“Nona Aria, apa kabar?” Dia menyapa Aria dengan sopan.“Haris apa yang kamu lakukan di sini?” desis Aria mengerutkan keningnya kemudian mengintip ke sisi penumpang dan melihat sosok pria lain keluar.“Papa!” seru Delin berbinar melepaskan tangannya dari genggam Aria dan berlari menuju Dario.Dario tersenyum tipis dan merentangkan tangannya sambil membungkuk untuk menyambut Delin dalam pelukannya.Delin melompat ke pelukannya dan memeluk lehernya erat.“Papa! Delin kangen!”“Papa juga kangen Delin ....” Dario berdiri tegak dengan Delin di pelukannya dan mengacak-acak poni rambut gadis kecilnya dengan penuh sayang.Dixon di sisi lain mengerutkan keningnya dengan ekspresi dingin. Genggam tangannya di tangan Aria mengencang menatap pria yang sangat mirip dengannya.“Apa Papa ke sini untuk menjemput Delin?” tanya gadis kecil itu antusias.Dario tersenyum kecil dan mengangguk.“Keren, akhirnya Delin punya Papa bisa menjemput Delin. Teman-teman Delin tidak akan mengejek Delin tidak punya Pap
“Delin, ibu hanya mengizinkan kamu bertemu Papa, bukan pulang bersama kita,” kata Aria mencoba tersenyum namun diam-diam menatap Dario tajam seolah mengisyaratkannya untuk menolak permintaan Delin.Dario berpura-pura tidak melihat.“Kalau begitu Delin akan pulang bersama Papa.”“Delin ....” Aria terlihat tidak senang.“Ibu sudah berjanji!” Delin mulai terlihat merajuk.“Benar, kami tidak bertemu selama beberapa hari. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak, apa kamu keberatan?” kata Dario tersenyum miring menatap Aria.Aria menggertakkan giginya menatap Dario kesal. Dia tidak tenang meninggalkan putrinya bersama Dario.Delin menatapnya memohon dan penuh harap membuatnya tidak bisa menolak.Dario tersenyum kemenangan melihat Aria tidak bisa menolak lalu mengalihkan pandangannya pada putranya.“Dixon apa kamu ingin ikut bersama Papa?” Dia menatap putranya dengan penuh harap.Dixon menatapnya dengan ekspresi jijik.“Tidak mau! Aku lebih baik bersama Ibu,” ketusnya menolak
“Tentu.” Dario terkekeh gemas dan mencium keningnya.“Cih!” Dixon berdecak kesal.Dario mengalihkan pandangannya pada putranya dan tersenyum miring.“Dixon, apa kamu mau ikut bersama?”Aria langsung memelototinya.“Tidak mau!” Dixon membuang muka dan menggenggam tangan Aria erat.Delin menatap kakaknya kesal dan menjulurkan lidah mengejeknya.“Ya sudah kalau tidak mau. Delin sama Papa saja. Tidak ada yang mau ajak kamu!” ketusnya memeluk leher ayahnya dengan posesif seolah tidak mau membagikan perhatian ayahnya dengan saudara kembarnya.“Cih, siapa juga yang mau ikut,” balas Dixon menggerutu.Aria menatap putranya. Meski Dixon terlihat ketus dan menolak Dario mentah-mentah, dia dapat melihat kecemburuan di matanya dan genggaman di tangannya mengencang.Dia menghela napas muram dan sedih. Dia sangat tidak suka si kembar bersama Dario, tapi hatinya sedih melihat Dixon berusaha menyangkal kerinduannya pada sosok ayahnya.“Dixon ....” Dia berkata ragu-ragu menatap putranya.“Apa kamu tida
“Delin adalah putriku, suka-suka aku akan membawanya pulang pukul berapa atau membuatnya tinggal bersamaku. Apa hakmu membatasi kebersamaanku dengan putriku,” desisnya dengan suara berbahaya menatap Seth dingin.“Seth benar. Kamu harus membawa Delin pulang pukul lima sore. Tidak boleh lebih dari jam lima. Jika kamu tidak membawanya pulang pada pukul lima sore, aku akan melaporkanmu atas penculikan,” kata Aria dingin dan membela sepupunya.“Aria ....” Dario terlihat tidak bahagia dengan ucapannya.“Apa kamu tidak mempercayaiku? Aku adalah ayah kandung Delin, apa menurutmu aku akan menyakiti putriku sendiri?”“Benar. Aku tidak percaya padamu!” balas Aria memelototinya tajam.“Aku tidak akan pernah lupa kamu menipuku atas kematian adikku,” desisnya dengan suara beracun.“Dan sekarang kamu muncul untuk mengambil anak-anakku. Aku tidak tahu tujuanmu mendekati kami. Apa pun itu aku tidak akan membiarkanmu memanipulatif kami. Aku hanya mengizinkan kamu bertemu anak-anak tapi bukan berarti ak
Di sebuah ruang tamu mewah, seorang wanita paruh baya menatap foto-foto di tangannya.“Jadi ini putra dan putri Dario? Apa kamu sudah memastikan bahwa anak-anak itu adalah anak Dario?” tanya wanita itu tajam melirik bawahannya yang berdiri di sebelahnya.“Ya, Nyonya,” balas pria itu dengan ekspresi hormat.Wanita itu memukul meja di depannya marah.“Sialan! Kupikir bajingan itu akan mati tanpa pewaris. Pada akhirnya dia tidak akan membiarkan kita hidup dengan tenang,” desisnya wanita itu Clara, menggertakkan gigi menahan amarahnya.Keluarga Wilspm menurun sejak Kyle menyerahkan hak waris pada Dario. Dario menghancurkan banyak bisnis keluarga Wilson dan selalu mengambil kesempatan untuk menekan Clara serta keluarga Wilson. Dia tidak akan membiarkan keluarga Wilson hidup dengan baik sebagai balas dendamnya atas kematian ibunya.Clara mendapat banyak tekanan dari keluarganya untuk menyingkirkan Dario dan cemoohan karena dialah yang memprovokasi kemarahan pria itu hingga membuatnya balas
Seorang anak laki-laki tampak tengah serius belajar di mejanya. Meski dia terlihat serius belajar, matanya terus melirik jam beker di atas meja.Dia mengerutkan keningnya resah melihat jam masih menunjukkan pukul 04:40. Kadang dia akan melirik ke jendela kamarnya yang mengarahkan ke halaman depan rumahnya gelisah.Dia menggerutu dalam hati dan mencoba berkonsentrasi pada pekerjaan sekolahnya. Namun ketukan di pintu kamar mengalihkan memecah konsentrasinya.“Dixon, ini Ibu. Ibu masuk ya ....”Dixon mengalihkan pandangannya dari buku dan melihat ibunya masuk ke kamarnya.“Kamu sedang belajar ya ....” Aria masuk dan menutup pintu di belakangnya. Dia melirik buku belajar Dixon dan tersenyum di belakangnya.“Kamu sungguh anak yang rajin,” pujinya mengelus rambut putranya.Dixon hanya tersenyum kecil sebelum mengalihkan pandangannya ke bukunya mencoba berkonsentrasi belajar. Namun dia tidak bisa menulis apa-apa di bukunya saat pikirannya sedang memikirkan hal lain. Dia terus melirik ke jend
Dixon menghindari tatapan ibunya dengan cemberut, tidak ingin mengakui ucapan Aria yang ada benarnya.“Dixon lihat ibu ....” Aria menangkup wajah Dixon agar menatapnya.Namun mata Dixon tetap menatap ke arah lain.“Dixon, ibu tidak marah kamu ingin bersama ayahmu seperti Delin. Apa pun masalah antara ibu dan Dario yang kamu lihat hari itu, mari lupakan saja, oke? Ibu tidak ingin kamu trauma dan tidak bahagia melihat Delin bersama ayah,” bisiknya lirih.Dixon menggulirkan matanya menatapnya mendengar kata-kata ibunya. Dia melihat permohonan di mata ibunya.“Mari lupakan apa yang kamu lihat hari itu. Ibu bersalah karena membuatmu melihat kejadian buruk itu dan membuatmu membenci orang di usiamu seperti ini,” pintanya menatapnya memohon.Meski Aria membenci Dario, dia tidak ingin putranya mengalami trauma dan selalu tidak bahagia melihat Dario. Kadang dia akan melihat kebencian dan kecemburuan di matanya saat menatap Delin dan Dario bersama.Dia ingin Dixon seperti Delin yang tidak tahu
“Aku akan menjaga Delin bukan karena aku ingin menghabiskan waktu bersama pria. Tidak akan kubiarkan dia memerahi Delin meski dia ayah kandung kamu,” ujarnya mengepalkan tangannya dengan ekspresi tegas di wajahnya.Dia masih gengsi memanggil Dario dengan sebutan ayah atau papa seperti Delin.Aria tersenyum sambil menghela napas lega dalam hati.Pada saat itu terdengar suara klakson mobil di luar.Aria melirik jam beker di atas meja Dixon menunjukkan pukul lima sore.“Tepat waktu. Itu pasti Dario yang mengantar Delin pulang,” gumamnya kemudian berdiri.Dia melirik Dixon.“Apa kamu mau ke depan, sedikit menyambut ayahmu?”Dixon menggelengkan kepalanya sambil membuang muka.“Tidak. Aku harus mengerjakan PR-ku,” ujarnya kemudian menunduk menatap bukunya.“Oke, ibu turunlah nanti untuk makan malam. Jangan lupa untuk mandi,” kata Aria mengingatkannya sebelum kemudian berjalan keluar dari kamar Dixon dan menutup pintu kamarnya.Dixon diam-diam mengintip ibunya menutup pintu sebelum berlari m