"Kamu kenapa? Mas, perhatikan dari tadi cemberut terus? Ada apa?" tanya Dimas yang sedang mengemudikan mobilnya mengantarkan Dinda menuju kampus.Dari tadi Dinda hanya mengerucutkan bibirnya karena kesal pada Dimas."Dinda?" panggil Dimas."Aku capek tau, Mas. Badan aku pegel semua!" jawab Dinda tanpa melihat wajah Dimas.Dimas tersenyum mendengar keluhan Dinda.Ya, dia tahu bahwa Dinda memang sangat kelelahan karena dirinya.Entahlah.Dimas juga bingung dengan dirinya yang terus saja menginginkan Dinda.Lagi dan lagi tanpa mendengar keluh Dinda."Ya, Mas minta maaf," Dimas pun menepikan mobilnya saat sampai di gerbang kampus.Saat itu Dinda langsung saja ingin turun.Tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Dimas.Tetapi, Dimas menahan lengannya membuat Dinda pun kembali menoleh pada Dimas.Dengan perasaan yang kesal sampai di ubun-ubun."Apa lagi?" tanya Dinda masih dengan kekesalan.Namun, Dimas lagi-lagi tersenyum melihat wajah kesal Dinda."Lepaskan!" "Senyum dulu," kata Dimas."Ng
'Kenapa dia jadi begini?' batin Dinda lagi-lagi bertanya-tanya tentang Dimas.Tapi Dinda pun nyaman dan benar-benar yakin jika Dimas sudah benar-benar menjadikan dirinya sebagai istri.Ting!Lagi-lagi Dimas mengirimkan sebuah pesan dan Dinda pun segera mengambil ponselnya yang sempat dia simpan pada tasnya.[Sayang?] Dimas.Huuuufff.Dinda menarik napas dan menghembuskan dengan kasar.Lagi-lagi panggilan itu sangat indah dan membuat dada Dinda kembang kempis.Dengan perlahan Dinda pun membalas pesan dari Dimas.Karena jika tidak sudah pasti Dimas akan terus-menerus mengirimkan pesan padanya.[Apa] Dinda.Tak berselang lama Dinda kembali menerima pesanan balasan.[Jangan kurang ajar] Dimas.Dinda pun kembali mengirimkan pesan balasan.[Apa Mas] Dinda.Dinda mengirimkan pesan kembali dengan cepat dan memperbaiki kata-kata di dalam pesannya.Merasa Dimas tak suka dengan balasan sebelumnya.[Mas jemput ya] Dimas.[Kok di jemput? Mas, Dinda baru nyampe di kampus] Dinda.Dinda pun bingung d
[Mas, Dinda udah selesai] Dinda.Dinda langsung mengirimkan sebuah pesan pada Dimas setelah kelasnya selesai.Kini Dinda duduk di kantin bersama dengan Kiara karena Dinda merasa lapar.Namun, Dinda merasa ada yang aneh dengan sahabatnya tersebut.Sejak tadi Kiara hanya diam saja entah apa penyebabnya.Membuat Dinda pun bingung dan bertanya-tanya."Kia!" Tapi saat itu Kiara masih saja diam mungkin tidak mendengar suara Dinda."Kiara!" panggil Dinda untuk yang ke-dua kalinya.Kali ini pun Kiara masih diam saja sambil terus menatap ponselnya yang diletakkan asal pada meja.Bahkan ponselnya tidak menyala sama sekali."Kiara!" panggil Dinda untuk yang ketiga kalinya.Saat itu Kiara langsung melihat ke arah Dinda yang duduk saling berhadapan dengan dirinya."Ya?" jawab Kiara dengan tatapan mata yang bingung."Kamu kenapa?" tanya Dinda yang sangat penasaran akan sikap Kiara yang tiba-tiba merubah menjadi pendiam dan hanyut dalam pikirannya sendiri."Aku?" tanya Kiara kembali seakan ia menja
"Nah, itu kamu lebih tau."Kiara pun mengangguk dan kini pikirannya mulai membaik.Segera Kiara pun menghabiskan makanannya yang dari tadi hanya dia lihat saja.Sedangkan Dinda sudah menghabiskan makannya sejak tadi.Perutnya sangat lapar dan makan adalah solusi terbaik."Dinda, kamu lagi banyak duit ya?" tanya Kiara karena makannya di traktir oleh Dinda."Nggak juga," jawab Dinda."Terus ini kok bisa kamu yang bayar?""Nggak papa, sekarang aku dapat uang jajan dari suami," jelas Dinda.Kiara pun tersenyum sambil melihat Dinda."Kenapa?" tanya Dinda bingung."Cie, yang punya suami," goda Dinda."Hehe," Dinda pun cengengesan setelah mendapatkan godaan dari Kiara."Sepertinya hubungan kalian udah baik banget ya?""Iya nggak tahu juga nantinya gimana yang penting sekarang jalanin aja dulu.Soalnya mau mundur juga nggak bisa.Paling nggak, dia udah nggak kasar sama aku," jelas Dinda panjang lebar.Hubungan yang dia jalani dengan Dimas memang diawali dengan rumit.Tapi makin ke sini Dinda
"Memangnya kamu tidak membawa mobil?""Nggak, dianterin sama Oma tadi pagi. Oma juga ada urusan," jawab Moza."Kenapa tidak bawa mobil?""Lagi males aja, lagian untung juga, 'kan, dijemput, Papi.Besok-besok juga pengen gini aja biar dijemput, Papi," ujar Moza dengan senyuman penuh kebahagiaan.Sebenarnya Dimas juga bingung dengan dirinya yang bertanya berulangkali tentang pertanyaan yang sama.Namun, saat ini dia sedang berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja.Padahal pikirannya sendiri tertuju pada Dinda."Pi, kita liburan ke Bali yuk. Udah lama kan nggak liburan.""Nanti ya."Moza pun mengangguk mengerti karena sepertinya sang Ayah sedang sibuk dengan pekerjaannya.Moza dan Dimas memang sangat dekat ini lah alasan mengapa Laras tak pernah memberitahu bahwa Moza bukan darah daging Dimas.Moza sangat menyayangi Dimas, Moza bisa mati bunuh diri jika tahu Dimas bukan Ayahnya. Begitu juga Dimas dengan perasaan yang teramat sangat besar pada anaknya itu.Dimas bisa benar-benar gila
Pikiran Dimas semakin kacau karena apa yang dikatakan oleh Moza barusan.Bahkan Dimas mengendarai mobilnya menuju kampus kembali dengan kecepatan tinggi.Sampai akhirnya tak perlu waktu lama kini dirinya sampai di pintu gerbang dan melihat Dinda yang berdiri di sana.Dengan cepat Dimas pun turun."Mas--"Belum sempat Dinda berbicara tapi tangannya sudah ditarik dan dipaksa masuk ke dalam mobil.Dinda melihat Dimas yang memutari mobil kemudian duduk di kursi kemudi.Setelah itu Dimas pun mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi dengan wajah yang sangat dingin."Mas, kamu kenapa?" tanya Dinda bingung.Ciit!Dimas langsung saja menginjak pedal rem dan membuat mobil pun berhenti mendadak.Karena pertanyaan Dinda yang menurutnya sangat memuakkan.Beruntung sekali tidak ditabrak ataupun menabrak pembatas jalan atau bahkan orang yang juga menggunakan jalan tersebut."Aduh!"Dinda yang terhuyung ke depan semakin bingung dengan sikap Dimas yang mendadak menjadi aneh.Ada kemarahan yang te
"Dinda, Mas hanya bertanya," kata Dimas sambil berusaha untuk memegang tangan Dinda."Kamu bukan bertanya, tetapi menghina dan menuduh!" jawab Dinda.Dinda menepis tangan Dimas.Tidak ingin bersentuhan dengan pria yang sudah melontarkan kata-kata kasar padanya."Aku hanya terlalu terkejut dengan apa yang ku ketahui," ujar Dimas.Dimas masih merasa takut karena sebelumnya berpikir Dinda yang tertabrak.Hingga terus berusaha untuk menemukan Dinda, Dimas juga takut jika Dinda sampai mengalami kecelakaan.Meskipun dirinya masih sangat kesal mengetahui bahwa Dinda dan kekasih brondong Megan adalah orang yang pernah memiliki hubungan istimewa."Aku juga terkejut melihat Ferdi ternyata kekasih mantan istri mu!" jawab Dinda."Kalian sudah berhubungan sejak kapan?""Jauh sebelum kita menikah, tapi dia memilih untuk mengakhiri semuanya saat baru saja aku tahu mantan istri mu adalah kekasihnya juga.Sejak itu kami tidak pernah lagi berhubungan," jelas Dinda."Apa kamu mencintainya?" tanya Dimas
Ditempat lain dan waktu yang sama.Moza yang baru saja sampai di rumah setelah diantarkan oleh Dimas kini terlihat kembali keluar.Dia menuju garasi mobil karena akan menemui Megan setelah beberapa menit yang lalu Megan memintanya datang ke sebuah restoran.Hingga kini keduanya pun duduk saling bersebelahan."Gimana sayang? Apa kamu sudah memberi tahu Papi?" tanya Megan dengan tidak sabaran."Udah, Mi," jawab Moza."Terus, respon Papi gimana?" tanya Megan yang semakin penasaran saja."Kayaknya Papi marah gitu sih, Mi," jelas Moza sambil mengingat kembali wajah Dimas beberapa saat yang lalu setelah dia bercerita.Megan pun tersenyum penuh kemenangan karena sebentar lagi akan mendapatkan apa yang dia inginkan."Bagus kalau begitu.""Mi, kok bisa sih punya hubungan sama Ferdi? Dia itu penjahat wanita," kata Moza.Moza baru saja mengetahui secara tidak sengaja bahwa Megan memiliki hubungan khusus dengan Ferdi yang tak lain mantan kekasih Dinda.Andai saja Moza tidak datang ke apartemen M
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang