Hujan yang deras itu membuat jalanan jadi sangat macet dan agak banjir. Jeri menerobos antrian panjang mobil dan berjalan terus tanpa henti.“Kalau naik angkot, kamu tidak akan bisa bergerak, Ta. Ini macet sekali!” seru Jeri sambil menoleh-noleh ke belakang. Laureta mengangguk sambil mengerjapkan matanya yang terkena air hujan.Akhirnya, setelah menerobos kemacetan, mereka pun tiba di kosan Laureta. Jeri hendak memarkirkan motornya di dalam, tapi Laureta mencegahnya.“Ibu kosku bilang, ini adalah kosan putri. Jadi, tidak boleh ada laki-laki yang masuk ke sini kecuali keluarga,” ucap Laureta memperingatkan.“Oh, ya ampun.” Jeri terkekeh. “Maaf, aku tidak tahu. Hmmm, kamu tinggal di sini sendirian?”“Ya, begitulah. Ada teman-teman kosan yang lain.”Jeri mengangguk. “Sekali lagi, maaf ya karena sudah mengganggumu. Seharusnya kamu sudah pulang lebih awal, tapi kita malah kehujanan
“Menurutmu, mana yang yang lebih bagus? Gaun yang model ini atau yang ini?” tanya Reksi.Ia sedang menunjukkan beberapa foto gaun pengantin pada Erwin. Namun, tak sedikit pun Erwin peduli. Pikirannya dipenuhi oleh ingatan akan ciuman terakhirnya dengan Laureta.Erwin telah merusak rumah tangga Laureta hanya dengan satu ciuman. Ia tidak menyangka jika semuanya akan berakhir seperti ini. Laureta pergi untuk selamanya dari rumahnya, pergi dari hidup Erwin.Ia tidak bisa melihat wanita itu lagi untuk selamanya. Sampai saat ini, Erwin tidak tahu Laureta ada di mana.Sungguh ia amat menyesal. Setiap hari ia selalu dirundung rasa bersalah yang tak ada habis-habisnya.Beberapa kali, Erwin melihat pamannya. Hatinya perih karena pamannya tampak seperti orang lain, seperti boneka kayu yang keras dan dingin. Tidak ada lagi sikap ramah darinya.Semenjak neneknya sakit dan Om Kian kembali ke rumah, ia benar-benar telah berubah menjadi orang lain yang Erwin tidak kenal. Meski selama ini, Om Kian sel
“Apa katamu?!” bentak ibunya.“Aku tidak bisa menikahi wanita yang tidak aku cintai.”“Mama tidak terima alasan seperti itu! Menikah tidak perlu pakai cinta! Sudah Mama beritahu padamu waktu itu! Apa kamu sudah lupa? Kamu harus menikah secepatnya! Lebih bagus kalau dia hamil lebih dulu supaya di keluarga kita kehadiran seorang bayi! Kamu tidak perlu bersaing lagi dengan Kian karena dia sudah gagal. Kamu adalah kandidat terbaik! Kamu akan mendapatkan harta warisan dari kakekmu!”Erwin sudah lelah mendengar urusan tentang warisan. Lebih lagi, ia muak sekali dengan semua ini.“Ma, bisa tidak kita hentikan semua pembicaraan tentang warisan? Aku ini hanya cucunya kakek. Mama adalah anaknya. Warisannya untuk Mama saja. Aku tidak menginginkannya.”“Tutup mulutmu! Tidak usah berkata hal omong kosong! Kamu itu adalah cucu laki-laki pertama di keluarga ini! Kamulah yang berhak mendapatkan semuanya!”
Tiga bulan seharusnya cukup untuk Laureta mencari tempat tinggalnya yang baru. Sepertinya ia harus menggunakan sebagian tabungannya untuk mengontrak sebuah rumah yang layak untuk dirinya dan bayinya kelak. Uangnya masih cukup untuk mengontrak rumah kecil.Tinggal di kosan dan membesarkan seorang bayi memang bukan ide yang bagus. Semua orang akan bertanya-tanya dan menggosipkan dirinya yang buruk.Ibu Layla memang tidak salah. Hanya saja, Laureta merasa hidup ini terlalu kejam untuk dirinya yang lemah ini. Sungguh ia merasa tidak berdaya dan ingin menangis sejadi-jadinya jika melihat kehidupannya yang penuh penderitaan.Satu hal yang ia yakini, jika ia memang diizinkan Tuhan untuk mengalami semua ini, itu artinya ia memang pasti mampu menghadapinya. Ada hal yang tidak ia mengerti, tapi ia hanya bisa pasrah.Sambil menanti pelangi muncul sehabis hujan yang deras, Laureta pun berusaha menelusuri jalan untuk mencari rumah kontrakan yang pas untuknya.I
Debar jantung di dada Laureta terasa begitu kencang hingga terasa ke tenggorokannya. Sekujur tubuhnya gemetar. Ia tahu jika apa yang akan ia lakukan adalah sebuah dosa besar. Namun, sungguh ia sudah tidak tahan lagi melanjutkan hidupnya.Kalaupun ia mati, tak akan ada orang yang menyadarinya. Ia hanya akan seperti orang yang hilang di dasar laut dan tubuhnya habis dimakan ikan. Tak akan ada yang mencarinya atau kehilangan dirinya. Tak ada.Ditatapnya jalanan yang ramai oleh kendaraan di bawahnya. Angin terasa semakin kencang menerpa wajahnya. Ia sedang memutuskan akan terjun kakinya terlebih dahulu atau ia melompat saja ke bawah.Tiba-tiba, sandalnya terlepas dari kakinya dan terbang ditiup angin. Laureta memperhatikan sandalnya yang pada akhirnya jatuh ke atas atap. Sandalnya terbuat dari karet dan sama sekali tidak rusak.Semuanya akan berbeda jika Laureta yang jatuh ke bawah. Tubuhnya akan hancur. Ia mungkin tidak akan merasakan sakit.Laureta mencoba menenangkan hati dan pikiranny
“Terima kasih,” ujar Laureta pelan.Pria itu terkekeh. “Sama-sama. Ingat, kamu itu masih muda. Jangan pernah berpikir untuk bunuh diri lagi. Itu namanya dosa! Dosa besar! Hukumannya bukan sekedar mati saja, tapi masuk neraka. Kamu mau masuk neraka?”Laureta menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka jika ada orang asing yang mau repot-repot memarahinya dengan nada bicara yang keras dan tampaknya sangat kesal padanya. Sejujurnya, ia memang pantas untuk dimarahi.Setidaknya, pria itu hanya memarahinya sedikit saja. Laureta benar-benar bersyukur setelah menyadari jika ia masih bisa hidup sampai detik ini. Tanpa sadar, ia mengusap perutnya dan meminta maaf lagi untuk kesekian kalinya.“Aku tidak bisa menemukan identitas apa pun dari sakumu. Kamu bilang tasmu dicuri, ya kan. Uhm, siapa namamu?”“Namaku Laureta,” jawabnya.Pria itu mengangguk, lalu ia mengulurkan tangannya. “Kenalkan, namaku Ivan.”Laureta menjabat tangan Ivan sambil mengangguk.“Terima kasih karena sudah menolongku,” ucap L
Jika bisa dilewat, ingin sekali Kian melewati acara sarapan bersama keluarganya. Sebenarnya tujuan ayahnya membuat peraturan seperti ini memang bagus. Sayangnya, Kian sedang tidak bersahabat dengan siapa pun, termasuk Marisa dan ibunya.Selama berbulan-bulan, Kian tidak pernah tersenyum lagi. Ia telah berubah menjadi pria yang dingin, bahkan lebih dingin dari sebelumnya. Batinnya terluka dan tak ada seorang pun yang dapat mengobatinya, termasuk dirinya sendiri.Kian mengunyah makanannya tanpa benar-benar merasakan apa yang ia rasakan. Sekretaris barunya, Glory, tidak sepintar Clara. Wanita itu beberapa kali melakukan kesalahan yang membuat Kian sakit kepala.Pengunjung The Prince tidak sebanyak biasanya. Kian harus bersabar karena ini bukan musim berlibur. Pertunjukkan putri duyung pun ditiadakan untuk sementara waktu karena penontonnya kurang.Yang masih selama ini masih tetap berjalan adalah restoran seafood-nya. Meski begitu, ada beberapa barang yang Kian sulit untuk dapatkan. Suda
Sudah beratus-ratus kali Helga menangis karena sakit hati dan tidak juga ia merasa kapok untuk menjadi calon istrinya Kian. Pria itu benar-benar kejam hingga Helga benar-benar marah dan kecewa luar biasa.Tidak sedikit pun Kian menunjukkan jika ia menghargai Helga. Kian seperti yang sengaja membuat dirinya menderita.Helga benar-benar stress hingga hormonnya terganggu. Sudah tiga bulan ini, Helga tidak datang bulan. Ia pikir, tubuhnya begitu tertekan hingga siklus mentruasinya pun ikut kacau. Selama ini, ia memang tidak pernah datang bulan tepat waktu.Jadi, tak pernah sedikit pun Helga berpikir untuk melakukan tes kehamilan. Ia terlalu pusing untuk memikirkan hal tersebut.Satu-satunya hal yang sedang ia pikirkan saat ini adalah mengenai gaun pernikahannya. Kian tidak mau ikut ke butik dengannya. Terpaksa Helga pun memilih gaunnya sendiri. Tidak ada model yang benar-benar ia suka karena ia sedang tidak mood. Kian benar-benar telah merusak hatinya.Helga pun pergi ke tempat makan di m