Bayi akan dibawa ke ruang bayi oleh perawat. Dokter masih harus melakukan proses akhir yaitu mengeluarkan ari-ari dan dibersihkan setelah operasi. Keluarga melihat bayi mungil yang dibawa oleh perawat ke ruang bayi. Hal itu membuat mereka benar-benar kagum sekali karena bayi kecil itu begitu menggemaskan sekali. “Lihatlah, dia seperti Dima sewaktu kecil.” Mama Mauren menangis ketika melihat anak Ale yang begitu mirip dengan anaknya. Papa David melihat jelas wajah anak Ale. Wajahnya benar-benar mirip Dima waktu lahir. Ada terselip rasa rindu di hatinya. Andai saja anaknya masih di sini, pastinya kebahagiaan mereka akan semakin lengkap. Papa David langsung membawa istrinya ke dalam pelukan. Menenangkan sang istri. Mama Arriel juga ikut bahagia melihat anak Ale. Sangat tampan dan lucu. Anak Ale adalah cucunya juga, meskipun bukan anak dari Alca. Saat bayi dibawa ke ruang bayi, para nenek dab kakek itu ikutan juga. Mereka seolah tidak mau melepaskan pandangan dari bayi mungil yang
“Jarak untuk melahirkan normal adalah delapan belas sampai dua puluh empat bulan, Bu.” Dokter memberitahu Mama Arriel. Mama Arriel mencoba menghitung. “Sekitar dua tahun, Dok?” tanyanya memastikan. “Iya, Bu.” Dokter mengangguk. Mama Arriel merasa kecewa sekali. Karena ternyata dia harus menunggu cucu lagi selama dua tahun. “Apa tidak bisa lebih cepat, Dok?” tanya Mama Arriel. “Bisa paling cepat setahun atau dua belas bulan. Hanya saja, tetap dalam pengawasan dokter.” Dokter kembali memberitahu. Mama Arriel merasa jika waktu setahun sudah lebih baik dibanding dua tahun. Jika setahun, mungkin dia bisa bersabar lagi. “Baiklah, terima kasih, Dok. Maaf mengganggu.” Mama Arriel tidak ada yang dipertanyakan lagi. Jadi tidak mau mengganggu dokter lagi. “Baiklah, saya permisi dulu.” Dokter segera pergi.“Sayang.” Papa Adriel yang mencari istrinya segera keluar. Dia ingin tahu apa yang dilakukan istrinya. Mama Arriel langsung menoleh pada suaminya. Dia tersenyum ketika sang suami menat
“Hai ....” Loveta menyapa Ale dan Alca. “Kak.” Ale dan Alca tersenyum ketika kedatangan Loveta. Ternyata tamu yang datang adalah kakaknya. Loveta tidak sendiri. Dia bersama dengan sang suami, Liam. Loveta menghampiri Ale. “Selamat atas kelahiran anakmu.” Loveta menautkan pipi di pipi Ale. Dia turut senang ketika mendengar kabar jika Ale sudah melahirkan. “Terima kasih banyak, Kak.” Ale tersenyum. “Selamat, Al.” Liam mengulurkan tangan pada Alca. Menjabat tangan adik iparnya itu. “Terima kasih banyak, Kak.” Alca menerima uluran tangan dari Liam.Liam beralih pada Ale. Menjabat tangan Ale.“Ini untuk kalian.” Loveta meletakkan buah dan kue untuk adiknya di atas meja.“Kenapa harus repot-repot, Kak. Kalian datang saja aku senang.” Alca merasa kedatangan kakaknya adalah sebuah dukungan. “Tidak repot, Al.” Loveta tersenyum. Loveta segera beralih pada bayi mungil yang berada di dalam box. Tampak lucu sekali. “Tidak dirawat di ruang bayi?” tanya Loveta. “Dokter tadi bilang keadaanny
Melihat sang istri, Alca langsung menghampiri. Dia langsung mengambilkan minum yang berada di meja. Ale tersenyum malu. “Aku haus, hanya saja jaraknya jauh.” “Untung aku langsung datang.” Alca memberikan gelas pada Ale. Ale meminum minumannya menggunakan sedotan. Melegakan tenggorokannya yang kering Satu gelas penuh air putih habis diminum oleh Ale. Tampaknya yang haus tidak hanya anaknya saja, tetapi Ale saja. “Kamu sepertinya haus sekali.” Alca tersenyum ketika meraih gelas. “Iya, aku merasa haus sekali.” Ale tersenyum malu. Alca mengalihkan pandangan pada baby Dima. Tampak bayi kecil itu tidur pulas sekali. “Apa setelah minum dia langsung tidur?” tanya Ale. “Iya, dia langsung tidur.” Ale merasa gemas sekali. Padahal baru bangun, tapi anaknya sudah tidur lagi.“Apa anak bayi tidur terus saat siang?” Alca ingin bermain dengan anaknya tetapi justru sang anak tidur terus. “Sepertinya begitu. Sampai nanti dia akan punya siklus tidur yang teratur seperti kita.” Ale mempelajar
“Aku mau menyusui, Kak.” Ale memberitahu malu-malu. “Lalu masalahnya apa?” tanya Alca polos. “Aku malu, Kak.” Pipi Ale sudah merona ketika Alca justru balik bertanya. “Cepat anak kita haus, kenapa kamu justru mengajak berdebat.” Alca menegur sang istri. Anaknya terus menangi, tapi sang istri terus bicara. Ale pun tidak punya pilihan. Dia segera membuka kancing bajunya. Kemudian mengeluarkan gundukan kenyal miliknya. Entah kebetulan atau tidak, setiap dia tadi menyusui Alca selalu tidak ada. Saat ada mamanya, Alca di luar, saat ada Loveta pun Alca di luar. Sisanya selalu kebetulan sekali Alca keluar dan perawat yang menemani. Kali ini Ale tidak punya pilihan. Tidak ada perawat yang masuk karena sudah malam. Ale langsung mengarahkan puncak dadanya itu pada Baby Dima.Alca menyeringai. Dia sengaja sekali ingin melihat anggota tubuh sang istri. Sudah sejak lama dia menahan diri. Jadi tentu saja kali ini dia tidak sanggup lagi. “Kamu sepertinya haus sekali.” Alca memegangi dagu san
Alca tersenyum ketika melihat Mama Mauren dari pantulan kaca di atas dasboard. Dia melihat kebahagiaan Mama Mauren ketika melihat cucunya. Dia yakin Mama Mauren akan baik-baik saja setelah kepergian Dima. Karena kini ada Dima kecil yang hadir. Ale yang memerhatikan suaminya merasa lega sekali. Akhirnya suaminya tersenyum. Artinya sang suami tidak merasa kesal karena Mama Mauren menyamakan Baby Dima dengan mendiang Dima.Setelah perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya mereka sampai juga. Ale, Alca, Papa David, dan Mama Mauren keluar. Mama Mauren membawa serta cucunya berada di dalam gendongannya. Alca segera membantu sang istri. Walaupun sudah bisa jalan, tetap saja Ale masih harus pelan-pelan. Di mobil lain ada Mama Arriel dan Papa Adriel keluar dari mobil. Mereka segera masuk, menyusul Ale dan yang lain.Alca langsung mengantarkan Ale ke kamar. Mama Mauren yang membawa sang cucu pun langsung ikut ke kamar. Meletakan cucunya di box bayi. “Apa kalian sudah bisa memandikan bayi?
“Al, Ale baru saja melahirkan. Mama harap kamu bisa bersabar untuk menyentuhnya.” Mama Mauren mengerti sekali. Sebagai seorang suami, pastinya Alca ingin menyentuh istrinya. Jadi Mama Mauren ingin mengingatkan Alca untuk hal itu. Alca ingat betul dengan apa yang dikatakan Ale kemarin. Jika dia harus menunggu sampai empat puluh hari. Walaupun berat, tentu saja dia akan melakukannya. “Aku tahu, Ma.” Alca menangguk. Mama Mauren bersyukur ketika Alca mengerti. Jadi tidak perlu ada yang dikhawatirkan. “Satu lagi, Al.” Tiba-tiba Mama Mauren mengingat sesuatu. “Apa, Ma?” tanya Alca. “Ale baru melahirkan. Jarak yang bagus untuk melahirkan lagi adalah dua tahun. Jadi sebaiknya jika kalian mencegah kehamilan terjadi. Tidak baik untuk Ale dan juga tidak baik untuk Dima jika sampai Ale hamil.” Mama Mauren memberitahu hal itu. Takut jika sampai Alca dan Ale berhubungan, mereka akan kebablasan. Padahal rahim Ale belum siap. Belum lagi Baby Dima butuh ASI. Jika sampai Ale hamil, pasti akan men
“Agar saat Dima tidak bersamamu dia bisa minum susu dari botol bayi.” Mama Mauren menjelaskan kenapa meminta sang menantu untuk memompa ASI-nya.Ale masih belum bisa terima dengan alasan yang diberikan oleh mama mertuanya. “Tapi, aku tidak akan ke mana-mana. Jika pun aku pergi dengan Baby Dima, pasti aku akan mengajaknya.” Ale mencoba menjelaskan pada mama mertuanya.“Ada waktunya kamu akan pergi tanpa Dima. Jadi lakukan saja.” Mama Mauren tetap memberikan botol dan alat pompa bayi.Mau tidak mau Ale menerima alat pompa ASI. Tak mau berdebat lagi dengan mertuanya. Dia mengalihkan pandangan pada suaminya. Menunjukan wajah kecewanya.Mama Mauren segera kembali lagi masuk ke rumah. Dia harus menyiapkan sarapan untuk mereka semua. Apalagi untuk ibu menyusui.Ale masih terdiam. Dia masih memikirkan kenapa sang mama memaksanya memompa ASI. Saat melihat anaknya, Ale merasa tidak mungkin dirinya akan meninggalkan sang anak.“Kamu baik-baik saja, Al?” tanya Alca. Dia melihat sang istri tampak