Bab 76 My precious baby Di rumah Bening, benar – benar chaos. Iswati menangis meraung – raung mencari Evan. “Kembalikan cucuku! Kembalikan cucuku!” teriaknya histeris berulang kali sambil memukul dada. Gatot memeluk istrinya dan berusaha menenangkannya. “Istighfar Ma, istighfar. Elang, Kama dan beberapa pemuda di sini sedang mencari Evan. Kita berdoa saja semoga Allah melindungi cucu kita. “Huhuhu…. Ini salahku, Pa. Aku tidak bisa menjaganya dengan baik.” Gatot menarik napas panjang, dia kemudian melihat ke Bening yang sangat terguncang di ruang tengah, ditemani oleh Andini dan Atun. Anak itu sama sekali tidak bicara, dan hanya tangisnya yang terdengar. “Bagaimana kejadiannya Mba Atun. Bagaimana Evan bisa diculik orang?” tanya Andini pada Atun, Dia baru datang. “Saya tidak tahu persis, Mba. Tadi saya sedang membuat sarapan di dapur. Seperti biasa Bapak dan Ibu jalan – jalan pagi bersama Evan. Kemudian mereka katanya mampir beli bubur ayam buat Evan di depan minimart. Sewaktu Ibu
Bab 77 Beyond all reason Mata Ibra menyisir taman bermain, suasana ramai. Berkali – kali dia melihat Evan makan roti di rerumputan, di mana dia meninggalkan bayi itu sendirian. Hati Ibra berdenyut saat langkahnya menjauh. “Sial! Bagaimana jika Bos Gendut membunuhnya. Aku tidak mau bocah sial itu menghantui sepanjang hidupku!” Dia bergegas kembali mengambil Evan. “Jangan menangis!” kata Ibra. Hari itu dia menyamar sebagai perempuan, dengan memakai gamis dan cadar yang dia curi dari tetangga Ceking. *** Lamat – lamat Herni mendengar suara derit pintu dibuka. Kemudian ia mendengar suara langkah kaki masuk. “Jeng, apa itu kakakmu?” tanya Herni menggoyang – goyangkan tubuh anak perempuannya. Ia lalu melihat jam dinding yang tergantung di tembok, Jam 10 malam. “Gak tahu, Bu. Biarkan saja. Ajeng mengantuk.” Gadis itu merapatkan selimutnya. Cuaca malam itu sangat dingin, dan masuk lewat celah – celah ventikasi. “Bu, bangun. Aku membawa Evan anakku.” “Apaaa!!”Sontak Herni dan Ajeng b
Bab 78 A day in October Bening kaku melihat Evan diturunkan dari atas pohon. Dia dipeluk oleh mamanya. Rupanya, tubuh bayi itu dimasukkan dalam sebuah tas kain tebal. Sebagian bawahnya dilubangi untuk tempat kaki Evan. Kemudian tas itu digantung di atas dahan kokoh ketapang. “Evan masih hidup!” kata Kama gembira, saat mengeluarkan Evan dari dalam tas. Bayi bertubuh montok itu hanya sedikit lemas, dan sedang tidur. Napas bocah itu turun naik dengan lembut. Serta merta, Bening memeluknya sambil berurai air mata. “Evan, owh Evan anak Mama. Kamu sehat – sehat kan , Nak?” Dengan panik, dia memeriksa tubuh anaknya. Evan membuka matanya dan melihat banyak orang sekelilingnya. Bayi itu kelihatan bingung, lalu menangis. “Cucuku, cucuku kembali. Alhamdulillah Ya, Allah!” teriak Iswati dan Gatot. Mereka berdua sujud syukur. “Kita sebaiknya bawa Evan ke rumah sakit,” usul Elang. “Aku setuju, kita tidak tahu, seharian ini Evan bersama siapa,” Kama menambahkan. Bening mengangguk. Dia peluk a
Bab 79 Nobody“Katakan dengan jujur, apa Ibra pengidap AIDS?” tanya Ceking pada Ajeng dengan muka merah padam. Tangannya mencengkeram tubuh gadis itu kuat – kuat.Ajeng mengangguk pelan.“Bangs*t!” Ceking menghempaskan tubuh Ajeng ke samping dan memukul tembok Puskesmas hingga tangannya berdarah. Ketakutan akan tertular penyakit AIDS mulai merengkuh tubuhnya.Pria itu lalu melihat Ibra yang masih belum sadar di ranjang. Dia lalu mendekati Ibra dan mau mencekiknya. “Kamu jahat sekali Bra! Aku menyesal kenapa aku tak membunuhmu dulu saat di kau memukulku!”Untungnya, Ibra diletakkan di ruang terpisah dari pasien lain. Sehingga tidak ada orang yang melihat tindakan Ceking.“Maafkan Ibra, Nak,” kata Herni menghiba. Perempuan itu sampai sujud di kaki Ceking. “Dia sudah kena karmanya sekarang.”Ceking mendengus.Ajeng mendekati Ceking. “Maaf, Bang, marah tidak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik Abang Ceking dan Abang Gendut tes AIDS sekarang. Semoga saja hasilnya negatif.” Dalam situasi
Bab 80 Yes, I am stupid Herni terkesiap saat melihat kedua anaknya tertindih motor. Rasa lelah dan frustrasi membuatnya berulang kali ikut jatuh terjerembab saat berusaha mengangkat motor di atas tubuh anaknya. Ajeng berusaha menoleh ke samping, tangannya menyentuh dada Ibra dan ia lega mengetahui kakaknya masih bernapas. “Haus… haus…” “Bu… Bu… Mas Ibra sadar!” teriak Ajeng kaget saat melihat Ibra membuka bola mata dan meminta air. Entah ini suatu keajaiban, Ibra yang koma tersadar kembali setelah kepalanya terbentur batu. Herni terperanjat, sedetik kemudian wanita itu penuh semangat dan berhasil mengangkat motor yang menindih kedua anaknya. Selanjutnya, ia buru – buru mengambil sebotol air dan meminumkannya perlahan pada Ibra. “Alhamdulillah! Kamu sudah sadar!” Herni mengusap kepala Ibra. “Bu, coba periksa kepala Mas Ibra, sepertinya tadi kepalanya membentur batu,” tanya Ajeng cemas. Tangan Herni memeriksa kepala Ibra. “Tidak ada, hanya benjolan sedikit di belakang kepalanya
Bab 81 Riding the wind “Tinggal sedikit lagi aku akan mati.” Setan dan iblis di kepala Ibra saling bersorak menyemangati pria itu supaya lekas terjun ke sumur tua. Sayangnya… Ajeng mengetahuinya. Gadis melemparkan kayu dan ubi di tangan dan menjauhkan Ibra dari bibir sumur. Sedangkan Herni berdiri seperti patung, kakinya seperti terjebak ditanah melihat Ibra hendak bunuh diri. “Jangan bodoh Mas, apa Mas Ibra tidak kasihan sama Ibu?” tangis Ajeng, memeluk kuat “Lepaskan aku! Lapaskan aku! Biarkan aku mati! Aku lelaki tak berguna! Aku sangat menjijikkan.” teriak Ibra putus asa. Pantatnya telah penuh kotoran. Herni tercekat, air matanya deras meluncur. Lengkap sudah penderitaannya. Miskin, tidak punya pendapatan dan anak kesayangannya berniat bunuh diri. Wanita itu berjalan dengan lunglai mendekati kedua anaknya. Kemudian berjongkok memandang Ibra. “Kalau kamu mau mati, matilah saja, Nak. Ibu ikhlas melepasmu, daripada kamu menyusahkan Ibu dan adikmu.” Kata Herni sendu. Ia meng
Bab 82 Crazy hunterSenyum tipis Bening mengembang, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan perkataan Sasmita yang mengintimidasi. “Oh, ya, kalau begitu saya ucapkan selamat, dan jika Anda tidak ada urusan di sini, silahkan keluar. Saya masih ada urusan bisnis dengan sahabat saya.” Tangan kanannya menyilakan Sasmita pergi.Sasmita tersenyum tipis. “Sombong! Pelayanannya jelek sekali.!” Dia mengentakkan kursi plastik yang ada dekat ember tempat menaruh bunga. Sedangkan bibirnya manyun. Sikapnya sangat jauh sekali dengan tampilannya yang manis.Kedua alis Bening terangkat ke atas. “Hei Mba, kami berdua denger lho apa yang kamu bilang,” ucapnya santai.Sementara Andini menanggapinya dengan sedikit emosi. “Siapa situ, langsung main selonong saja ke kantor orang.” Dia memperhatikan gaya berjalan Sasmita yang seperti bebek.Sasmita berbalik dan memberikan jari tengahnya ke atas.“Belagu banget sih kamu!” Andini mau mengejar Sasmita yang sudah keluar. Tapi Bening mencegahnya.“Ngapain kamu
Bab 83 A wonderful surprised “Siapa kamu, berani sekali mengusir kekasih saya!” Bisa ditebak, reaksi Kama sangat dingin menghadapi Sasmita. Wajahnya datar dan kaku. “Aku Sasmita, pengagum beratmu.” Dia tanpa malu – malu mencoba menyentuh tubuh Kama, sambil melirik Bening. Sayangnya, laki – laki itu menepisnya secara terang – terangan. Bening menyembunyikan kekagetannya, dan diam menunggu kelanjutan drama Sasmita. “Tolong menjauhlah. Saya tidak suka dengan wanita yang tidak saya kenal dekat – dekat saya.” Kama berusaha menjaga sikap. Menilik dari gesturenya, jelas sekali Kama menolak Sasmita. Dia sama sekali tidak tertarik dengan wanita itu. Sedangkan Sasmita, kebalikannya. Sorot matanya menyiratkan isyarat ketertarikan yang menggebu – gebu untuk mendapatkan Kama. Parahnya, Sasmita tipikal wanita berkepala batu. Penolakan Kama membuat tingkah perempuan itu kian menjadi, Tanpa risih, dia mengibaskan rambut panjangnya, kemudian membuka kancing blouse, bagian atas, memperlihatkan
Bab 121 Last episode - Immortality “Cukup, Kak, cukup. Stop mentololkan keluarga saya!” Sesabar – sabarnya Bening, hatinya panas mendengar Tita menyebut keluarganya bodoh. Kebencian kakak iparnya itu kian menjadi, setelah tahu Dinda berniat bunuh diri, kemudian memutuskan hengkang dari rumah Tita, dan memilih tinggal bersama kakeknya di Gunung Gajah. Sementara Arum lebih suka tinggal bersama Kama dan Bening. “Kenapa? Ini mulut saya dan saya bebas mengatakan apa yang saya mau. Keluarga kamu memang tolol, dan mau pansos pada keluarga kami. Puas!!” Sorot mata Tita penuh kebencian saat mereka mau ON AIR di salah satu stasiun televisi. Sekonyong – konyong, tangan Tita mengambil gunting dari balik bajunya, dan secepat kilat merobek gaun Bening. Saat Bening belum sepenuhnya sadar, perempuan itu lalu menarik rambut panjang Bening, kemudian dengan bengis memotongnya sangat pendek. “Ya ampun!” teriak beberapa kru yang melihat setengah rambut Bening terlempar lepas ke lantai. Mereka tidak
Bab 120 Morning call“Kak… aku mau menikahi Dinda.”Sontak donat yang ada dalam mulut Bening muncrat keluar. Dia menoleh dan menatap bola mata adiknya tak percaya. “Kejutan apa lagi ini, Lang?” tanyanya kaget.Wanita itu ingat, saat Andini meninggalkan Elang, lelaki itu terpuruk dan berpikir tidak mau menikah lagi. Eh, sekarang tiba – tiba dia bilang mau menikahi keponakan Kama. Hatinya dag – dig – dug. Ketakutan yang selama ia simpan, terjadi juga.Elang duduk dengan santai di kursinya.“Salah satu alasannya adalah Kanaya, dia butuh sosok Ibu. Walaupun aku tahu, Mama dan Kakak sangat sayang kepadanya. Tapi, Kanaya butuh real mom, dan aku pikir Dinda adalah wanita tepat untuk Kanaya. Dia sangat sayang pada Kanaya.”“Apa kamu sudah memberitahu Mama soal ini?” tanya Bening. Donat bedak kesukaannya tak lagi membuatnya bergairah.Elang tersenyun nakal. Sifat isengnya mulai tumbuh. “Justru karena itu, aku bilang sama Kakak, supaya Kakak mau membantuku bilang sama Mama. Please… hanya Kakak
Bab 119 Forgiving“When a deep injury is done to us, we never recover until we forgive.” – Alan Paton“Aku benci Ibra! Aku muak melihat laki – laki itu!” Bening meremas – remas tangannya. “Tolong jangan pinta aku untuk menemuinya!” Bening benar – benar marah saat Kama tiba – tiba mengajaknya ke rumah sakit untuk menjenguk mantan suaminya itu.Bening masuk ke dalam kamar, dan menenggelamkan mukanya di bantal. Air matanya tumpah teringat dengan semua yang dilakukan Ibra.Kama menarik napas panjang, kemudian duduk di tepi ranjang, sembari mengelus kepala Bening.“Sayang, aku paham dengan kemarahanmu. Tapi Ibra menunggumu, aku tidak tega melihat dia selalu memanggil namamu.”Bening bangun dan duduk di sebelah Ibra. Air matanya meluncur deras. “Hatiku sakit Kama! Ibra sangat jahat kepadaku dan Evan, biarkan saja dia menanggung karmanya!”Kama memeluk dan mengecup kening Bening. “Aku mengerti sayang. Hanya saja, tak ada salahnya memafkan orang yang telah menyakiti hati kita. Ibra sudah mend
Bab 118 The last wish “Tolong beritahu Kak Bening, Mas Ibra sekarat dan ingin sekali bertemu dengannya.” Intan memegang kedua lengan Atun dengan kuat. Setelah dia menceritakan semua yang terjadi. Atun menggeleng. “Maaf Jeng, aku tak bisa. Aku takut Ibu Bening marah kepadaku. Kamu tahu kan, apa yang telah kakakmu lakukan pada Ibu Bening?” Dia khawatir, permintaan itu akan memporak – porandakan kebahagiaan Bening. Ajeng tidak mau perjalanannya sia - sia. “Aku tahu Mba, kakakku memang brengsek, dia telah menghancurkan hidup Kak Bening, tapi tolong Mba Atun, beritahu Kak Bening, bahwasannya kakakku mau meninggal dengan tenang. Aku tahu, selama ini dia menunggu Kak Bening. Mungkin dia mau meminta maaf sama Kak Bening langsung.” Terburu – buru Ajeng mengambil ponsel yang disembunyikan di dalam kantung celananya bagian dalam. “Kalau tidak percaya, lihatlah, lihatlah video ini.” Ajeng memutar video tentang kakaknya. Atun tercekat melihat kondisi Ibra yang sangat mengenaskan. Timbul rasa
Bab 117 A sweet kiss“Sial!!” Suara gedoran pintu itu membuyarkan kenikmatan Kama yang hampir mencapai puncak nirvana. Dia menghentikan gerakannya.“Buka dulu sayang, siapa tahu penting,” kata Bening, mengusap peluh di kening Kama yang berada di atasnya.Muka Kama cemberut, kelihatan kesal sekali dengan gangguan yang ditimbulkan pagi itu. “Biarkan saja. Kita lanjutkan saja permainan kita. Tanggung!” Tangannya menarik selimut dan menutupi tubuhnya dan Bening.Laki – laki itu kemudian memagut bibir Bening, mengulumnya dengan lembut, kemudian melakukan gerakan lamban naik – turun tapi dengan intense, seirama dengan alunan instrument piano yang mengalun lembut. “Kama… kama apa kamu ada di dalam? Tolong buka pintunya sebentar. Kakak mau bicara.” Dengan tak sabar, Tita menggedor – gedor pintu kamar Kama.“Ibu Tita, maaf, tolong jangan ganggu Bapak dan Ibu dulu, mereka mungkin masih tidur,” kata Atun. “Ibu silahkan tunggu dan duduk dulu di situ.”“Hey… diam kamu!” bentak Tita kasar. “Saya i
Bab 116 A slice of life“Oh my God! Meskipun kamu sudah menjadi istri sah Kama, saya tidak sudi dekat – dekat dengan kamu!” ucap Tita songong, saat Bening menyambangi rumahnya siang itu dengan membawa makanan.Kebencian perempuan itu pada Bening telah membuatnya menjadi perempuan buruk, hingga melupakan etika sebagai tuan rumah, dan membiarkan Bening berdiri dari 10 menit lalu.Telinga Anggi yang mendengarnya turut panas, ekor matanya melirik Bening yang berdiri dengan tegar dan tatapan teduh.“Tidak apa – apa, Kak, saya mengerti. Tujuan saya ke sini, selain untuk menjenguk Kakak, saya mau mengajak Kakak untuk menemui Ibu Irina, pekan ini. Beliau ingin sekali bertemu dengan Kakak ipar saya, sekaligus ingin mengajak Kakak bergabung dalam paguyuban Empowering Woman.” Intonasi suara Bening sangat tenang, dan tampak sangat professional menguasai emosinya. “Email resminya, nanti akan dikirim oleh Meli Sudrajat – sekretaris beliau.”Dagu Tita mendongak, sedang tangannya melipat ke depan dad
Bab 115 A perfect wedding “Tidak! Tidak! Saya tidak setuju dengan pernikahan mendadak ini!” Iswati melipat kedua tangannya ke depan. Dia memaksa tersenyum. “Saya paham kalian orang kaya dan bisa melakukan semua yang kalian mau, tapi tidak pada anak saya.” Terlihat jelas Iswati melindungi keluarganya. “Halah sok, paling juga menginginkan pernikahan mewah tujuh hari tujuh malam, supaya bisa disombongin ke media sosial,” celetuk Tita dengan mulut mencibir. “Cukup Ibu Tita, saya mendengar apa yang Anda katakan! Saya memang tidak seberuntung kalian, tapi seujung kuku pun, saya tidak berniat pansos kepada Kama!” balik Bening. Dia menatap tajam mata Tita. Tita kaget dengan keberanian Bening menyanggah perkataannya. Wanita yang dianggapnya lemah itu ternyata pemberani. “Stop! Papa minta tolong jaga sikapmu.” Sapto memperingatkan Tita. Dia kemudian menghadap ke Iswati dan Gatot. “Maaf jika sikap saya menyinggung keluarga Pak Gatot. Masalahnya, menurut pendapat saya, lebih baik menyegerak
Bab 14 Agreement “Sebelum istri saya meninggal, dia telah menyiapkan perhiasan buat istri Kama. Tolong terima ini, sebagai tanda pengikat dari Kama.” Sapto melihat orang tua Bening dengan mata lembut. Asisten Sapto kemudian meletakkan kotak kayu berukir di atas meja, dan membukanya. Kedua mata Gatot dan Iswati terbelalak melihat isi kotak tersebut. Di dalamnya terdapat perhiasan lengkap mulai, cincin hingga kalung bertahtakan berlian. Iswati yang duduk di samping suaminya, menelan ludah yang mendadak kering. Sebagai perempuan tak bisa dipungkiri dia terkesima dengan perhiasan seindah itu. Dalam hati dia menaksir harganya mencapai milyaran. Dia ngeri menbayangkan berapa jumlah kekayaan orang tua Kama, sehingga begitu mudahnya memberikan perhiasan dengan harga fantastic. Sementara Bening, terlihat duduk dengan anggun sambil memangku Evan. Kemilau perhiasan itu sama sekali tidak menggetarkan hatinya. “Maaf, Pak, bukannya saya lancang, tidak menghargai niat baik Bapak Sapto. Tapi,
Bab 113 Fools “Katakan sejujurnya Andini, apa benar Kanaya itu bukan anak kamu dan Elang?” desak Bening saat menemui sahabatnya itu di rumahnya. Ia sengaja datang ke rumah Andini pagi – pagi sekali. Andini yang masih memakai jubah tidurnya, tanpa ragu menuang anggur putih ke dalam kristalnya yang mahal. Kemudian dia duduk di seberang Bening. Mulutnya yang habis di filler menyesap anggur putih itu dengan nikmat. “Iya. Amir meninggalkan aku setelah mengetahui diriku hamil.” Wanita cantik itu membasahi bibir bawahnya. “Saat itu aku panik, aku takut menambah dosa, jika aku menggugurkan Kanaya. Maka, ketika Elang menawarkan pernikahan. Kuanggap itu jalan ninjaku untuk menyelamatkan muka. Dari awal aku berniat meninggalkan Elang setelah Kanaya lahir.” “Lantas, apa kamu bisa menjelaskan tentang Elang yang mengidam itu?” tanya Bening dengan mata berkilat. Ia tahu Elang sempat drop saat awal Andini hamil. “Aku mensugesti Elang, itu saja.” Dengan santai Andini menyesap anggur putihnya, dan