Home / Thriller / Istri Tanpa Suami / 64. Ke mana Perginya Aminarsih?

Share

64. Ke mana Perginya Aminarsih?

Author: Diganti Mawaddah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dengan jemari gemetar dan dada berdebar, Bu Farida mencoba menghubungi nomor Emir, namun tak diangkat. Berkali-kali tiada lelah Bu Farida melakukannya, bahkan air mata ikut menetes tatkala melihat semua pakaian yang dia berikan pada Ami dan Amira tidak ada yang dibawa. Lemari kecil yang digunakan untuk menyimpan baju-baju yang ia berikan masih terisi dengan penuh. Berati Ami dan Amira pergi hanya mengenakan baju yang melekat pada tubuh mereka saja. Betapa sedih dan hancurnya hati wanita paruh baya itu ketika mendapati Ami yang benar-benar pergi dari kehidupannya.

"Ami, kamu ke mana?" gumam Bu Farida dengan lemah. Ia duduk di ranjang Emir, yang kurang lebih sepuluh hari ini ditiduri oleh Ami dan juga Amira. Kasur sudah rapi, bersih, seprei juga tampaknya baru diganti oleh Ami.

"Kontrakan? Nah, iya, kontrakan." Cepat Bu Farida keluar dari kamar, lalu memakai gamis di dalam kamarnya serta kerudung instan cukup lebar. Setelahnya Bu Farida menyambar kunci mobil.&nbs
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Okta erupley
koinnya banyak sekali ya thor...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Tanpa Suami   65. Jakarta

    Ami sudah tiba di terminal bus Pulogadung. Kedua kakinya melangkah dengan sedikit berat, karena Amira tertidur. Perjalanan dari Surabaya menuju Jakarta yang memakan waktu kurang lebih dua belas jam, membuat Amira tampak kelelahan. Kepalanya menoleh ke sana-kemari, mencari masjid, karena adzan magrib baru saja berkumandang, saat ia turun dari bus tadi."Permisi, Bang. Kalau mushollah atau masjid di mana ya?" tanya Ami pada kernet bus yang sedang ngetem tak jauh dari posisi ia berdiri."Oh, di sana Mbak. Lurus saja dari sini, terus belok kanan," ucapnya memberi tahu arah musholla dengan tangannya."Terimakasih," ucap Ami sambil sedikit membungkuk. Masih dengan menggendong Amira di depan tubuhnya, ia berjalan menuju arah musholla yang tadi diberitahu. Peluhmya bercucuran, bau badan akibat naik bus ekonomi membuat ia sendiri tak nyaman, namun, apa mau dikata, ia tidak punya baju lain, selain baju yang ia kenakan ini.Dibukanya sendal jep

  • Istri Tanpa Suami   66. Aminarsih ditemukan

    Ami menyuapkan bubur kacang hijau ke dalam mulut Amira. Gadis kecil itu makan dengan lahap, sambil sesekali menoleh pada ibunya yang masih saja meneteskan air mata."Ibu, janan sedih telus. Nanti juga ada Papa Emil," ujar Amira dengan mulut penuh bubur kacang hijau.Ami semakin sedih bila mengingat Emir, lelaki yang takkan pernah menjadi imam dalam hidupnya. Ditambah lagi kehilangan uang hasil jerih payah menjual peyek, membuat air matanya tak mau disuruh berhenti. Dalam hati, ia merutuki dirinya sendiri, karena teledor menyimpan uang, sehingga ia kehilangan uang banyak di sakunya. Hanya tersisa lima ribu rupiah di saku baju Amira, yang ia selipkan saat menerima kembalian dari beli nasi semalam."Belum rezeki, Mbak. Sabar ya," ucap mamang bubur yang merasa iba dengan keadaan Ami dan Amira."Iya, Mang. Terimakasih," sahut Ami sangat pelan. Sungguh ia tak berdaya kini, walaupun mamang bubur tetap memberikan semangkuk bubur tanpa harus

  • Istri Tanpa Suami   67. Uyut Wijaya

    "Enak, Yut," ucap Amira saat tengah asik menyantap aneka makanan yang terhidang di atas meja makan besar di rumah Tuan Wijaya.Lelaki tua itu tersenyum, lalu mengangguk, "makannya yang banyak. Semua makanan ini punya Amira," katanya sambil mengusap rambut kriting Amira dengan lembut. Di depan Amira, ada Aminarsih yang juga tengah menyantap nasi, lengkap dengan aneka lauk pauk yang sangat enak."Tuan, ini ....," ucap Ami dengan mata berkaca-kaca."Makanlah dulu yang banyak, kenyangkan perutmu. Setelah itu beristirahatlah, nanti malam kita akan berbelanja kebutuhan kamu dan Amira, cicitku." Kakek tua itu memilih pergi meninggalkan Ami di meja makan bersama Amira, agar keduanya makan dengan lebih leluasa. Dia masuk ke dalam ruangan besar, di mana itu adalah kantor sekaligus kamar baginya. Diambilnya ponsel, lalu mencoba menghubungi seseorang.["Hallo, Pak Dibyo. Bisa segera diurus berkas warisan saya? Cucu dan cicit saya sudah ditem

  • Istri Tanpa Suami   68. Drama Farah

    Dua hari sudah Ami dan Amira tidur di rumah Tuan Wijaya. Semua kebutuhan Ami dan Amira selalu dicukupi. Mereka dilayani bak ratu dan putri. Mulai dari bangun tidur, makan, berpakaian, dan melakukan semua hal di dalam rumah dengan bantuan dua orang pelayan Tuan Wijaya.Kamar Amira sudah disulap bak kamar tuan putri dengan nuansa merah muda. Ada satu set lemari pakaian, ranjang, rak buku, dan rak mainan, semua serba baru dan serba merah muda. Tentu saja Amira sangat senang dengan kamar barunya yang tadi malam sudah ia tiduri bersama dengan ibunya.Mau makan apa, tinggal bilang pada dua orang pelayan. Mau pergi ke mana, tinggal bilang sama Pak Samsul, maka dengan senang hati Pak Samsul mengantar Ami dan Amira berkeliling dengan mobil mahal milik Tuan Wijaya. Ya, meskipun Ami tidak diizinkan untuk bepergian jauh, jika tidak dengan dirinya.Seperti sore ini, Amira diajak berkeliling dengan mobil yang bisa terbuka cap atasnya. Mirip seperti mobil yam

  • Istri Tanpa Suami   69. Emir diguna-guna

    Emir sudah berada di dalam kereta api menuju Surabaya. Ya, malam ini, ia memutuskan pulang ke Surabaya, karena harus segera mengurus perceraiannya dengan Farah. Bagaiamana bisa? Bukannya Farah hamil? Pertanyaan itu terus yang berputar di kepalanya. Hingga ia bertemu dengan salah seorang ustadz di masjid rumah Suraya. Ia menanyakan perihal talak saat istri hamil. Maka hukumnya sah, karena istri dalam keadaan suci. Hanya untuk menyelesaikan semua berkas secara negara, maka sebaiknya ditunggu sampai dengan masa nifasnya selesai.Tekad Emir sudah bulat, ia takkan ragu untuk menceraikan Farah. Besok pagi, begitu sampai di rumahnya, ia akan merapikan semua barang dari rumah yang ia beli bersama Farah. Biarlah rumah itu menjadi milik Farah saja. Ia tidak mau tinggal di atap yang berisikan kenangan bersama Farah.Amira bagaimana? Setelah semuanya selesai, Emir akan kembali mencari Amira dan Ami. Pasti ia akan menemukan keduanya.Drrt

  • Istri Tanpa Suami   70. Firasat

    Prrang"Amira!" Ami berlari menghampiri Amira yang tanpa sengaja menjatuhkan gelas minumnya."Diam di situ, Mira! Nanti terkena pecahan kacanya!" Bik Astri yang kaget dengan suara benda pecah, bergegas ke dapur untuk mengambil sapu dan serokan sampah."Biar saya, Non. Neng Amira, jangan bergerak ya. Biar Bibik sapu dulu," ujar Bik Astri pada Amira. Gadis kecil itu mengangguk, sekaligus takut. Air mata sudah mengalir di pipinya."Sudah sayang, sudah selesai. Ayo, sama Ibu sini!" Ami mengulurkan tangannya untuk menggapai Amira yang masih terdiam karena takut. Belum pernah sekalipun Amira terlepas memegang gelas atau pun piring."Amira kenapa? Licin ya tangannya?" tanya Ami lemah lembut. Amira sudah duduk di pangkuannya, sambil mengusap air mata."Ibu, Mila inet Papa Emil. Kenapa kita didak ke kantol Papa, Bu?" tanya Amira lagi diiringi isakan. Gadis kecil itu begitu merindukan Emir, begitu juga deng

  • Istri Tanpa Suami   71. Farah Terkena Batunya

    Farah dilarikan ke rumah sakit, keesokan harinya. Sang Mama baru saja bangun saat pukul lima shubuh dan menemukan Farah terkapar tak sadarkan diri di lantai ruang televisi, dengan bau pesing yang sangat menyengat. Lekas Bu Sinta menghubungi Daniel dan mengabarkan kondisi Farah.Begitu sampai di rumah sakit, Daniel langsung menggendong Farah masuk ke dalam ruang IGD untuk diperiksa. Seorang dokter muda yang berjaga pagi itu, segera memeriksa kondisi Farah."Apa yang terjadi?" tanya dokter itu pada Daniel dan Bu Sinta."Saya bangun pagi hari dan menemukan anak saya sudah pingsan di ruang televisi," terang Bu Sinta dengan khawatir."Aromanya tak sedap," ujar dokter itu sambil mencebik, merasa terganggu dengan bau pesing pasien yang tengah ia periksa."Maaf, Dok. Sepertinya memang anak saya buang air kecil di celana," timpal Bu Sinta merasa tak enak dengan dokter dan beberapa perawat di sana."Saya periksa dulu ya."

  • Istri Tanpa Suami   72. Emir yang Koma

    Sepanjang perjalanan menuju Surabaya, dengan pesawat pribadi milik Tuan Wijaya. Ami tak hentinya meneteskan air mata, sedangkan Amira bingung, kenapa ibunya dari tadi menangis terus. Amira memang tidak tahu jika Emir sakit, Ami tak sampai hati menyampaikan kabar buruk pada Amira. Apa lagi, gadis kecil itu tahunya Papa Emir sedang bekerja. Tentulah Ami bisa dicap membohongi Amira lagi. Gadis kecil Aminarsih itu begitu pintar.Ada Bik Astri yang menemani penerbangan sore ini, Tuan Wijaya juga ikut serta, begitu juga Pak Samsul. Tuan Wijaya yang memaksa pergi ke Surabaya dengan pesawat pribadi miliknya, karena lelaki tua itu ingin mengucapkan terimakasih pada Emir, karena telah menolong cucu menantunya."Ibu, sudah ya, janan nanis." Amira bergelayut manja di tubuh Aminarsih. Bola mata abunya terus saja menatap Ami penuh harap, agar ibunya itu berhenti meneteskan air mata."Iya, Amira." Ami tersenyum, lalu menghapus air matanya."Makanla

Latest chapter

  • Istri Tanpa Suami   142. KEJUTAN (ENDING)

    Acara akad nikah dan resepsi yang diadakan diballroomsebuah hotel mewah, berlangsung lancar dan meriah. Para tamu undangan yang berbondong-bondong memberikan selamat dan juga mendoakan sepasang pengantin yang tengah berbahagia di atas pelaminan sana.Semua bergembira dan tersenyum penuh senang. Amira, si gadis super unik, berjodoh dengan Reza yang tak lain adalah anak majikan sang ibu, saat dahulu kala. Jika ada penulis yang bersedia menceritakan kisah mereka dan memberi judul 'Menikahi Anak Pembantu', pasti sangatlah tepat. Namun itu hanya sepenggal kisah masa lalu yang dilalui Amira dan juga ibunya. Saat ini, mereka bahkan tak tahu berapa banyak aset perusahaan dan juga warisan yang ditinggalkan Uyut Wijaya untuk Amira dan juga ibunya.Buktinya dapat dilihat dari para undangan yang hadir, mulai dari wali kota Jakarta Selatan dan beberapa stafnya. Belum lagi lurah, dan camat setempat. Relasi bisnis sang papa, teman se

  • Istri Tanpa Suami   141. Hari Pernikahan

    Devano menjadi pusat perhatian di dalam rumah besar milik Aminarsih. Lelaki itu tak banyak bicara. Hanya senyuman dan anggukan yang ia berikan, saat Amira atau Emir menanyai dirinya. Lalu bagaimana dengan Aminarsih? Wanita setengah baya itu tak mau mengeluarkan suara apapun untuk Devano. Bahkan ia menganggap lelaki itu sudah lama mati. Ia hanya menghargai Amira sebagai darah daging lelaki kejam seperti Devano.Lelaki itu duduk tepat di samping kiri Amira, sedangkan Emir dan Aminarsih ada di posisi kanan. Yasmin pun tak kalah bingung. Ia memang ingat, saat itu Narsih menggantikannya jadi pengantin Devano, tetapi bukannya mereka langsung berpisah beberapa hari kemudian? Harusnya, usia Amira lebih tua, atau tak beda jauh dari Reza. Namun, kenapa bisa Amira masih sangat muda?Satu hal yang paling menyeramkan dari semua ini adalah penampilan Devano yang telah kehilangan sebagian tangan kirinya. Ada banyak pertanyaan bersarang di kepalanya

  • Istri Tanpa Suami   140. Lamaran

    Langit malam tampak begitu terang benderang. Bintang bertabur di atas sana yang jika kita perhatikan, tampak seperti bentuk kursi. Aminarsih membiarkan jendela kamarnya terbuka. Sambil memijat kaki sang suami, sambil menikmati sinar bintang dan rembulan.Besok adalah hari lamaran Amira. Semua sudah disiapkan dengan begitu sempurna oleh Aminarsih dan juga suaminya. Keputusan sang puteri kesayangan sudah bisa mereka terima dengan lapang dada. Namun masih ada satu yang mengganjal Aminarsih, tetapi ia ragu untuk menanyakan perihal itu pada suaminya."Kenapa, Sayang? Sepertinya sedang memikirkan sesuatu? Apa ada yang belum rapi untuk acara besok?" tanya Emir penasaran, saat tiada suara yang keluar dari bibir sang istri saat memijatnya. Tidak seperti biasanya yang selalu ada saja yang menjadi bahan perbincangan."Pa, Ibu mau tanya. Mm ... tapi Papa jangan tersinggung. Ini soal ....""Devano?" tebak Emir dengan s

  • Istri Tanpa Suami   139. Say Yes!

    Amira, Reza, dan Aminarsih sudah duduk saling berhadapan di sofa ruang tamu. Ketiganya duduk tergugu tanpa mengeluarkan suara. Terutama Amira yang merasa sangat malu bercampur haru. Wajahnya terus saja meron saat lelaki dewasa di depannya tak pernah memutus pandangan untuk menatapnya.Merahnya buah apel di kebunnya, sudah pasti kalah dengan warna pipinya saat ini. Hangat dan begitu bersinar sangat cantik. Bagaimana seorang Reza semakin tidak terpesona dengan gadis seperti Amira? Sungguh berbeda saat bertegur sapa di telepon dan saat ini bertemu langsung. Amira masih saja menunduk malu tanpa suara. Gadis itu sibuk memilin ujung bajunya sambil sesekali menggigit bibirnya."Kita kok jadi diam-diaman gini ya? He he he ...." Aminarsih membuka suara sambil tertawa kecil. Reza pun tersadar dari lamunan, lalu menoleh pada Aminarsih dengan wajah yang merona juga."Bingung mau ngomong apa, Tante. Hati saya terlalu senang saat bertem

  • Istri Tanpa Suami   138. Bertemu

    Tiga tahun kemudian.Banyak sekali hal indah yang dialami Amira selama menjalani masa SMA. Teman yang banyak lagi seru. Guru-guru yang perhatian, namun tetap tegas. Orang tua dan adik-adik yang selalu memperhatikan dan sayang padanya. Pacar yang selalu sabar bila ditinggal tidur, atau ditinggal main olehnya. Benar-benar sempurna. Ditambah lagi teman-teman goib yang tak pernah mengganggunya. Hanya numpang lewat, atau say hello saja. Beda dengan dokter koas yang selalu mengukuti ke mana pun ia pergi.Pagi ini sarapan sedikit berbeda, karena wajah sang papa sedikit asem dan tak bersemangat. Apakah papanya sakit? Amira hendak bertanya, tetapi sungkan. Ia hanya memperhatikan lelaki yang semakin hari semakin dewasa itu tengah menyesap teh manis yang dituangkan istri tercinta ke dalam cangkir ukiran miliknya."Papa sakit?" kali ini Mahesa yang bertanya. Untunglah, mewakili perasaan penasaran dirinya. Emir mengangkat wajahnya, lalu tersenyum tipis.

  • Istri Tanpa Suami   137. Serunya Masa SMA

    Berawal dari kejadian hari pertama di sekolah, Amira menjadi terkenal. Ditambah lagi, semua guru baru mengetahui bahwa Amira adalah cicit pemilik lembaga pembelajaran mereka, sehingga hampir semua guru dan staf sangat menyukai Amira.Saat ini, Amira belajar di kelas XA bersama dengan Andini. Baru sepekan mengikuti kegiatan belajar mengajar, Amira sudah akrab dengan semua teman di kelasnya. Ditambah lagi desas-desus bahwa gadis itu adalah cikal-bakal pemilik lembaga pendidikan ini kelak. Tentulah banyak teman baik laki-laki mau pun perempuan yang dekat dan baik pada Amira. Namun tetap saja, Amira lebih merasa cocok dengan Andini. Si lemot yang menggemaskan."Nomor lima dong," bisik Andini pada Amira. Hari ini mereka ada kuis dari pelajaran matematika yang mengulang materi pembelajaran saat seragam putih biru. Andini dan Amira duduk di barisan tengah, juga saling bersebelahan."Belum. Baru nomor dua," jawab Amira sambil berbisik."Boho

  • Istri Tanpa Suami   136. Hari Pertama SMA

    Dasar Amira! Terbiasa tak punya ponsel, sehingga ia melupakan benda itu. Padahal sudah satu bulan ini ia pakai. Namun, Amira lebih sering mengabaikan ponselnya, karena tak ada akun media sosial apapun di dalam sana. Hanya, WA, musik, dan aplikasi ruang guru.Mulai dari bangun tidur, mandi, salat, kemudian berpakaian, Amira masih tak sadar dengan keberadaan ponselnya. Benda itu jatuh di kolong tempat tidurnya sehingga ia pun tak menyadarinya. Ponsel itu disilent dan saat ini tengah berkelap-kelip, tanda seseorang tengah menghubungi dirinya. Namun sayang, Amira yang sibuk dengan hari pertama mulai masuk sekolah, memilih langsung keluar kamar dengan aneka pernak pernik di tubuhnya.Ranselnya penuh dengan barang persiapan pengenalan lingkungan sekolah. Mulai dari tanah liat, chiki, sampai bola bekel ada di dalam tasnya. Amira tak tahu saja, bahwa kekasih hatinya tengah memendam penasaran karena teleponnya tak kunjung diangkat. Padahal lelaki itu hendak mengucapkan

  • Istri Tanpa Suami   135. Pejuang LDR

    "Mira, mau ke mana?" tanya Aminarsih pada puterinya."Naik ke kamar, Bu. Daah ... makasih Ibu kejutannya," ujar Amira yang baru saja hendak naik ke atas, lalu berbalik badan, mencium pipi ibunya, lalu dengan berlari cepat ala goib, sudah berada di dalam kamar sambil memegang ponsel. Jika yang lain perlu mengatur napas, maka Amira tak perlu karena berlari secepat apapun ia tidak akan terengah-engah."Hallo, Sayang," ucapnya sambil menutup mulut menahan tawa."A-a-apa?" suara terbata Reza di seberang sana."Sayang."Brugh!Brugh"Hallo ... hallo ...."Amira memandang sambungan telepon yang terputus. Apakah sinyalnya jelek? Gadis itu mencoba melakukan panggilan lagi, tetapi tidak tersambung. Ia tak marah atau kecewa, gadis itu malah terus saja tersipu malu, bahkan ia membawa tubuhnya berputar-putar karena rasa senang yang luar biasa. Akhirnya, setelah dua tahun setengah me

  • Istri Tanpa Suami   134. Rindu

    Dua tahun lebih sudah berlalu. Hari ini adalah hari kelulusan Amira dari seragam biru putih. Semua siswa menanti dengan debaran tak bisa dikendalikan. Mereka antre dari pagi untuk membaca penguman kelulusan. Pagar besar sekolah masih terkunci. Karena masih pukul lima lebih lima belas menit. Gerbang sekolah biasa dibuka pukul lima tiga puluh. Antrean semua siswa sudah tak sabar ingin membaca papan pengumaman di kelas mereka masing-masing.Sudah ada Amira yang semakin hari semakin cantik dan mempersona. Begitu juga dengan ketiga teman kembar tiganya. Mereka tumbuh menjadi gadis yang menggemaskan sekaligus cerdas. Jika Amira lebih menonjol pada aktifitas olah raga, berbeda dengan Andrea dan Aleta yang berprestasi di bidang akademis. Keduanya selalu saja mendapat peringkat tiga besar di kelas. Lain lagi Andini, si gadis tidak nyambung itu memiliki suara yang sangat bagus dan masuk ke dalam group paduan suara sekolah."Lu udah sarapan?" tanya Andrea pada Amira

DMCA.com Protection Status