“Ada apa dengan tangan Anda?” seru Timmy khawatir melihat tangan Kimberly yang memerah.
“Aku tidak sengaja menumpahkan masakanku saat mengantarkannya ke kamar Richard.” Kimberly tidak bicara jujur jika Richard dengan sengaja menumpahkan makanan yang dia buat.
“Air dingin bisa meredakan rasa panas dan nyeri yang Anda rasakan,” Timmy memberi saran.
Wanita tua itu langsung mendekati Kimberly, membawanya ke wastafel, membasuh tangan Kimberly dengan air dingin yang mengalir.
“Aku bisa mengobati sendiri lukaku, tolong bersihkan saja kamar suamiku karena aku menumpahkan makanan di lantai kamarnya.”
Tanpa menyanggah, Timmy mengangguk patuh lalu pergi untuk membersihkan kamar Richard.
Setelah kepergian Timmy, air mata Kimberly seketika menetes membasahi pipinya tanpa bisa ditahan. Dengan cepat dia mengusap air mata itu agar tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. “Apakah Richard sangat membenciku sehingga dia memperlakukan aku seperti ini? jika aku memiliki pilihan, aku pun tidak menginginkan pernikahan ini,” gumamnya lirih.
Kimberly berdiri lama di depan wastafel, berusaha mengendalikan emosinya..
Setelah tangannya terasa baikan dan rasa nyerinya berangsur menghilang, Kimberly menutup luka tersebut lalu keluar dari rumah untuk mencari udara segar, menenangkan diri agar bisa menghadapi Richard dengan sikap positif.
Kakinya melangkah tanpa arah, sedangkan matanya mengagumi keindahan Woodstock.
“Kenapa Richard merasa terbuang ketika mama menyuruhnya tinggal di sini? padahal pemandangan disini sangat indah dan menenangkan hati,” batin Kimberly mengagumi pemandangan alam yang baginya tampak sangat mempesona.
Kakinya berhenti melangkah ketika dia melihat hamparan tanah luas berselimut rumput tebal berwarna hijau muda, menyegarkan matanya. Dari kejauhan, terlihat seorang pria sedang menaiki kuda hitam yang besar dan gagah, membuat pria itu tampak begitu maskulin meski.
Mata Kimberly terus mengikuti gerakan kuda itu, hingga dia tidak menyadari jika penunggang kuda itu menatap ke arahnya dengan heran. Pria itu kemudian mengajak kudanya berlari mendekati Kimberly.
“Apakah kamu sedang mengagumiku?” tegur pria itu.
“A-apa ...?” Kimberly terkejut dan langsung mengangkat wajahnya menatap pria di depannya yang masih berada di atas kuda.
“Aku bertanya padamu, apakah kamu sedang mengagumiku? Aku perhatikan dari tadi kamu terus menatapku,” ucap pria itu dengan penuh percaya diri.
“Oh ... kamu salah sangka. Aku mengagumi kudamu, bukan dirinya,” sanggah Kimberly.
“Bilang saja jika kamu mengagumiku, tidak perlu memakai kudaku sebagai alasan.”
Kimberly memicingkan mata dengan bibir mengerucut kesal. Dia kemudian mengangkat kelima jarinya ke hadapan pria itu untuk memperlihatkan cincin yang terpasang di jari manisnya.
Pria itu pun pura-pura memasang ekspresi kecewa. “Sayang sekali, padahal aku bermaksud untuk mendekatimu,” candanya yang membuat suasana menjadi hangat kembali. “Apakah kamu orang baru di sini? aku baru pertama kali melihatmu.”
“Aku datang dari kota, aku pindah ke sini bersama suamiku,” terang Kimberly.
“Siapa nama suamimu? Apakah dia asli orang sini?”
“Dia memiliki tanah dan peternakan disini, namanya Richard Jackson.”
Pria itu terdiam sejenak dengan ekspresi yang tidak terbaca. Dia kemudian turun dari kudanya dan berjalan mendekati Kimberly. “Ternyata kamu istri Richard, beruntung sekali dia mendapatkan wanita secantik dirimu.”
“Terima kasih atas pujianmu,” Kimberly merespon dengan sopan. “Sepertinya aku mengganggu aktivitas berkudamu, silahkan melanjutkan aktivitasmu kembali, aku akan pergi,” ujar Kimberly berusaha menghindar dari pria itu.
“Sebelum pergi, tidak ada salahnya jika kita saling mengenal karena kedepannya kita akan bertetangga,” ajak pria itu.
Kimberly terdiam dan berpikir sejenak, tidak sopan rasanya jika menghindari pria itu dan menolak berkenalan dengan tetangga sendiri. Dia kemudian mengulurkan tangan merespon perkataan pria itu. “Kimberly Jackson.”
Pria itu membalas uluran tangan Kimberly. “Axton Hogan, panggil saja Axton.”
“Senang berkenalan denganmu, Axton,” ujar Kimberly basa-basi.
“Aku yang lebih senang bisa berkenalan denganmu, Kimberly.”
Kimberly tersenyum lalu melangkah menjauh, tetapi langkahnya terhenti ketika Axton kembali bersuara. “Apakah kamu suka berkuda?”
Pertanyaan itu membuat Kimberly menoleh dan menatap pria tersebut. “Aku belum pernah mencobanya jadi aku tidak tahu suka atau tidak.”
“Jika kamu mau, kapan-kapan kamu boleh mampir ke peternakanku. Aku bisa mengajarimu berkuda.”
“Terima kasih untuk tawaranmu, tetapi untuk saat ini sepertinya aku belum bisa berkuda bersamamu karena kesehatan Richard belum begitu bagus.”
“Aku turut prihatin dengan kecelakaan yang menimpa suamimu. Semoga dia bisa segera sembuh dan kita bisa berkuda bersama. Aku dan Richard dulu sering melakukannya.”
“Jika Richard telah sembuh, aku akan mengajaknya main ke tempatmu,” tandas Kimberly yang kemudian menjauh dari peternakan Axton.
Tidak langsung pulang, Kimberly mengunjungi beberapa tempat yang menurut dia sangat indah. Mungkin inilah yang dia inginkan dalam hidupnya, tinggal di tempat terpencil yang jauh dari keramaian, tempat menenangkan dan penuh kedamaian.
Suasana tersebut membuat Kimberly langsung jatuh cinta dengan tempat ini, rasanya dia punya kedekatan yang tidak bisa diungkapkan dengan Woodstock.
Tadinya Kimberly masih ingin mengunjungi beberapa tempat lagi yang menarik perhatiannya, namun dia mengingat jika Richard yang ada di rumah sendirian. Hal itu membuatnya memutuskan untuk pulang, berharap suasana hati suaminya sudah membaik.
Namun apa yang dia harapkan tidak terjadi. Ketika dia membuka pintu rumah, dia mendapati Timmy baru saja keluar dari kamar Richard dengan wajah sedih. Wanita tua itu membawa nampan dengan makanan yang masih utuh di atasnya.
“Kenapa wajahmu seperti itu, Timmy?”
Timmy menegakkan wajahnya karena tidak menyadari kehadiran Kimberly. “Anda sudah pulang? Tuan Richard tidak mau makan, saya khawatir dia akan sakit.”
“Suasana hati Richard sedang tidak baik, dia kurang suka tinggal di sini, padahal tempat ini indah sekali dan menenangkan,” balas Kimberly.
“Perlukah saya bicara dengan Nyonya Johana tentang keadaan Tuan Richard?” Timmy meminta pendapat pada Kimberly.
“Jangan lakukan itu! Richard kini sudah menjadi suamiku, kami akan menyelesaikan masalah kami tanpa melibatkan orang lain. Jika kedepannya nanti ada apa-apa, bicaralah padaku terlebih dahulu! Jangan pernah memberitahu siapapun tentang semua hal yang berhubungan dengan rumah tangga kami, kecuali sudah mendapat izin dariku atau dari Richard.”
Timmy mengangguk patuh, mengiyakan perkataan Kimberly.
“Bisakah kamu membersihkan kamar yang tadi malam aku tiduri? Aku akan memakai kamar itu sampai suasana hati Richard membaik.”
“Tapi Nyonya Johana bilang ...”
“Sudah aku bilang ini adalah rumah tangga kami, mama atau siapapun tidak berhak mencampuri urusan kami.” Kimberly memotong perkataan Timmy yang terlihat tidak setuju dengan keputusannya untuk tidur terpisah dengan suaminya.
Tak bisa berkutik apalagi menolak perintah dari Kimberly, Timmy pun akhirnya undur diri dan membersihkan kamar yang akan menjadi kamar Kimberly, entah sampai kapan?
Dengan harapan yang tipis, Kimberly kembali masuk ke kamar suaminya. Richard baru akan naik ke ranjang saat istrinya itu masuk. Kimberly dengan cepat, berlari mendapatkan suaminya dan membantu Richard berpindah dari kursi rodanya ke ranjang.
Mata Richard sempat melirik ke perban yang melingkar di lengan Kimberly, dia tahu jika tangan istrinya terluka karena masakkan panas yang dia tumpahkan. Meskipun begitu, Richard masih bersikap angkuh dan pura-pura tidak mengetahuinya.
“Tinggalkan aku!” Bukannya berterimakasih atas bantuan istrinya Richard malah mengusir Kimberly agar meninggalkan kamarnya.
“Kenapa kamu tidak mau makan? Jika kamu sakit, siapa yang akan merawatmu? Hanya ada aku dan Timmy di sini, bahkan aku tidak tahu dokter terdekat.”
“Apakah kamu berharap aku sakit? atau bahkan berharap aku mati?”
“Richard! Hentikan sikap negatifmu itu! aku dan Timmy mengkhawatirkanmu.”
“Aku tidak butuh rasa kasihan kalian berdua. Jadi kalian tidak perlu berpura-pura khawatir denganku.”
Terus mendapatkan perkataan pedas dari suaminya, membuat kesabaran Kimberly habis. Dia pun menegakkan tubuhnya dan menatap suaminya dengan berani. “Tidak ada gunanya mengasihani dirimu sendiri! Orang lumpuh dan cacat di dunia ini bukan hanya dirimu, tetapi mereka bisa berkegiatan dan bekerja seperti orang normal, berpikir positif dan tidak menyerah dengan keadaan.”
“Jangan berceramah di depanku, itu membuatku muak.”
Kimberly seketika terdiam dan menghela nafas panjang. “Terserah jika kamu ingin terus mengurung diri di kamar dan mengabaikan pengobatanmu, aku tidak akan peduli denganmu lagi,” ujar Kimberly berusaha untuk tegas menghadapi sikap suaminya.
Dengan jantung yang berdetak kencang karena keberanian yang sebenarnya tidak terbayangkan olehnya jika dia bisa melakukannya, Kimberly meninggalkan kamar Richard.
Sesampai di luar kamar, dia menyentuh dan menekan dadanya. “Mungkinkah aku bisa bertahan hidup bersama dengan pria keras kepala seperti Richard?”
Timmy mendatangi Kimberly dengan raut wajah cemas. Dia semakin tidak mengerti dengan pernikahan yang majikannya jalani, namun dia tidak mempunyai hak untuk mencampuri urusan mereka. “Ada apa dengan wajahmu? Apakah kamu sakit?” tanya Kimberly ketika melihat Timmy mendekat dengan wajah pucat. “Tuan Richard sama sekali tidak mau makan, saya khawatir dengan kesehatannya,” jawab Timmy. “Sampai sekarang Richard belum mau makan juga? Sudah hampir seminggu aku memberinya waktu untuk merenung karena dia harus tinggal di Woodstock. Aku kira kemarahannya akan redam dengan sendirinya, namun tetap saja dia bersikap keras kepala. Ini tidak bisa dibiarkan, aku akan bicara dengannya,” ujar Kimberly yang kemudian pergi ke kamar pria itu untuk bicara dengan suaminya. Dia tidak peduli Richard akan semakin marah dengan kedatangannya, yang penting pria itu mau makan demi kesehatannya. Ketika Kimberly membuka pintu kamar, suasana di dalamnya diliputi kegelapan karena tirai jendela kamar yang masih tert
Richard terbengong melihat kepergian Kimberly, dia tidak menyangka jika wanita itu punya keberanian untuk menyentuhnya. Dengan kasar dia mengusap bibirnya bekas bibir Kimberly yang menyentuhnya di sana, sialnya rasa bibir wanita itu terasa melekat dan tak mau hilang, rasa manis dan lembabnya terus menempel meski dia sudah mengusapnya berulang kali. “Ternyata dia punya keberanian menentangku,” gumam Richard dengan seringai sinis mengingat wajah Kimberly. Di luar rumah, Kimberly memegang dada dan menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya karena sesak yang dirasakan. Ingatan akan tindakan gilanya pada Richard terasa sangat memalukan, tetapi dia tidak mungkin diam saja menerima perlakuan suaminya yang begitu keras kepala. Jika terjadi sesuatu pada pria itu, dirinya dan keluarganya pasti akan mendapat masalah. Dia tidak ingin menyulitkan orang tua yang sudah membesarkannya. Oleh karena itu dia harus melakukan segala cara untuk bisa membuat Richard sehat kembali. “Hai K
Richard memutuskan tatapannya dan masuk ke rumah tanpa menunggu jawaban istrinya.Kimberly yang sadar akan tatapan marah Richard langsung mengejar pria itu tanpa mempedulikan Axton. “Richard tunggu!” serunya.Tahu jika Kimberly mengejarnya, Richard memilih berpura-pura tidak mendengar dan terus mendorong kursi rodanya menjauh.Dengan langkah panjang, Kimberly berlari dan menutup jalan Richard sambil merentangkan kedua tangan di depan pria itu. “Kita harus bicara, aku tidak ingin kamu salah paham dengan apa yang kamu lihat.”“Untuk apa aku salah paham, bahkan aku tidak peduli jika kamu pergi dan bersenang-senang dengan pria itu. Paling tidak urus suamimu terlebih dahulu sebelum kamu pergi dengan pria lain,” sindir Richard.Terasa desiran dan rasa senang yang merayap di hati Kimberly, ketika untuk pertama kali Richard menyebut dirinya sebagai suaminya. “Su-suami ..?” gumam Kimberly lirih.Richard berdehem menormalkan suara, menyadari dirinya telah salah memilih kata. Dia pun kembali men
Tidak mungkin melarikan diri dari kewajibannya, Kimberly terpaksa pulang kembali ke rumah. Dia terkejut ketika Richard duduk di ruang depan dengan wajah yang terlihat kurang istirahat. Ingin sekali menegurnya dan menyuruh pria itu istirahat, namun energinya sudah habis untuk bertengkar.“Dari mana saja dirimu?” Richard menegur duluan.“Mencari udara segar,” jawab Kimberly singkat.“Lain kali, beritahu aku kemana kamu pergi sehingga aku tidak salah paham lagi padamu.”Kimberly menghela nafas panjang, berusaha untuk bersabar menghadapi sikap suaminya. Dia menatap Richard dan berkata, “aku sedang tidak ingin bertengkar karena aku lelah sekali. Lain kali aku akan memberitahuku jika aku akan pergi, sekarang bisakah aku ke kamar?”“Apakah kamu sudah makan? Kamu pergi tanpa sarapan terlebih dahulu,” tanya Richard yang membuat raut wajah Kimberly berubah keheranan. Sejak kapan suaminya itu peduli dengannya?“Aku belum makan,” jawab Kimberly dengan hati-hati dan penuh kecurigaan. Dia merasa ad
Kimberly berbaring di samping Richard dengan jantung berdetak kencang, hingga suara jantungnya bisa dia dengar dengan jelas. Dia mengira, tidur di ranjang yang empuk dan ruangan yang hangat akan membuat tidurnya nyenyak, namun sebaliknya. Dirinya malah terus merasa gelisah karena Richard berbaring di sampingnya. “Ada apa denganmu? Apakah ranjangnya kurang nyaman?” tanya Richard ketika melihat ekspresi tidur Kimberly terlihat tidak nyenyak. Kimberly yang belum tidur, seketika membuka mata dan menatap suaminya. “Aku merasa canggung tidur bersamamu,” ucapnya jujur. “Jangan bilang ini pertama kalinya kamu tidur dengan pria,” singgung Richard. Wajah Kimberly langsung memerah, dia langsung membantah karena malu jika dikatakan gadis culun dan polos, padahal apa yang Richard katakan memang benar, ini adalah kali pertama dia tidur seranjang dengan seorang pria. “Aku tidak sepolos yang kamu kira, ini bukan pertama kalinya aku tidur dengan seorang pria.” “Lalu kenapa kamu merasa canggung?”
Cerita Richard tentang gadis 10 tahun yang menjadi cinta pertamanya, begitu menyita hati dan pikiran Kimberly. Hal tersebut membuat Kimberly pada malam harinya bermimpi bertemu dengan seorang gadis kecil dengan rambut panjang kepang dua, yang tersampir di bahu kanan dan kiri. Gadis itu memakai rok putih tipis yang terkibar saat terkena tiupan angin, seperti sedang menari mengikuti kemana arah angin bertiup. Gadis itu muncul dari tengah hamparan bunga di bukit yang dirinya datangi bersama Richard. Situasinya menjadi menakutkan ketika gadis itu menatap dirinya dengan tatapan kosong, membuat bulu kuduk berdiri. Jantungnya berdetak kencang saat gadis itu bergerak mendekat ke arahnya. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan sulit bernafas, ingin rasanya lari menghindari gadis itu, namun kakinya seolah tertanam di tanah di tempatnya berpijak. Dia berusaha menjerit minta tolong, namun suaranya hanya berhenti di tenggorokan tanpa bisa keluar dari mulut. Gadis kecil itu berhenti tepat di depan K
Seulas senyuman terus terkembang di bibir Kimberly saat wanita itu menyiram bunga di halaman rumah. Ingatan tentang Richard yang memeluknya semalaman, menari-nari di kepala. Hatinya semakin berbunga-bunga ketika paginya saat dia membuka mata, pria itu masih mendekapnya.Bukan hanya itu, hatinya semakin melambung tinggi ketika sebelum beranjak dari ranjang, Richard memberinya kecupan manis di kening dan bibir. Dirinya dibuat melayang oleh sikap suaminya yang sangat lembut dan manis, berbeda dengan Richard yang dia kenal sebelumnya.Kini aroma tubuh pria itu melekat kuat di indra pembaunya. Rasa mint bibir suaminya, membuatnya ingin merasakan dan melumatnya lagi.“Ternyata pernikahan ini tidak semenakutkan yang aku bayangkan,” kata Kimberly dalam hati.Kimberly mengungkapkan kebahagiaannya dengan mendendangkan sebuah lagu, pinggul dan tubuhnya ikut bergerak mengikuti nada lagunya. Tangannya yang memegang selang air, juga ikut bergerak hingga airnya ikut menari mengiringi kebahagiaannya.
Setelah kedatangan Jimmy, sikap Richard kembali seperti dulu lagi. Tidak ada kehangatan dan kelembutan, yang ada hanya sikap dingin yang tidak bersahabat.Kimberly sangat merasakan perubahan tersebut, bahkan ketika mereka tidur dalam satu ranjang, Richard sama sekali tak bicara padanya. Hal tersebut membuatnya merasa serba salah dan canggung.“Kalau boleh tahu, apa yang kamu bicarakan dengan Jimmy?” Kimberly mencoba membuka percakapan untuk mengurangi rasa canggungnya.“Aku sedang tidak ingin membicarakannya,” jawab Richard dengan tetap memejamkan mata, seolah tidak ingin diganggu.“Apakah ada masalah? Mungkin aku bisa membantumu,” tawar Kimberly.Richard akhirnya membuka mata dan menatap istrinya. “Aku butuh ruang dan waktu untuk sendiri.”Mendengar hal tersebut, Kimberly seketika menatap nanar ke arah suaminya. Dia kemudian menegakkan tubuhnya dan mengambil posisi duduk.“Jika kamu ingin sendiri, apakah itu artinya kamu ingin kita kembali dengan kamar terpisah seperti sebelumnya?” K
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak