“Bukankah itu hal yang wajar setidaknya kamu ada gunanya di rumah ini, bukan hanya pajangan saja, dan aku juga tidak memperbolehkanmu pergi berdua dengan Adam.”
Kalau Raffael ingin mengancam Ana dia perlu usaha yang keras, ibu mertuanya memang sudah memberinya seorang asisten dan tentu saja wanita yang akan mengantarkannya ke mana saja, hanya untuk menjaga agar dia tidak berduaan bersama Adam dan terjadi kesalah pahaman.Ana tak bisa menolak karena alasan itu cukup logiis.“Kenapa? Aku tidak tahu apa masalahmu sampai melarangku ini itu?” tanya Ana lebih pada tidak terima.“Itu hakku sebagai suamimu, kamu tidak perlu tahu alasannya.”Jika Ana orang yang culas dia bisa saja memanfaatkan hal ini untuk membuat Bella cemburu dan memperburuk hubungan keduanya, tapi sayangnya Ana tak seperti itu, dia hanya menatap Raffael datar dan berjalan cepat kembali ke kamarnya.Ana bersandar dengan lemah di pintu kamar yang sudah tertutup raBella menghambur memeluk Raffael dengan tubuh gemetar. “Bella, apa yang terjadi? Kenapa bibi bisa terluka?” Bella tak menjawab dia semakin terisak di dalam dekapan Raffael. “Kamu baik-baik saja kan, Sayang apa kamu terluka?” Raffael menghela napas panjang, Bella tak mau menjawab dia hanya memeluknya sambil menangis, tapi tubuhnya yang bergetar membuat Raffael tak sampai hati untuk menanyainya, Bella pasti sangat ketakutan. “Tenanglah, kita ke kamar saja, dan kalian tolong bereskan itu semua,” kata Raffael pada asisten rumah tangganya yang lain. Dengan masih berpelukan erat keduanya melangkah bersama ke kamar. Raffael menyodorkan segelas air putih yang memang selalu ada di kamar mereka pada Bella. “Minumlah biar kamu tenang,” katanya, dia lalu bergerak memriksa tubuh Bella apa ada yang terluka, dan baru menghembuskan napas lega saat tak didapati goresan sedikitpun. “Apa yang terjadi, katakanlah, kenapa pagi-pagi kamu ada di
Dua hari ini Ana harus bolak balik ke rumah sakit. Luka bakar tingkat dua yang di derita bibi, mengharuskannya di rawat di sana, memang para asisten rumah tangga di rumah itu juga bergantian berjaga dengannya, tapi tetap saja Ana tak bisa lepas tangan, sebagai istri Raffael -meski Raffael sendiri tak menganggapnya begitu- Ana tetap harus bertanggung jawab pada apa yang terjadi di rumah itu, lagi pula mana tega dia membiarkan bibi sendiri di sini. “Saya tidak apa-apa, Mbak, nanti juga sudah boleh pulang,” kata bibi saat Ana masih saja menungguinya siang ini, bukan bibi tak suka Ana ada di sini, tapi dia tak sampai hati melihat Ana yang kelelahan menjaganya. “Aku tidak maslah di sini, lagi pula di sini lebih enak dari pada di rumah tidak ada yang bisa aku lakukan.” “Maaf.” “Maaf kenapa?” tanya Ana tak mengerti. “Maaf karena bibi sakit mbak Ana yang harus mengerjakan semua pekerjaan bibi, ditambah lagi harus menjaga bibi di
Dini hari Raffael mengetuk kamar Ana, dan meminta dibuatkan makanan untuknya. “Aku kira kamu sudah makan?” “Memangnya aku harus makan apa, kamu tahu sendiri aku hanya membawa bubur untuk Bella.” Ana tak menjawab lagi, dia mengikuti langskah Raffael untuk ke dapur. “Apa kamu mau makan cumi asam manis tadi malam atau mau aku buatkan yang lain nasi goreng misalnya?” tawar Ana saat Raffael sudah duduk manis di meja makan, dan Ana sibuk melihat isi kulkas. “Aku ingin makan cumi asam manis yang tadi tapi makan nasi goreng di saat seperti ini pasti enak,” kata Raffael. Ana tersenyum, sejujurnya dia senang Raffael saat bersikap seperti ini, tidak lembut seperti saat bersikap pada Bella memang tapi setidaknya dia tidak memandang Ana dengan sinis, dan penuh penghinaan. Inilah Raffael yang dikenalnya beberapa tahun yang lalu, lalki-laki yang sudah menyelamatkan kehormatannya dari laki-laki tak bermoral di pesat itu. “Nasi go
Dulu Ana sangat menyukai Raffael dan berharap selalu untuk bersama dengannya, malam-malam panjang selalu dia habiskan untuk berdoa dan berkhayal kalau suatu saat dia akan bisa menjadi pasangan resmi Raffael. Tuhan yang maha pemurah memang menjawab do’anya dia menjadi istri Raffael, meski dia tidak tahu menjadi istri Raffael tapi tidak diinginkan laki-laki itu membuatnya senelangsa ini. Tapi dia tak bisa kembali, dia punya nenek yang harus dia pikirkan keselamatannya, juga karir yang menjamin hidupnya tak akan sengsara, yang terpenting adalah rasa cinta yang tetap saja tak mau hilang sampai sekarang,Ana menoleh dan melihat asap yang memenuhi dapur yang baru saja dia tinggalkan, tanpa mempedulikan ponselnya yang masih tersambung dengan Adam, Ana meninggalkannya begitu saja dan berlari ke sana. “Astaga! Masakanku!” katanya terkejut dengan apa yang terjadi, bicara dengan Adam membuatnya lupa kalau sedang membuat bubur untuk Bella, dia hanya menggu
“Nyonya pergi bersama Tuan, dan mungkin saja akan lama, apa kamu tidak ingin mengadakan pesta?” tanya Bibi saat melihat Ana yang menatap suami dan maduanya dengan pandangan sendu. “Pesta?” “Iya, Pesta, saya ada di rumah dan meski tanganku masih diperban saya bisa memberi arahan pada para asisten rumah tangga untuk membantu.” Ana masih tak mengerti apa yang bibi bicarakan, dia sama sekali tak menyukai pesta dan berpesta di rumah Raffael setelah dia melakukan kesalahan dan tanpa ijin tentu akan mengundang bencana yang lain. “Bukan pesta meriah, hanya makan-makan saja dengan semua pekerja, sejak saya sakit mereka mengeluh hanya makan masakan mereka sendiri, karena tak ingin membuat mbak Ana makin repot dengan memasakkan mereka, jadi mereka akan senang kalau kita masak hari ini, eh tapi mbak Ana tidak capek bukan?” tanya Bibi yang baru sadar kalau Ana dari tadi mengerjakan pekerjaan rumah. Ana tersenyum lebar, dia memang sedikit lelah, tapi baya
Ternyata selain dijadikan pabrik anak dia juga dijadikan banserep, batin Ana begitu tahu alasan Raffael menghubunginya dan memintanya secepatnya kemari. Seharusnya dia tadi meneruskan makan siangnya di rumah dan mengabaikan panggilan itu, toh dia tak akan rugi, bukan dia yang namanya akan buruk. Bahkan masakan mewah yang dihidangkan di restoran ini terasa hambar di mulutnya. Jelas saja. Bagaimana dia tak merasa seperti makansandal, kalau harus melihat suaminya bermesraan dengan istrinya yang lain di depannya, tidakkah mereka memiliki sedikit saja empati untuknya, dai sengaja dipanggil ke sini dan bukan atas keinginannya sendiri. Tapi Ana bisa apa, dihadapan tuan Muda Raffael Alexander yang berkuasa dan istri tercintanya, tentu saja dia hanya butiran debu, masih mending mereka berbaik hati memesankannya makanan, meski makanan itu bahkan tak sesuai seleranya. “Kasihan sekali suamik
Adam merenung sendirian di meja kerjanya, kekhawatirannya pada Ana tak berkurang juga, sebelum dia bicara sendiri dengan wanita itu, tapi sampai sore hari tidak ada telepon yang masuk untuknya dari Ana.“Kamu sedang menunggu telepon dari pacarmu? Kenapa tidak di telepon terlebih dulu?” tanya salah seorang rekan kerjanya di agensi ini. “Bukan pacar?” “Ana?” tebak orang itu yang membuat Adam mengangguk samar, bukan rahasia lagi memang kalau Adam memberi perhatian lebih pada Ana, hanya orang buta yang tidak dapat melihatnya, meski Adam sering mengatakan pada Ana kalau dia hanya menganggapnya adik, tapi tidak demikian di mata rekan kerjanya. Tapi apa peduli Adam pada mereka yang penting Ana nyaman berada di dekatnya, dia juga tak ingin memaksa Ana untuk menerima cintanya. Adam meyakini bahwa cintanya pada Ana sangat tulus, jadi meliahat senyum wanita itu saja sudah membuatnya bahagia. “Astaga, Dam, kamu harus sesekali membuka ma
“Sialan wanita itu bisanya hanya menyusahkan saja, awas saja kalau sampai rumah aku akan menyiksanya,” kata wanita berambut blonde dengan kaca mata hitam itu. Suaranya yang keras dan penuh dengan amarah membuat sopir taksi menoleh menatapnya dengan pandangan heran.“Setir saja mobilnya dengan benar, jangan ikut campur urusanku,” katanya judes. Sopir taxi tidak mengatakan apapun, dia hanya menggelengkan kepalanya pelan dan berkonsentrasi menyetir lagi, dia sama sekali tak habis pikir dengan penumpangnya saat ini, setahunya dia artis yang terkenal baik dan lembut, tapi ternyata kenyataannya tidak seperti itu. Ini semua salah Ana yang membuatnya harus kerepotan seperti ini, padahal seharusnya dia bisa menikmati makan siang istimewa bersama Raffael, apa susahnya duduk diam menunggui dia dan Raffael makan siang, dia juga tidak pelit dan membebaskan Ana memesan makanan apapun yang dia suka, uangnya sangat banyak, jadi mentraktir Ana makan siang tak akan membuatnya jatuh miskin. Di Resto