Setelah drama yang dilakukan Zira selesai. Alca akhirnya mengantarkan Ale ke rumah mamanya sesuai janjinya. “Apa kamu berubah karena pekerjaanmu?” Zira menoleh pada Alca yang sedang sibuk menyetir mobilnya. Alca tidak menyangka jika ternyata Zira berpikir seperti itu. Padahal perubahan yang terjadi padanya disebabkan oleh Ale. Perasaan cintanya pada Ale yang mengubah semuanya. “Sayang, kenapa jawabnya lama sekali?” tanya Zira. “Iya, aku berubah karena pekerjaanku yang cukup banyak.” Alca membenarkan apa yang ditanyakan Zira. Tak mau Zira tahu alasan sebenarnya. Tak mau sampai Zira mengakhiri hidupnya seperti ancaman yang diberikan. “Tebakanku selalu benar. Kamu tidak pernah berubah denganku. Yang ada hanyalah karena kesibukanmu.” Zira mengulas senyumnya. Alca tidak mau mengomentari apa yang dilakukan Zira. Dia sedang malas harus berdebat. “Apalagi sampai berkhianat. Tentu saja itu tidak akan mungkin.” Zira tertawa. Dia merasa jika Alca tidak akan melakukan hal itu. Apalagi mer
“Jika aku jadi mama, aku tidak akan biarkan wanita lain merebut apa yang menjadi milikku. Aku akan terus mempertahankan pria yang sudah bersamaku berpuluh-puluh tahun.” Zira melampiaskan kekesalannya itu saat perjalanan ke rumah. Dia merasa sang mama begitu lemahnya hingga membiarkan sang suami pergi. Alca menelan salivanya. Membayangkan apakah Zira akan melakukan semua itu jika tahu dirinya juga memilih wanita lain. Pikiran Alca benar-benar pusing sekali. “Kenapa pria harus memilih wanita lain, padahal sudah ada wanita yang bersamanya sejak lama?” Zira tidak habis pikir dengan yang dilakukan oleh papanya. Sungguh Zira benci sekali dengan papanya. Alca tidak bisa memberikan komentar karena posisinya sedang berada dalam situasi yang sama dengan papa Zira. Jika ditanya kenapa memilih Ale, dia juga tidak tahu alasannya apa. Mungkin karena perlahan rasa cinta di dalam hatinya bertambah setiap harinya. Zira melihat Alca sedari tadi diam saja. Tidak mau mengomentari apa yang dikatakan
Alca sampai di rumah. Saat sampai dia tidak menemukan Ale di ruang keluarga mau pun di dapur. Setelah menanyakan pada asisten rumah tangga, ternyata Ale berada di kamarnya. Alca pun segera menuju ke kamar Ale. Saat mengetuk pintu, tidak ada jawaban sama sekali. Alca yang panik pun segera menerobos masuk. Beruntung pintu kamar tidak terkunci. Jadi tentu saja itu membuat Alca dapat masuk ke kamar dengan mudah. Tidak ada Ale saat pintu kamar dibuka. Kamar tampak begitu kosong. Tepat saat Alca sedang mencari Ale, pintu kamar kamar mandi terbuka. Tampak Ale keluar dari kamar mandi. “Kak Alca.” Ale begitu terkejut sekali ketika melihat Alca berada di kamarnya. Ale yang hanya memakai handuk dan membungkus rambutnya dengan handuk, begitu terkejut dengan kehadiran Alca. Alca menelan salivanya. Bahu putih nan mulus milik istrinya. Sudah jelas itu membangkitkan gairahnya. Langkahnya diayunkan mendekat ke arah sang istri. “Aku mengetuk pintu, tapi tidak ada jawaban. Karena itu aku masuk ke
Besok Ale dan Alca akan hadir ke acara pembukaan toko milik Loveta. Ale memilih baju yang akan dipakainya besok di acara tersebut. Perut Ale sudah semakin besar. Jadi tentu saja itu membuatnya ingin terlihat nyaman ketika berada di pesta. Suara ketukan pintu terdengar. Ale yang mendengar itu segera membuka pintu. Tampak Alca berada di balik pintu. “Sedang apa kamu?” Alca tidak mendapati Ale keluar dari kamarnya. Jadi dia mencari istrinya itu ke kamar. “Aku sedang mencari gaun untuk dipakai besok.” Ale menjelaskan pada Alca. Alca memiringkan kepalanya untuk melihat kamar Ale. Tampak baju berada di atas tempat tidur. Alca yakin sang istri sedang kesulitan mencari baju untuk dipakai ke acara besok. “Butuh bantuan?” tanya Alca menatap sang istri. Ale menimbang-nimbang apa yang ditawarkan Alca. Dia sedikit kesulitan mencari gaun untuk besok. Jadi jika Alca membantu, mungkin akan lebih baik. “Jika Kak Alca tidak keberatan.” Ale melebarkan pintunya. Meminta Alca untuk masuk ke kamarny
“Baju itu tanpa lengan. Jadi memperlihatkan tubuhmu.” Alca merasakan kecemburuannya. Jadi dia harus melindungi sang istri dari mata pria. Ale melihat ke arah lengannya. Padahal lengannya biasa saja. Hanya terbuka, tapi Alca tidak mengizinkan sama sekali. “Tapi, ini bagus.” Ale memutar tubuhnya di depan kaca. “Tidak, aku tidak suka. Coba ganti gaun yang kedua saja.” Tadi Alca melihat jika gaun yang ditunjukkan oleh Ale ada dua, dan lagi gaun kedua tadi memiliki lengan yang panjang. “Baiklah.” Ale pasrah. Kemudian mengambil gaun kedua dan menggantinya. Sekitar lima menit Ale mengganti bajunya. Alca menunggu di kamar Ale. Sambil menunggu di kamar, Alca memerhatikan kamar. Barang-barang Dima masih berada di tempatnya. Foto-fotonya pun juga masih ada di terpanjang rapi. Alca merasa sepertinya memang dia akan benar-benar berdampingan dengan Dima. “Bagaimana yang ini?” Saat membuka pintu, Ale langsung melemparkan pertanyaan pada Alca.Alca mengalihkan pandangan pada Ale. Kali ini Ale
Ale dan Alca bersiap untuk ke pesta. Alca tampil cantik dengan gaun yang dipilih oleh Alca. Perhiasan dari Loveta juga tampak begitu cantik sekali dipadukan dengan gaun tersebut. Tentu saja membuat Ale semakin cantik. Mereka berdua pergi ke toko yang berada di daerah selatan. Toko perhiasan ini cukup besar. Jadi tamu undangan pasti akan sangat banyak. “Ayo, Kak.” Ale keluar sambil mengajak sang suami. Alca yang melihat Ale begitu cantik hanya bisa terperangah. Walaupun sedang hamil, aura Ale tampak begitu cantik sekali. Terkadang Alca lupa jika sang istri sedang hamil. “Kamu cantik sekali.” Alca memuji sang istri. “Pujianmu terlalu banyak, Kak. Aku takut aku terlena dan terbuai.” Ale tersenyum malu. “Aku justru menunggumu terbuai.” Alca meraih pinggang Ale. Membawanya ke dalam pelukannya. “Apa kamu terbuai juga, Sayang?” Alca membelai lembut perut Ale. “Dia laki-laki, bagaimana terbuai dengan rayuan laki-laki juga.”Alca mengalihkan pandangan pada sang istri. “Aku lupa dia laki
“Aku sudah mengirim pesan. Memintanya datang di kloter kedua. Aku beralasan jika tamu undangan membludak. Jadi dia tidak akan nyaman nanti.” Loveta menoleh pada sang adik. Loveta kesal karena sang adik benar-benar keterlaluan. Memintanya untuk berbohong pada Zira. Alca bersyukur lega. Karena nanti saat Zira datang, dia akan mengajak sang istri pulang. “Apa kamu belum memutuskan hubungan dengan Zira?” tanya Loveta. “Belum. Aku menunggu waktu yang pas.” Alca merasa Zira masih dalam keadaan tidak baik-baik saja. Karena orang tuanya akan bercerai.“Cepat akhiri, karena itu akan membuatmu terjebak.” Loveta memberikan peringatan. “Iya, Kak. Aku akan segera akhiri.” ***Acara pembukaan toko akhirnya dimulai. Acara dimulai dengan sambutan dan berlanjut doa bersama. Semua dengan khidmat melantunkan doa. Sampai pada acara inti di mana Loveta pemotongan sebagai simbol jika toko telah dibuka. Tepuk tangan para pengunjung dan tamu undangan terdengar begitu riuh membuat semarak acara. Saat
Zira melihat ke sekeliling. Mencari keberadaan dari Alca. Semalam dia sudah menghubungi kekasihnya itu. Sang kekasih mengatakan jika harus berangkat dengan kedua orang tuanya. Tentu saja itu membuatnya harus berangkat sendiri. Zira terus mengedarkan pandangan. Sayangnya dia tidak menemukan Alca sama sekali. “Zira.” Loveta memanggil Zira. “Kak Loveta.” Zira berbinar ketika melihat Loveta. Tidak menemukan Ale, paling tidak dia dapat menemukan Loveta. “Kamu sudah datang.” Loveta menautkan pipinya. Tadi Alca menghubunginya. Memintanya untuk menemu Zira. Tentu saja itu membuatnya segera bergegas. Adiknya memang benar-benar memberikan masalah padanya. Menempatkan dua wanita dalam satu tempat. “Selamat atas peresmian toko baru, Kak.” Zira memberikan ucapan selamat. “Terima kasih.” Loveta tersenyum seraya menjauhkan tubuhnya. “Kamu tidak membaca pesanku?” tanya Loveta. Dia penasaran kenapa Zira datang sesuai jadwal undangan. Padahal harusnya jika dia membaca pesannya, tentu saja Zira ti