Dima merasakan gerakan kasur yang cukup kencang. Hal itu membuat Dima membuka matanya. Saat menoleh ke sebelah, alangkah terkejutnya Dima melihat Dira sudah begitu dekat dengannya.‘Sudah aku bilang bukan, jika kamu yang akan mendekat,’ batin Dima.Dima sudah bisa menebak jika Dira akan mendekati ke padanya. Karena sewaktu tidur bersama di rumah oma, dia melihat Dira yang tidak bisa diam saat tidur. Dan, benar saja, sekarang Dira benar-benar mendekat ke arahnya.Dira semakin dekat. Tangannya langsung memeluk Dima. Dira pastinya mengira jika yang dipeluk itu adalah guling.‘Aku yakin, besok kamu yang akan berteriak.’Dima tidak bisa bayangkan bagaimana reaksi Dira melihat aksinya sendiri. Pasti dia akan berteriak histeris.Mendapati Dira memeluk justru membuat Dima senang. Karena itu justru menikmati. Kembali tidur dan menunggu hari esok tiba.***Dira menikmati tidurnya. Guling empuk yang dipeluknya begitu menghangatkannya. Terasa nyaman sekali.Dira pun melingkarkan kakinya untuk mem
“Untuk apa kita di kamar sepanjang hari?”Dira tidak habis pikir dengan Dima. Membayangkan berada di kamar sepanjang hari tentu saja membuatnya merasa bingung.“Untuk menikmati istirahat.” Dima merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Menjadikan tangannya sebagai bantalan.“Istirahat manusia hanya butuh delapan jam tidur, sedangkan kita punya dua puluh empat jam. Sisa enam belas jam. Tidak mungkin juga kita tidur sepanjang waktu dalam enam belas jam.” Dira mencoba menjelaskan hal itu.“Memang siapa yang menggunakan enam belas jam untuk tidur. Istirahat juga tidak melulu tidur. Seperti yang kamu lalukan sekarang. Menikmati menonton kartun atau kita bisa menonton film. Itu disebut istirahat juga.”“Lalu apa kita akan di kamar sepanjang hari tanpa makan?” tanya Dira kembali.“Makan, jika malas keluar, kita pesan dari sini.” Dima tersenyum.Dira benar-benar tidak membayangkan berada di dalam kamar seharian bersama dengan Dima.Melihat Dira yang seperti itu membuat Dima gemas. “Ayo, kita maka
Dima melihat wajah Dira yang cantik. Ini kali pertama melihat Dira dari dekat. Bulu mata lentik begitu indah. Bibir merah yang merekah pun begitu menggoda.Air yang mengalir di bibir Dira membuat Dima mengusap bibir itu. Sayangnya saat mengusap bibir itu, Dima justru tertarik dengan bibir merekah itu. Tanpa aba-aba, Dima langsung mendaratkan bibirnya di bibir Dira.Dira membulatkan matanya ketika melihat apa yang dilakukan Dima. Bibir Dima yang dingin menempel di bibirnya, membuatnya seketika membeku.Dima menyesap bibir Dira. Bibir kenyal itu begitu manis sekali. Hal itu membuat Dima menikmati bibir itu. Tak ada penolakan dari Dira membuat Dima semakin menikmatinya.Untuk sesaat Dira berada dalam rasa terkejutnya. Hingga akhirnya Dira tersadar apa yang dilakukan oleh Dima. Dengan gerakan cepat dia mendorong tubuh Dima. “Kenapa?” tanya Dima. Dima seperti anak kecil yang baru saja kehilangan kesenangannya.“Kenapa Kak Dima mencium aku?” Dira melemparkan pertanyaan itu. Dia yang harus
“Kak, aku lapar.” Dira menggoyang-goyangkan tubuh Dima. Karena Dima begitu pulas, Dira harus bersusah payah untuk membangunkan. Benar-benar Dima tidur pulas sekali. “Kak.” Dira gemas sekali. Entah kenapa dia merasa Dima seperti orang pingsan.“Em ....” Dima hanya berdeham saja. Tak bangun sama sekali.“Aku lapar, ayo makan.” Dira kembali goyang-goyangkan tubuh Dima.“Bukankah kamu tadi sudah makan.” Dima dengan mata yang terpejam pun menjawab.“Tadi aku makan pagi, ini makan siang.”Dima membuka matanya. Melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Ternyata sudah jam dua belas. Pantas saja Dira meminta untuk makan.“Pesanlah makan saja.” Dima kembali memejamkan matanya.“Tidak mau, aku mau maka di restoran.” Dira menekuk bibirnya. Tangannya melipat di dada.Dima mengembuskan napasnya. Berhadapan dengan anak kecil memang sangat melelahkan. Jadi dia harus banyak-banyak sabar.“Baiklah.” Dima akhirnya setuju dengan ajakan Dira. Dia segera bangun kemudian segera ke kamar mandi.Dira menah
Dira dan Dima menikmati makan siang. Rencananya mereka akan pulang setelah makan siang. Tak banyak yang dilakukan membuat Dima dan Dira memutuskan untuk pulang. Tentu saja mereka pulang ke rumah Mama Ale dan Papa Alca.Saat sampai di rumah, ternyata Mama Ale sedang pergi, sedangkan Papa Alca sedang bekerja. Di rumah tidak ada orang selain asisten rumah tangga.“Kamu bawa barang-barangmu ke kamarku saja.” Dima memberitahu Dira.Rencananya Dira akan tinggal di kamar Dima. Mengingat barang Dira yang lebih sedikit. Lebih enak jika dia yang pindah.Saat masuk ke dalam kamar, Dira melihat kamar yang begitu rapi. Barang-barang tidak banyak. Lebih terlihat simple. Tentu saja itu membuat Dira bingung menaruh barangnya di mana.“Kamu taruh bajumu di sini saja.” Dima membuka pintu lemari. Memberitahu di mana harus menaruh bajunya.“Baiklah.” Dima segera menaruh baju-baju miliknya di lemari tersebut.Di saat Dira sedang menaruh bajunya di lemari, Dima memilih untuk keluar dari kamar. Ke lantai ba
Dira tidur dengan pulas dalam dekapan Dima. Semalam guling yang berada di tengah dipakainya memeluk. Sampai saat berbalik memunggungi Dima, dia membawanya. Sayangnya, saat kembali menghadap ke arah Dima lagi, justru Dira melupakan gulingnya. Mengganti gulingnya itu dengan tubuh Dima. Alhasil, dia kini berada dalam pelukan Dima. Dima yang mendapati Dira memeluknya erat pun memilih membiarkan saja. Justru menikmati pelukan hangat dari Dira itu.Dira merasakan kehangatan. Saat menyadari jika ada sesuatu yang salah dengan kehangatan itu, segera membuka matanya. Alangkah terkejutnya Dira saat mendapati dirinya berada dalam pelukan Dima. Kali ini, Dira tidak marah seperti kemarin malam. Karena menyadari jika ini adalah kesalahannya. Jadi dia memilih diam saja.Perlahan Dira melepaskan tangan Dima yang berada di bahunya. Menjauhkan sedikit tubuhnya agar dapat segera pergi. Sambil menjauhkan tubuhnya, Dira melihat wajah Dima. Namun, apa yang dilakukannya itu justru membuatnya tidak fokus. Dir
“Pak Dima memang sebenarnya tidak ke pabrik, Kak. Dia pergi bersama keluarganya. Aku diminta membawakan barang-barangnya.” Dira akhirnya memberikan alasan pada Ana.“Membawakan barang?” Ana merasa heran.“Iya, Kak. Kak Ana tahu, aku benar-benar jadi asisten yang membawakan barang Pak Dima.” Dira mulai berdrama. Bercerita agar terlihat menyedihkan.Ana pernah melihat jika Dira sering sekali diminta membawa banyak berkas. Jadi wajar jika Dira diajak Dima hanya untuk membawakan barang.“Lalu apa kamu ada hubungan dengan Pak Dima. Kenapa bisa jadi asistennya. Kamu saudaranya, teman, atau apa?” Sejak Dira datang, Ana begitu penasaran sekali. Ingin tahu apa hubungan Dima dan Dira sebenarnya.“Aku anak teman Pak Alca.” Dira mencoba menjelaskan. Yang dijelaskan memang tidak salah. Karena memang dia adalah anak teman Alca Janitra.“Bagus kalau begitu. Aku tenang. Jadi kamu tidak ada hubungan dengan Pak Dima seperti pacaran.” Ana merasa cukup senang. Karena dengan begitu dia bisa mendekati Dima
Dima melihat Dira yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia memilih untuk berlalu mengambil bajunya. Tanpa memedulikan Dira, dia masuk ke kamar mandi.Dira terkesiap. Masih berusaha menyadarkan diri setelah melihat sikap Dima tadi.“Kenapa Kak Dira tidak mengatakan apa-apa? Kenapa dia tidak marah?” Dira bertanya-tanya dalam hatinya. Dia benar-benar bingung dengan sikap Dima. Yang ada di pikirannya adalah Dima akan marah-marah dengan apa yang dilakukannya. “Nanti juga dia akan bicara.” Dira menebak jika Dima pasti nanti akan bicara. Tidak mungkin Dima akan diam terus. Karena lapar, Dira memilih untuk ke lantai bawah. Ada banyak makanan, tetapi dia ingin sekali makan mie instan. Karena itu dia segera membuat mie instan.Saat sedang akan menikmat mie instan, dia melihat Dima yang menuruni anak tangga. Melihat Dima membuat Dira begitu takut sekali. Alhasil, Dira memilih untuk menundukkan pandangannya. Menghindari pandangan dengan Dima.Dima melihat Dira yang sedang menikmati makan mie