Beranda / Thriller / Istri Tanpa Suami / 59. Rahasia Bu Farida

Share

59. Rahasia Bu Farida

Penulis: Diganti Mawaddah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ami dan Emir, kini sedang dalam perjalanan menuju rumah Bu Farida. Pagi-pagi sekali, Emir membawa Aminarsih dan Amira pulang ke rumah orangtuanya. Karena permintaan mamanya. Bu Farida rindu dengan Amira, selain itu, rumah juga terasa sepi bilam tak ada Amira di rumahnya.

Tentu saja, Emir yang kini merasa horor dengan apartemennya, memilih setuju untuk untuk membawa Amira.dan Ami ke rumahnya. Apartemen itu akan ia jual saja, dari pada menyeramkan seperti itu.

"Kamu gak papa, Mi?"

"Gak papa, Mas. Emangnya kenapa?" tanya Ami keheranan.

"Setelah tadi malam, apa kamu merasa baik-baik saja?" 

"Iya, saya tidak apa-apa. Mas yang takut ya? Hayo ... Ngaku, hi hi hi ...." Ami menertawakan Emir.

"Ketawanya jangan ngikik, Mi. Jadi mirip kunti," ujar Emir sambil menelan salivanya.

"Ha ha ha ... Mas lucu deh!" Ami mencubit pipi Emir.

"Sakit," ujar Emir manja.

"Uluh, lebay. Ha ha ha ...."

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Daniya Wayan
saya cowok.. kok tumben ikut nangis bacanya......
goodnovel comment avatar
Maswardi Wardi
pengen banget deh jd aminarsih yg dapet laki"super baik seperti emir,sumpah baca ni novel sy jf ngayal terus pengen dapet suami kaya emiir ...pdhl sy udah punya suami wkwkwkk
goodnovel comment avatar
Deyta Kiwaine Tikurinding
kapan nih lanjutanx.. dah gk sabar, tambah seru aja..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Tanpa Suami   60. Jin yang Mengganggu

    Ami masih bingung dengan pengakuan dari Bu Farida. Benarkah Bu Farida teman dari umi dan abinya? Bu Farida masih saja menangis memeluk dirinya. Bahkan pelukan itu sangat erat, membuat Ami hampir kehabisan nafas."Ya Allah, puluhan tahun saya selalu berharap berjumpa dengan Narti, ternyata dia sudah tidak ada. Ya Allah, saya rasanya tak percaya, Mi. Terakhir bertemu, saat saya menjenguk kamu lahir usia empat puluh hari dan Narti memberi tahukan tanda lahir di leher kamu. Ya Allah ...." Bu Farida memeluk kembali Ami dengan erat.Amira yang asik bermain boneka, akhirnya menoleh pada ibu dan omanya. Amira bangum dari duduknya, lalu menghampiri keduanya. Amira bergelayut di tubuh Ami, sambil memandang heran keduanya."Ibu, Oma, tenapa nanis?""Ya Allah, kalian ini benar-benar bagian dari keluargaku. Alhamdulillah ya Allah, telah mempertemukan kami di sini." Bu Farida kini memanggku Amira. Jemari gadis kecil itu terangkat menghapus a

  • Istri Tanpa Suami   61. Gugatan Cerai

    Emir sudah mengajukan gugatan perceraian pada Farah. Tak perlu memakai jasa pengacara, karena ia memiliki bukti cukup kuat untuk majelis hakim meloloskan gugatannya. Baru tahap pendaftaran, untuk jadwal masih antre dan akan dihubungi satu bulan yang akan datang. Tentu saja, banyak rencana di kepalanya setelah perceraiannya dengan Farah sah. Salah satunya adalah segera melamar Ami untuk ia jadikan istri. Rasa tak sabar begitu kuat di dadanya, tapi ia ingat akan perkataan sang mama, bahwa ia harus lebih dahulu membereskan semua masalah dengan Farah. Bahkan Emir sudah bercita-cita, akan membawa Aminarsih berbulan madu ke Mekkah, tepatnya melaksanakan umroh, tak lupa membawa Amira turut serta.DrrtDrrtEmir melihat siapa yang mengirimkan pesan padanya.Jin CantikEmir terkekeh sendiri membaca nama kontak Ami yang ia buat. Kenapa harus 'Jin Cantik'? Karena Ami mampu melihat hal goib yang tidak bisa semua

  • Istri Tanpa Suami   62. Farah Hamil

    Amira sudah terlelap di pangkuan Emir. Lelaki itu bersikeras mengajak Ami bicara baik-baik. Sungguh ia pun tak menyangka akan kabar yang diberikan Farah tadi. Kini, keduanya masih senyap tanpa suara, hingga pukul sepuluh malam. Ami duduk menunduk sambil memilin ujung bajunya, dengan air mata yang sedari tadi tak kunjung berhenti. Emir memandang sendu wanita yang ia cintai. Perjuangan untuk memilikinya sepertinya akan panjang, tetapi ia tidak akan menyerah."Waktu itu, saat Farah pertama kali berangkat ke Malaysia, saya menemukan pil KB di kamar. Pil yang sudah hilang sebanyak tujuh pil. Jujur saya kecewa, karena saya tidak menyangka akan mendapati istri saya begitu enggan untuk punya anak," terang Emir dengan suara parau. Ia yang tadinya duduk berhadapan dengan Ami, kini memilih pindah, untuk kemudian duduk di samping Ami."Sini lihat saya!" Emir mengusap rambut Ami dengan lembut, namun Ami mengelak. Ia masih saja sesegukan menahan tangis agar tak tumpah

  • Istri Tanpa Suami   63. Ayah Bayi Farah

    "Jadi menurut kalian, siapa ayah bayi itu? Katakan!""Mas Emir." Farah seketika bangun dari duduknya. Dadanya berdegub sangat kencang, saat sosok yang ia belum ingin lihat, sudah ada di hadapannya dengan wajah memerah menahan marah. Daniel pun hanya bisa menelan saliva tanpa mampu berkata-kata. Saat Emir berjalan mendekat, kemudian meremas kerah bajunya, nyali Daniel semakin menciut."Apa kamu ayah bayi yang dikandung istriku? Jawab!" Emir tak bisa lagi menyembunyikan kekesalannya, lelaki terus saja berteriak sampai urat leher dan wajahnya ikut memerah padam. Semua kru yang ada di sana mengelilingi Emir dengan tatapan bingung. Ada yang menarik tubuh Emir agar menjauh dari Daniel, namun ia tepis."Katakan siapa ayah bayi yang sebenarnya? Katakan Daniel! Sebelum aku membawa kalian berdua ke kantor polisi," bisik Emir sinis begitu dekat dengan wajah Daniel."Kamu ayah bayi itu, Emir. Kamu ayah bayinya. Jika tidak percaya, kamu sil

  • Istri Tanpa Suami   64. Ke mana Perginya Aminarsih?

    Dengan jemari gemetar dan dada berdebar, Bu Farida mencoba menghubungi nomor Emir, namun tak diangkat. Berkali-kali tiada lelah Bu Farida melakukannya, bahkan air mata ikut menetes tatkala melihat semua pakaian yang dia berikan pada Ami dan Amira tidak ada yang dibawa. Lemari kecil yang digunakan untuk menyimpan baju-baju yang ia berikan masih terisi dengan penuh. Berati Ami dan Amira pergi hanya mengenakan baju yang melekat pada tubuh mereka saja. Betapa sedih dan hancurnya hati wanita paruh baya itu ketika mendapati Ami yang benar-benar pergi dari kehidupannya."Ami, kamu ke mana?" gumam Bu Farida dengan lemah. Ia duduk di ranjang Emir, yang kurang lebih sepuluh hari ini ditiduri oleh Ami dan juga Amira. Kasur sudah rapi, bersih, seprei juga tampaknya baru diganti oleh Ami."Kontrakan? Nah, iya, kontrakan." Cepat Bu Farida keluar dari kamar, lalu memakai gamis di dalam kamarnya serta kerudung instan cukup lebar. Setelahnya Bu Farida menyambar kunci mobil.&nbs

  • Istri Tanpa Suami   65. Jakarta

    Ami sudah tiba di terminal bus Pulogadung. Kedua kakinya melangkah dengan sedikit berat, karena Amira tertidur. Perjalanan dari Surabaya menuju Jakarta yang memakan waktu kurang lebih dua belas jam, membuat Amira tampak kelelahan. Kepalanya menoleh ke sana-kemari, mencari masjid, karena adzan magrib baru saja berkumandang, saat ia turun dari bus tadi."Permisi, Bang. Kalau mushollah atau masjid di mana ya?" tanya Ami pada kernet bus yang sedang ngetem tak jauh dari posisi ia berdiri."Oh, di sana Mbak. Lurus saja dari sini, terus belok kanan," ucapnya memberi tahu arah musholla dengan tangannya."Terimakasih," ucap Ami sambil sedikit membungkuk. Masih dengan menggendong Amira di depan tubuhnya, ia berjalan menuju arah musholla yang tadi diberitahu. Peluhmya bercucuran, bau badan akibat naik bus ekonomi membuat ia sendiri tak nyaman, namun, apa mau dikata, ia tidak punya baju lain, selain baju yang ia kenakan ini.Dibukanya sendal jep

  • Istri Tanpa Suami   66. Aminarsih ditemukan

    Ami menyuapkan bubur kacang hijau ke dalam mulut Amira. Gadis kecil itu makan dengan lahap, sambil sesekali menoleh pada ibunya yang masih saja meneteskan air mata."Ibu, janan sedih telus. Nanti juga ada Papa Emil," ujar Amira dengan mulut penuh bubur kacang hijau.Ami semakin sedih bila mengingat Emir, lelaki yang takkan pernah menjadi imam dalam hidupnya. Ditambah lagi kehilangan uang hasil jerih payah menjual peyek, membuat air matanya tak mau disuruh berhenti. Dalam hati, ia merutuki dirinya sendiri, karena teledor menyimpan uang, sehingga ia kehilangan uang banyak di sakunya. Hanya tersisa lima ribu rupiah di saku baju Amira, yang ia selipkan saat menerima kembalian dari beli nasi semalam."Belum rezeki, Mbak. Sabar ya," ucap mamang bubur yang merasa iba dengan keadaan Ami dan Amira."Iya, Mang. Terimakasih," sahut Ami sangat pelan. Sungguh ia tak berdaya kini, walaupun mamang bubur tetap memberikan semangkuk bubur tanpa harus

  • Istri Tanpa Suami   67. Uyut Wijaya

    "Enak, Yut," ucap Amira saat tengah asik menyantap aneka makanan yang terhidang di atas meja makan besar di rumah Tuan Wijaya.Lelaki tua itu tersenyum, lalu mengangguk, "makannya yang banyak. Semua makanan ini punya Amira," katanya sambil mengusap rambut kriting Amira dengan lembut. Di depan Amira, ada Aminarsih yang juga tengah menyantap nasi, lengkap dengan aneka lauk pauk yang sangat enak."Tuan, ini ....," ucap Ami dengan mata berkaca-kaca."Makanlah dulu yang banyak, kenyangkan perutmu. Setelah itu beristirahatlah, nanti malam kita akan berbelanja kebutuhan kamu dan Amira, cicitku." Kakek tua itu memilih pergi meninggalkan Ami di meja makan bersama Amira, agar keduanya makan dengan lebih leluasa. Dia masuk ke dalam ruangan besar, di mana itu adalah kantor sekaligus kamar baginya. Diambilnya ponsel, lalu mencoba menghubungi seseorang.["Hallo, Pak Dibyo. Bisa segera diurus berkas warisan saya? Cucu dan cicit saya sudah ditem

Bab terbaru

  • Istri Tanpa Suami   142. KEJUTAN (ENDING)

    Acara akad nikah dan resepsi yang diadakan diballroomsebuah hotel mewah, berlangsung lancar dan meriah. Para tamu undangan yang berbondong-bondong memberikan selamat dan juga mendoakan sepasang pengantin yang tengah berbahagia di atas pelaminan sana.Semua bergembira dan tersenyum penuh senang. Amira, si gadis super unik, berjodoh dengan Reza yang tak lain adalah anak majikan sang ibu, saat dahulu kala. Jika ada penulis yang bersedia menceritakan kisah mereka dan memberi judul 'Menikahi Anak Pembantu', pasti sangatlah tepat. Namun itu hanya sepenggal kisah masa lalu yang dilalui Amira dan juga ibunya. Saat ini, mereka bahkan tak tahu berapa banyak aset perusahaan dan juga warisan yang ditinggalkan Uyut Wijaya untuk Amira dan juga ibunya.Buktinya dapat dilihat dari para undangan yang hadir, mulai dari wali kota Jakarta Selatan dan beberapa stafnya. Belum lagi lurah, dan camat setempat. Relasi bisnis sang papa, teman se

  • Istri Tanpa Suami   141. Hari Pernikahan

    Devano menjadi pusat perhatian di dalam rumah besar milik Aminarsih. Lelaki itu tak banyak bicara. Hanya senyuman dan anggukan yang ia berikan, saat Amira atau Emir menanyai dirinya. Lalu bagaimana dengan Aminarsih? Wanita setengah baya itu tak mau mengeluarkan suara apapun untuk Devano. Bahkan ia menganggap lelaki itu sudah lama mati. Ia hanya menghargai Amira sebagai darah daging lelaki kejam seperti Devano.Lelaki itu duduk tepat di samping kiri Amira, sedangkan Emir dan Aminarsih ada di posisi kanan. Yasmin pun tak kalah bingung. Ia memang ingat, saat itu Narsih menggantikannya jadi pengantin Devano, tetapi bukannya mereka langsung berpisah beberapa hari kemudian? Harusnya, usia Amira lebih tua, atau tak beda jauh dari Reza. Namun, kenapa bisa Amira masih sangat muda?Satu hal yang paling menyeramkan dari semua ini adalah penampilan Devano yang telah kehilangan sebagian tangan kirinya. Ada banyak pertanyaan bersarang di kepalanya

  • Istri Tanpa Suami   140. Lamaran

    Langit malam tampak begitu terang benderang. Bintang bertabur di atas sana yang jika kita perhatikan, tampak seperti bentuk kursi. Aminarsih membiarkan jendela kamarnya terbuka. Sambil memijat kaki sang suami, sambil menikmati sinar bintang dan rembulan.Besok adalah hari lamaran Amira. Semua sudah disiapkan dengan begitu sempurna oleh Aminarsih dan juga suaminya. Keputusan sang puteri kesayangan sudah bisa mereka terima dengan lapang dada. Namun masih ada satu yang mengganjal Aminarsih, tetapi ia ragu untuk menanyakan perihal itu pada suaminya."Kenapa, Sayang? Sepertinya sedang memikirkan sesuatu? Apa ada yang belum rapi untuk acara besok?" tanya Emir penasaran, saat tiada suara yang keluar dari bibir sang istri saat memijatnya. Tidak seperti biasanya yang selalu ada saja yang menjadi bahan perbincangan."Pa, Ibu mau tanya. Mm ... tapi Papa jangan tersinggung. Ini soal ....""Devano?" tebak Emir dengan s

  • Istri Tanpa Suami   139. Say Yes!

    Amira, Reza, dan Aminarsih sudah duduk saling berhadapan di sofa ruang tamu. Ketiganya duduk tergugu tanpa mengeluarkan suara. Terutama Amira yang merasa sangat malu bercampur haru. Wajahnya terus saja meron saat lelaki dewasa di depannya tak pernah memutus pandangan untuk menatapnya.Merahnya buah apel di kebunnya, sudah pasti kalah dengan warna pipinya saat ini. Hangat dan begitu bersinar sangat cantik. Bagaimana seorang Reza semakin tidak terpesona dengan gadis seperti Amira? Sungguh berbeda saat bertegur sapa di telepon dan saat ini bertemu langsung. Amira masih saja menunduk malu tanpa suara. Gadis itu sibuk memilin ujung bajunya sambil sesekali menggigit bibirnya."Kita kok jadi diam-diaman gini ya? He he he ...." Aminarsih membuka suara sambil tertawa kecil. Reza pun tersadar dari lamunan, lalu menoleh pada Aminarsih dengan wajah yang merona juga."Bingung mau ngomong apa, Tante. Hati saya terlalu senang saat bertem

  • Istri Tanpa Suami   138. Bertemu

    Tiga tahun kemudian.Banyak sekali hal indah yang dialami Amira selama menjalani masa SMA. Teman yang banyak lagi seru. Guru-guru yang perhatian, namun tetap tegas. Orang tua dan adik-adik yang selalu memperhatikan dan sayang padanya. Pacar yang selalu sabar bila ditinggal tidur, atau ditinggal main olehnya. Benar-benar sempurna. Ditambah lagi teman-teman goib yang tak pernah mengganggunya. Hanya numpang lewat, atau say hello saja. Beda dengan dokter koas yang selalu mengukuti ke mana pun ia pergi.Pagi ini sarapan sedikit berbeda, karena wajah sang papa sedikit asem dan tak bersemangat. Apakah papanya sakit? Amira hendak bertanya, tetapi sungkan. Ia hanya memperhatikan lelaki yang semakin hari semakin dewasa itu tengah menyesap teh manis yang dituangkan istri tercinta ke dalam cangkir ukiran miliknya."Papa sakit?" kali ini Mahesa yang bertanya. Untunglah, mewakili perasaan penasaran dirinya. Emir mengangkat wajahnya, lalu tersenyum tipis.

  • Istri Tanpa Suami   137. Serunya Masa SMA

    Berawal dari kejadian hari pertama di sekolah, Amira menjadi terkenal. Ditambah lagi, semua guru baru mengetahui bahwa Amira adalah cicit pemilik lembaga pembelajaran mereka, sehingga hampir semua guru dan staf sangat menyukai Amira.Saat ini, Amira belajar di kelas XA bersama dengan Andini. Baru sepekan mengikuti kegiatan belajar mengajar, Amira sudah akrab dengan semua teman di kelasnya. Ditambah lagi desas-desus bahwa gadis itu adalah cikal-bakal pemilik lembaga pendidikan ini kelak. Tentulah banyak teman baik laki-laki mau pun perempuan yang dekat dan baik pada Amira. Namun tetap saja, Amira lebih merasa cocok dengan Andini. Si lemot yang menggemaskan."Nomor lima dong," bisik Andini pada Amira. Hari ini mereka ada kuis dari pelajaran matematika yang mengulang materi pembelajaran saat seragam putih biru. Andini dan Amira duduk di barisan tengah, juga saling bersebelahan."Belum. Baru nomor dua," jawab Amira sambil berbisik."Boho

  • Istri Tanpa Suami   136. Hari Pertama SMA

    Dasar Amira! Terbiasa tak punya ponsel, sehingga ia melupakan benda itu. Padahal sudah satu bulan ini ia pakai. Namun, Amira lebih sering mengabaikan ponselnya, karena tak ada akun media sosial apapun di dalam sana. Hanya, WA, musik, dan aplikasi ruang guru.Mulai dari bangun tidur, mandi, salat, kemudian berpakaian, Amira masih tak sadar dengan keberadaan ponselnya. Benda itu jatuh di kolong tempat tidurnya sehingga ia pun tak menyadarinya. Ponsel itu disilent dan saat ini tengah berkelap-kelip, tanda seseorang tengah menghubungi dirinya. Namun sayang, Amira yang sibuk dengan hari pertama mulai masuk sekolah, memilih langsung keluar kamar dengan aneka pernak pernik di tubuhnya.Ranselnya penuh dengan barang persiapan pengenalan lingkungan sekolah. Mulai dari tanah liat, chiki, sampai bola bekel ada di dalam tasnya. Amira tak tahu saja, bahwa kekasih hatinya tengah memendam penasaran karena teleponnya tak kunjung diangkat. Padahal lelaki itu hendak mengucapkan

  • Istri Tanpa Suami   135. Pejuang LDR

    "Mira, mau ke mana?" tanya Aminarsih pada puterinya."Naik ke kamar, Bu. Daah ... makasih Ibu kejutannya," ujar Amira yang baru saja hendak naik ke atas, lalu berbalik badan, mencium pipi ibunya, lalu dengan berlari cepat ala goib, sudah berada di dalam kamar sambil memegang ponsel. Jika yang lain perlu mengatur napas, maka Amira tak perlu karena berlari secepat apapun ia tidak akan terengah-engah."Hallo, Sayang," ucapnya sambil menutup mulut menahan tawa."A-a-apa?" suara terbata Reza di seberang sana."Sayang."Brugh!Brugh"Hallo ... hallo ...."Amira memandang sambungan telepon yang terputus. Apakah sinyalnya jelek? Gadis itu mencoba melakukan panggilan lagi, tetapi tidak tersambung. Ia tak marah atau kecewa, gadis itu malah terus saja tersipu malu, bahkan ia membawa tubuhnya berputar-putar karena rasa senang yang luar biasa. Akhirnya, setelah dua tahun setengah me

  • Istri Tanpa Suami   134. Rindu

    Dua tahun lebih sudah berlalu. Hari ini adalah hari kelulusan Amira dari seragam biru putih. Semua siswa menanti dengan debaran tak bisa dikendalikan. Mereka antre dari pagi untuk membaca penguman kelulusan. Pagar besar sekolah masih terkunci. Karena masih pukul lima lebih lima belas menit. Gerbang sekolah biasa dibuka pukul lima tiga puluh. Antrean semua siswa sudah tak sabar ingin membaca papan pengumaman di kelas mereka masing-masing.Sudah ada Amira yang semakin hari semakin cantik dan mempersona. Begitu juga dengan ketiga teman kembar tiganya. Mereka tumbuh menjadi gadis yang menggemaskan sekaligus cerdas. Jika Amira lebih menonjol pada aktifitas olah raga, berbeda dengan Andrea dan Aleta yang berprestasi di bidang akademis. Keduanya selalu saja mendapat peringkat tiga besar di kelas. Lain lagi Andini, si gadis tidak nyambung itu memiliki suara yang sangat bagus dan masuk ke dalam group paduan suara sekolah."Lu udah sarapan?" tanya Andrea pada Amira

DMCA.com Protection Status