Lasmi pulang dengan raut wajah lelah, seharian ia sudah mengikuti kegiatan suaminya hingga tengah malam. Saat tiba dirumah ia ingin segera merebahkan diri, namun matanya melirik mobil asing yang terparkir di halaman rumahnya.“Mobil siapa ini?”Tak ingin ambil pusing, Lasmi segera masuk ke dalam rumah. Suasana nampak sepi sebab ini sudah hampir tengah malam.Baru saja ia menaiki anak tangga, ia samar-samar mendengar suara aneh yang begitu mengganggu telinga.Ia tahu betul suara apa itu, namun ia tak ingin berburuk sangka terutama pada putri kesayangannya. Ia pun mengikuti arah datangnya suara, dan jantungnya berdetak begitu cepat saat suara itu mengarahkannya di depan kamar Lisa.Jelas terdengar desahan saling bersahutan dari dalam kamar, lenguhan dari Lisa hingga suara erangan seorang pria membuat darah Lasmi mendidih seketika.Ia menggedor pintu kamar dengan sangat keras, Lisa terperanjat dibuatnya. Namun Lisa tak ingin menangg
Sudah satu minggu sejak kepergian Lio, keadaan seakan berbeda bagi seorang Lea. Walau masih ceria, namun Lea merasa ada yang kurang dari setiap harinya.Hari ini ia sengaja membuka warung makannya lebih cepat, ia juga membuat menu tambahan untuk daftar makananya.Roger terkejut saat semua masakan sudah terpajang di meja depan, ia melihat Lea tengah keluar masuk rumah membawa menu masakannya.“Astaga, kenapa wanita itu benar-benar keras kepala.”Roger mendatanginya, ia segera mengambil alih semua menu yang ada ditangan Lea.“Kenapa datang pagi sekali?”“Istirahatlah dulu, kau tidak boleh kelelahan. Kau ingat bukan apa pesan nya?”Lea tersenyum, ia kembali teringat dengan ocehan Lio ketika melihatnya dirinya sibuk. Lea mengangguk, ia mendudukkan dirinya di sofa. Matanya mengikuti kemana Roger bergerak.“Wah, kalian berdua meninggalkanku ternyata.”Lea tersenyum, ia menatap Sania dengan begitu tulus.“Kau pasti mengerjakan ini semau sendiri? Ku adukan pada , tuan Lio.” Ucapnya menatap Le
Lea menatap rumah yang masih sangat asing baginya, rumah itu penuh dengan banyak penjaga di sekitarnya. Lius menatap istrinya, ia tahu jika Lea saat ini merasa tak nyaman.“Kita turun?”“Rumah siapa ini? Kau bilang kita akan pulang ke rumah?” menatap sinis Lius.Lius bukannya marah malah tersenyum pada Lea, ia bahkan membelai puncak kepala Lea. Sesuatu hal yang tak pernah ia lakukan selama mereka menikah.“Turunlah, kau akan tahu ini rumah siapa.”“Jangan macam-macam, Lius. Kau berniat mengurungku lagi?”Lius pada akhirnya merasa kesal dengan semua ucapan istrinya, ia pun berinisiatif keluar lebih dulu dan membuka pintu mobil untuk Lea.“Turun.” Serunya dengan nada tak ingin di bantah.Dengan terpaksa Lea menuruti suaminya, ia turun dan berjalan berdampingan dengan suaminya masuk ke dalam rumah.Sekar sedang berdebat dengan Rania saat seseorang memanggilnya.
Pagi-pagi sekali Lea sudah menyelesaikan masakan untuk warung makan, terlihat beberapa anak buah Lius juga tengah mengangkat beberapa menu masakan untuk di pindahkan ke mobil.“Tolong hati-hati, ini berkuah.” Pesannya pada seorang anak buah.Lea menatap kepergian mobil yang membawa masakannya, tak lupa ia juga mengirim pesan pada Sania jika masakan sudah di antar.Selanjutnya Lea segera menyiapkan makanan untuk sarapan keluarganya, tak banyak yang disiapkan sebab mereka semua hanya menyantap roti di pagi hari.“Lea, sedang apa?”Sekar turun dengan wajah fresnya, nampak cantik walau tanpa polesan make up.“Pagi, Mommy.”Sekar memeluk dan mencium Lea dengan penuh sayang, “ Pagi juga menantuku sayang.”Semua orang nampak menikmati makanan masing-masing, namun tidak dengan Lea. Wanita itu nampak murung tak seceria biasanya.“Mom, aku harus pergi sekarang. Aku mungkin akan
Sekar menunggu obat dengan gelisah, ia takut Lea sadar dan mencarinya. Berkali-kali Sekar terlihat menggoyangkan kakinya. "Kenapa lama sekali," gerutunya. Dan tak lama ia pun mendengar nama Lea di panggil. Buru-buru Sekar kembali ke UGD, ia takut Lea mencarinya. "Habis ini mau langsung pulang?" Sekar menghentikan langkah kakinya, ia mengenal betul suara itu. Ia mencari ke kanan dan ke kiri, dan kini matanya terkunci pada dua orang yang ada di sebrangnya. "Boleh aku makan dulu, sepertinya dia menginginkan seafood." dengan suara manja. "Adelius," gumam Sekar menahan emosi. Lius tersenyum sambil membelai kepala Lisa, nampak ia begitu menyayangi wanitanya. "Bagaimana bisa dia berbuat seperti ini?" Sekar hendak mendekati keduanya, namun ia berhenti saat Lius berbincang dengan seorang dokter laki-laki. Nampak Lius juga dokter tersebut saling mengenal, keduanya mengobrol dengan begitu santai. "Dijagain istrinya, anak pertama kan bro ini." Lius tersenyum malu, ia menatap Lisa yan
Rania duduk termenung seorang diri di ruang kerjanya, rasa bersalah membuatnya tak leluasa dalam bertindak. Ia memikirkan adiknya, Lio. Ia memikirkan bagaimana reaksinya saat tahu jika Lea kembali lagi dengan Lius.“Bagaimana kalau dia tahu, aku yang ada di belakang Lius?”Rania menjambak rambutnya frustasi, ia tak memiliki alasan dibalik tindakannya.Raisa benar-benar merasa bersalah, ia telah mengkhianati kepercayaan Lio yang juga adalah adiknya. Sudah tiga hari ini Lio tak menghubunginya, ada rasa lega juga cemas datang secara bersamaan.Raisa takut, alasan Lio tak menghubunginya adalah karena ia sudah tahu dengan apa yang diperbuatnya.“Kenapa jadi rumit gini sih,” kesalnya.-Lio tengah menikmati suasana sore kota dari tempatnya menginap, begitu damai juga sejuk udara. Namun tiba-tiba bayangan wajah Lea menari-nari dalam ingatannya.“Suasana disini cocok untuk ibu hamil,” gumamnya.
“Dari mana kau tadi pagi sampai siang?” Lius panik, ia tak ingin seorangpun tahu apa yang sudah dilakukannya. Ia pun dibuat gelagapan ketika menjawab pertanyaan ibunya. “Ten-tu aja kerja, Mom.” Sekar menangis, ia menangis mendengar jawaban putranya. Lius terkejut, ia segera bangkit dan berusaha memeluk ibunya. Namun Sekar malah menghindar, ia menepis tangan Lius yang ingin merengkuhnya. “Mom?” Lius panik, ia menatap ibunya yang kini tengah memunggunginya. Ia mencoba mendekat namun selalu saja menghindar. “Katakan, apa salah istrimu? Mommy salah apa juga ?” Lius semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan ibunya, ia hanya mendengarkan ibunya. Sekar marah besar, ia tak terima di bohongi di depan mata. Ia tak tahu harus bagaimana, ia takut Lea tahu dan kembali pergi seperti dulu. Namun ia terlanjut kecewa dengan sikap putranya. Sekar mengatakan semua yang mengganjal di hatinya sedari tadi, ia meluapkan semua emosi yang dipendamnya. Lius terkejut, ia tak menyangka ibunya akan
Rania menarik adiknya masuk ke dalam kamarnya, ia mendorong Lius hingga terjungkal. Rania marah, ia tidak terima dengan apa yang adiknya lakukan. “Bagaimana bisa kau sebodoh ini, Lius!” Rania mengusap kasar wajahnya, ia begitu kesal dengan tingkah adiknya. “Aku membantumu menemukan Lea bukan untuk kau siksa lagi.” “Aku tidak menyiksanya, aku hanya memberinya perlajaran.” “Pelajaran katamu, kau memukulnya barusan dan aku melihatnya dengan kedua mataku.” Teriaknya. “Aku memang memukulnya, tapi aku punya alasan.” “Katakan.” Lius menceritakan jika ia merasa marah ketika mengetahui istrinya memiliki teman laki-laki tanpa sepengetahuannya. Ia marah dan tak terima dengan hal itu. Rania benar-benar tak habis pikir dengan adiknya, bagaimana ia bisa berbuat kasar untuk suatu alasan yang tak masuk akal. Tak bisa berkata-kata, Rania memilih untuk duduk menenangkan dirinya. Namun sesaat ia teringat dengan cerita ibunya, tentang apa yang dilakukan Lius di belakang istrinya. “Kau masih be
Sony geram dengan wajah berani Jo terhadapnya, ia pun marah dan terjadilah pertarungan disana.Dengan menahan sakit, Jo terus melawan. Juli tak terima melihat putranya hampir kalah, ia pun segera mendekati Divya dan mengancam Jo disana.“Berani kau memukul putraku, maka gadis ini akan aku pukul balik.”Divya hanya bisa menangis, menjerit bahkan memohon saat melihat Jo habis babak belur di tangan Sony. Belum lagi luka di perutnya kembali terbuka dan mengeluarkan banyak darah.Jo sudah tak sanggup, ia jatuh dan hilang kesadaran.Divya yang panik mendorong Juli dan berlari kepada JO.“Kalian biadab, binatang kalian semua.” Makinya.Divya memeluk tubuh Jo kedalam pelukannya, gadis itu menangis tersedu-sedu memohon pada Jo untuk kembali membuka mata.Sony sangat puas, ia pun meninggalkan ruangan dengan tawa senang diikuti Juli di belakang.Tak ada ranjang yang layak, semua tempat nampak kumuh tak terawat. Hanya ada ranjang usang yang kemarin digunakannya.Dengan susah payah Divya menarik tu
Namun tekat bulat Jo membuat laki-laki itu segera kabur dan mengabaikan teriakan Brian.Brian panik, kondisi Jo masih belum pulih. Belum lagi lukanya baru saja kembali dijahit, Brian benar-benar dibuat sangat panik.“Kamu coba kejar dia, papa akan kembali ke atas dan memberitahu semuanya.”Mengangguk, Brian segera menyusul dengan menggunakan mobilnya.Di dalam taxi, Jo mencoba melacak keberadaan Divya dari ponsel pintarnya. Namun sayang sejak tadi tak kunjung dia menemukan titik lokasi keberadaan Divya.“Permisi, Tuan. Tujuan kita kemana ya?” tanya supir taxi.“Jalan XX depan bangunan kosong.”Taxi melaju dengan kencang membelah kemacetan, namun fokus Jo masih dengan ponsel di tangannya.Setibanya disana, Jo berjalan menyusuri jalan sepi tanpa penghuni.“Kenapa titik lokasinya ada disini? daerah ini bukankah sudah tidak berpenghuni?” gumam Jo.Sepanjang jalan kakinya
Semua tengah bersantai, berkumpul bersama walau di rumah sakit tempatnya.Lio sengaja meluangkan waktu demi memberi perhatian lebih pada Jo yang sedang terluka. Bagi Lio, Jo sudah seperti anak juga baginya.Lio memesan banyak makanan juga cemilan, ia tak ingin keluarganya kelaparan atau kekurangan makanan.“Adek, jangan diisengin dong Jo nya.” Dengan lembut menegur sang putri.Divya hanya cengengesan saat mendengar sang ayah menegur tingkahnya. Ia pun kembali menyuapi Jo dengan buah anggur di tangannya.Brian fokus dengan laptopnya, sedang Daniel sibuk bermesraan dengan Luna tanpa melihat tempat mereka berada.“Bucin terus, nggak lihat-lihat tempat.”“Dih, sirik aja. Makanya punya pacar,” ejek Daniel.Tiba-tiba saja Divya bangkit dari tempat, berjalan keluar meninggalkan ruang rawat.“Adek, mau kemana?”“Sebentar, Pah. Nggak lama,” serunya sebelum benar-b
Pagi yang begitu cerah, semua orang tengah bersiap untuk menjengur Jo di rumah sakit.Tak lupa Lea juga membawa banyak masakan untuk anak-anak yang sejak semalam menginap disana.“Pakaian untuk mereka sudah siap?”“Sudah, Mom.”Sekar sudah tak sabar mengunjungi Jo disana, ia juga merindukan cucu-cucunya yang sejak semalam tak pulang.Mengendarai dua mobil, mereka melesat menuju rumah sakit.Tiba disana, semua orang dibuat tercengang dengan keadaan di dalam.“Astaga, ini kenapa begini?” seru Rania melihat putra juga keponakannya tengah berlutut dengan memegang kedua telinganya.“Bangun, “ titah Lio pada keduanya.Luna hanya diam, gadis itu tersenyum sembari meletakkan buah yang sedari tadi dipangkunya.“Ada apa? Kenapa panas sekali suasananya?” tanya Sekar pada Luna.“Mereka berdua bikin lukanya Jo kembali terbuka dan harus kembali di jahit, O
Lea berhasil menenangkan suaminya, di dalam pelukan wanita itu Lio terlelap dengan begitu damai.Lea terus membelai rambut Lio, dengan penuh kasih dan sayang ia mengecup kening laki-lakinya.“Maaf jika diamku membuatmu hancur dan seakan dibohongi. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu, ayah yang mengingikan semua ini dan bukan aku.” Gumamnya dengan berlinang air mata.Kembali mengingat kejadian lampau itu membuat luka yang masih belum kering kembali basah.Menatap jam dinding, Lea tersadar jika ini hampir tengah malam.Sejak tadi ia tak mendengar suara anak-anak, ia pun juga belum turun untuk melihat mereka semua.“Kemana lagi anak-anak?”Deg, ia pun ingat tentang keadaan Jo saat ini. Dengan cepat ia berusaha menghubungi Brian sang putra.Tak menunggu lama, Brian segera menerima panggilan ibunya.Dengan nada yang sangat cemas, Lea menanyakan tentang keadaan Jo saat ini. Wanita itu benar-benar men
Divya sama sekali tak meninggalkan kekasihnya barang sedikitpun, semenjak tahu kejadian sebenarnya ia menolak meninggalkan sang kekasih lama-lama.Bagi Divya, ia harus memastikan sendiri keselamatan laki-lakinya.Memang belum secara resmi mereka bersama, namun keadaan saat ini sudah membuat kebahagiaan tersendiri bagi dua anak manusia itu.“Sayang, kamu istirahat ya. Dari tadi kamu udah ngurusin aku,” ucap Jo.“Aku akan istirahat, tapi tidak sekarang. Masih ada yang harus aku kerjakan.”“Apa?”Namun Divya tak menjawab, ia terlihat sibuk dengan gawai pipih yang tengah di genggamnya.Jo sebenarnya tahu apa yang saat ini tengah di lakukan kekasih kecilnya, ia tahu apa yang menjadi tujuan dari perbuatan Divya saat ini.Ia tak ingin melarangnya, ia tak ingin kemarahan Divya tak tersalurkan. Namun dibalik itu semua, ia tetap memantau dan mengendalikan perbuatan dari kekasihnya.“Aku ti
Divya berusaha melangkahkan kakinya, namun rasanya begitu berat. Belum lagi air matanya yang tak berhenti mengalir deras di pipi, membuat dirinya bingung sendiri.“Nggak mungkin, semuanya hanya salah paham.” Gumamnya sembari melangkah perlahan.Brian tak sanggup melihat adiknya terluka, namun ia juga tak sanggup jika harus masuk dan melihat semuanya.Begitu juga dengan Daniel, laki-laki itu hanya diam menyesali semua yang sudah terjadi.“Seharusnya dari awal kita memberitahunya, kalau begini kita sama saja menusuknya.”Brian hanya diam, menundukkan kepala tanpa tahu apa yang dikatakan.Divya semakin dekat dengan pintu, jantungnya semakin berdetak dengan begitu tak menentu. Begitu sakit, seakan ada sesuatu yang menghantam dadanya.Suasana begitu berbeda, kini di depannya banyak berbaring jasad yang sudah tak bernyawa.Tubuh Divya luruh ke bawah, air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya. Isakan
Rahasia yang selama ini coba di lupakan pada akhirnya terbongkar dengan cara yang tak terduga. Sekar yang sudah lama memendam rasa bersalah membongkar semua kejahatan putra keduanya di depan semua orang.Lio tak tahu apapun tentang itu semua, ia sama terkejutnya dengan Brian yang masih bersitegang dengan Lius.“Maksud oma?” tanya Brian.“Ayah kandungmu lah penyebab kakek Wilson meninggal.” Seru Sekar tanpa ingin menutup-nutupinya lagi.“Mom,” teriak Lius.Lio terduduk lemas, ia tak percaya dengan apa yang sudah di dengarnya ini. Selama ini ia tak tahu apapuun tentang kesakitan dan fakta yang dirasakan oleh istrinya.“Bagaimana bisa, bukankah ayah Wilson meninggal karena jatuh dari tangga?”“Ayah mertuamu tidak jatuh dari tangga, tapi jatuh dari lantai dua rumah lama kita.” Sahut Antonio.Lebih lanjut Antonio juga menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan kemaraha
Nindya kembali ke rumah, ia segera mengemas semua pakaian dan berniat meninggalkan semuanya.Ia merasa puas terakhir kali melihat keadaan Jo yang mengenaskan, ada rasa bahagia dan terluka dalam satu waktu bersamaan.Nindya menangis, ia menatap kedua tangan yang sudah dengan tega melukai Jo hingga seperti tadi. Menyesal?Tidak, sama sekali Nindya tak merasa menyesal dengan apa yang sudah diperbuatnya. Hanya saja hatinya ikut terluka saat melihat air mata yang mengalir keluar dari mata indah pujaan hatinya.“Andai bapak menerima cinta saya, andai bapak tidak terpengaruh dengan wanita licik itu maka semuanya tidak akan jadi seperti ini.”Cepat-cepat Nindya mengemas barang bawaannya, juga beberap obat yang diperlukannya saat ini.Membuka pintu lemari, Nindya mengambil semua uang yang ada disana.“Dengan uang ini aku bisa mengembalikan wajahku seperti semula, maafkan Nindya nek karena menjual rumah itu.”Deng