Beranda / Romansa / Istri Tebusan Paman Mantanku / 53. Sarapan Yang Menegangkan

Share

53. Sarapan Yang Menegangkan

Penulis: Santi_Sunz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Laureta tampak gemetar ketakutan, bersembunyi di belakang punggung Kian. Aneh sekali, padahal wanita itu tadi tampak angkuh dan berani sekali bicaranya pada Kian. Namun, setelah melihat Elisa, wanita itu langsung menciut seperti kerupuk yang tersiram air.

Kian ingin sekali menarik Laureta dan mendorong wanita itu ke depannya supaya langsung bersitatap dengan Elisa, tapi ia tidak tega melakukannya. Wanita itu bisa mengompol di celana sambil menangis. Membayangkan hal itu, Kian jadi ingin tertawa.

“Kenapa kamu tersenyum begitu, Kian?” tanya Elisa pada Kian.

“Oh? Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu yang lucu.”

“Kalian sedang membicarkanku ya?” tuduh Elisa.

“Itu adalah tuduhan yang serius, Elisa. Kenapa kita tidak berjalan saja menuju ke ruang makan?”

Elisa menatap Laureta dari bawah ke atas. Pandangan matanya sinis sekali, seperti ada aura kebencian yang menguar dari matanya. Ia mendengus sekali, lalu berjalan mendahului Kian.

Kian sungguh tidak menyukai kakaknya itu.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   54. Genderuwo

    Melihat sikap Laureta yang merengek-rengek begitu, membuat Kian jadi gemas. Sikapnya yang arogan saat sebelum mereka sarapan sungguh kontras sekali dengan sikapnya yang sekarang.“Kenapa? Kamu takut ya?” ejek Kian.“Suasananya tegang sekali. Aku jadi tidak bisa makan!” Laureta menendang-nendang ke sana ke mari seperti anak kecil.“Hentikan!” Kian meremas kaki Laureta, lalu menurunkannya. “Duduk!”Laureta pun duduk, tapi masih dengan wajah yang cemberut. “Apa?”“Memang sudah peraturan keluarga ini, kita harus sarapan bersama. Untuk jam makan siang dan malam, tidak masalah tidak bersama-sama. Jadi, sebaiknya kamu ikuti saja kemauan ayahku.”Laureta pun mengangguk. “Ya sudah. Aku mau tidur saja. Tenagaku langsung habis.”Kian pun bangkit berdiri. “Oke. Aku mau langsung pergi ke kantor. Jangan lupa, hari ini kamu pasti ada janji dengan Marisa kan. Biarkan dia memilih pakaian yang cocok untukmu.”“Ini kan sudah bagus. Kamu yang memilih pakaian ini,” tunjuk Laureta.“Iya, tidak apa-apa. Kal

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   55. Om-Om Matang

    Hanya butuh waktu sebentar saja hingga Kian berhasil melucuti pakaian Laureta. Wanita itu tampak tegang, tapi juga terpaksa membuka kakinya lebar-lebar, mengizinkan Kian untuk masuk ke dalam lubang kenikmatan.Kian pikir, Laureta memang akan terpaksa bercinta dengannya hanya demi supaya ia bisa menjadi instruktur zumba lagi. Namun, begitu Kian menidurinya, wanita itu bergerak liar seolah membutuhkan Kian.Kian mendesah sambil memejamkan matanya, menikmati saat Laureta memainkan putingnya, lalu mengemutnya dengan penuh semangat. Lalu mereka saling menyatukan tubuh dan Laureta menggerakkan pinggulnya dengan cepat.Milik Laureta telah basah, membuat Kian bergerak dengan mudah meski tetap saja jepitannya seketat saat pertama mereka melakukannya di Bali. Inilah yang tidak pernah Kian dapatkan dari wanita lain, yaitu jepitan super Laureta.Baru saja Kian bertandang, ia sudah ingin melakukan pelepasan, tapi ia menahan diri hingga Laureta pun sama-sama mencapai puncak. Namun, wanita itu masih

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   56. Informasi Tentang Mantan

    Siang itu pun, Kian pergi ke The Prince untuk melihat keadaan di sana. Ia meeting dengan staff-nya mengenai perencanaan pembukaan toko pakaian dan mini market di hotel. Ide itu muncul begitu saja saat Laureta membahas tentang pakaian. Tiba-tiba, Kian jadi merindukan Laureta. Ia langsung teringat kata-katanya waktu sarapan tadi. Apa jangan-jangan ia telah jatuh cinta pada Laureta? Rasanya tidak mungkin. Semuanya hanya kebetulan. Kian tidak akan menyerahkan hatinya pada siapa pun. Saat Kian baru saja selesai meeting sore hari itu, Clara mengajaknya untuk bicara berdua. “Ada apa, Clara?” Clara menyerahkan tablet padanya. “Lihat ini, Pak.” Kian memperhatikan foto-foto yang ada di tablet itu. Seketika hatinya merasa pedih. “Itu adalah foto lama Mbak Helga bersama dengan seorang pria bernama Jason,” kata Clara menjelaskan. “Ya, aku tahu pria ini,” kata Kian sambil masih terus menggeser-geser layar. “Saya sudah mencari informasi tentang Mbak Helga. Dia belum menikah dan tinggal di ru

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   57. Penyangkalan Helga

    “Aku serius, Kian!” ucap Helga dengan ekspresi tersinggung. “Biasanya kamu yang memintaku terlebih dahulu.”Kian menggelengkan kepalanya. “Mau sampai kapan kamu terus menerus menggangguku, Helga? Tidakkah kamu ingin mencari pria lain dan menikah saja? Usiamu sudah tidak muda lagi. Mungkin saja wajahmu sudah mengkerut.”Kian merasa puas dalam hati karena mengutip kata-kata Laureta.“Apa katamu? Wajahku tidak ada kerutan!” seru Helga yang tampak tersinggung. “Aku selalu melakukan perawatan. Dokter kulitku bilang kalau kulitku sangat sehat seperti yang masih berusia dua puluhan.”“Ya, terserah padamu saja. Lupakan saja soal ranjang, oke. Oh ya, kalau kamu butuh kata-kata terima kasih, tentu saja. Terima kasih ya. Sebaiknya, kamu jangan mengirimiku lagi bunga. Seharusnya biarkan hal itu menjadi tugas pria.”Helga mendengus. “Itu kan memang tugasmu. Harus menunggu berapa lama lagi sampai kamu mengirimiku bunga, huh?”“Tidak akan. Kamu tidak usah berharap, Helga.” Kian sudah bangkit berdiri

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   58. Passion

    Laureta menelepon Marisa, adiknya Kian. Seharusnya mereka pergi ke salon hari ini, tapi sesuai dengan janji Kian, ia sudah boleh mengajar zumba lagi. Jadi, ia tidak akan menjadi nyonya sosialita dulu hari ini.Ia tahu jika mendapatkan yang ia mau dengan cara menyodorkan tubuhnya itu sepertinya tidak baik, seperti yang kurang senonoh, tidak beretika. Namun, jika dipikir-pikir lagi, ia adalah istrinya Kian. Tak ada yang salah dengan apa yang mereka lakukan.Telepon pun tersambung. “Halo?”“Halo, Kak Marisa. Ini aku, Laureta.”“Oh, hai Kakak Ipar. Apa kamu sudah siap untuk ke salon hari ini?”“Hmmm, tadi Kian memberitahuku kalau aku boleh mengajar senam hari ini. Jadi, aku tidak bisa ke salon.”“Oh, sayang sekali,” ucap Marisa yang terdengar kecewa.“Maaf ya, Kak Marisa. Aku tidak bermaksud ingkar janji, tapi aku sudah bolos mengajar senam selama hampir tiga minggu. Aku ti

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   59. Berbelanja

    Laureta merasa tidak enak hati karena tidak mengundang para ibu-ibu ke pesta pernikahannya. Mumpung uang di rekeningnya cukup tebal, Reksi pun mentraktir mereka semua untuk makan-makan ke café di dekat studio sepulang senam.Dalam hati, Laureta bangga sekali bisa mentraktir mereka semua. Reksi yang paling sumringah.“Kamu benar-benar sudah jadi nyonya kaya sekarang,” ujar Reksi.Laureta terkekeh. “Tidak juga. Kebetulan saja aku ada berkat sedikit, jadi aku berbagi dengan semuanya.”Reksi mengangguk. “Kapan ya aku bisa mendapatkan suami seorang konglomerat sepertimu? Apa suamimu punya sudara laki-laki yang available?”“Apa?” Laureta tertawa keras. “Kamu pikir barang available?”“Ya, habisnya bagaimana? Aku sudah putus dengan pacarku dan sekarang aku sendirian.”“Eh, ya ampun. Kamu putus dengan Theo?”Reksi mengangguk. “Ya, aku dan dia terlalu sering bertengkar. Aku lelah beradu argumen terus dengannya. Kalau masih pacaran saja sudah berisik begini, nanti kalau sudah menikah bagaimana?

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   60. Kekesalan Laureta

    Seketika tubuh Laureta membeku. Ia sungguh tidak suka mendengar suara orang itu. Dalam pikirannya memerintahkannya untuk segera kabur dari sana. Laureta pun berlari cepat, tapi orang itu langsung mengejarnya dan menarik tangannya.“Tata! Tunggu dulu!” seru Erwin. “Kenapa kamu kabur dariku?”Laureta meringis sambil menutup matanya dengan keras. Seharusnya ia tidak bertemu dengan Erwin sekarang.“Erwin, ini bukan saat yang tepat untuk bicara. Aku benar-benar harus ke kamar Kian sekarang juga!” ucap Laureta dengan cepat.“Kamar Kian?”“Maksudku, kamarku, kamar kami. Ah, apa sajalah terserah. Lepaskan tanganku!” Laureta menarik tangannya dengan sekuat tenaga hingga tubuh Erwin ikut tertarik.Erwin menubruk Laureta hingga ia jatuh terjengkang ke lantai. Wajah mereka dekat sekali. Sama sekali bukan momen yang romantis apalagi sesuatu yang menyenangkan. Ia mengerang kesakitan karena punggungnya membentur lantai cukup keras hingga berdenyut-denyut panas.Ia mendorong tubuh Erwin supaya menyin

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   61. Makan Malam Di Restoran

    Laureta pun melebarkan matanya, terkejut karena Marisa begitu peduli akan tas yang ia kenakan.“Kak, padahal Kakak tidak perlu repot-repot,” ujar Laureta yang merasa tidak enak hati, meski sebenarnya senang.“Anggap saja tas itu sebagai kado pernikahanmu dengan Kian. Aku bertanya pada Kian berkali-kali, kado apa yang dia mau dariku, tapi dia tidak mau menjawab. Lucu sekali bukan. Kakak sendiri menikah, tapi adiknya tidak memberinya apa-apa. Kalau dilihat-lihat, apa lagi yang bisa aku berikan untuknya? Dia sudah punya segalanya bukan?”Laureta tersenyum sambil mengangguk perlahan. “Iya, Kak betul. Kak Marisa yang jadi adiknya saja bingung mau memberi kado apa untuknya. Apalagi aku yang tidak punya apa-apa.”Marisa terkekeh. “Tidak usah minder. Kamu sudah hadir dalam hidupnya, menjadi istrinya saja itu sudah merupakan kado teristimewa untuk Kian. Aku terlebih sangat bersyukur karena akhirnya dia bisa menemukan kebah

Bab terbaru

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   EPILOG

    Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   259. Untuk Selamanya

    Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   258. Bertaruh

    Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   257. Acara Pesta

    “Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   256. Meleleh

    Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   255. Pertemuan Pertama

    Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   254. Usaha Kian

    Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   253. Mencari Laureta

    Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   252. Terlambat

    Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian

DMCA.com Protection Status