"Sayang apa tidak bisa aku mencetak golnya sekarang? Rasanya aku sudah tidak sabar," goda Satria sambil mengecup pipi Azizah "Ya ampun Mas! Sabar sedikit kenapa. Baru juga beberapa hari aku lahiran. Kamu harus berpuasa selama 40 hari." Satria merengut saat mendengar ucapan dari istri keduanya."Eekkhm! Maaf mengganggu " Fatma masuk ke dalam kamar Azizah, membuat kedua orang yang ada di dalam itu sontak terkejut. "Aku hanya ingin membawa Syafiq ke sini, karena dia sepertinya sangat kehausan, sejak tadi terus menangis."Azizah merasa canggung, "Iya Mbak, sini biar aku susui." Dia merentangkan tangannya kemudian menggendong tubuh Syafiq dan menidurkannya di samping lalu dia mulai menyusui bayi tersebut.'Kenapa rasanya begitu sakit melihat cinta di antara mereka? Walau aku berusaha ikhlas, tapi aku tidak membohongi diri ini bahwa rasa sakit itu terkadang menyeruak dan singgah begitu saja walau aku sudah mengusirnya beberapa kali.' batin Fatma."Kalau gitu aku pamit dulu ya. Aku mau bant
"Meli!""Satria!"Kedua orang itu nampak terpaku hingga beberapa detik, membuat Yusuf yang ada di sebelah wanita cantik tersebut merasa heran. Dia menatap ke arah Satria dan wanita yang bernama Meli itu bergantian."Kalian saling mengenal?" tanya Yusuf penasaran."Jadi kamu pemilik dari Cafe ini?" tanya Meli kembali sambil menatap ke arah Satria dengan mata penuh binar.Sudah beberapa tahun mereka tidak bertemu, dan saat ini keduanya dipertemukan kembali, tentu saja membuat Meli sangat senang. Sementara Satria hanya menganggukan kepala dengan raut wajah canggung.'Kenapa harus Meli?' batin Satria."Hei ..." Yusuf melambaikan tangannya. "Kalian dengar pertanyaanku, kan? Jadi kalian ini saling mengenal?""Iya, dia temanku dulu," bohong Satria."Teman?" Meli mengangkat satu alisnya. "Hei! Kita ini pernah mempunyai hubungan yang spesial, tapi oke ... itu kan masa lalu." Meli tersenyum bahagia, "bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tidak bertemu?""Alhamdulillah aku baik. Kamu sendiri gimana
Satria mengendarai mobilnya menuju rumah, dia masih terbayang-bayang dengan obrolannya bersama dengan Meli beberapa waktu yang lalu.Dia dapat melihat tatapan Meli saat mereka masih bersama dan tidak pernah berubah. "Apakah Meli masih mencintaiku?" lirih Satria, "tidak. Tidak. Itu tidak mungkin. Bagaimana mungkin bisa Meli masih mencintaiku, sedangkan dia tahu aku sudah mempunyai istri? Mungkin itu hanya perasaanku saja." Pria itu mencoba menampik, "sebaiknya aku jaga jarak dengan Meli."Setelah sampai rumah Satria disambut oleh Fatma dan juga Azizah, kebetulan mereka berdua sedang berada di ruang tamu mengasuh Syafiq, bahkan di sana juga ada orang tua Azizah.Melihat semuanya sangat rukun, membuat Satria mengucapkan syukur di dalam hatinya. 'Aku berharap kerukunan ini akan terus langgeng dan tidak akan pernah berubah atau bercerai-berai. Aku senang bisa melihat senyum mereka.' batin Satria."Mas, kamu sudah pulang? Ayo kita makan dulu!" ajak Fatma setelah mencium tangan Satria.Pria
"Eeuum ... itu ..." Satria nampak tidak bisa menjawab dia menatap ke arah Fatma, Azizah, Umi dan Abi bergantian.Kali ini bukan hanya Fatma menatapnya dengan kecewa, akan tetapi hatinya terasa begitu sesak saat mendapati kenyataan bahwa Satria memperkenalkan Azizah kepada temannya sebagai seorang istri, lalu apa dirinya bagi Satria?'Tega kamu Mas. Kamu lebih memperkenalkan Azizah dibandingkan dengan diriku ... apa sebegitu tidak berguna dan berarti kah diriku di hatimu? Di dalam hidupmu? Jika bukan karena nazarku, mungkin aku sudah pergi Mas. Tapi aku sudah berjanji atas nama Allah, dan aku tidak bisa mengingkari nya.'Seketika ada rasa penyesalah di hati Fatma karena dulu ia sempat bernazar atas nama Tuhan. Seharusnya itu tidak dia lakukan, karena penyesalan hanyalah tinggal penyesalan, dan kini Fatma harus menanggung resiko dari nazarnya tersebut."Kenapa kamu diam saja, Satria? Apakah benar jika dia istrinya kamu juga?" Meli menatap ke arah Satria bergantian pada Fatma.Azizah yan
"Aku ..." Satria tidak bisa menjawab. Entah kenapa seketika lidahnya menjadi kelu, karena ia pun bingung jawaban apa yang harus diberikannya kepada Azizah.Waktu Meli menanyakan tentang siapa istrinya, refleks yang ada di pikirannya Satria hanyalah Azizah. Itu kenapa dia langsung menyebut nama Azizah dan dia tidak memikirkan konsekuensinya."Kenapa kamu malah diam saja, Mas? Ayo katakan! Kenapa kamu malah memperkenalkan aku kepada mantan kekasihmu itu? Seharusnya bukannya Mbak Fatma, ya? Dia adalah istri pertamamu dan dia sudah menemanimu selama 5 tahun Mas. Apa kata orang lain nanti?""Sayang, kamu dengarkan dulu dong penjelasan aku! Jangan marah-marah kayak gitu." Satria mencoba untuk menenangkan emosi istrinya."Bagaimana aku bisa tenang? Di sini aku selalu saja terpojok diantara dilema. Kamu tahu nggak sih, Mas? Di satu sisi aku mencoba rukun dengan mbak Fatma, di sisi lain kita mencoba untuk berdamai dengan posisi. Tapi kamu sendiri yang merusaknya, Mas. Sekarang kamu pikirkan ya
"Umi aku--""Aku apa, hah? Kamu mau bilang ... Umi, aku tidak bermaksud seperti itu. Begitu maksud kamu?" bentak Umi, "dengar ya! Kamu itu benar-benar sudah keterlaluan, Satria. Di sini siapa istri kamu yang sudah menemanimu selama 5 tahun? Tapi siapa yang kamu perkenalkan terlebih dahulu?""Umi, ayo kita keluar!" ajak Abi, "ini adalah masalah rumah tangga mereka. Biarkan Fatma dan juga Satria menyelesaikan masalah keluarga mereka masing-masing. klKita jangan ikut campur!""Tidak Abi! Kali ini Umi tidak bisa tinggal diam. Apa Abi mau anak kita terus-terusan disakiti batinnya sama dia?" Lagi-lagi tatapan Umi begitu tajam kepada Satria, sementara pria itu hanya menundukkan kepalanya. Namun, lirikan matanya mengarah kepada Fatma yang saat ini tengah membelakanginya.Dapat Satria lihat bahu wanita itu bergetar. 'Maafkan aku Fatma. Aku memang selalu menyakitimu, tapi bukan itu maksudku.' batinnya."Umi ..." Abi menatap lekat ke arah sang istri. "Ayo kita pergi! Biarkan mereka menyelesaikan
Satria mencoba untuk masuk ke kamar Azizah, namun berbarengan dengan itu Nisa keluar dan dia melihat Satria yang hendak masuk kemudian wanita itu pun mencegahnya."Jangan masuk dulu! Biarkan Azizah sendiri.""Tapi aku ingin berbicara dengannya, aku--""Jangan keras kepala!" potong Nisa, "kamu sudah melukai dua hati wanita, mungkin 3, dengan Umi Khaira, atau bahkan lebih. Mamu tahu Satria? Seharusnya kamu bisa menjadi imam yang baik untuk kedua istrimu, tapi saranku untuk saat ini, jangan dekati Azizah dulu, karena emosinya sedang meluap. Kamu hanya akan membuatnya semakin marah. Biarkan dia tenang terlebih dahulu."Mendengar hal itu Satria merenung, apa yang dikatakan oleh Nisa benar. Akhirnya dia pun berbalik badan mengambil kunci mobil untuk menuju Cafe. Malam ini dia tidak akan tidur di rumah, karena Satria pun perlu merenungi kesalahannya.Umi kembali masuk ke dalam kamar Fatma, dia mengusap air mata yang terus saja mengalir. "Sudahlah Nak ... jangan kamu tangisi pria seperti itu!
Satria terbangun saat jam menunjukkan pukul 08.00 pagi. "Astaga! Aku kesiangan." Pria itu pun bangkit dari tempat tidur, segera membersihkan diri di kamar mandi yang ada di sana setelah itu berganti pakaian.Dulu sebelum menikah dengan Fatma, Satria sempat tinggal di sana dan tentunya banyak pakaian dia yang tidak dibawa ke rumah."Pasti cafe di bawah sudah buka. Sebaiknya aku minum kopi dulu sebelum pulang." Pria itu pun menuruni tangga, dan beberapa karyawan cukup terkejut tapi ada yang tidak, karena sudah terbiasa pada Satria sebab melihat mobilnya yang terparkir di depan."Pagi Pak," sapa salah satu karyawannya. "Apa Bapak butuh kopi?""Iya, tolong bawakan ya! Saya duduk di pojok sana." Pria itu pun duduk dekat air mancur.Pikirannya benar-benar sangat kalut. Dia pikir mempunyai dua istri itu mudah tetapi rasanya benar-benar sulit karena harus membagi adil, sedangkan Satria hanya berpacu kepada Azizah saja sebab wanita itu yang menarik hatinya dan wanita itu pula yang memiliki ci
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm