"Kau bercanda?" Leon menatap tajam ke arah Abel, tangannya mengepal menatap kedua mata Abel yang tengah berkaca-kaca. "Aku kalah Leon!" Abel menundukkan kepalanya, tangannya meremat roknya gemetar. "Aku kalah melawan perasaanku, aku terlanjur jatuh cinta sama kamu." Wajah Leon terlihat terkejut saat mendengar ucapan Abel. Terlebih Abel terus menundukkan kepalanya. "Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini, setiap hari aku akan terasa semakin tersiksa. Aku sadar kalau perasaanku nggak akan pernah terbalas, aku sadar kalau cinta ini salah. Nggak seharusnya aku jatuh cinta sama kamu, tapi apa yang bisa aku lakukan Leon. Akhiri saja hubungan ini!" lirih Abel. "Abel ...." Tangan Leon terulur akan menyentuh bahu Abel, tetapi terhenti saat tiba-tiba Abel tertawa terpingkal. Ia bahkan sampai mengeluarkan air mata menatap mengejek ke arah Leon. "Astaga, Leon. Kau tersentuh dengan ucapanku? Apakah aktingku kali ini sangat meyakinkanmu? Menurutmu apa aku akan lolos jika ikut audisi syuting i
Pagi sekali Abel sudah terbangun ia bahkan mendahului Leon yang masih tertidur pulas. Abel segera mandi dan mengambil baju yang ada di paper bag. Semalam Leon mengatakan itu baju baru untuknya, Abel mengambil celana pendek dan kaos oversize. Ia akan mengunjungi pantai sebentar selagi Leon masih tertidur dan sebelum Leon terbangun. "Leon aku pergi sebentar, jika kau bangun kau tidak akan mengizinkan aku untuk melihatnya." Abel buru-buru keluar, sekarang langit bahkan masih terlihat sedikit gelap baru selesai subuh. Abel tersenyum hawa dingin yang menusuk kulitnya, untungnya ia sudah jaga-jaga membawa jaket. Abel mendekat ke pinggir pantai membiarkan jari-jari kakinya tersentuh air. Kedua mata Abel terpejam, hawa di sekitar pantai sangat enak, sangat sejuk terlebih di pagi hari seperti ini. "Pantai, Abel kembali datang tetapi tidak lagi bersama mama dan papa. Abel datang bersama suami Abel!" ucapnya lirih. Andai jika orang tuanya masih ada, pasti sangat seru jika mereka dapat bermai
Bruak! Kakek Abi melempar berkas yang baru saja dia terima, amarahnya meluap begitu mengetahui jika selama ini Abel dan Leon telah mempermainkan dirinya. "Berani sekali anak ini!" Kakek Abi menghembuskan napas kasar, kelakuan Leon kali ini mengingatkan dirinya pada putranya sendiri. "Ayah dan anak tidak ada bedanya, suka membuatku pusing!" Kakek Abi memijit kepalanya yang terasa pusing. Ia mengambil berkas yang dikirim secara anonim kepadanya. Siapa pelakunya, pasti ada yang tidak menginginkan hubungan Leon dan Abel. Meskipun mereka telah membohongi dirinya, entah mengapa ia merasa jika keduanya sudah saling suka. "Alex, selidiki siapa yang mengirimkan berkas anonim ini kepadaku!" ucap Kakek Abi pada tangan kanannya di telepon.Kakek Abi menghembuskan napas panjang, ia melihat biodata Abel yang jauh berbeda dari yang Abel ceritakan kepadanya. "Bagaimana bisa bocah kencur itu membodohiku. Lihat saja Leon apa yang bisa kakek lakukan kepadamu!"Angel yang mendengar suara gebrakan di
Setelah pertengkaran yang terjadi, hubungan Leon dan Abel yang tadinya baik-baik saja kini kembali terasa asing. Abel yang kecewa dengan ucapan Leon dan Leon dengan egonya yang tinggi enggan meminta maaf. Jadilah kini dua orang yang tinggal dalam satu atap, tetapi terasa seperti orang asing. Udara dingin malam tak membuat Abel beranjak dari balkon kamar, dia terlalu menikmati keindahan dari sana. Di tempat ia duduk Abel dapat melihat keindahan pantai dan gemerlap indahnya langit di malam hari. Meskipun tubuhnya sudah cukup menggigil, Abel memang tidak terlalu tahan dengan udara dingin dia bisa saja demam malam harinya jika tidak keesokan harinya akan terserang flu. Mengetahui hal itu tetap tidak membuat Abel masuk ke dalam, ia malas bertemu Leon. "Aku sudah menjalani pernikahan tipuan ini selama tiga bulan, aku rasa aku masih bisa bertahan untuk sembilan bulan lagi. Jika aku di haruskan mengandung, memang waktunya tepat setelah aku melahirkan pernikahan ini sudah berjalan satu tahun
"Ingin aku hangatkan?" Kedua mata Abel membulat, wajahnya bersemu seketika. Ucapan Leon barusan terdengar sangat ambigu. "Lepaskan aku, Leon!" sentak Abel. Dia terus memberontak, membuat Leon kesal sendiri dan memilih jalan pintas. CupAbel terdiam seketika saat benda kenyal menyentuh bibirnya, awalnya hanya kecupan biasa siapa yang menyangka Leon justru memperdalan ciuman mereka. Tangannya menarik rahang Abel, Leo tersenyum tipis saat Abel tidak melakukan penolakan sama sekali. Ia mengigit kecil bibir Abel melesatkan lidahnya ke dalam. Abel sampai memukul dada Leon berulang kali merasa udara sekitarnya mulai menipis. Hah"Kau gila Leon! Kau ingin membunuhku!" teriak Abel, dia menghiruo udara dengan rakus membuat Leon tertawa melihatnya. Ibu jari Leon mengusap bibir Abel lembut yang langsung dapat tepisan dari sang empunya. "Minggir!" Abel mendorong tubuh Leon agar dirinya dapat beranjak. Leon terus memperhatikan Abel yang terlihat kesal masuk ke dalam kamar mandi. Leon mengambil
Leon menatap lekat kontrak pernikahan baru yang Abel buat, kurang menunggu tanda tangan darinya saja. Entah mengapa hatinya terasa berat untuk sekedar menandatangani surat itu. "Cepat! Apa yang kau tunggu, Leon," desak Abel. Leon tersenyum miring. "Kau terlihat sangat ingin lepas dariku Abel? Justru hal itu semakin membuatku enggan untuk melepaskanmu, apa saat ini kau mulai membenciku?" Abel terdiam tangannya meremat kedua tangannya gugup. "Bukankah itu yang kau janjikan, aku hanya tidak ingin kau mengingkarinya dan satu hal lagi, aku akan hamil dengan cara inseminasi." Leon terdiam mendengarnya, ia tidak langsung menjawab. Justru saat ini Leon bangkit mendekat ke arah Abel. "Kau yakin, Baby? Kau bahkan tidak ingin aku sentuh?" kekeh Leon. Abel menepis tangan Leon di bahunya, ia melangkah mundur menatap Leon lekat. "Aku memang tidak ingin kau sentuh! Tanda tangani kontrak itu Leon dan kita bisa segera memulai prosesnya."Abel berlari masuk ke dalam kamarnya, sedangkan Leon langsun
Leon tersenyum tipis saat melihat Abel yang masih pulas dengan tidurnya. Tangannya membelai pipi Abel perlahan, ia memberikan kecupan singkat di sanal. "Sayang, bangun. Kamu nggak lapar?" Leon sendiri tidak menyangka jika akan terbangun sesiang ini. Sedangkan Abel dia tetap memejamkan matanya meskipun sudah terbangun dari tadi. Ia malu untuk sekedar menatap wajah Leon, Abel bahkan menahan perutnya yang sudah berbunyi sejak tadi. Leon terkekeh, ia sadar jika Abel hanya pura-pura tidur karena itu dia ingin mengusilinya kembali. "Aku lapar sayang, kalau kamu nggak bangun-bangun ganti kamu yang aku makan. Aku masih kuat loh," bisik Leon sembari mengecup leher Abel pelan. Abel menggeliat menjauh menutup kepalanya dengan selimut. "Kamu makan duluan sana, aku masih ngantuk, Leon!" ucap Abel dengan suara lirih. Ia sangat berharap Leon segera pergi, agar Abel bisa segera membersihkan dirinya. "Aku maunya makan sama kamu, udah siang loh ini. Emang kamu nggak mau mandi? Tubuh kamu nggak leng
"Kamu suka?" Abel mengangguk pergelangan tangannya tak terlepas dari tangan Leon. Keduanya sudah tidak lagi merasa canggung meskipun terkadang Abel masih merasakannya. Abel mengajak Leon berhenti di pinggiran pantai, menunggu senja yang sebentar lagi akan tiba. "Leon, kamu tahu? Pantai selalu menjadi saksi kebahagiaan aku dengan keluargaku. Aku kangen banget sama ayah, kangen banget sama mama." Abel tersenyum tipis. "Kamu mau ketemu sama mama? Kalau ternyata mama kamu masih hidup gimana, By?" Abel menggelengkan kepalanya. "Mungkin aku senang, tapi hal seperti itu nggak akan mungkin terjadi Leon. Kalau mama masih hidup, mama nggak akan biarin semua ini terjadi sama aku. Mama aku sayang banget sama aku, mama nggak akan biarin aku terluka. Kalau benar mama masih hidup, mama pasti akan langsung nemuin aku." Abel menghapus air matanya yang mengalir. "Maaf, udah bikin kamu jadi sedih. Luka karena kematian sampai saat ini memang belum ada penawarnya. Tapi sekarang kamu punya aku, aku sua
"N-naila!" Tak hanya Abel Leon pun terkejut saat melihatnya, sejak kapan wanita itu di bebaskan dari penjara. Naila tersenyum tipis, ia menunduk menyapa Abel dan juga Leon. "Lama tidak berjumpa, Abel, Leon!" ucap Naila. Lalu tak lama seorang pria yang tengah menggendong bocah perempuan mendekat ke arah Naila. "Sayang, kamu kenapa aja sih Divia nyariin kamu dari tadi."Perhatian mereka kini teralih pada sosok pria yang baru saja datang. Tak kalah terkejutnya saat melihat jika pria itu ternyata Andara. Andara pun nampak terkejut saat melihat Leon dan Abel. Secepat mungkin ia mengubah raut terkejutnya dengan senyuman tipis. "Lama tidak berjumpa dengan kalian!" Abel tersenyum canggung ia menganggukkan kepalanya pelan. Berbeda dengan Leon yang menatap datar ke arah dua orang tersebut. "Kalian bersama?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Andara mengangguk. "Gue sama Naila baru aja menikah satu bulan yang lalu setelah dia terbebas dari penjara." jelas Andara. Abel mengernyit saat me
Seharian ini Leon masih ngambek perihal kejadian semalam. Ia yang sudah diterbangkan di jatuhkan begitu saja, Leon bahkan tak mengindahkan ucapan Abel yang meminta maaf. Tak hanya di tinggalkan begitu saja, Abel bahkan justru ikut ketiduran setelah menidurkan Sagara membuat Leon benar-benar tak ada kesempatan. Abel menghembuskan napas panjang, melihat wajah kusut suaminya. Sepertinya semalam Leon tidak tidur, terbukti matanya pagi ini terlihat memerah wajahnya pun terlihat kelelahan. Abel mendekati suaminya meletakkan kopi buatannya untuk Leon. Abel memeluk tubuh Leon dari belakang, menumpukan kepalanya di bahu suaminya. "Sayang, maafin aku. Semalam aku ketiduran, aku janji akan ganti dengan malam ini!" bujuk Abel. Tapi Leon tetap saja diam, ia bahkan fokus dengan ponselnya tak perduli dengan istrinya yang nempel-nempel ke tubuhnya. Padahal jika biasanya, Leon akan sangat bahagia saat Abel bersikap seperti ini kepadanya. Namun, kali ini urusannya beda! Semalam Leon benar-benar tersi
Malam ini Leon tengah sibuk dengan pekerjaannya, setelah menyempatkan untuk pulang lebih awal. Setelah selesai makan malam di luar dengan istri dan anaknya. Leon langsung mengurung dirinya di ruang kerja. Sedangkan Abel tengah menidurkan Sagara, seperti biasanya. Setelah membuatkan susu untuk putranya, Abel harus membacakan dongeng agara Sagara tertidur. Abel tersenyum tipis saat melihat wajah tampan putranya yang tak jauh beda dengan wajah Leon. Keduanya bagai pinang dibelah dua. "Sayang, rasanya baru kemarin mama ngelahirin kamu tapi sekarang kamu udah besar. Rasanya mama nggak rela kalau kamu cepat dewasa," kekeh Abel. Sagara menggemaskan, selalu ada saja tingkahnya yang membuat Abel tertawa. Abel sangat menyayangi putra semata wayangnya. Abel jadi memikirkan ucapan suaminya tadi pagi, mungkin Sagara sudah saatnya memiliki adik. Abel mengecup dahi putranya cukup lama mengusap kepalanya lembut. Menarik selimut sampai batas lehernya, dengan perlahan Abel kelaur dari kamar putrany
5 tahun kemudianKini Sagara sudah berumur enam tahun dan hari ini hari pertama dia akan mulai masuk ke sekolah barunya. "Mama!" teriakan melengking itu berasal dari seorang anak kecil tampan yang kini sudah duduk di meja makan. Wajahnya terlihat cemberut, melihat papanya yang tengah memeluk mamanya saat ini. Entah mengapa Sagara selalu saja membuat Leon jengkel. Ya, contohnya seperti ini. "Kenapa, Sayang?" Abel tersenyum gemas melihat bibir putranya yang maju beberapa senti. Abel meletakkan susu milik Sagara. "Papa jangan peluk-peluk mama Sagara!" teriak Sagara kesal, lebih kesal lagi saat Leon justru mengejeknya dengan mencium pipi Abel berulang kali. Abel selalu saja dibuat pusing dengan tingkah dua orang ini, anak dan juga suaminya. "Mama kamu istri papa juga, kamu nggak berhak larahf-larang papa buat cium mama." ucap Leon tak mau kalah. Sagara turun dari kursi makannya ia berlari memeluk tubuh Abel erat. "Mama gendong!" dengernya. Abel menghela napas panjang. Membawa tubuh
Sudah hampir setengah jam Leon menunggu Abel yang masih merias diri. Pada akhirnya ia berdecak kesal. "Sayang, kamu ngapain aja sih? Dari tadi nggak keluar-keluar!" kesal Leon. Ia yang memang memiliki kesabaran setipis tisu, Leon paling bengi jika disuruh menunggu. Ia mudah bosan, meskipun kini ada Sagara yang bersamanya. Tetap saja Tuan Muda satu ini merasa jengkel karena Abel tidak kunjung keluar. "Iya sabar dong, Mas. Namanya juga perempuan wajar dong kalau dandanya lama! Aku udah selesai, ayo kita berangkat." Abel keluar dari kamar mereka, wajahnya terlihat berkali-kali lipat lebih cantik. Leon bahkan hampir tidak mengenali istrinya sangking cantiknya Abel saat ini. Gaun hitam yang ia kenalan semakin menambah kesan anggun dalam dirinya. Polesan make up natural yang mampu membuat Abel sekelas dengan artis papan atas. Leon tidak berbohong, istrinya benar-benar sangat cantik. "Yang mau nikah kakak kamu atau kamu sih," cetus Leon. Abel memang cantik justru karena itu Leon tidak me
"Leon, Abel!" Kedua insan itu pun berbalik menatap sosok yang memanggil mereka. Abel tersenyum berbeda dengan Leon yang memutar bola matanya malas. Daniel berlari menghampiri mereka, ia telihat sangat senang saat melihat Sagara dj gendongan Abel. "Kebetulan banget kita ketemu di sini, oh ya gue sekalian aja deh kasih di sini." Daniel memberikan sebuah undangan yang di terima oleh Abel. "Wih, udah mau nikah aja nih kamu. Cepet ya dapatnya Kemarin-kemarin bilangnya masih jomblo dan mau nungguin aku janda!" kekeh Abel. Leon langsung mendelik kesal. "Apaan sih kamu, By!" kesal Leon. Abel tertawa geli begitupun dengan Daniel, pria tengil itu menyengol lengan Leon pelan. "Senyum kek, gue temen lo bukan musuh lo! Gue nggak akan rebut bini lo lagian gue udah punya pacar juga. Jangan lupa datang ke nikahan gue besok." Leon dan Abel sama-sama terkejut mendengarnya. "Lah, besok acaranya?" Daniel mengangguk lalu tak lama seorang gadis mendekat ke arah mereka dan merangkul lengan Daniel mesra
Tak terasa hari berganti minggu dengan begitu cepat, kini usia Baby Sagara sudah satu tahun. Abel semakin aktif mengajak ngobrol putranya, acara Sagar bisa sedikit-sedikit mulai berbicara. Sagara terhitung kurang aktif, dia lebih banyak diam ketimbang bermain seperti bayi pada umumnya. "Sagara, mama pulang!" Abel yang baru selesai belanja bulanan dengan Leon langsung berlari ke arah putranya yang saat ini tengah bermain dengan David. Sagara pun begitu melihat keberadaan Abel, dia seakan ingin segera berlari menemui mamanya. "Mammma," Kedua bola mata Abel membulat ia langsung menjauhkan tubuh putranya darinya menatap lekat ke arah Sagara. "Coba ngomong sekali lagi, Sayang? Ah, Sayang Sagara sudah bisa memanggilku mama!" teriak Abel kesenangan, sampai orang di rumah tersebut langsung berlari ke arahnya. Sungguh itu adalah kata pertama yang Sagara ucapkan. Leon segera mendekat ke arah istri dan anaknya. "Seriusan, By?" tanya Leon. Abel menganggukkan kepalanya mengecup pipi putranya
Leon mimijit pelipisnya yang terasa pusing, setelah hmpir setengah hari ia menghabiskan waktu bergelut dengan pekerjaan kantor. Kini sudah menujukkan pukul satu siang, sudah waktunya ia untuk makan siang. Leon bahkan merasa sangat malas untuk beranjak dari tempatnya berdiri. Pintu yang terbuka tiba-tiba membuat Leon merasa kesal, tanpa menatap ke sang pelaku suara Leon cukup mengintimidasi. "Berani sekali kau masuk ke ruangan saya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu!" kesal Leon. "Oh, maaf aku lupa. Aku ke sini cuma mau bawain kamu makan siang, kalau kamu nggak suka yaudah aku pulang aja!" Leon langsung mengangkat wajahnya saat mendengar suara yang tak asing itu. "Sayang, kamu yang datang. Aku pikir siapa, sini!" ucap Leon sembari menjentikkan tangannya agar Abel mendekat. Wajah Abel terlihat masam karena Leon baru saja memarahi dirinya. "Maafin aku, kalau tahu itu kamu aku nggak akan semarah itu." Leon memeluk tubuh Abel erat, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya. Leo
ig: nabilaputrii74****Tin Tong Pagi sekali sudah ada yang bertamu di rumah Leon, Abel yang tengah membantu bibi di dapur melenggang keluar untuk membukakannya. "Nona, biarkan saya saja yang membukanya," ucap Bi Darti menghentikan pergerakan Abel. "Tidak apa biar saya saja, Bi. Bibi lanjut memasak saja!" ucap Abel ia keluar melihat dari layar monitor siapa tamu yang datang sepagi ini. Dahi Abel berkerut saat melihat seorang pria dengan setelan casual dan juga kaca mata hitam yang ia kenakan. Wajahnya asing, Abel belum pernah melihatnya. "Apakah dia teman Mas Leon?" pikir Abel. Abel pun membuka pintu rumahnya membuat pria itu tersenyum menurunkan kaca matanya guna melihat wajah Abel lebih jelas. "Wow, cantik sekali!" ucapnya. Dahi Abel berkerut, ia memincingkan matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah. "Maaf, masnya cari siapa ya?" tanya Abel. Namun, pria itu hanya diam dan justru melamun sembari memperhatikan dirinya. Abel pun mengibaskan tangannya di depan wajah pria it