Beranda / Romansa / Istri Tanpa Nafkah (Batin) / Bab 90: Menculik Anak

Share

Bab 90: Menculik Anak

Penulis: Ana_miauw
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-05 12:52:49

Weekend adalah hari yang paling ditunggu-tunggu bagi seorang pekerja untuk mereka libur dan menikmati waktu istirahatnya. Setelah seminggu lelah dalam bekerja dan bertarung dengan penat dan hiruk-pikuk dan ibukota.

Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku untuk Nabila. Karena sang anak justru membangunkannya sepagi mungkin untuk menemaninya lari pagi di kawasan golf.

Padahal sudah ada kedua orang tuanya yang bersedia mengantarkan, namun mungkin rasanya kurang lengkap kalau tak ada dirinya bersamanya.

Yang menyebalkan, Zaki juga minta dibawakan bekal nasi goreng. Padahal sangat banyak sarapan atau jajanan pasar yang bisa mereka pilih di sepanjang jalan yang ada pasar kagetnya nanti.

Tapi yang namanya anak, mungkin masakan ibunya tetap yang paling spesial untuknya seenak apapun makanan di luar sana.

“Tadinya aku mau bangun agak siangan aja, Ma. Olahraganya dibalik sore Bila kurang tidur banget belakangan ini, soalnya lembur terus kan?”

“Nggak ada kata libur bagi seorang ibu, Bil," jawab M
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 91: Tes DNA Zaki

    "Oke, kita udah sampai!"Zaki menatap ke sekeliling dari pintu kaca mobil di sebelah kirinya. Bocah itu terdiam. Mungkin bingung karena mereka tidak sampai di mall seperti yang Aditya janjikan."Mana mall nya?" katanya setelah beberapa saat kemudian, "Jaki maunya ke mall, bukan rumah sakit. Jaki kan ga sakit.""Kita mau ke rumah sakit dulu, sebentar," Aditya menanggapi."Ngga mau, Jaki kan maunya ke mall mau beli jajan sama mainan.""Temenin Om periksa dulu ke dokter. Janji sebentar aja." Zaki menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak mau. Jaki mau telepon ibu aja sekarang!"Baru sebentar saja, Aditya sudah mulai kewalahan menghadapinya. Pria itu menggaruk kepala. Dia juga sama-sama bingung, bagaimana cara membujuknya agar anak ini tak sampai menangis."Di dalam juga ada banyak mainan, ada Playground nya juga kalau Jek mau main.""Ngga mau, main di rumah sakit ngga seru." Zaki menekuk wajah. Keantusiasan nya hilang seketika. "Sebentar aja, kok, Jek. Nggak sampai lima menit udah selesai.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-05
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 92: Dasar Selir!

    “Bu? Selamat siang,” Nabila menyapa setelah beberapa detik keduanya saling bersitatap. Nabila dengan kebingungannya sendiri, mungkin wanita itu juga sama-sama bingungnya dan bertanya-tanya. Ada apa gerangan? Kenapa dirinya bisa keluar dari ruangan Aditya? Meskipun bisa saja dia masuk karena adanya sebuah kepentingan. Ya iyalah, Nabila selain kekasih pria itu—begitulah jelasnya—dia statusnya di kantor ini juga masih seorang budak alias pekerja kan?“Selamat siang juga, Nabila,” jawab Siwi nampak jelas memaksakan senyum. Feeling Nabila terlalu kuat untuk mengetahui jika ada sesuatu yang ingin Siwi katakan melaluinya tatapan matanya yang dalam. Tapi, suatu hal yang lain juga menahannya.Apa ini tentang hubungannya dengan Aditya? Nabila mengira seperti itu. Tapi setelah dipikir-pikir ya, sudahlah. Bagus malah seandainya dia sudah tahu lebih dulu tanpa Aditya mengikrarkannya. Kekasihnya itu jadi tak perlu repot-repot atau risau memikirkan bagaimana cara menyampaikannya agar dia tak samp

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 93: Tuduhan Tanpa Bukti?

    “Duduk, Wi.“ Tiwi baru duduk setelah Aditya mempersilahkan. “Thank you, Dit.” “Sengaja dari rumah atau nggak sengaja mampir karena kebetulan lewat?” “Iya, aku udah di rumah. Sengaja, emang ada perlu sama kamu,” katanya. “Sepenting itu sampai kamu bela-belain terbang dari luar negeri?” tanpa menunggu jawaban Tiwi selanjutnya, Aditya menawarkan ia minum lebih dulu, “oh, iya. Kamu mau minum apa, Wi?” “Nggak usah repot-repot, Dit.” “Eh, jangan gitu. Ini udah kewajiban tuan rumah buat menjamu tamunya. Sebentar, ya.” Terkadang, sikap Aditya yang terlalu welcome seperti ini membuat hampir setiap perempuan yang ditanggapinya salah persepsi. Hingga mengira pria ini tertarik padanya. Salah satunya wanita di depannya sekarang ini—yang dianggapnya sebagai sebuah tanda penerimaan. Padahal memang sudah pembawaannya demikian. Anehnya Siwi tak hafal-hafal sifat mantan suaminya. “Kalau bisa jangan yang panas. Aku bisa duduk lebih lama buat nunggu sampai minumnya dingin.” “Es cap

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 94: Zaki Anak Kandungnya

    Aditya tak langsung mengembalikan Zaki kepada ibunya lantaran tahu, wanita itu juga sedang sibuk sendiri di ruang shooting untuk launching produk terbarunya. Dan berhubung Zaki masih mengantuk, jadi Aditya menemaninya menonton televisi, sampai kemudian anak ini kembali tertidur. Namun tidak di kamar seperti tadi, melainkan di sofa dekat meja kerjanya. Pria itu tak berusaha memindahkannya ke kamar. Khawatir, Zaki kembali terbangun seperti tadi. Nabila: Mas, Zaki anteng, kan? Sebuah pesan tak lama Aditya terima. Aditya terlebih dahulu memperbaiki duduknya, menyesap kopinya, baru membalas pesannya kemudian. Aditya: anteng. Tadi sempat bangun sebentar, tapi sekarang udah tidur lagi. Nabila: oh iya. Dia emang suka gitu kalau tidur di tempat yang belum dia kenal. Mungkin belum nyaman. Aditya: ya. Nabila: makasih ya, Mas. Maaf lagi-lagi merepotkan. Makanya lain kali jangan minta Zaki datang ke sini. Jadinya gini kan, hehe. Ribet. Aditya: nggak papa, sekalian belajar jadi ayah dia jug

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 95: Jangan Bilang Kalau Kamu Habis....

    “Terbukti dari beberapa serangkaian tes, genetik kalian memiliki 99,99 persen kecocokan,” lanjut dokter forensik. “Apa hasil tes DNA akurat?” Aditya bertanya untuk mengantisipasi segala kemungkinan. “Besar sekali pertanggungjawaban kami untuk melakukan tes DNA ini, Pak Aditya. Makanya nggak semua rumah sakit atau laboratorium bisa melakukan tes DNA seperti ini. Jadi, misal pun ditemukan adanya kesalahan, itu sangat kecil. Kecil sekali. Mungkin hanya 0, 01%,” jelas sang dokter menekankan mampir setiap kalimatnya. “Seandainya dok, ini seandainya. Suatu saat nanti saya perlu melakukan tes kedua karena suatu hal dan sebagainya, apakah itu bisa dilakukan?” “Bisa, mau mau sekali, dua kali atau tiga sekalipun kami bersedia,” jawab sang dokter forensik tersebut dengan tegas, “tapi, ada tapinya. Kalau Anda ingin meminta tes DNA yang kedua, berarti Anda harus bisa membuktikan bahwa tes DNA yang pertama itu tidak benar. Ada sogokan kah, atau salah seorang oknum yang tidak bertanggung jawab ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 96: Dia Cucumu

    “Ami memang mengharap cucu darimu, tapi tidak seperti ini caranya, anakku!“ tak hanya air mukanya yang berubah, nada Ami juga sudah berbeda. “Ami, Ami, tenanglah. Ini nggak seburuk yang Ami pikirkan. Please dengerin aku dulu, Ami. Anakmu ini kecelakaan.” Aditya terus berusaha menenangkan dan meyakinkan sang ibunda. “Nggak ada kecelakaan yang dilakukan dalam keadaan sadar, Anakku.” Ia tetap tak percaya. Anaknya ini dia akui pintar dan cerdik, tapi sangat nakal, begitu yang Ami tahu. “Tidak, Ami. Ini murni sebuah kecelakaan. Please Ami, bisa tenang dan dengerin aku dulu?” Aditya menggenggam kedua tangan ibunya, lalu membawanya ke tempat duduk yang memang sengaja disediakan untuk taman kecil ini. Barulah setelah keduanya duduk dan ibunya berangsur-angsur tenang, Aditya kembali melanjutkan perkataannya, “Ami udah tenang?” Ami tak menjawab pertanyaan Aditya, ia justru menanyakan hal lain, “Anak gadis mana yang kamu rusak kehormatannya, Anakku? Jangan buat Ami malu, jangan buat image mu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 97: Lato-latonya Ke Mana-mana

    Sekitar empat tahun yang lalu, di malam itu Siwi sangat hancur setelah mengetahui bahwa Aditya ternyata baru saja menodai seorang gadis. Di depan mata kepalanya sendiri—secara langsung. Meskipun Aditya melakukannya dalam keadaan tanpa sadar, tetap saja demikian sangat melukai lubuk hatinya yang terdalam. Jadi jika paginya Siwi mendapatkan mata yang sembab, itu bukan karena dirinya sedang akting. Siwi memang sungguhan menangis karena sama-sama merasakan kehancuran. Akibat seseorang yang bahkan sama sekali tak mereka kenal. Apabila Aditya bertanya-tanya, mengapa pintu kamar penginapannya sedikit terbuka ketika dia masuk, tentu saja itu karena ulahnya. Siwi baru saja ke sana atas bantuan bellboy. Sebab niatnya, dia ingin memberikan Aditya kejutan kalau dirinya datang menyusul. Dia sudah biasa seperti ini karena persahabatan keduanya yang sangat dekat, dari mereka kecil. Selain itu ya, karena rasa cintanya terhadap Aditya. Sayang, hanya dia sendiri yang merasakannya, sementara Adit

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 98: Aaaa! Apa Katanya???

    “Kok, omnya datang ke sini pagi-pagi? Emang boleh?” tanya Zaki. “Emang boleh, emang boleh ... pakai baju dulu baru nanya!” balas Nabila diuji kesabarannya karena anak itu justru terus menghindarinya acap kali dia mendekat untuk memakaikan pamper. “Ayo pakai celananya, Nak. Zaki anak ibu sayanggg....” huh, gregret gigi ini saat Nabila mengucapkannya. Ingin dia mengamuk, tapi ada orang lain yang mengawasinya saat ini. Nabila juga yakin Aditya tidak akan suka dengan cara kasarnya mengurus anak, seperti tegurannya beberapa waktu lalu di kantor saat mendapatinya memukul Zaki. Bisa-bisa pria itu ilfeel atau bahkan kembali berpikir, akan berlanjut atau tidak dia dengannya. Sementara sikapnya pada satu anak saja sudah dinilai jauh dari kata positif. “Ko ngga ada gantengnya, Bu?” Aditya jadi tertawa mendengarnya. Sementara Nabila merotasikan bola matanya. Siapa yang mengajari anaknya jadi narsis begini coba? “Kok bisa sampai kabur, Bil?” tanya Mama Dina yang saat itu melintas membawa

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10

Bab terbaru

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 125: Tamat

    “Udah ah, Mas. Capek.”Aditya menghentikan langkahnya ketika mendengar Nabila mengeluh. Ditatap nya sang istri yang kini sudah terdengar ngos-ngosan, sedang satu tangannya mengusap perut besarnya. Sembilan bulan usia kandungannya membuat dia menjadi semakin malas-malasan. Hobinya rebahan dan makan-makan camilan. “Baru juga jalan lima menit, Sayang. Kan kata dokter kamu harus lebih banyak jalan biar peredaran darahmu lancar. Kalau kamu mageran baby nggak akan turun-turun panggul kan?”“Aku nggak males, Mas. Tapi emang udah capek aja. Capek banget. Pengen minum, tapi yang manis-manis.”“BB-nya adek itu udah agak berlebih. Tadi pagi kan Bila sebelum sarapan udah minum teh manis. Masa sekarang mau minum yang manis-manis lagi?”“Ini anak kamu yang pengen loh, Mas. Jahat banget sumpah kalau nggak dibolehin.” Nabila langsung ngambek. Astaga... capek sekali loh, Aditya menjaga istrinya dari makanan-makanan yang manis. Ya, anak mereka berjenis kelamin perempuan. Pantas kalau masih di dalam

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 124: Go Public

    Harusnya sih, harusnya. Setiap kali ada karyawan lama yang akan resign, mereka pasti akan mengadakan acara kumpul-kumpul untuk perpisahan. Ya mungkin sekedar untuk makan-makan traktiran, spesial dan terakhir dari orang yang akan resign itu.Tapi karena posisinya berbeda--lebih tepatnya Nabila bukan seorang karyawan yang sederhana nya, disukai oleh banyak orang meskipun dia berprestasi, jadi yang ditraktir makan siang hanya satu orang, yakni Risa.Gadis itu sangat senang setelah mengetahui bahwa ia akan ditraktir sepuasnya. Bahkan diperbolehkan membawa makanannya pulang untuk keluarga di rumah. Nabila bilang, ini spesial untuknya karena hanya dirinya satu-satunya orang yang mendapatkan hadiah tersebut. Dari uang pesangonnya yang masih banyak. “Bukan cuman uang pesangon, Bil. Tapi uang bulananmu dari Pak Bos juga pasti nilainya nggak kecil kan?”“Ya, alhamdulillah...”“Berapa kamu dikasih sama suamimu, Bil? Kasih aku bocoran tipis-tipis lah, aku beneran pengen tahu.”“Dia nggak kasih

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 123: Baperan Banget

    Ok, satu persatu persoalan Nabila sudah selesai. Siapa ayah kandung Zaki, bagaimana dulu itu bisa terjadi dan ke mana para pelaku dihukum saat ini, semua sudah dibereskan. “Kecuali satu, Bil. Ya, cuma tinggal satu aja, beresin anggota tim kamu yang rese itu.” “Kayaknya kalau itu nggak usah deh, Mas. Toh, aku juga yang salah karena aku dah wara-wiri nggak masuk kerja. Lagian kalau mereka tau aku udah nikah mereka nggak bakalan ngomong gitu.” “Kamu boleh bilang nggak papa, tapi sebagai suamimu aku nggak suka istri kesayanganku digituin. Tetep aja mereka bakalan kukasih sanksi nanti.” Aditya sama sekali tak goyah dengan ketidak tegaan Nabila. “Kan aku juga udah mau keluar sih, Mas. Besok terakhir.” “Kelakuan mereka pasti nggak akan jauh beda ke anak baru nantinya.” “Belum tentu," sahut Nabila segera, “udahlah, Mas. Aku yakin mereka cuma lagi capek aja kemarin. Sebelumnya nggak pernah, kok. Soalnya aku cuti terus, jadi ya wajarlah kalau mereka marah.” “Biar itu jadi urusanku, Bil.

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 122: Kondusif

    Karena kabarnya Zaki dan Mama Dina ada di rumah Ami Safira, jadi Nabila dan Aditya langsung menuju ke sana. Namun tepat mereka sampai di sana, bukan hanya Mama Dina dan Zaki yang mereka dapati, tapi juga Papa Rudi. “Loh, kok, Papa ada di sini juga?” Nabila tak bisa menahan diri untuk bertanya. “Iya kebetulan Papa ada urusan sama beliau.” Lelaki itu mengerahkan pandangannya pada Ami Safira. “O-oohh?” dari nada suaranya, Nabila terdengar bingung. Anak itu sebenarnya sangat penasaran, ingin bertanya ada apakah gerangan urusan yang dimaksud oleh Papanya. Sebab sebelumnya mereka tidak saling mengenal, baru kenal pertama kali setelah Ami Safira datang ke rumah. Nabila takut Papanya sedang bertindak jauh tanpa persetujuannya lebih dulu--yang pada akhirnya akan merugikannya sebagai seorang menantu. Tapi kemudian buru-buru Nabila menepis pikirannya yang buruk itu. Tidak mungkin lelaki yang selalu memiliki perencanaan sangat matang tersebut, melakukan tindakan memalukan di bawah ha

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 121: Aku Sebenernya...

    “Hayooo, abis ngapain baru dateng langsung cuci tangan?” Sebuah suara dari belakang mengejutkan Nabila yang tengah menyabuni tangannya di depan wastafel.Bukan, bukan karena dia kagetan. Tapi karena pemilik suara itulah yang membuat dia terkejut sekaligus senang setengah mati. Karena salah satu bestie nya sudah kembali ke kantor lagi. Hingga dia bisa berbagi cerita dan bersenda gurau bersamanya. “Oh my God, Risaaa!” langsung saja Nabila memeluknya yang di balas dengan putaran bola mata. “Iyuhh, apaan sih? Lebay amat punya teman. Baru ditinggal sehari aja langsung gila. Awas ah, risih gue dah kaya lesbong aja kita,” ujarnya. Namun bukan teman namanya kalau langsung tersinggung. Perkataan-perkataan nyelekit itu sudah biasa keluar dari mulut Risa. Makanya Nabila sudah tidak pernah kaget lagi jika Risa mencibirnya ratusan kali pun. “Kamu kali yang gila. Lagian dipeluk temen bukannya seneng. Itu artinya kamu dikangenin.”“Males dikangenin sama kamu! Mending dikangenin sugar daddy.”“

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 120: Say Papa

    “Kita nanti main, yuk!”“Mau main ke mana?”“Jaki mau berenang di rumahnya Nainai.”“Boleh ... kapan?” agar Aditya bisa menanggapi secara penuh permintaan Zaki barusan, ia menjauhkan benda yang sedari tadi menjadi fokusnya ke meja, yakni si setan gepeng. “Besok yah?” kedua bola mata Zaki berbinar penuh pengharapan. “Tapi besok Papa sama Ibu kerja, Nak. Gapapa ya, kalau berenangnya cuma ditemenin sama Nainai?”“Hu'um.” Zaki kemudian naik ke atas pangkuan Aditya untuk berbisik, “Boleh tonton spidermen ga, tapi yang anak gede.”Mungkin yang Zaki maksud adalah Spiderman yang versi orang dewasa, bukan kartun. Tapi yang Aditya tahu, Nabila belum membolehkannya karena Zaki belum cukup umur untuk menyaksikan. “Ngga boleh, Nak. Yang gede buat anak gede, kalau anak kecil bolehnya nonton kartun.”“Dikit aja, Om ... eh, Pa?”Berdebar hati Aditya begitu Zaki memanggilnya dengan sebutan Papa. Ini pertama kalinya meskipun Zaki tampak ragu-ragu saat mengucapkannya. “Apa tadi manggilnya? Coba Pa

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 119: Sudah Mengetahui Semuanya

    “Dari mana, Bil? Papa sama Mas Ditya pergi, kamu juga,” tanya Mama Dina ketika Nabila baru saja tiba di rumah. “Iya, ada keperluan bentar,” jawab Nabila, “si bocil nggak bangun kan?”“Nggak kedengaran nangis sih.” Mama Dina mematikan kompornya dan memberikan kuah sup daging buatannya pada Nabila untuk anak itu cicipi. “Gimana rasanya? Udah pas? Udah enak? Kurang apa?”“Kurang banyak, Ma. Kurang kalau sesendok doang.”Mama Dina terkekeh. Sebab jawaban itu menandakan bahwa masakannya telah berhasil. “Ya udah kalau Bila mau ya ambil aja. Nggak usah nunggu nanti. Nanti bayimu malah kelaperan.”“Mama sama Ami nih, sama aja. Sama-sama ngebet aku buruan punya bayi. Baru juga seminggu kita nikah.”“Namanya juga orang tua. Nggak sabar liat anak-anaknya bahagia.”“Iya, tapi nggak mau diburu-buruin juga, Ma. Aku juga tadinya pengen cepet, tapi belakangan setelah liat postingan temen yang ngeluh berapa repotnya ngurus baby born, aku baru nyadar kalau punya anak bayi tuh capek. Padahal dulu perju

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 118: Sidang

    “Kamu tahu kenapa Papa ngajak kamu ke sini?” tanya papa Rudi tegas. Sekarang keduanya sudah berada di bengkel, tepatnya di ruangan khusus biasa Papa Rudi mengurus segala rekapitulasi dan evaluasi bengkelnya. Mereka duduk berhadapan, dengan Aditya yang kini menunduk dalam menanti semua rahasia besarnya akan terungkap. Dalam hati ia tersadar, betapa nikmat hidupnya sehari-hari yang selalu bisa bernapas lega, tapi ia tak pernah mensyukurinya. Giliran sudah diberi pelajaran ini saja, dia baru mengaku membutuhkannya dan meminta agar nikmat itu kembali. “Karena Zaki?” jawab Aditya langsung saja. Hingga tak lama Pak Rudi mengangguk, mengiyakan dugaannya. Sudah tak ada lagi pilihan untuk Aditya selain berterus terang. Memangnya kapan lagi dia bisa mendapatkan momen yang pas? “Maaf, Pa, mungkin ini terdengar sangat mengejutkan. Karena orang yang selama ini papa cari-cari, ternyata malah ada di depan mata dan jadi menantu Papa sendiri.” “Papa kecewa sama kamu!” Namun kendatipun b

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 117: Mencurigainya

    Nabila tiba di rumah ketika mendapati Zaki tengah menangis sangat kencang sampai tak bisa terlolong oleh Mama Dina.Ah, kasihan sebenarnya wanita tua itu. Pasti puyeng sekali mengurusi anaknya yang belakangan gampang banget tantruman ini. Bocah itu mengatakan ingin ikut berenang temannya--anak tetangga sebelah. Tapi mamanya tak mengizinkan karena beliau merasa harus meminta izin pada Nabila. “Lagian harus banget sekarang ya, Nak? Kan bisa besok. Ini udah sore, bentar lagi juga magrib. Emangnya nggak takut sama hantu penunggu kolam itu?”“Nggak! Jaki ngga mau ada hantunya!” teriaknya membalas bujukan sang ibunda. “Ya udah, makanya besok aja renangnya.”“Huwaaaaa! Maunya Jaki sekaraaaanggg! Tapi ngga mau yang ada hantunyaaa!" serunya dengan lebih keras. Nabila jadi berang. “Heh, nggak usah teriak-teriak bisa kan?""Biarin?! Ibu jahat?! Jaki ngga suka sama ibuu?!" Brakk!Sebuah mainan terlempar dari tangannya. "Ibu heran ya sama Zaki yang sekarang. Nyebelin kelakuannya yang apa-apa

DMCA.com Protection Status