Hari ini Lasmi benar-benar menyerah dengan keadaan, ia melepas semua dendam dalam hatinya untuk kehidupan damai sang putri.
“Udah mati, Bro.”
Lasmi menghembuskan nafas terakhirnya dalam keadaan yang sangat tidak layak sebagai manusia. Di tempat kumuh dan kotor itu ia merelakan hidupnya.
Melepaskan semua marah juga kecewa, hanya satu inginnya. Bertemu dan memeluk putri kesayangannya, namun melihat Lius yang selalu menahannya membuat keinginan itu perlahan pudar dari benak Lasmi.
Sebagai seorang ibu, Lasmi tetaplah mencintai putrinya. Terlepas dari rasa gagal ia menjadi ibu untuk Lisa, ia tetap menyayangi dan menanti putrinya itu.
Seseorang mencoba menghubungi Lius, mengabarkan tentang kematian wanita yang adalah mertua tuannya.
Namun lagi-lagi tak ada sahutan, Lius lagi-lagi tak bisa mereka hubungi.
Lisa terbangun dengan derai air mata yang sudah membasahi wajahnya. Dadanya terasa begitu sakit, membuat Lisa yang tengah terl
Hampir saja terperosok, beruntung Lius sigap menopang Lisa."Hati-hati, kau bisa terluka."“Aku mau ke bawah, aku mau bertemu mama.” Menghempas kasar tangan suaminya."Aku akan turun denganmu, tapi kumohon berhati-hatilah sayang. Kau sedang sakit." Lisa hanya diam, membiarkan Lius memapah tubuh lemahnya itu.Lius membawa istri nya turun perlahan, melangkahkan kakinya dengan banyak pertanyaan yang kini memenuhi benak Lius sendiri.Namun sesampainya mereka di lantai satu, semua nampak sepi. Tak ada tanda-tanda ibunya datang. Dengan tatapan marah Lisa menatap ketiga pelayannya.“Mana mamaku, kalian bilang dia pulang.” Bentaknya.Satpam pun menunjuk ke arah pintu depan, Lius mulai merasa curiga. Ia mengerutkan alis ketiga menatap ketakutan pada satpam rumahnya.“Ada apa sebenarnya? Kenapa kalian ketakutan?”“Sebaiknya anda lihat sendiri, Tuan. Saya tidak berani,” cicitnya.
Berdiri di sudut rumah, menggunakan setelan jas berwarna hitam pekat begitu memikat. Lio napak begitu tampan dan gagah dengan apa yang sedang ia gunakan. Berdiri memandangi lebat nya pepohonan, ia menyimpan sorot kesediahan yang tak pernah mampu ia ungkapkan. “Semua sudah siap, Tuan muda.” Lio hanya menganggukan kepala, tak berniat menatap assisten yang sudah sangat lama mengikutinya itu. Toni memandangi tuannya, mengerutkan dahi menatap arah pandang Lio. “Apa yang sedang anda cemaskan, Tuan?” “Tidak ada.” “Ijinkan saya menyingkirkan semua rasa cemas itu, ini adalah hari yang sudah anda nanti. Berbahagialah, Tuan.” Lio memutar kepalanya, menatap Toni yang tulus menundukkan kepala padanya. Lio tersenyum, melangkah merengkuh Toni dengan begitu hangat. “Terima kasih, hanya kamu yang selama ini selalu setia disamping saya dalam segala keadaan.” Membalas pelukan Lio, Toni merasa begitu terharu. “Itu sudah tugas saya.” Kedua berjalan beriringan masuk kembali ke dalam rumah. Nam
Zaky tengah menikmati waktunya, menengguk minuman keras dengan banyak wanita mengelilinginya. Salah satu wanita terlihat tengah menyenangkan dirinya, memuaskan apa yang selama ini menjadi candu baginya.Selama menikah, tak sekalipun Zaky menyentuh Rania. Laki-laki itu merasa jijik jika harus satu tempat dengan wanita yang sudah menjadi istrinya itu.Dendam membutakan Zaky, menjadikannya laki-laki brengsek yang tak berperasaan.“Pesan apapun yang kalian inginkan, aku akan membayar untuk kalian semua.” Serunya dan disambut suka cita semua wanita.Zaky mulai berlaku di luar batas, ia menikmati salah satu wanita di depan wanita lainnya. Bagai seekor binatang yang bergumul dengan binatang lainnya.Begitu menjijikkan.Zaky tak lagi memperdulikan sekitarnya, ia hanya ingin menghabiskan malam nya dengan bersenang-senang. Tak ingin satu orang pun mengganggu waktunya, mengganggu kesenangan yang telah ia ciptakan.Namun tanpa disadar
"Jika memang tak mencintaiku, mengapa kau melamarku. Jika tak akan pernah ada aku dalam hatimu, lantas untuk apa aku ada di duniamu?" Rania.===============================================================Sudah sepekan sejak kematian Lasmi, suasana masih terasa sunyi dan begitu mencekam di dalam rumah besar itu. Terlebih dengan kondisi Lisa saat ini, menambah suasana semakin sunyi seperti tak berpenghuni.Sejak kepergian ibunya, Lisa menjadi pendiam. Lebih tepatnya seakan Lisa hidup dalam dunianya sendiri. Menghapus dunia sebelumnya dan mengganti dengan dunia yang ia ciptakan sendiri.Setiap harinya ia hanya diam diatas ranjang, sesekali berdiri di depan jendela kamar tanpa melakukan apapun.Lius sudah membawanya ke dokter, namun semua dokter yang didatangkan selalu dengan pergi dengan jawaban yang sama.Membawa Lisa ke rumah sakit jiwa adalah jawaban yang selalu Lius dengar dari semua dokter yang diundangnya.
Lio memboyong semua keluarganya untuk keluar dari markas hutan, sepanjang jalan keluar Lea terus menatap pohon-pohon besar yang dilaluinya.Lio memperhatikan istrinya, tersenyum samar saat tak sengaja bersitatap dengan sang pujaan hati.“Kau fokus aja mengemudi, lihat jalanannya.” Protes Lea.Lio hanya tersenyum, tangannya terulur menggenggam tangan istrinya.Di mobil lainnya, ada Toni yang membawa Wilson juga Leo. Tak tertinggal baby Brian juga pengasuh.Mereka perlahan meninggalkan rindangnya hutan, berganti dengan panas cerah matahari.Lea berdebar ketika mengingat kembali negara yang pernah ditinggalkannya itu, mengingat kembali semua luka juga kebahagiaan yang dulu sempat menghampirinya.“Jangan takut, ada aku yang akan selalu melindungimu.” Menyadari perubahan istrinya.Lea tersenyum, bersandar pada bahu suami yang selalu menyayanginya.Cukup lama mereka berkendara, mobil mulai masuk di peka
Lea mengambil kunci mobil milik suaminya, mendengar apa yang terjadi pada ayah mertuanya membuat dirinya merasa tak tenang.“Mau kemana, Sayang?”“Ijinkan aku pergi, aku akan membawa, Daddy, kembali.”Lio tak banyak berkomentar, ia mengambil kunci yang ada di genggaman tangan istrinya. Dengan mata memohon Lea menatap suaminya, sungguh ia mengkhawatirkan keadaan ayah mertua juga kakak iparnya.“Biarkan aku yang melakukan itu, aku tak ingin kau dalam bahaya lagi. Mendengar siapa sebenarnya, Zaky, membuat aku semakin mengkhawatirkanmu.”Lea masih saja tak mendengarkan suaminya, ia masih bersikeras ingin ikut mencari keberadaan Antonio. Lea yakin dengan informasi yang dimilikinya.“Dengarkan suamimu, Dek. Jangan membantahnya, ini juga demi kebaikanmu.”Leo datang bergabung, ia samar-samar mendengar perdebatan keduanya hingga memutuskan untuk ikut bergabung.“Katakan saja dimana
Zaky terkejut melihat bayangan orang berjalan dari luar kamarnya, matanya menatap tajam dengan aura yang menghitam.Ia mengakhiri bersantainya, beranjak keluar mencari pemilik bayangan yang dilihatnya.“Siapa kau!”Tak ada rasa terkejut sedikitpun dari raut wajah Toni saat ini, ia tahu keberadaan Zaky dimana dan ia sengaja memancingnya keluar.“Apa kabar, tuan Zaky?” sapa Toni dengan senyum sinisnya.Zaky terkejut dengan kemunculan Toni di hadapannya, ia pun kebingungan seperti mencari seseorang.“Anda terkejut saya bisa sampai disini?”“Kau! Tau dari mana kau tempat ku ini?”Tak langsung menjawab, Toni mengulur waktu dengan duduk santai di hadapan Zaky saat ini. Toni memancing emosi Zaky dengan sengaja, ia ingin tahu seberapa gila laki-laki gila di hadapannya ini.“Harusnya kau tahu dari mana saya tahu tempat ini. Tempat yang anda simpan rapat-rapat.”Za
Sebuah kawasan terbengkalai yang begitu luas ada di hadapan Lea saat ini, sepanjang matanya memandang hanya ada hamparan tanah gersang.Tak ada sedikitpun rasa takut yang Lea tunjukkan saat ini, hanya ada tekat bulat yang kini jelas dari matanya.“Jadi suamiku membangun penjaranya disini.”Kembali melajukan mobilnya, Lea yakin ia akan menemukan penjara tersebut. Dan tak jauh dari tempatnya, hanya ada satu bangunan yang terlihat di matanya.Walau disamarkan, namun mata jelinya menangkap kokohnya bangunan tersebut.“Kalian tidak bisa membohongi mataku ini.”Tiba disana, dua orang keluar dengan mengarahkan senjata api padanya. Lea tak gentar dengan itu semua, ia bahkan keluar dari mobil dengan begitu santainya.“Siapa kau?”“Bawa ketuamu padaku sekarang juga. Kau akan tahu siapa aku.”Tak ingin di bodohi, kedua orang tersebut malah menyerang Lea. Ketiganya terlibat perkelahian