“Ahk, apa yang kamu lakukan? Lepaskan dia!” teriak Venus melerai pukulan Rex Milan pada Steven. Steven tidak sempat melawan karena Rex Milan menerobos masuk dan langsung menyerangnya.“Lepas!” hardik Venus lagi. Rex Milan melepaskan Steven yang terbaring di lantai memegang wajahnya. Topengnya terlepas dan bibirnya berdarah. Steven harus memegang pipinya agar topengnya tidak bergeser meskipun sudah sangat aman.“Apa yang kamu lakukan Rex Milan?”“Dasar brengsek! Beraninya kau masuk ke kamar ganti Istriku dan menyentuhnya!” bentak Rex Milan menunjuk pada Steven yang tertatih bangun dari lantai.“Jangan sembarangan menuduh, Rex! Dia tidak melecehkanku!” Venus ikut berteriak dengan suara lembutnya pada Rex Milan.“Apa? Apa kamu pikir aku buta tidak bisa melihat?” Rex Milan kembali balas memarahi Venus.“Maaf, Tuan Wilson. Aku tidak melakukan apa pun. Anda salah paham,” ujar Steven dengan wajah tertunduk kesakitan. Ia seperti takut menghadapi Rex Milan serta berlindung di balik tubuh Venus
“Apa kamu baik-baik saja? Apa sakit?” tanya Venus menyentuh wajah Steven yang membeku menatapnya. Venus menyunggingkan senyuman tipis nan lembut pada Steven.“Aku baik-baik saja, Nyonya,” jawab Steven setelah beberapa saat terdiam. Ia memegang tangan Venus agar tidak terlalu lama menyentuh wajahnya.“Biar aku obati luka di bibirmu ya─”“Sungguh, aku baik-baik saja.” Steven masih menolak.“Aku tidak akan menyakitimu, Steven. Jangan menolak. Sebentar.” Venus berdiri lalu mengambil tisu dan membasahinya. Barulah ia mendekati Steven lagi. Sebelah tangannya memegang ujung dagu Steven dan sebelah tangannya yang lain menyeka pelan ujung bibir Steven.“Nyonya─” Venus hanya memberikan senyuman dan makin mendekat. Ia semakin memangkas jarak pada Steven yang hanya bisa diam saja. Mata Steven menatap sendu pada wajah cantik Venus. Venus berhenti menyeka dan tetap berada di posisinya tidak melepaskan pandangan dari Steven.Entah magnet apa yang menarik Venus sampai ia makin mendekat hingga ujung h
Rex Milan pergi dengan kepala panas dan rasa cemburu di hatinya. Usai melihat adegan mesra Venus dan pengawalnya Steven, rasa curiga di hati Rex Milan tidak bisa terelakkan.Sesampainya ia di sebuah hotel tempat pertemuan dengan salah satu pemilik wilayah yang akan mereka beli, Rex Milan turun. Ia tergesa berjalan ke dalam mencari NLE Black dan Sebastian Arson.Keduanya telah tiba terlebih dahulu daripada Rex Milan yang sesungguhnya sudah terlambat.“Maafkan aku, tuan-tuan. Sepertinya, Tuan Wilson akan sedikit terlambat. Bagaimana jika kita memesan langsung makanan yang akan menjadi menu makan siang kita?” ujar Sebastian menawarkan pada dua tamunya.“Boleh saja,” jawab salah satu dari mereka.Saat Sebastian memanggil pelayan yang akan melayani, Rex Milan datang. Sebastian langsung menyadari dan berdiri.“Oh, akhirnya dia datang─” kedua tamu sudah ikut berdiri hendak bersalaman tapi Rex Milan malah memanggil NLE Black.“Nel, kemari kamu!”Rex Milan berbalik meninggalkan meja pertemuan
Steven menggenggam ponselnya setelah Seth menghubunginya perihal yang terjadi pada Rex Milan. Ia berpikir untuk mengambil keuntungan dari hal tersebut. Steven sudah akan menghubungi Jupiter King saat pintu di belakangnya terbuka. Rei dan Venus keluar, maka Steven pun memutuskan sambungan telepon yang sudah tersambung tapi tidak sempat bicara.“Tuan Steven, aku ingin bicara sedikit padamu tentang Adikku, Venus,” ujar Rei pada Steven yang kemudian mengangguk dengan sopan.“Venus akan kembali meluncurkan album terbarunya. Jadi aku mau pengamanan yang eksklusif untuknya. Uhm, mungkin kamu harus menambah anggota?” Rei sedikit melirik pada Emerson yang datang mendekat. Steven mengerti yang dimaksudkan oleh Rei. Ia mengangguk untuk mengiyakan.“Baiklah, Tuan Harristian. Aku akan memberitahukan hal ini pada Tuan Black─”“Siapa nama bosmu?” tanya Rei dengan raut serius. Venus terus memperhatikan kakak dan pengawalnya bergantian.“NLE Black.” Kening Rei sontak mengernyit dalam.“Namanya seperti
Beberapa pasang mata memperhatikan Steven kala ia masuk ke dalam coffee shop bersama Venus dan Emerson. Posisi Emerson di belakang dan Steven di sebelah Venus menjadikannya pusat perhatian. Terlebih wajah Steven yang mengenakan topeng untuk menutupi parut luka di wajahnya, begitu membuatnya berbeda. Steven tampak malu dan sedikit menurunkan pandangannya. “Kita bisa duduk di sini, Nyonya.” Steven mempersilakan Venus yang kemudian mengangguk. Emerson memanggil salah satu pelayan yang kemudian mencatat pesanan mereka. Dan Venus pun memesan yang disebutkan Steven di mobil beberapa saat lalu. “Aku sudah lama tidak ke tempat umum dengan banyak orang. Ini pertama kalinya setelah kebakaran itu, Nyonya.” Steven mengaku. Venus tersenyum lembut sambil melipat kedua tangannya di atas meja. “Jangan malu. Kamu kan bukan penjahat,” balas Venus masih tersenyum. Steven kembali menaikkan pandangannya menatap Venus. Venus tidak pernah kehilangan sisinya yang sangat menghargai orang lain. Ia memiliki h
Peter Dumanuw mulai tidak berkonsentrasi bekerja. Ia sedang mencari cara untuk bisa naik ke atas menemui Cindy. Setelah melihat Sebastian yang melintas di depan coffee shop tempatnya bekerja membuat Peter gundah.“Peter, ada pesanan kopi di lantai lima, tolong antarkan!” perintah salah seorang barista pada Peter yang masih bengong. Peter tertegun beberapa detik lalu menyahut untuk menyanggupi.“Baik!” ucapnya bersemangat. Ia mengemas dengan baik kopinya sebelum memberikan nama pelanggan sesuai pesanan.“Aku akan ke atas─” Peter sudah bersiap keluar saat manajer Coffee Shop memanggilnya.“Mau ke mana kamu?”“Aku harus mengantarkan pesanan ini,” jawab Peter menunjukkan pesanan dari salah satu pelanggan.“Berikan saja pada yang lain─”“Tidak bisa. Dia sudah menunggu!” pungkas Peter dengan cepat memotong. Ia segera pergi agar manajer galak dan cerewet itu tidak menyuruh-nyuruhnya lagi. Peter bahkan tidak peduli jika ia diteriaki oleh sang Manajer yang terus memanggil namanya.Setidaknya P
“Kemari!” Venus memanggil Steven yang sedang berjaga di depan kamarnya untuk masuk ke dalam. Steven sempat menoleh pada Emerson yang hanya tersenyum canggung. Ia pun masuk ke dalam kamar Venus lalu menutup pintu.“Ada apa, Nyonya?” tanya Steven pada Venus yang sudah berganti pakaian.“Aku mau kamu menemaniku makan malam di sini. Ajak Emerson juga,” ujar Venus dengan senyumannya. Kening Steven sedikit mengernyit. Jika Rex Milan pulang dan menemukan Venus makan malam bersamanya, maka ia akan semakin marah.“Baiklah, Nyonya. Apa kita akan turun ke bawah?” Venus mengangguk masih tersenyum cantik. Steven ikut tersenyum lalu berbalik. Tiba-tiba tangannya dipegang oleh Venus. Steven pun berhenti lantas berbalik.“Setelah pulang dari sini, bisakah aku memintamu untuk datang ke rumah orang tuaku? Aku ingin memberikan kabar pada mereka,” ujar Venus membujuk Steven. Steven terperangah dan tertegun menatap Venus.“A-Apa?”“Iya, aku akan berikan alamatnya. Tapi jangan ajak Emerson. Aku mengatakan
Sebastian mengajak Cindy untuk makan malam di salah satu restoran Grill di Brooklyn. Restoran dengan konsep keluarga yang nyaman itu sangat memanjakan mata.“Apa kamu pernah kemari?” tanya Sebastian berbasa-basi sebelum duduk di kursinya.“Belum pernah, Pak.” Cindy menjawab dengan sebuah senyuman.Tak berapa lama, Peter ikut masuk dari pintu yang sama dan mulai celingak-celinguk mencari keberadaan Cindy.“Selamat malam, apa sudah memesan tempat?” sapa salah satu pelayan yang datang menghampiri Peter.“Oh, maaf. Belum.”“Apa Anda sendiri atau bersama pasangan?”“Aku sendirian tapi aku ingin meja di─” Peter celingukan mencari Cindy sampai ia melihatnya di salah satu sudut bersama Sebastian.“Di sana!” tunjuk Peter pada meja tak jauh dari tempat Cindy. Pelayan itu melihat ke arah yang ditunjuk oleh Peter lalu tersenyum.“Silakan ikut aku, Tuan.”Peter pun mendapatkan sebuah meja yang berselang hanya satu meja dari meja Cindy. Meski tidak mungkin mendengar tapi setidaknya ia bisa mengawas
Di belakang Dion menyerahkan tas milik Venus pada Jasman yang akan mengawal mereka. Dua pengawal lainnya ditempatkan oleh Dion di jalan depan saat keluar dari rumah sakit. Sedangkan sudah ada lima orang pengawal yang berdiri di dekat mobil yang akan membawa Venus pulang. Kali ini, Dion tidak ingin mengambil lagi risiko demi keselamatan Venus.Limosin yang membawa Dion, Venus, Arjoona dan Claire meluncur dengan baik saat keluar dari area rumah sakit. Mereka akan bersama-sama pulang ke rumah Dion karena anak-anak mereka sudah menunggu.“Bagaimana dengan masalah hukum kemarin, Dad? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Dion pada Arjoona yang duduk berhadapan dengannya. Venus menoleh cepat pada Dion dengan mata membesar. Ia tidak mengetahui jika ayahnya terlibat konsekuensi hukum.“Apa yang terjadi, Dad?” tanya Venus dengan raut cemas.“Gak ada. Daddy cuma harus membayar denda tilang saja kok. Namanya juga orang tua. Bisa ceroboh kala
Tidak seperti yang diharapkan oleh Steven alias Dion, Venus tidak ingin menoleh padanya saat ia masuk. Venus membuang muka tak mau menyapa.“Venus─” Dion baru bicara dan Venus langsung memotong.“Pembohong! Siapa kamu sebenarnya?” tukas Venus tanpa basa-basi langsung mendelik pada Dion. Dion terdiam di sisi tempat tidur Venus dan belum bergerak. Ia sedikit menundukkan kepala dan terlihat menyesal.“Aku bisa menjelaskan semuanya─”“Jawab saja pertanyaanku!” Venus langsung menyela dengan tajam.Meskipun Venus masih cedera setelah tercekik oleh belitan kain, tapi ia masih bisa memarahi Dion yang baru datang.“Aku ... aku adalah ....”“Kamu bukan Steven kan?” Venus menebak lagi dengan ketus. Dion menarik napas panjang dan sedikit menunduk.“Aku adalah Dion Juliandra. Aku sedang menyamar menjadi Steven.” Dion akhirnya mengaku. Venus tak bergerak menatap tajam pada Dion. Kali ini, Dion sudah sangat keterlaluan membohonginya. Dion yang menyadari kesalahannya lantas melepaskan topeng karet ya
Rex Milan berhasil dikeluarkan dari mobilnya yang ringsek akibat tabrakan dari jeep monster yang dikendarai oleh Arjoona Harristian. Ia segera dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri dan luka-luka. Sama dengan Venus Harristian, keduanya dibawa ke rumah sakit yang sama dan ditempatkan di bangunan yang berbeda.“Uncle, aku terpaksa harus menahanmu dulu sementara. Sampai aku selesai menemukan buktinya,” ujar Andrew menjelaskan pada Arjoona yang baru saja keluar dari kamar perawatan Venus. Arjoona meninggikan kedua alisnya mendelik pada Andrew yang hanya bisa menyengir.Dion datang menghampiri setelah membuka topengnya. Ia menarik napas panjang melihat Arjoona dan Andrew.“Sepertinya Venus tidak mau bertemu denganku,” ujarnya dengan raut sedikit meringis. Kening Andrew mengernyit memandang Dion dengan raut bertanya.“Tadi dia tidak mau kupegangi,” sambung Dion lesu. Andrew kemudian menoleh pada Arjoona yang masih diam saja.“Sebastian Arson sudah ditangkap. Rex Milan akan me
“Venus, Venus. Oh, sayang. Apa kamu bisa bernapas?” Dion segera menggendong Venus ke dalam kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Venus begitu kesulitan bernapas dan ia masih terengah kesulitan menarik atau mengeluarkan udara. “Cari tabung oksigen!” perintah Dion pada Arion. Arion pun masuk ke dalam walk in closet milik Venus untuk mencari tabung oksigen darurat. “Bernapaslah pelan-pelan, Sayang.” Dion menuntun Venus untuk bernapas satu-satu usai tercekik. Ia sudah tak peduli jika Rex Milan kabur. “Aku akan panggil Dokter,” ujar Divers pada Dion yang langsung mengangguk. Venus masih setengah semaput memandang Dion yang masih memakai topeng Steven. Ia merasa ada yang aneh tapi tak bisa bicara. Arion datang membawakan tabung oksigen darurat untuk Venus. Ia ikut membantu Venus mengenakan penutup untuk oksigen. Sementara itu, Rex Milan kabur lewat jalan samping dan langsung masuk ke mobilnya. Tidak ada yang sempat mengejar Rex Milan karena Dion dan teman-temannya sedang sibuk d
“Aku tidak membunuh Brema Mahendra. Aku bahkan tidak kenal siapa dia!” tegas Rex Milan masih bersikeras. Venus diam menatap Rex Milan yang tidak mau mengaku. Sambil menahan rasa berat di hatinya, Venus perlahan seperti melihat seperti apa Rex Milan yang sesungguhnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya itu adalah seorang pembohong. Sekalipun Rex Milan tidak mengakui, tetapi Venus bisa merasakan kebohongan tersebut.“Terserah jika kamu tidak mau mengaku. Jika aku bisa melepaskanmu, aku rasa Ayah dan Kakakku tidak.” Venus mengancam dengan nada sinis. Rex Milan makin mendekat dengan deru napas yang terdengar kasar. Sedangkan Venus sekalipun cemas, tidak mundur sama sekali. Tangannya meremas tas tangannya cukup keras dan siap mengayunkannya pada Rex Milan jika ada yang terjadi.“Jangan mengancamku!” Rex Milan menggeram pelan.“Aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak mengaku dan sepertinya kamu memang pantas untuk mendekam di penjara selamanya, Rex,” ujar Venus tak mengindahkan ancaman R
Sebastian diborgol di depan Cindy yang terpaku melihatnya. Ia sempat protes tapi FBI membeberkan semua bukti. Sebastian masih mengira jika Cindy tak tahu apa pun. Ia berbalik dan mencoba menjelaskan.“Cindy, ini gak bener. Jangan percaya mereka!” ucapnya menatap Cindy yang diam saja. Peter lalu masuk dan hendak membawa Cindy pergi. Di sanalah, Sebastian mengetahui jika Cindy terlibat dalam penangkapannya.“Sebentar. Kamu bekerja sama dengan Polisi? Kamu yang melakukan semua ini?” ujar Sebastian dengan raut tak percaya. Cindy masih diam saja menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Jangan dengarkan dia. Ayo!” ujar Peter dengan bahasa Indonesia. Mata Sebastian membesar. Ternyata yang sudah mengatur dan merencanakan semuanya adalah Cindy dan pria yang merupakan kekasihnya. Cindy menelan ludah dan berjalan melewati Sebastian. Ia akan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan penangkapan tersebut di belakang.“Tunggu!” seru Sebastian menghentikan langkah Cindy. Cindy berbalik dan Sebastian me
Cindy melangkahkan kakinya masuk ke ruangan CEO sesuai janjinya dengan Sebastian. Cindy masih diam saja dan cenderung sedikit mengendap masuk. Ia melihat Sebastian sedang sibuk dengan beberapa pria yang ternyata adalah anggota direksi dan pemegang saham. Mata Sebastian tak lama menangkap sosok Cindy yang masuk tanpa pemberitahuan.“Cindy?” sebut Sebastian lalu tersenyum. Para pemegang saham itu lantas ikut menoleh ke belakang. Sebastian lalu meminta waktu sesaat.“Sebentar.” Sebastian menghampiri Cindy. Sebastian lantas menarik lengan Cindy ke salah satu sudut ruangan lalu separuh berbisik padanya.“Akhirnya kamu datang. Kamu duduk dulu ya, nanti kita bicara, Aku sedang menyelesaikan masalah sedikit.” Sebastian berujar masih dengan sikap lembut pada Cindy.“Masalah apa, Pak?” balas Cindy balik bertanya.“Uh, Oddysey menarik proyeknya dan menyerahkannya pada King Enterprise. Kita kalah.” Cindy hanya diam saja dan sedikit menundukkan wajahnya.“Jangan sedih, aku pasti bisa mengatasi ini
Venus Harristian masuk ke rumah yang sudah ia tinggalkan demi bisa menjebak Rex Milan Wilson. Begitu mendengar dari salah satu pelayan jika Venus sudah pulang, Rex Milan langsung keluar. Ia tersenyum datang menghampiri. Venus langsung menyusutkan langkahnya ke belakang. Rex Milan pun berhenti.“Venus,” sebutnya pelan.“Aku pulang karena Rei yang memintaku. Sekarang kita harus bicara,” ujar Venus menegaskan. Raut wajahnya tidak menyiratkan emosi sama sekali. Ia tidak mau lagi terenyuh pada apa yang akan dikatakan oleh Rex Milan.Jasman terlihat masih berada di salah satu ruangan bersama staf pembersih lainnya. Rex Milan melirik lalu memerintahkan agar semua keluar.“Kalian sudah selesai hari ini. Aku akan memanggil kalian lagi. Sekarang keluar,” ujar Rex Milan memberikan perintah. Venus sedikit memutar bola matanya melihat satu persatu staf keluar dari ruang tengah termasuk Jasman. Jasman telah memasang beberapa kamera di tempat yang lebih aman untuk memantau Venus.Dion masih terus me
“Kamu kenapa? Kamu dari mana?” Peter langsung bertanya banyak pada Cindy yang sedang menangis memeluknya. Cindy belum berani menjawab dan hanya bernapas satu-satu. Peter yang cemas sedikit melepaskan pelukannya pada Cindy untuk melihat keadaannya.“Kita bicara dulu.” Peter membujuk dan Cindy pun mengangguk. Mereka masuk ke halaman tanpa masuk ke rumah.“Sekarang kamu harus cerita sama aku apa yang terjadi. Jangan berbohong. Siapa tadi yang nganterin kamu?” Peter kembali mencecar Cindy dengan pertanyaan.“Mas Peter lihat?” Cindy sedikit mengangkat wajahnya.“Iya. Aku di belakang mobil itu dan melihat kamu keluar dari sana. Itu siapa, Cindy?”Cindy menarik napas yang masih sesak seraya menatap wajah Peter yang tampak dari bias lampu depan di atas teras.“Sebastian Arson.” Cindy menjawab dengan suara kecil. Wajah Peter langsung berubah tegang.“Apa?” sahutnya meninggikan suara. Peter langsung melihat ke arah pintu khawatir jika terbuka dan Budhe Dewi tiba-tiba muncul.“Lalu, apa dia meny