Inggrid memeluk Richard dan Kimberly secara bergantian. Dia harus pergi ke Eropa untuk melanjutkan pendidikannya seperti apa yang mamanya atur.“Hubungi aku setelah tiba di sana, kita bisa bergosip tentang banyak hal sehingga kamu tidak merasa kesepian,” ujar Kimberly dengan tawaran yang menarik.“Apakah kamu yakin perbedaan waktu tidak membuat komunikasi kita bermasalah?” singgung Inggrid.“Arlo sering kali membuatku begadang jadi itu tidak akan menjadi masalah,” ujar Kimberly.“Terima kasih untuk dukungan kalian, aku sangat menghargainya. Meski aku kembali terasingkan, kini aku tidak merasa sendiri,” balas Inggrid dengan nada sedih.Richard mendekati adiknya dan menepuk bahunya seakan menyalurkan kekuatan pada Inggrid. “Bersenang-senanglah disana, Johana memberimu kebebasan bukan? bahagiakan dirimu karena hanya kamu sendiri yang bisa melakukannya.”Percakapan mereka berakhir ketika panggilan terakhir pesawat Inggrid bergema. Inggrid menyeret koper kecilnya dan masuk ke dalam pesawat
Setelah pergumulan yang panjang, Axton memutuskan untuk menghadiri ulang tahun Arlo karena tidak mau bersitegang dengan Kimberly. Dia menekan egonya dan memilih mengalah demi adiknya.Sesampainya di sana, apa yang dia pikirkan terjadi. Kimberly menyodorkan seorang wanita bernama Marilyn, dia adalah teman Emma yang selama ini Kimberly ceritakan. Tampaknya Kimberly semakin gencar mencarikan wanita untuknya, padahal dia tidak berniat untuk hal itu.“Ini kakakku, namanya Axton. Lima tahun belakangan ini sikap hangatnya hilang dan berubah menjadi pria yang sangat dingin, aku yakin dia butuh sentuhan wanita untuk mencairkan gunung esnya. Maklum sepanjang hidupnya dia tidak pernah dekat dengan wanita, dia lebih dekat dengan kuda-kudanya,” ucap Kimberly menyodorkan kakaknya, membuat Marilyn tersenyum.“Sok tahu kamu, Kimberly. Kamu tidak tahu apa-apa tentang kehidupanku,” geram Axton menyanggah perkataan adiknya.“Ups ... sepertinya kakakku yang tampan marah padaku, aku akan meninggalkan kali
Inggrid memutuskan untuk pura-pura tidak mengenal Axton ketika pria itu bersikap acuh padanya. Mendengar cerita Kimberly tentang perselisihan Axton dan mamanya, membuatnya menjaga sikap dan berhati-hati karena tidak mau Axton membencinya akibat dari perselisihan tersebut.Setelah Inggrid dan Arlo memotong kue ulang tahun, pesta pun dimulai. Hidangan mewah disajikan dan musik bergema mengiringi pesta tersebut. Semua yang datang tampak bahagia terutama Richard dan Kimberly yang bersyukur atas keluarga kecil mereka.Namun hal serupa tidak dirasakan Inggrid dan Axton karena hati mereka sibuk menyelidiki perasaan masing-masing, keduanya terlihat saling curi pandang dan sesekali tatapan mereka bertabrakan.Jika itu terjadi, Inggrid akan menghindari tatapan Axton membuatnya terlihat bersalah atas perpisahan mereka. Kini keduanya saling menjaga jarak seolah perpisahan tersebut adalah yang terbaik untuk hubungan yang pernah terjalin.Inggrid terkejut ketika tiba-tiba Kimberly menarik Axton dan
“Sepertinya Inggrid masih terlalu malu mendengar berita ini,” ujar Johana menutupi penolakan putrinya. “Aku akan bicara dengannya, kalian silahkan menikmati pestanya,” lanjut Johana yang kemudian menyusul kepergian Inggrid.Dia pergi ke kamar putrinya dan menemukan Inggrid disana sedang menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Dia tidak mampu lagi menangis, seakan air matanya sudah kering.“Sayang, kenapa kamu bersikap seperti itu? kamu mempermalukan papa dan mama serta keluarga Jackson,” tanya Johana menghampiri putrinya.“Mama masih menanyakan sikapku? Apakah mama tidak sadar jika selama ini mama begitu menekanku? Aku hidup seperti boneka dan aku tidak tahan lagi. Lebih baik aku mati daripada hidup seperti ini,” jawab Inggrid tanpa menatap mamanya.Johana terduduk di atas ranjang putrinya, mengusap wajahnya lalu menangis terisak.Inggris yang mendengar tangisan mamanya, berbalik dan menatap heran ke arah wanita itu. Dia melihat wanita yang selama ini terlihat tegar, kini terlih
Inggrid segera turun dari ranjang dan pergi ke jendela ketika mendengar suara mobil menjauh dari kediaman Jackson. Matanya berkaca-kaca menatap kepergian Axton, bahkan pria itu pergi tanpa pamit, seakan mereka tidak pernah memiliki hubungan apa-apa.Setelah Axton menjauh dan tidak terlihat lagi, Inggrid berlari keluar kamar menuju kolam ikan di mana Axton membuang cincin pernikahan mereka.Dia menatap permukaan kolam dengan tatapan tak terbaca, lalu tanpa berpikir panjang, terjun ke kolam berusaha mencari cincin yang Axton buang yang kini ada di dasar kolam.Lama dia mencari seperti orang gila tetapi tidak menemukannya, hingga merasa putus asa dan yakin jika dia tidak akan bisa menemukannya seperti cintanya yang telah hilang.“Inggrid! Apa yang kamu lakukan?” seru Kimberly terkejut melihat adik iparnya masuk ke dalam kolam dengan pakaian yang kotor dan basah kuyup.“Aku kehilangan cincinku karena terjatuh di kolam, padahal cincin itu sangat penting bagiku,” balas Inggrid yang tidak mu
“Apakah kamu ingin bicara denganku?” tanya Inggrid mendekati kakaknya yang sedang bersantai di ruang keluarga di kediaman Jackson.“Bagaimana keadaanmu? apakah kamu masih demam?” Richard balik bertanya.“Sudah jauh lebih baik, aku sudah tidak demam lagi,” jawab Inggrid.“Kemarilah! Aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu,” ujar Richard yang kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekati sebuah lemari kaca yang ada di ujung ruangan, Inggrid pun mengikuti kepergian kakaknya itu.Setelah keduanya berdiri di depan lemari tersebut, terlihatlah sebuah peta yang terpasang di sana. “Bukankah itu peta Woodstock?” Inggrid memastikan apa yang dia lihat.“Benar sekali. Secara garis besar, Woodstock terbagi menjadi empat bagian. Bagian pertama yang paling luas adalah peternakan keluarga Hogan yang sekarang dikelola oleh kakak Kimberly, Axton Hogan. Bagian kedua yang luasnya hampir sama adalah peternakan milik keluarga kita, keluarga Jackson.”Richard memberi jeda pada perkataannya d
Inggrid meremas jari tangannya mendengar rencana Kimberly yang sedang menjodohkan kakaknya dengan Marilyn. Ada perasaan tidak rela jika wanita itu tinggal dan menginap di rumah Axton.Bagaimana jika mereka terjebak dalam satu keadaan yang membuat mereka tidur bersama? Tetapi bukankah Kimberly memang mengharapkan hal itu terjadi?Inggrid terlihat gelisah dan cemas akan hal itu, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa berdiam membeku dengan mulut bungkam.“Kenapa Marilyn harus menjadi tanggung jawabku? Bukankah dia tamumu? Jika tahu kamar di sini tidak cukup, seharusnya kamu tidak mengajaknya,” sanggah Axton yang keberatan dengan permintaan Kimberly.Tidak ingin menanggapi Axton dengan perdebatan, Kimberly memasang wajah memelas. “Maafkan aku, aku yang salah. Sekarang aku harus mencari jalan keluar dari kesalahanku. Tidak mungkin aku membiarkan tamuku tidur di sofa. Jadi tolonglah aku Axton, please!” pinta Kimberly.“Marilyn bisa berbagi kamar denganku,” ucap Inggrid menawar
Axton memegangi keningnya sambil menatap pembukuan peternakan yang tidak menghasilkan apapun, padahal dia harus membayar cicilan bank yang menggunung akibat gagal panen, dampak dari kemarau panjang.Saat ini masalahnya sudah banyak, dia tidak ingin menambahnya lagi dengan memikirkan Inggrid. Hubungan mereka sudah kandas, seharusnya dia tidak perlu mempedulikan wanita itu lagi atau keadaan akan menjadi semakin rumit.Dia tidak ingin kehilangan peternakannya hanya karena pikirannya teralihkan dengan masalah yang seharusnya sudah dia kubur lima tahun yang lalu.“Apakah kamu sibuk?” suara Marilyn membuat Axton mengalihkan tatapannya dari pembukuan peternakan yang buruk, dia menegakkan wajah menatap wanita yang menyapanya.“Ya, ada apa?” ujar Axton menanggapi pertanyaan Marilyn.“Apakah kamu baik-baik saja? wajahmu terlihat tidak segar dan tampak lelah.” Marilyn kemudian berjalan mendekati Axton karena merasa jika pria itu sedang dalam masalah.“Hanya masalah peternakan. Aku belum bisa mem
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak