Pagi ini tubuh Dinda rasanya sangat remuk karena Dimas.Tapi sudahlah Dinda tidak mempermasalahkan hal itu karena Dimas memang suaminya.Hanya saja Dinda kesal karena Dimas malah minum-minuman yang sangat dia benci."Kapan sih kamu bisa berubah, Mas?!" Tanya Dinda dengan tatapan mata yang tajam.Dimas yang baru saja keluar dari kamar mandi pun kini melihat Dinda.Pertanyaan Dinda cukup membuatnya kebingungan dan mulai berpikir apa maksud istrinya tersebut.Tapi lihatlah ketampanan Dimas meskipun usianya tak lagi muda namun cukup membuat siapa saja tertarik padanya.Termasuk Dinda.Tapi masalahnya saat ini Dinda berharap Dimas bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya.Belum juga Dimas menjawab pertanyaan Dinda tapi ponsel Dinda pun berbunyi.Tertulis nama Ibu di sana.Membuat Dinda pun bingung harus menjawab atau tidak tentunya karena Dimas ada di dekatnya.Sebab, sudah pasti Laras akan membicarakan tentang Dimas."Kenapa tidak di jawab? Jawab dong!" kata Dimas.Karena Dimas tahu Dinda
"Kau itu bodoh sekali, mengerjakan ini saja tidak bisa!" Chandra mengetuk kepala Kiara dengan berkas di tangannya.Namun, percayalah pukulan Chandra tidak meninggalkan rasa sakit sama sekali.Karena memukul juga masih menggunakan rasa sayang.Andai saja Kiara sadar bahwa dia bisa membuat Chandra melakukan apapun untuknya tanpa terkecuali.Sayangnya Kiara tidak menyadari itu karena dia hanya tidak ingin dengan Chandra.Padahal jika mau dia bisa meminta uang berapapun jumlahnya tanpa syarat.Tetapi, bagi Kiara tentunya pukulan itu adalah hal yang sangat menyakitkan.Penghinaan terhadap dirinya tapi apa yang bisa dia katakan."Om, saya tidak bisa mengerjakan ini!" jawab Kiara dengan menahan amarahnya.Jika bukan karena takut didenda lagi mungkin Kiara akan mematahkan leher Chandra."Kuliah hanya menghabiskan uang orang tua! Prestasi tidak ada, kuliah ditempat mahal! Dasar bodoh!"Kiara benar-benar naik pitam mendengar ucapan Chandra barusan.Dia pun mengambil komputer di hadapan dan mele
"Apa ini?"Dimas menatap dirinya sendiri melalui pantulan cermin.Kemeja berwarna pink dengan penuh bunga, dua kancing kemeja terbuka menampakkan dada Dimas yang begitu luar biasa.Kemudian berpadu dengan celana berwarna hitam tapi begitu ketat.Bahkan sangking ketatnya Dimas sampai merasa ada yang sesak di dalam sana.Berulang kali Dimas menarik bagian bawah celananya agar adiknya lebih nyaman di dalam sana.Dan jangan lupa sepatu berwarna putih yang juga dia pakai.Kaca mata hitam yang begitu besar.Rambutnya dengan disisir begitu rapi.Sungguh luar biasa penampilan Dimas yang bisa dibilang cetar membahana."Aku seperti orang gila!" geram Dimas."Siapa bilang kau waras?" tanya Chandra."Kurang ajar!"Buk!Dimas pun menendang kaki Chandra.Sahabat anehnya itu benar-benar sangat menjengkelkan."Sakit tolol!""Apa kau tidak melihat aku seperti badut?!" sergah Dimas."Sudahlah, aku jamin istri mu tidak akan marah lagi padamu.Kau mau berdamai dengan dia tidak?""CK!" Dimas pun mengacak
"Kamu jorok banget sih? Ketawa sampai ngompol," kata Dimas.Dinda yang sudah membersihkan tubuhnya dan juga sudah mengganti pakaiannya dengan yang bersih kini berdiri di hadapan Dimas lagi.Begitu juga dengan Dimas yang sudah berganti pakaian yang lebih layak melekat pada tubuhnya."Gimana Dinda nggak ketawa sampai ngompol? Mas, dandanannya kok bisa begitu? Aneh tau, Mas," kata Dinda sambil diiringi tawa kecil karena mengingat sebelumnya seperti apa penampilan Dimas."Ini karena pria sialan itu," umpat Dimas membayangkan wajah Chandra.Pria itu yang sudah membuat dirinya menjadi terkesan seperti badut di mata Dinda."Siapa yang, Mas maksud?" tanya Dinda."Chandra," jawab Dimas."Kerja sama kalian sangat bagus, sekalian Dinda pengen banget liat kalian berdua jadi koki.Pakai daster, pasti seru," ujar Dinda."Jadi koki? Pakai daster?" Dimas pun tersenyum kaku saat mendengar keinginan konyol istrinya tersebut."Mas, nggak mau?""Mau," Dimas pun mengangguk cepat karena tidak berani menol
Bibir tersenyum, mata berbinar-binar dengan penuh semangat Dimas pun segera membuka pintu mobil untuk Dinda.Hari ini Dimas mengantar Dinda untuk melakukan pemeriksaan kandungan seperti yang telah diingatkan oleh Laras kemarin hari.Dimas bukan hanya bahagia karena Dinda memberikannya jatah ranjang.Tetapi juga bahagia karena ini adalah kali pertama ikut bersama dan akan melihat calon anaknya melalui USG.Lengkap sudah kebahagiaan Dimas."Selamat datang Ibu dan Bapak Dimas Hermawan, silahkan duduk," sapa Vina.Mungkin sapaan bercampur dengan gurauan jenaka seorang adik sepupu pada Kakak sepupunya.Karena Vina adalah dokter spesialis kandungan yang menangani Dinda."Terima kasih, perawan tua," balas Dimas.Mata Vina seketika itu melebar sempurna mendengar ucapan Dimas."Aku bukan perawan tua!" balas Vina."Lalu apa? Usia mu berapa?" tanya Dimas."Baru 30 Tahun," kata Vina."Ahahahhaha," Dimas pun tertawa mengejek sepupunya itu."CK!" Vina pun berdecak kesal melihat Dimas menertawakan d
Gilang yang mengemudikan mobil sedangkan Dimas dan Dinda duduk di jok belakang.Sesekali Gilang mengintip keduanya melalui kaca spion mobil membuat Gilang merasa iri karena masih jomblo sampai detik ini.Dimas yang mengetahui itu segera menarik tengkuk Dinda mengecup bibir istrinya itu."Mas!" Dinda tentunya terkejut.Terkejut bercampur kesal karena mereka bukan hanya berdua saja.Melainkan bertiga!Ada Gilang yang sedang mengemudikan mobil."Nggak tahu tempat banget sih!" kata Dinda lagi."Siapa suruh mengintip," jawab Dimas dengan santai tetapi bermaksud menyindir Gilang yang memang mengintip mereka berdua.Gilang berpura-pura tidak mengerti dia tampak tetap fokus dengan mengemudikan mobil."Siapa yang ngintip?" tanya Dinda tidak mengerti."Dia," Dimas pun melihat ke depan.Tentunya orang yang dia maksud adalah Gilang."Kok Gilang?" tanya Dinda lagi yang benar-benar tidak mengerti."Kau tahu Om Haris dan Tante Indri sedang mencari seseorang untuk dinikahkan dengan anaknya Vina?" tan
Megan pun kembali masuk ke dalam mobil dan melihat Moza yang duduk di sampingnya.Membuat Moza pun segera menunduk karena tahu Megan marah padanya.Hingga akhirnya Megan pun mengemudikan mobilnya dan tidak lama berselang sampai di rumah.Namun, saat Moza sedang bergerak perlahan turun dari mobil tiba-tiba saja Megan menariknya dengan kasar.Rasanya cukup sakit tapi Moza memilih untuk menerima saja.Kemudian menghempaskan dengan kasar pula saat tiba di ruang tamu.Tubuh Moza pun terhuyung ke sandaran sofa membuatnya meringis menahan sakit."Anak tolol, tidak berguna!" pekik Megan penuh kekesalan.Tapi Moza hanya diam sambil perlahan berdiri dengan tegak karena dia tahu kesalahannya apa.Mungkin saja sebentar lagi Megan akan merasa lega setelah meluapkan perasaan kesalnya terhadap dirinya."Coba saja kalau kau tidak mengacaukan segalanya, sudah pasti mobil Mami menabrak mobilnya!Bukan hanya Dimas yang mati, tapi ada istrinya juga di sana, bodoh!" geram Megan dengan nada suaranya yang m
Moza masih memikirkan nasib dirinya yang kini telah berubah jauh dari sebelumnya.Entah bagaimana dengan pendidikannya kedepannya juga.Karena barusan Megan mengatakan bahwa dirinya kuliah hanya menghabiskan waktu saja.Dan saat dirinya sedang memikirkan bagaimana keadaannya saat ini tiba-tiba saja Megan pun muncul."Moza!" "Ya, Mi?" sahut Moza sambil menoleh pada Megan yang kini berjalan kearahnya."Pakai ini!" Megan pun melemparkan sebuah pakaian padanya.Moza pun melihatnya dan merasa ada yang tidak beres.Moza memang terbiasa dengan pakaian terbuka, tetapi tidak juga seperti pakaian yang diberikan oleh Megan.Ini terlalu terbuka."Moza pakai ini, Mi?" tanya Moza memastikan."Masih bertanya! Dasar tolol!" bentak Megan.Seketika membuat Moza tersentak dan berusaha untuk tetap tenang."Pakai, Mami bilang!" titah Megan tak ingin dibantah."Iya, Mi," Moza pun menurut pada apa yang dikatakan oleh Megan."Gitu dong! Hobinya kok melawan terus!" gerutu Megan, "kamu dandan yang cantik, pak
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang