudah pernah menikah, kenapa masih bertanya?” gumamnya merasa sangat lucu.Cukup lama Jimmy berdiam diri dan semedi di bawah guyuran air dingin, pria itu Kembali ke kamar setelah pikirannya rileks serta kondisi tongkat sakti yang telah terlelap. Ia menilik ke atas ranjang, tak ada Melisa di sana. namun, pandanganya kemudian terarah pada sofa di pojok ruangan dengan seorang Wanita yang sudah bergelung dalam selimut hangat.“Hm, dasar gadis keras kepala!” Merasa jika Melisa belum tertidur pulas, Jimmy lantas memilih membiarkannya saja.***Hari ini adalah hari sabtu. Jimmy sengaja bangun sedikit siang sebab tak pergi bekerja. Namun saat kedua matanya terbuka, pria itu lagi-lagi tak melihat Melisa di kamarnya.“Argh, kenapa kuncinya semalam tidak kusembunyikan?” Ia menjambak rambut dan menyibak selimut. Takut jika gadisnya kabur, ia memilih untuk keluar kamar dan berlarian menuju lantai bawah.“Mana Melisa?” Suara Jimmy menggelegar.Beberapa asisten rumah tangga menghadap ke arahnya. “Ada di belakang, Tuan. Sedang mencuci baju.”“Mencuci baju, apa maunya gadis itu? Cepat panggil dia ke sini dan jangan biarkan melakukan pekerjaan apa pun!”Kedua asisten rumah tangga itu meninggalkan ujung tangga dan menghampiri Melisa di belakang. Melisa gegas menghadap Tuannya dan meminta maaf.“Tuan, maaf jika—”Jimmy yang emosi kemudian menarik Melisa menuju kamar tamu. Pria itu menyeret paksa dan menghempaskan tubuh Melisa ke atas ranjang. Melakukan hal-hal seperti semalam, dengan cara mengekang Melisa supaya tak kabur lagi.“Siapa yang menyuruhmu mencuci pakaian?” tanya Jimmy dengan amarah yang menggelegak. Ia tak mau gadis incarannya terlihat seperti upik abu.“Ha- hanya inisiatif sendiri, Tuan. Sa- saya—”“Aku mengharamkan pekerjaan rumah untukmu! Kamu tamuku dan bersikaplah seperti nyonya rumah!”Melisa bingung. Nyonya rumah? Apa dia salah dengar tadi?Melisa terpaku dengan tatapan Jimmy yang sangat memabukkan. Ia pernah melihat itu, tapi … entah dimana, ia lupa.“Tu-tuan, lepaskan saya. Saya janji untuk tidak—”“Jangan bersikap seperti para asisten rumah tangga di sini. Kamu milikku, kamu calon nyonya di rumah ini dan tak kuperkenankan kau melakukan aktivitas apa pun!” Begitu tegas ucapan Jimmy, sampai Melisa pun tak berani membantah.Gadis itu terdiam dan meneguk ludahnya. Rok tutu sepanjang mata kaki tersingkap sedikit ke atas kala terhempas di atas ranjang. Ia memaki lelaki semena-mena ini yang selalu saja bisa membuatnya luluh.“Cepat mandi dan berdandanlah di lantai atas! Kamarmu ada di sebelah kamarku, aku menunggumu setengah jam lagi,” perintah Jimmy yang sedikit uring-uringan dengan keadaan pada area intimnya. Tegak dan menantang, sementara makanan di hadapan belum dimasak dan tentunya kurang lezat disantap mentah.“Kita mau kemana, Tuan?” tanya Melisa sambil beringsut menjauh. Hampir saja dia diterkam Kembali.“Cerewet!” se
“Ah, akhirnya satu masalah selesai. Inget kamu, Mas! Jangan pernah lagi terjerat judi online. Kalau sampai kamu masih nekat melakukannya karena tak enak dengan teman-temanku, aku ogah lagi bantuin kamu," ucap Rina sambil menasehati sang suami di ruang tamu. Rehan terlihat enggan menjawab. Sejak pagi tadi, telinganya panas mendengar ocehan Rina. Namun untuk menghargai ibu hamil muda itu, ia menjawab iya saja dengan anggukan. “Rin, bantuin ibu masak, dong!” ajak Mama Tami yang kala itu mendekat ke ruang tamu. Rina melirik sekilas, memasang wajah enggan. “Ma, aku tuh nyium bawang mual banget. Mama masak aja sendirian,” jawabnya setengah berbohong. “Memangnya aku pembentu apa? Kalian yang setuju Melisa dijual, ya jangan salahkan aku kalau tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah. Di rumah orang tuaku saja, aku diratukan. Dan di sini, kalian mau menganggapku babu? Oh, tidak semudah itu, Ferguso!” batinnya menatap sengit pada sang ibu mertua. “Aduh, Rin. Kamu kan dari tadi nggak ngapa-ngap
Semua pasang mata yang berada di ruang tamu Rumah Rehan tampak menatap Melisa dengan raut wajah tidak percaya. Terlebih, Rehan juga Mama Tami. Kedua orang itu melongo dengan mulut terbuka lebar serupa huruf O besar."Apa saya tadi tidak salah dengar?" Mama Tami tampak bertanya terlebih dahulu di tengah rasa keheranannya.Seperti biasa, Jimmy akan bertanya dan mengatakan seadanya saja. Dia sudah melakukan briefing saat berada di dalam mobil tadi, supaya Melisa tidak berkata apapun dan membiarkan dia menjawab semuanya."Mengenai?" Tatapan Jimmy penuh cinta pada Melisa kini berganti menyorot ketiga orang tak tahu diri itu."Melisa yang akan segera menjadi istri Anda. Bagaimana bisa wanita udik seperti dia akan menjadi calon istri dari Anda?" Mama Tami jelas saja bisa melihat, kalau laki-laki yang berada di samping Melisa bukan lelaki sembarangan.Hanya sekedar sekilas saja, Mama Tami sudah dapat menduga kalau selera pria itu tentu saja bukan wanita rendahan seperti Melisa.Apa itu hanya s
Jimmy terdiam saat menyadari jika itu semua adalah bualan mantan mertua Melisa. Dia yakin, Melisa tidak seperti yang dikatakan oleh Mama Tami itu. Karena nantinya sebelum memutuskan menjalin hubungan yang serius dengan Melisa— gadis incarannya, Jimmy tentu akan memastikan kesehatan gadis tersebut.“Saya tidak butuh ceramah dari Anda. Karena yang saya butuhkan saat ini adalah surat menyurat mengenai pernikahan Melisa. Itu saja,” tandasnya. Jimmy tidak suka berbasa basi.Rina langsung saja menyela. "Tapi, Tuan. Apakah Anda tidak akan menyesal kalau—"Ceklek! Klek!Jimmy menodongkan senjata ke arah 3 orang yang berada di hadapannya dan sontak membuat ke tiga-tiganya mengangkat kedua tangan ke atas kepala.“Aaaa!”“Jangan tembak kami!” ujar Rehan berteriak. Ia teramat takut dengan senjata yang diarahkan tepat ke wajahnya. Takut saja kalau laki-laki bernama Jimmy itu nekat dan menembaknya saat itu juga.Jimmy hanya tersenyum
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi saat keduanya sampai di pelataran parkir rumah sakit internasional. Tanpa menjawab pertanyaan dari Melisa, Jimmy langsung turun begitu saja dan membukakan pintu untuk gadis itu.Mengapa Jimmy masih menganggap Melisa gadis meskipun status wanita itu sudah janda? Itu dikarenakan umur mereka yang terpaut 12 tahun. Bagaimanapun, Jimmy masih menganggap Melisa sebagai gadis beliia yang menggemaskan."Om, aku tidak mau ke sana! Kita pulang aja!" sergah Melisa. Lengan kanannya memegang lengan kekar Jimmy dan berusaha mencegah laki-laki itu , supaya tidak menyeretnya di dalam sana. Ia takut saja jika hasil pemeriksaan itu mengecewakan. Bukan mengecewakan Jimmy, melainkan mengecewakan diri sendiri tentunya. Andaikan Melisa mandul, toh bukan urusan Jimmy, kan? Lebih baik mereka segera berpisah rumah dan jangan merencanakan apa-apa lagi setelah ini. dunia mereka jelas berbeda."Kamu harus ikut ke dalam sana! Aku tidak ma
Detik berganti menit, Jimmy masih diam tanpa bersuara. Sekalipun dia tidak menjawab ucapan terakhir yang keluar dari bibir Melisa.Memang perbedaan itu terlalu kentara. Ia juga sudah memikirkan ini sejak kemarin. Perbedaan itulah yang masih membuatnya sedikit ragu, apakah Melisa mau diajak masuk ke dalam agamanya atau tidak.Tetapi mendengar pernyataan tadi, Jimmy yakin Melisa tidak mau diajak menuruti agamanya. Sedangkan kalau ia memilih untuk mengikuti agama calon istrinya, ia tidak yakin bisa memahami agama itu dengan baik.“Ya sudah. Kita pikirkan nanti lagi.”Hanya itu yang diucapkan oleh sang pemuda. Sampai menunggu satu jam lamanya, Melisa dipanggil oleh perawat melalui pengeras suara.****Serangkaian pemeriksaan dijalani oleh wanita tersebut. Setengah satu kemudian, pemeriksaan selesai dijalani dan dokter mengatakan kalau Melisa sehat dan tidak ada masalah pada organ reproduksinya.Dan sekarang yang menjadi pert
"Enak saja di suruh berbagi. Aku menikah dengan Mas Rehan untuk menguasai semua gajinya. Aku bisa seneng-seneng, beli ini dan itu semau ku. Kalau harus nhurus Mama juga, bisa gak dapat apa-apa aku nanti! dapat capeknya doang!" Rina menggerutu.Rina tak habis pikir, kenapa suaminya selalu tunduk pada Mamanya? Rina tidak tahu saja jika anak laki-laki memang bertanggung jawab penuh atas kehidupan orang tuanya.Mama Tami menghela napas berulang-ulang. Sepertinya dia harus sedikit lebih tegas dengan menantu keduanya itu. Dia pikir, Rina wanita yang lemah lembut. Baru saja tinggal selama kurang lebih 2 bulan, wanita itu sudah ketahuan belangnya."Rin, Coba sekali-kali kamu yang ada di dapur. Mengurus semuanya, mulai dari mencuci membersihkan rumah dan juga memasak. Biar kamu tahu kemana larinya uang itu dan tidak banyak protes!" balasnya dengan telak. Mama Tami menatap sengit dan sudah ilfeel dengan tingkah laku Rina yang terkesan malas."Cih! Aku tidak
Tiba di kediaman Jimmy, Melisa hanya diam saja. Pria itu juga tak membukakan pintu untuknya, melenggang pergi begitu saja menuju ke dalam rumah.“Om,” panggil Melisa saat pria itu memijat pelipis.Jimmy menoleh ke arah belakang. Kepalanya sangat berat, banyaknya beban pikiran yang ada di kepala membuatnya ingin segera merebah. “Maaf, Melisa. Kepalaku pusing. Aku masuk dulu, ya,” jawabnya sambil berlalu.“Ya sudah. Mau kuambilkan obat nanti?” tanya Melisa sedikit takut. Raut wajah Jimmy sempat murung sejak tadi.“Tidak usah. Beristirahatlah, karena malam nanti aku akan mengajakmu ke suatu tempat,” beritahunya sambil menekan bel rumah, sembari menyorotkan manik mata birunya pada Melisa yang mungkin sedang menahan napas. Takut dengannya mungkin.Melisa mengangguk. Ia mengekori Jimmya masuk ke dalam rumah setelah pria itu berlalu lebih dulu.**Sore hingga malam menjelang, Melisa tak sekali pun mendapati Jimmy keluar da
Kembali dari toilet, Jimmy melangkah menuju sofa yang diduduki oleh Melisa tadi. Suara dentuman musik bertalu-talu di dalam kepala miliknya. Udara dipenuhi dengan keseruan muda-mudi yang merayakan pesta ulang tahun sang sahabat.Ada yang berpasangan, ada pula yang datang sendirian sambil mencari pasangan di sini. Hal itu sudah lumrah terjadi. Sama seperti dirinya yang hari ini hanya datang berdua bersama Melisa. Tanpa tahu sama sekali, ada bahaya yang mengintai yang ada di sekitar sini.Kala matanya menangkap potret Melisa di sana, Jimmy mengernyit. "Kenapa wanita itu membuka jaket di sini?" gumamnya.Jimmy tidak rela jika kulit mulus Melisa yang selalu melakukan perawatan mahal itu dilihat pria hidung belang. Hanya dirinya yang boleh menikmati keindahan itu, nanti ... Ya, nanti saja saat waktunya sudah tiba."Melisa, apa yang kamu lakukan? Bukankah sudah peringatkan jika —""Om, ini gerah!" Melisa merengek melihat Jimmy yang datang dengan tangan kosong. Libidonya seakan meningkat pes
Malam itu pula, keduanya meninggalkan Jimmy di rumah bersama sang pengasuh. Masuk ke dalam sebuah klub malam, Jimmy menjadi pusat perhatian dari beberapa pengunjung.Pasalnya, paras rupawan yang kebule-bule an ini menjadi magnet tersendiri bagi kaum wanita yang melihat mereka."Cantik!""Tampan!"Banyak juga yang menggoda dengan manja. Menawarkan diri untuk dinikmati oleh Jimmy. Membelai jambang tipis yang menghiasi rahang kokoh. Meski tidak diberikan uang sepeserpun, mereka rela naik ke atas ranjang Tuannya dan pasrah jika harus diperlakukan apa pun."Lihatlah, kau membuat mereka semua patah hati!" bisik Jimmy. Namun, sepertinya sang gadis masih ngelag."Apa maksudmu, Om?" Pandangan gadis itu bertemu dengan sang pemuda. Ia tidak paham makna makna seperti itu. Melissa memilih untuk mengerutkan kening sesaat."Maksudnya, kau membuat mereka iri. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan ku," jelas Jimmy sedikit membuat suasana semakin panas. Ia sengaja mengatakan seperti itu supaya Melis
Melisa membeli banyak barang di Mall tersebut. Ia juga menikmati beberapa makanan yang berada di sebuah food court. Pun masih harus menuruti kemauan Austyn yang ingin bermain di sebuah wahana mandi bola."Mommy, ayo ikut aku ke sana!" Austyn mengajak dirinya untuk masuk ke dalam wahana mandi bola.Melisa melirik sekilas ke arah asisten pribadi Jimmy. Pria itu malah menertawakan dirinya."Kamu sedang mengejekku?" tukasnya pada Kenan dengan tatapan yang sengit.Kenan mengulum bibir. "Mana mungkin saya berani mengejek Anda, Nona Melisa."Berani dia mengejek game membuat wanita bosnya itu murka, maka Kenan agen dihabisi oleh pria tersebut. Ia tidak mau mengambil resiko. Tetapi saat melihat pemandangan indah yang tersaji di hadapannya, hatinya merasa tergelitik."Tapi kau sedang menertawakan ku," ujar Melisa memberengutkan bibir."Tidak. Saya hanya tersenyum saja. Sepertinya anda masih cocok untuk bermain di wahana sana," jelasnya. Ia lantas beralih memperhatikan mereka dari kejauhan."Ya s
Sepanjang perjalanan menuju ke mall, bocah kecil berusia empat setengah tahun tersebut tidak henti-hentinya menarik perhatian dari Melisa. Meski terkesan berisik dan banyak omong, tetapi tidak sekali pun Melisa memgeluh. Justru, ia berusaha untuk mencari tahu apa yang disukai oleh Austyn.Mulai dari makanan kesukaan, minuman, dan juga mainan favorite. Seperti halnya saat ini, ia rela mengantri di sebuah kedai es krim yang tengah viral, sebelum masuk ke dalam bangunan mall tersebut. Kedai es krim ini terletak 100 meter dari mall tersebut.Membutuhkan waktu 20 menit lamanya, sampai es krim yang diminta oleh Austyn sampai ke tangan bocah itu. Melisa datang membawa 2 cup es krim. Satu untuknya dan satu untuk calon putra sambungnya."Makasih, Mom." Austyn memberikan senyum terbaiknya. "Mom juga suka es krim?""Suka." Melisa menjawab singkat. Seumur umur, ia baru memakan es krim seperti ini satu kali. Karena keterbatasan uang yang dimiliki, selama lebih dari 20 tahun dia hanya mencicip es
Rehan dibawa ke rumah sebuah klinik oleh ayah mertuanya. Tetapi sesampainya di sana, pria itu langsung meninggalkan Rehan dan kembali ke rumah."Semua yang ku gunakan untukmemukul Rehan tadi tolong singkirkan. Bapak tidak mau barang-barang tersebut menjadi barang bukti saat aku melukai Rehan," perintah ayahnya Rina.Wanita yang sedang hamil muda tersebut mengangguk tanpa menjawab sepatah kata pun. Sedikit bersalah tetapi sebuah kelegaan juga muncul dalam dadanya. Setidaknya untuk saat ini, masalahnya dengan Rehan telah selesai.Tetapi, ada satu yang mengganjal dalam hatinya. Bagaimana mengatakan pada kedua orang tuanya bahwa anak yang sedang dikandung oleh nya ini tidak memiliki seorang ayah?Entahlah, Rina tidak ambil pusing untuk sekarang. Yang terpenting, ia harus menjaga ke arah syamil dan menghindari Rehan kembali supaya tidak lagi di celakai oleh pria tersebut.Karena merasa sangat suntuk, Rina memilih untuk berjalan-jalan sebentar. Ia butuh me-refresh pikiran supaya lebih tenan
Tanpa diduga oleh gadis itu sebelumnya, Jimmy lantas mengeluarkan sebuah kota kecil berbahan beludru yang berisikan cincin berlian mewah. Sangat berkilau di tempa cahaya yang bantul dari jendela di samping kanannya sebelah belakang.Tanpa kata, pria itu langsung mengambil dan memasangkan kepada jari manisnya. Melisa benar-benar tidak menduga bahwa pria yang berada dihadapannya yang sangat romantis.Padahal sebelumnya, mereka baru saja berdebat karena suatu hal yang tidak penting. Dan kini, pria yang terlihat sehari-hari sangat konyol tersebut mendadak membuat hatinya sangat melted."Om, ...." Melisa anda menarik tangannya yang sudah terpasang cincin indah. Akan tetapi laki-laki itu langsung membawa punggung tangan untuk di kecup pelan.Sangat lama gerakan tersebut terjadi sampai pada akhirnya, Jimmy menyuarakan kata hati yang sontak saja membuat Melisa terkejut bukan main."Be a my wife, please!" Jimmy menatap dengan pandangan sendu. Laki-laki itu benar-benar berharap supaya Melisa bis
Melisa menggeram marah di tempatnya. Bagaimana mungkin pria berusia 33 tahun itu mengatakan bahwa dirinya adalah wanita yang telah membuat Jimmy patah hati? Padahal yang sebenarnya, Melisa tidak tahu menahu bagaimana perasaan laki-laki itu sejak dulu kala.Kalau pun Jimmy menurunkan gengsi dan mengatakan perasaan sejak dulu, mungkin dirinya juga tidak akan dinikahi kan oleh ibu panti dengan pria yang tidak dikenal.Selepas kepergian pria bermanik biru terang itu, Melisa mulai melayangkan protes. "Om kenapa mengatakan kalau aku adalah penyebab Om sakit hati? Aku tidak ada kaitan nya dengan hati Om ya!" jelasnya. Melisa memilih duduk kembali di sofa panjang dan mengambil minuman kemasan yang tersedia di atas meja sana.Jimmy mendekat. Ia paling suka dengan bibir yang mengerucut seperti itu. Sembari duduk di dekat sang garis, ia terkekeh."Memangnya kenapa? Karena aku pergi ke luar negeri mengikuti kedua orang tuaku, aku malah kehilanganmu. Ah, bodoh sekali. Seharusnya aku dulu yang men
Setelah mengembalikan sepeda motor pinjaman nya, Rehan lantas menuju ke rumah istrinya. Pria itu ia menanyakan bagaimana kejadiannya sampai uang Rp500.000 tersebut berganti dengan daun nangka. Ia ingin meminta penjelasan kepada Rina. Merasa sangat dibodohi, Rehan memercepat langkah. Ia menggunakan buah yang tersisa pada kantong celananya menuju ke rumah sang istri.Sesampainya di sana, ia disambut kecut oleh sikap Rina yang menganggapnya tidak ada."Kenapa kamu datang lagi kesini? Ada urusan apa, Mas?" tanyanya dengan raut wajah yang tidak suka.Telapak tangan karena kemudian menyentuh lengan sang istri di bagian kiri. Ia menyeret Rina dengan sedikit kasar. Kalau mengingat kejadian beberapa menit yang lalu, rasanya masih sangat menyebalkan. Rehan tidak mempunyai ini kan di hadapan Gibran, sahabatnya. Sehingga kali ini, pria itu memilih untuk melampiaskan emosinya pada Rina."Aku hanya ingin minta penjelasan padamu. Apa yang kamu isi pada amplop itu?" cecar Rehan dengan nada yang penuh
Tidak hanya panas, telinga Jimmy rasanya hampir tuli karena harus mendengar ocehan yang keluar dari bibir Melisa sepanjang perjalanan menuju kantor. Sesampainya di sini, wanita itu juga masih ngomel-ngomel tidak jelas karena Jimmy kedapatan membohonginya."Kalau tahu begini caranya, aku juga tidak akan mau diajak ke kantor sepagi ini, Om! Iiih! Om tuh pokoknya nyebelin! Selalu saja mencari-cari alasan untuk deket-deket denganku!" Melisa meluapkan semua emosinya saat itu juga kepada ....Eh, siapa agaknya Jimmy untuk Melisa? Kekasih juga bukan, teman dekat juga bukan. Mereka hanya pernah kenal dan kemudian saat ini tinggal bersama. Itu saja, tidak lebih.Jimmy tidak mengindahkan semua ocehan Melisa. Bibir manis yang pernah tersebut masih saja ngomel-ngomel saat ia telah menarik lengan kiri menuju ke lantai 10.Sesampainya di ruangan tersebut, Melisa menolak dengan tegas saat diminta menemaninya bekerja."Ayo masuk, jangan lama-lama dan saran membuatku marah!" Jimmy sedikit memaksa. Laki