Pagi ini Raffael tak henti-hentinya tersenyum, di bahkan bangun lebih pagi dari biasanya, mandi lebih pagi dan sarapan lebih pagi, padahal bibi belum membuatkan sarapan pagi untuk keluarga itu, tapi Raffael malah mengambil dua tangkup roti, mengolesinya dengan selai kesukaanya dan memanggangnya dalam toast. Wow! Bibi dan beberapa koki rumah orang tua Raffael yang memang sedang bekerja langsung benging seketika, bahkan laki-laki itu menolak ketika bibi ingin membuatkannya segelas kopi seperti biasanya, laki-laki itu hanya minta bantuan untuk menyalakan kompor dan bagaimana memastikan air mendidih, laki-laki itu menunggu sejenak supata air tidak terlalu panas lalu menungkan dalam gelas dengan satu sendok kopi dan satu setengah sendok gula menunggu, lalu dengan hati-hati dia membawa kopinya itu ke meja makan dan segera menikmati sarapan itu sendiri. “Tuan muda mau saya buatkan nasi goreng atau masakan lainnya, ehm.. maaf kalau masakan belum siap,” kata bibi tak enak hati, dia sudah iku
Raffael memandang wajah yang masih terlelap di depannya dengan bahagia, dia tidak menyangka momen ini akan tiba juga. Mata yang masih terpejam dengan erat dan juga dengkur lirih yang menandakan tidur yang benar-benar nyenyak, Raffael bahkan rela menukar harta yang dia punya supya bisa mengalami momen ini setiap hari. Syukurlah dia cepat tersadar dari mimpi buruk kehidupan yang mencengkeramnya kuat, jika tidak tentu dia tidak bisa merasakan hal ini. Tidur sambil mendekap buah hati tercintanya. Samar terdengar suara Ana yang sedang berbicara entah dengan siapa, di apartemen Ana ini mereka hanya tinggal bertiga saja, Sasi memutuskan untuk tinggal bersama temannya, supaya dekat dengan tempat kuliahnya begitu alasan yang dia buat pada Ana entahlah Raffael juga terlalu ikut campur masalah itu, dia juga tidak masalah hidup tanpa pelayan, setidaknya dia harus membiasakan diri. “Romeo sedang tidur dengan papanya, dia pasti akan senang kalau mas ke mari.”Mas? Satu-satunya orang yang Raffa
Jika waktu itu laki-laki paruh baya itu datang dengan masih memperlihatkan taringnya yang tajam, sekarang yang ada di depan mereka adalah laki-laki menyedihkan yang sedang putus asa. Bahkan harga diri yang beberapa waktu lalu dia agung-agungkan seolah hilang tak berbekas lagi, rasa cintanya sudah menggerus kesombongan yang selama ini telah menemani hidupnya. “Berdirilah apa yang kamu lakukan.” “Aku tidak akan berdiri sebelum kalian memenuhi permintaanku.” Dua orang itu langsung tersenyum sinis bahkan dalam kondisi yang tak berdaya sekalipun laki-laki itu tetap pemaksa dan tidak mengenal kata tidak. Luar biasa bukan seolah dia masih punya nilai tawar saja. “Aku tidak tahu apa permintaanmu, lagi pula bukankah kamu sudah berjanji tidak akan menganggu keluargaku lagi.” “Aku minta maaf, tapi kali ini keadaannya sangat mendesak.” “Aku mendengarkan, meski akan lebih beradab jika kamu duduk dengan tenang di kursi itu, ini
“Kamu tidak nyaman tidur di sini?” tanya Ana, padahal dia sudah tidur di pinggir dan jika dia bergerak sedikit lagi dia akan jatuh, tapi mahluk yang berbagi tempat tidur dengannya ini malah terus bergerak. Dia tidak tahu itu karena kegerahan atau tempat tidurnya terlalu sempit. Ini adalah siksaan luar biasa untuk Raffael, dia tidur bersebelahan dengan sang istri yang sangat dia inginkan tapi dia sama sekali tak bisa menyentuhnya, jangankan menyentuh bisa tidur berdampingan dalam satu ranjang saja butuh perjuangan bagi Raffael, dia harus mengucapkan berbagai janji dan juga harus mengeluarkan stock rayuan rahasianya, dia tidak mau usahanya yang keras itu berakhir berantakan hanya karena dia tidak bisa mengendalikan dirinya. “Bukan begitu, hanya terlalu gerah saja,” jawab Raffael. Ah sial! Saat dia menoleh pada sang istri yang sedang mengajaknya bicara, snag istri tidur telentang dengan kepala agak miring membuat lehernya yang putih mulus terekpos dengan lelu
“Itu berita yang sangat bagus, selamat untuk kalian berdua,” kata resti dengan wajah berbinar senang. Lagi-lagi Ana melakukan video call dengan Resti membuat Raffael sebal saja, apalagi ini sudah malam dan dia yang sejak baikan dengan Ana berubah menjadi kolokan tentu saja sangat terganggu dengan hal itu, apalagi dia juga mendengar suara Adam di sana, rasa cemburu itu tak juga sirna meski saat ini yang bicara pada istrinya adalah Resti. Andai saja mengganti Adam semudah mengganti manager artis yang lain tentu Raffael akan dengan senang hati menggantikannya dengan orang lain. Bukan karena laki-laki itu adalah yang terbaik di bidangnya, karena Raffael punya puluhan manager yang bahkan lebih baik dari Adam, akan tetapi karena sang istri terlalu menyayangi managernya itu, bahkan kalau dia nekad bisa saja Ana lebih memilih ganti suami dari pada ganti manager. “Tentu saja, sayang sekali kamu sedang ada kontrak yang tidak bisa dipending, akan sangat menyenangkan jika kita bisa bermain f
Ana tertawa saat melihat Romeo yang berteriak kegelian saat digelitiki kakeknya, lalu sang nenek yang akan mengomel karena membuat cucu kesayangannya harus berteriak-teriak kegelian. Sungguh Ana sangat bersyukur masih bisa diberi kesempatan untuk merasakan kebersamaan ini. Keluarga adalah tempat untuk pulang, keluarga adalah tempat kita berbagi suka dan duka serta dukungan, Ana sudah sangat lama tidak merasakan hal itu, bahkan mungkin dia sudah lupa bagaimana rasanya, tapi sekarang dia bisa merasakannya lagi dan juga bonus tawa ceria sang putra yang bisa bermain dengan keluarga kandungnya. “Terima kasih,” bisik sebuah suara disertai dengan sebuah pelukan hangat di belakangnya, dan tanpa menoleh sekali pun Ana tahu siapa yang melakukan ini semua. Raffael suaminya tercinta, satu-satunya laki-laki yang membuatnya merasakan apa itu cinta, sekaligus yang telah menorehkan luka yang sangat dalam di hatinya, tapi sekarang Ana sudah baik-baik saja. Luka itu memang masih dia ingat deng
Pesta bukan merupakan kegiatan favorit Ana. Akan tetapi menjadi seorang artis apalagi saat ini dia menjadi istri salah satu pebisnis yang berkecimpung di dunia keartisan membuat Ana mau tak mau harus berteman akrab dengan yang namanya pesta. Gaun mahal, riasan sempurna juga semua hal yang harus berteriak mahal harus melekat di tubuhnya. Bangga? Oh sama sekali tidak, Ana yang terbiasa hidup susah tentu saja kesulitan untuk beradaptasi dengan semua ini, pesta-pesta yang sering dia hadiri tak membuat Ana terbiasa untuk hal itu, dia lebih akrab dengan dapur dan kebun dari pada barang-barang mewah dan itu disadari betul oleh Raffael. Jika dulu Bella dalam sebulah bisa menghabiskan ratusan bahkan milyaran untuk menunjang penampilannya, tapi sekarang tidak sampai puluhan juta Ana sudah bisa menghandle semua kebutuhan keluarga baik untuk dirinya dan juga anak mereka, bahkan Raffael pernah berseloroh. “Aku bisa cepat kaya kalau punya istri hemat sepertimu.” Ana hanya bisa meringis
Jerit kesakitan itu menggema, teriakan, makian dan juga sumpah serapah membuat Bella menutupi telinganya, dia menyesal langsung ke mari tanpa persiapan apapun. Tapi bagaimana lagi dia sekarang dalam pelarian dan dia tidak bisa menyiapkan apapun yang dia inginkan, apa memang sesakit itu mengeluarkan manusia baru. Tangannya menjadi dingin, dia yang belum pernah melahirkan tentu saja merasa ngeri, dia bahkan melihat seorang wanita yang dengan brutal menjambak rambut laki-laki di sebelahnya sambil berteriak kesakitan. “Apa mungkin mereka di sini,” gumamnya tak yakin setelah kepalanya dari tadi celingak celinguk mencari seseorang, tapi sampai pusing dia tidak dapat menemukannya. Bella berpikir sejenak, ruangan ini memang terlalu biasa untuk orang kelas atas seperti mereka, tapi kenapa suster yang dia tanya bilang hanya ini ruangannya, apa suster itu membohonginya? Bella membetulkan topi yang dia gunakan, berharap tidak ada orang yang mengenalinya, hampir satu tahun dia menghilang dari l