Hari ini akan menjadi hari pertama Abel kembali melanjutkan kuliahnya. David sudah mendaftarkannya beberapa hari yang lalu. Abel sudah siap, ia terlihat cantik dengan jepit rambut yang dia gunakan. Abel membangunkan Leon mengusap punggungnya lembut. "Sayang, ayo bangun. Kamu harus ke kantor aku juga harus berangkat kuliah!" bisik Abel. Ia menatap lekat wajah pulas Leon yang terlihat sangat tampan. Tangannya mengusap rambut lebat Leon perlahan, Abel semakin mendekatkan wajahnya ia semakin mengagumi ketampanan suaminya. "Suamiku yang ganteng, ayo bangun!" bisik Abel kembali. Leon masih tetap memejamkan matanya, Abel yang gemas sendiri karena Leon tidak segera bangun dengan sengaja menjepit hidungnya hal itu membuat Leon kesusahan untuk bernapas. "Sayang, kamu gila!" Leon langsung terbangun dengan nafas yang ngos-ngosan, Abel justru tertawa melihatnya. "Siapa suruh kebo banget di banguninnya." Tidak langsung bangun dengan wajah yang kesal Leon kembali membaringkan kepalanya pada pah
"T-tuan Leon." Tuan Abra terlihat sangat terkejut melihat kedatangan Leon, dia buru-buru mendorong wanita itu agar pergi dari ruangannya. Namun, dengan cepat Leon menahannya. "Tetap di tempatmu, selangkah kau berani bergerak hancur hidupmu!" ancam Leon. Matanya menajam, rahangnya mengeras, terlihat jika Leon teramat sangat marah saat ini. Pria tidak bertanggung jawab yang makan gaji buta darinya, berani sekali dia bermain-main dengan Leon. "Apa hukuman yang pantas untuk Anda terima, Tuan Abra yang terhormat? Anda bahkan berani bermain api di belakang Nyonya Martha!" sinis Leon. Dia paling benci dengan perselingkuhan, terlebih istri dari Tuan Abra sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri. Tuan Abra seketika berlutut di hadapan Leon menyentuh kaki Leon memohon ampunan. "Maafkan saya Tuan Leon, maafkan saya. Dia yang menggoda saya terlebih dulu!" ucap Tuan Abra menuduh perempuan itu. "Enak aja, bapak duluan yang mulai, bapak bilang kalau saya bisa muasin bapak. Bapak mau naikin jabata
Abel menatap tampilan wajahnya di cermin wajahnya terlihat sangat merah, senyum di bibirnya merekah. Ia semakin yakin akan rasa cinta Leon kepadanya. Abel menyentuh dadanya yang berdetak sangat kencang. "Bisa-bisanya aku salting sama ucapan Leon!" ucap Abel sembari menepuk pipinya singkat, ia segera membasih wajahnya dan kembali menemui Leon. Abel melihat setiap meja mencari keberadaan Leon, tak kunjungan menemukannya Abel memutuskan untuk bertanya pada pelayan di sana. "Mbak, meja atas nama Abel sama Leon di mana ya?" tanya Abel. Pelayan itu tersenyum lalu menunjukkan jalannya. Sampai di sana Abel merasa bingung saat tidak mendapati keberadaan Leon di sana. "Leon kemana? Kok dia nggak ada di sini, nggak mungkin kan kalau aku di tinggalin gitu aja sama dia?" Heran Abel. Makanan sudah tersaji banyak di sana, hanya saja Abel tidak dapat menemukan keberadaan Leon. Dia mencoba menghubungi ponsel Leon pun tidak di jawab. Abel menghela napas panjang beralih menghubungi David. "David, L
Leon tak melepaskan genggaman tangan Abel sampai mereka masuk ke dalam rumah. "Aku mau ke kamar mandi dulu, kamu duluan aja ke meja makannya," ucap Abel. Leon mengangguk, ia yang tadinya akan duduk di meja makan urung saat mendengar percakapan seseorang di dapur. Dahi Leon berkerut saat melihat Kakeknya bersama dengan pembantu baru yang sangat mencurigakan menurutnya. "Kapan kau sudahi semua ini, jika Leon tahu yang sebenarnya dia justru akan semakin membencimu!" Leon melangkah mendekat, apa maksud dari ucapan kakeknya barusan. "Apa yang kalian sembunyikan dariku?" Kakek Abi dan juga Marshanda cukup terkejut melihat kedatangan Leon yang tiba-tiba, terlebih saat pria itu mendengar percakapan mereka. "Leon, sejak kapan kamu kembali?" tanya Kakek Abi berusaha mengalihkan pembicaraan, sedangkan Marshanda menunduk tak ingin Leon mencurigainya. "Apa yang kalian bicarakan?" tekan Leon, matanya menatap tajam ke arah pembantu baru itu, sejak pertama kali bertemu Leon memang merasa ada ya
Abel terdiam memikirkan ucapan Bi Ami barusan kebohongan besar apa yang Bi Ami maksudkan. Saat Abel bertanya dia hanya memberikan senyuman lalu pergi. Abel menghela napas panjang semenjak datang ke dalam kehidupan Leon hidupnya memang menjadi sangat rumit. "Sayang," bisik Leon lirih. Ia memeluk tubuh Abel dari belakang mengecup pipinya singkat. "Masih marah sama aku? Mau sampai kapan, hm? Aku kangen sama istri aku," ucap Leon dengan suara beratnya. Ia cukup lelah seharian ini, tenaganya terkuras habis tidak hanya masalah kantor rumah pun menjadi masalah untuknya. Leon masih menyelidiki siapa sebenarnya pembantu baru itu. Dia tidak bisa bertindak gegabah karena Abel sangat menyayangi pembantu itu. Abel berbalik menatap lekat ke arah Leon, ia mengulas senyum tipis mengusap pipi Leon lembut. "Maaf, kamu dari mana aja jam segini baru pulang? Aku pikir kamu nggak akan pulang," ucap Abel melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 1 malam. "Kamu nungguin aku?" Abel mengangguk, dia meman
Pagi sekali Abel sudah terbangun, menyadari jika suaminya sedang tidak dalam kondisi baik. Abel ingin membuatkan sarapan khusus untuknya. Abel ingin sedikit membantu Leon untuk menghibur dirinya. Abel turun ke dapur melihat Bi Ami yang sudah berkutat dengan alat dapur. "Selamat pagi, Bi." sapa Abel dengan senyuman manisnya. "Pagi, Nona Abel. Tumben pagi-pagi udah ke dapur, Non Abel butuh sesuatu? Bibi bisa buatkan," ucapnya. Abel menggeleng dengan senyum yang tidak luntur dari bibirnya. "Abel emang sengaja pagi-pagi ke dapur karena pagi ini Abel pingin masak sarapan buat Leon, Bi." ucapnya, ia terlihat sangat bersemangat membuat Marshanda tersenyum getir. Abel terlihat sangat mencintai putranya, jika Leon benar-benar hanya ingin mempermainkan perasaan Abel. Akan sehancur apa dia nantinya, di satu sisi Marshanda sangat bahagia karena Abel sudah mencintai Leon. Namun, di sisi lain ia merasa sangat takut jika apa yang Leon katakan semalam memang benar jika Abel hanyalah umpan untuk me
"Siapa sih, ganggu!" kesal Leon, gagal sudah rencananya untuk mandi bersama dengan Abel. Ia segera turun mencari keberadaan Kakeknya yang tidak juga ia temukan. Abel pun sedari tadi mengekor di belakang suaminya, mereka melihat di luar cukup ramai. Keduanya pun segera bergegas ke sana, kedua mata Leon membulat saat melihat kedatangan perempuan yang tak asing di matanya. "Astaga, pangeranku!" teriaknya, perempuan itu lalu berlari dan menghambur memeluk tubuh Leon erat. Abel bahkan sampai mundur karena terdorong, ia cukup heran saat melihat perempuan cantik dengan wajah blesteran Inggris nampak memeluk suaminya dengan erat. Kakek Abi bahkan tidak melarangnya Leon justru terlihat senang sampai mengacak rambutnya gemas. "Gadis nakal, masih ingat pulang kau, hah!" ucap Leon tak habis pikir. Perempuan itu lantas melepaskan pelukannya menatap kesal ke arah kakeknya. "Kak, lihat pria tua itu mengatai aku perempuan gila tadi. Bukankah itu sangat kejam, dia memanggil cucunya sendiri seperti
Leon segera ke luar setelah melihat istrinya telah tertidur pulas. Ia sempat memberikan kecupan singkat pada dahi Abel. Leon membuka pintu kamarnya dan di sana sudah ada David yang menunggu cukup lama. "Siap, Tuan muda!" Leon mengangguk, ia sudah paham dengan kode yang David berikan. Leon segera menutup pintu kamarnya, masuk ke ruang kerjanya. Tepat di perpustakaannya Leon menekan sebuah pin di antara buku-buku tersebut. Lalu tak lama sebuah pintu besar terbuka di antara buku-buku yang tertata itu. Leon memasuki ruangan yang sangat gelap. Ia mengulas senyum miring saat melihat seseorang sudah menunggu di sana. "Nyonya Angel," sapa Leon dengan senyuman mematikan. Angel langsung mundur, ia terlihat sangat ketakutan. "A-apa yang ingin kau lakukan! Mundur." Leon tersenyum miring melipat kedua tangannya di dada. "Katakan semuanya dengan jujur dan aku akan melepaskanmu dari sini. Tapi jika sampai aku mengetahui jika kau berbohong aku tidak segan untuk membunuhmu!" ucap Leon datar. Ang