Lius dengan setia menemani Lisa yang masih memejamkan matanya, ia merasa bersalah karena sedikit terlambat menyelamatkannya.Ia terus menggenggam tangan Lisa, mencoba memberikannya kekuatan dari genggaman tangannya.“Buka matamu, apa kau tak lelah terus terpejam?”Pagi ini dokter kembali datang, memastikan kondisi Lisa juga keberadaan walinya.“Apa wali pasien sudah datang?”Lius terdiam, ia mencoba mencari jawaban. Semalam saat ia datang, ia hanya mengaku sebagai teman. Dan itu membuat dokter tak bisa leluasa mengambil tindakan pada Lisa.“Apa tidak cukup dengan keberadaan saya, Dok?”Dokter laki-laki itu tersenyum, ia memberi penjelasan pada Lius terkait wali untuk pasien.“Jadi begitu, Tuan. Pihak rumah sakit tidak bisa mengambil keputusan yang melibatkan nyawa, tanpa persetujuan walinya.”Lius terdiam, ia benar-benar tak bisa memikirkan apapun saat ini.“Ji
Lea membuka matanya, perlahan ia membiasakan matanya dari sorot yang begitu menyilaukan. Ia mengerang saat merasakan sakit pada kepalanya.Perlahan ia bangkit dan menahan kesakitannya. Menatap ruang asing yang saat ini ditempatinya.“Dimana aku?”Ia terus bergumam, matanya menatap cemas sekeliling.“Kau sudah bangun?”Suara yang tak asing bagi Lea, namun sorot menyilaukan membuatnya kesulitan menatap obyek di depan mata.“Siapa?” lirihnya menahan rasa takut.“Kau melupakanku? Wah, menyebalkan sekali kau ini.”Semakin jelas suara itu, semakin terlihat pula siapa yang tengah mendekatinya.“Sania?”Lea benar-benar tak percaya dengan apa yang dilihatnya, bagaimana bisa Sania sampai kesini? Ke tempat yang sangat asing dirinya.Sania memeluk Lea dengan begitu erat, ia benar-benar merindukan temannya itu. Walau hanya sebentar berkenalan namun Sania sudah menganggap Lea seperti keluarga baginya.Lea mengurai pelukannya, memberi jarak pada mereka. “Kita ada dimana?”Sania tak langsung menjawab
Rania tengah mengemas pakaian ketika ponselnya berdering dengan begitu keras. Dengan malas ia mengambil benda pipih di atas meja.“Ngapain dia nelpon ?” ketusnya.Lius menghubungi kakaknya, tak ada lagi yang bisa di tanyainya tentang keberadaan Lea kecuali sang kakak yang dirasa memihaknya.Namun Rania benar-benar menunjukkan rasa tak sukanya, ia berbicara dengan sangat ketus walau itu adiknya.Ia sudah tak perduli lagi, rasa kesalnya masih membekas hingga saat ini.“Itu adalah kali terakhir aku membantumu, kali ini selesaikan semua nya sendiri! Jangan hubungi aku lagi.” Mematikan sambungan secara sepihak.Lius hanya bisa mendesah pasrah, ia tahu kesalahan apa yang sudah di perbuatnya. Dan ia juga tak bisa memaafkan dirinya atas kejadian itu.Ia memukuli kepalanya dengan keras.“Li-u-s.”Mendengar seseorang menyebut namanya, ia pun segera menatap arah sumber suara.
Lea terus berjalan mengelilingi kebun buah, disampingnya ada Lio yang senantiasa menemaninya. Lea tersenyum saat melihat banyak mangga bergelantungan.Namun senyum itu tiba-tiba hilang berganti dengan raut kebingungan.Sedetik kemudian ia tersenyum, menatap wajah Lio dengan mimik penuh harap.“Apa?” bingungnya namun penuh senyuman.Lea dengan manjanya menarik lengan Lio untuk mendekati pohon mangga, matanya berbinar seakan menemukan peti harta karun.“Mangga?” tanya Lio memastikan.Lea mengangguk dengan begitu antusias, ia terus menggoyang-goyangkan lengan Lio dengan sangat manja.Tak ada pilihan, Lio pun segera menuruti permintaan Lea itu.“Aku bawakan jaketnya?” menggoyang-goyangkan alis matanya.Lio tertawa dibuatnya, ia segera melepas jaket yang dikenakannya. Memberikan jaket pada Lea, sedang ia bersiap untuk memanjat pohonnya.Yang diinginkan Lea adalah buah yang ada di ujung, dan itu membuat Lio memanjat cukup tinggi pohonnya.“Yang sebelah kananmu, jangan atas-atas.” Teriak Lea
Lius terus memasang wajah masam, ia melangkah masuk dengan wajah penuh kekesalan.Namun Lisa malah merasa senang menatapnya,wajah cemburu itu menghangatkan hatinya.“Sudahlah, aku tidak akan menggunakan baju seperti ini lagi.”“Mulutmu penuh janji.” Kesalnya.Lisa yang begitu senang memberi satu kecupan di pipi kiri Lius dengan begitu manja.Ia segera merogoh kartu kamarnya, menempelkan pada pengaman pintu hingga pintu bisa terbuka.Namun saat keduanya baru masuk, suara erangan juga desahan menyambutnya. Lius mengerutkan dahinya, ia tahu suara-suara itu dengan begitu jelas.“Apa laki-laki berengsek itu masih tinggal disini?”“Aku tidak tahu,” berpura-pura ketakutan.Lius segera menyembunyikan Lisa dibalik tubuhnya, sedang ia terus melangkah maju kedepan.Matanya memanas melihat dua orang tengah telanjang dengan begitu panasnya, mengabaikan sekitar dan terus melakukan
Lea masih tak bisa melupakan ucapan Rania semalam, ia terus saja terngiang dengan kata-kata perceraian itu.Pagi ini rumah begitu ramai, ternyata Roger membuat sebuah ayunan khusus untuk Lea. Tak hanya itu, Sania juga membuat sebuah taman bunga dengan bermacam-macam bunga kesukaan Lea, ayunan itu ditelakkan tepat ditengah hamparan bunga.“Wah, ini bagus sekali. Pasti Lea akan senang melihatnya, terima kasih sekali ya, Roger.” Tulus Sekar berucap.“Ini semua ide tuan Lio, saya hanya merealisasikan saja.”Sekar menatap putranya, ia tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya.Lea keluar dari dalam kamar, mencari sumber suara yang sedari tadi begitu riuh terdengar.“Ada apa ini?”Rania menatap Lea, menghampirinya dan membawa Lea pada kejutan di pagi hari.“Ini semua dibuat khusus untuk bumil kesayangan kita semua.” Seru Rania.Mata Lea berbinar, di depannya banyak macam bung
Lisa mengubungi ibunya, Lasmi. Ia memberikan alamat tempat tinggalnya sekarang.Ketika Lasmi datang, ia dibuat kagum dengan semua kemewahan dirumah itu. Tak hanya itu, banyak pelayan yang menyambutnya dengan penuh hormat. Seakan ia adalah tuan besarnya.“Mama sudah datang?”Lisa dengan hati-hati turun dari lantai dua, berbalut dress hitam pekat yang membuatnya nampak begitu seksi. Dengan tak sabar, Lasmi, menarik putrinya untuk duduk bersama.“Bagaimana bisa?”Lisa menceritakan semua yang telah terjadi selama kepergiannya, namun ia tak menceritakan tentang rencana licik menjebak Lius dalam perangkapnya. Ia hanya mengatakan tentang hubungannya dengan Niko yang membawanya pada sebuah pernikahan dengan Lius.Lasmi tertawa bahagia, ia merasa senang mendengar itu semua. Terlebih, dari pernikahan itu kini Lisa hidup bergelimbang harta.Lius benar-benar memperlakukan Lisa dengan begitu istimewa, sebab yang diketahui L
Lio mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, pikirannya melayang memikirkan keadaan Lea saat ini. Satu jam yang lalu saat dirinya tengah melakukan meeting dengan klien, Sania menghubungi. Sania mengatakan jika Lea jatuh tak sadarkan diri, Sania juga menambahkan jika ia tak tahu harus membawa Lea kemana.Sebab rumah yang di tinggali mereka saat ini memang sangat jauh dari keramaian.Mendengar kabar tak enak tersebuat, Lio langsung mengakhiri meetingnya. Ia segera menghubungi dokter yang sudah disiapkannya sejak kemarin untuk merawat Lea.“Sial, pakai macet segala lagi.” Memukul setir kemudinya.Lio menunggu kemacetan dengan sangat cemas, bayangan tubuh Lea memucat terus terbayang menakutinya.Saat ini Lea tengah di periksa, tubuhnya yang pucat membuat semua orang menunggu dengan cemas.“Sudah berapa lama dia kehujanan diluar?”“Saya tidak tahu pastinya jam berapa, tapi kemungkinan hampir satu jam.”Dokter terlihat menghela nafasnya, ia kemudian berbalik menatap Lea dan memeriksa kemb