Jessica tiba-tiba berhenti menangis dan ketakutan. Tapi tidak berani maju untuk membela ibunya.“Apa yang kamu lakukan?!” Ibu Jessica agak ketakutan melihat tindakan tiba-tiba Aria.Dia mencoba melepaskan cengkeraman Aria dengan marah, namun Aria semakin mengencangkan cengkeramnya di kerah baju Ibu Jessica hingga membuatnya merasa tercekik.Aria terlatih bela diri beberapa tahun yang lalu hingga tenaganya lebih baik dari kebanyakan wanita biasa.Ibu Jessica hanya seorang ibu rumah tangga yang dimanjakan tidak bisa melawan tenaga Aria.“Apa kamu gila? Lepaskan aku! Apa kamu mau membunuhku!” serunya terbata-bata dan panik meminta bantuan wali kelas.“Ibu guru, mengapa kamu diam saja! Jauhkan wanita gila ini dariku!”“No-nona Garrett, kita bisa membicarakan ini baik-baik. Tidak perlu pakai kekerasan ....” guru terbata-bata dan mencoba memisahkan mereka.“Diam!” desis Aria menatapnya tajam sebelum mengalihkan pandangannya pada Ibu Jessica.“Aku mengenal anakku dengan baik. Delin bukan ana
“Memberimu pelajaran.” Setelah mengatakan itu dia mendorong Ibu Jessica dengan cepat dan ke sebuah ruangan terbuka di belakangnya.“Kyaaa!” Ibu Jessica berteriak ketika tubuhnya di dorong tiba-tiba dan jatuh ke lantai yang basah. “Nona Garrett!” Wali kelas berlari hendak menghentikan Aria masuk ke bilik kamar mandi.Namun Aria sudah menutup pintu dengan cepat dan mengunci pintu dari dalam.Tiba-tiba terdengar jeritan dari Ibu Jessica, suara pukulan, makian dan cipratan air yang sangat bising.Jessica menangis mendengar teriakan ibunya.Bibi pengasuh dengan cepat menutupi telinga Delin dan menutupi pandangannya.“Bibi lepaskan. Apa yang dilakukan Ibu?” Delin menggerutu sambil menatap Bibi pengasuh dengan tatapan penasaran.“Tidak apa-apa. Ibu sedang bermain air dengan Ibu Jessica.” Bibi berbohong menenangkan Delin.Terdengar rentetan teriakan lain bercampur tangisan histeris menyebar ke seluruh ruang guru.Wali guru mencoba membuka pintu, tapi tetap saja dia tidak bisa membuka pintu k
Aria berjalan melewati wali kelas dan menghampiri Delin yang tengah di peluk Bibi pengasuh.Delin berkedip menatap ibunya sebelum menundukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah kata.Aria menghela napas dan berkata lembut.“Bibi tolong pergi ke apotek untuk membeli salep.”Bibi pengasuh mengangguk dan meninggalkan ruang guru untuk membeli salep sesuai dengan permintaan Aria.Aria mengalihkan pandangannya pada wali kelas yang tengah membantu Ibu Jessica berdiri di kamar mandi.“Guru, aku minta cuti untuk membawa Delin dan Dixon pulang. Apa Anda keberatan?” Dia menatap datar wali kelas dan Ibu Jessica yang masih terisak. Dia memelototi Aria dengan marah dan sedikit rasa takut di matanya.Aria mengabaikannya.“O-oh oke! Ya silakan.” Wali kelas terbata-bata menyetujui permintaannya.Aria berbalik menatap putrinya dan mengulurkan tangannya pada Delin.“Ayo pergi.”Delin membuang muka dan keluar tanpa menggandeng tangan Aria.Dia keluar lebih dulu dengan ekspresi cemberut.Aria menghela n
“Ibu ... Delin ingin bertemu dengan Papa,” bisiknya dengan suara parau.“Delin tidak mau jadi anak haram. Delin mau Ibu dan Papa tinggal bersama, huhuhu ....”Aria memejamkan matanya memeluk tubuh putrinya erat tidak bisa menjawab permintaannya.Dia mencium rambut Delin dengan penuh rasa sakit dan perasaan bersalah.Maafkan Ibu, Nak. Maafkan keegoisan Ibu.“Siapa yang mengatakan Delin anak haram.”Seth entah sejak kapan mendengar percakapan mereka dan muncul di belakang Aria bersama Dixon.Aria melepaskan pelukannya dari tubuh Delin dan berbalik menghadap Seth. Dixon di sebelahnya menggenggam erat tangan Seth. Wajahnya tak kalah dingin dengan sang paman.Delin menghapus air matanya dan mengeluh pada pamannya.“Jessica! Delin benci dia. Dia menghina Delin anak haram dan anak buangan!” serunya mengadu dengan penuh emosi dan pandangan sedih matanya.Seth mengerutkan keningnya menatap Aria.Aria menggelengkan kepalanya tidak berdaya.Seth melepaskan genggaman tangannya dari Dixon dan mera
Seth dan Dixon langsung menatapnya terkejut.Delin berhenti menangis dan mendongak menatap ibunya dengan matanya yang basah dan memerah.“Benarkah? Ibu tidak berbohong, kan?”Aria tersenyum enggan dan mengulurkan tangannya pada Delin.“Tentu buat apa ibu bohong sama Delin. Ayo berdiri dan berhenti menangis,” ujarnya enggan tapi di permukaan dia tersenyum membujuk pada Delin.Wajah Delin bersinar. Dia dengan cepat meraih tangan ibunya dan berdiri.“Kapan Delin akan bertemu dengan Papa?” Dia menatap Aria dengan penuh harap.Aria menghindari tatapan putrinya dan membungkuk untuk membersihkan debu di rok Delin.“Ibu akan berbicara dengan papamu dan mengatur jadwal. Papa adalah orang yang sibuk. Kita tidak boleh mengganggunya di waktu kerja,” kata Aria.“Ibu sudah berjanji! Ibu tidak boleh bohong!” Delin melompat-lompat sambil meraih tangan Aria gembira.Aria tersenyum paksa dan mengalihkan pandangannya dari wajah gembira putrinya.“Ayo pulang. Dixon apa kamu akan ikut ibu pulang atau teta
“Nona Aria, apa kabar?” Dia menyapa Aria dengan sopan.“Haris apa yang kamu lakukan di sini?” desis Aria mengerutkan keningnya kemudian mengintip ke sisi penumpang dan melihat sosok pria lain keluar.“Papa!” seru Delin berbinar melepaskan tangannya dari genggam Aria dan berlari menuju Dario.Dario tersenyum tipis dan merentangkan tangannya sambil membungkuk untuk menyambut Delin dalam pelukannya.Delin melompat ke pelukannya dan memeluk lehernya erat.“Papa! Delin kangen!”“Papa juga kangen Delin ....” Dario berdiri tegak dengan Delin di pelukannya dan mengacak-acak poni rambut gadis kecilnya dengan penuh sayang.Dixon di sisi lain mengerutkan keningnya dengan ekspresi dingin. Genggam tangannya di tangan Aria mengencang menatap pria yang sangat mirip dengannya.“Apa Papa ke sini untuk menjemput Delin?” tanya gadis kecil itu antusias.Dario tersenyum kecil dan mengangguk.“Keren, akhirnya Delin punya Papa bisa menjemput Delin. Teman-teman Delin tidak akan mengejek Delin tidak punya Pap
“Delin, ibu hanya mengizinkan kamu bertemu Papa, bukan pulang bersama kita,” kata Aria mencoba tersenyum namun diam-diam menatap Dario tajam seolah mengisyaratkannya untuk menolak permintaan Delin.Dario berpura-pura tidak melihat.“Kalau begitu Delin akan pulang bersama Papa.”“Delin ....” Aria terlihat tidak senang.“Ibu sudah berjanji!” Delin mulai terlihat merajuk.“Benar, kami tidak bertemu selama beberapa hari. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak, apa kamu keberatan?” kata Dario tersenyum miring menatap Aria.Aria menggertakkan giginya menatap Dario kesal. Dia tidak tenang meninggalkan putrinya bersama Dario.Delin menatapnya memohon dan penuh harap membuatnya tidak bisa menolak.Dario tersenyum kemenangan melihat Aria tidak bisa menolak lalu mengalihkan pandangannya pada putranya.“Dixon apa kamu ingin ikut bersama Papa?” Dia menatap putranya dengan penuh harap.Dixon menatapnya dengan ekspresi jijik.“Tidak mau! Aku lebih baik bersama Ibu,” ketusnya menolak
“Tentu.” Dario terkekeh gemas dan mencium keningnya.“Cih!” Dixon berdecak kesal.Dario mengalihkan pandangannya pada putranya dan tersenyum miring.“Dixon, apa kamu mau ikut bersama?”Aria langsung memelototinya.“Tidak mau!” Dixon membuang muka dan menggenggam tangan Aria erat.Delin menatap kakaknya kesal dan menjulurkan lidah mengejeknya.“Ya sudah kalau tidak mau. Delin sama Papa saja. Tidak ada yang mau ajak kamu!” ketusnya memeluk leher ayahnya dengan posesif seolah tidak mau membagikan perhatian ayahnya dengan saudara kembarnya.“Cih, siapa juga yang mau ikut,” balas Dixon menggerutu.Aria menatap putranya. Meski Dixon terlihat ketus dan menolak Dario mentah-mentah, dia dapat melihat kecemburuan di matanya dan genggaman di tangannya mengencang.Dia menghela napas muram dan sedih. Dia sangat tidak suka si kembar bersama Dario, tapi hatinya sedih melihat Dixon berusaha menyangkal kerinduannya pada sosok ayahnya.“Dixon ....” Dia berkata ragu-ragu menatap putranya.“Apa kamu tida