“Kemari!” Venus memanggil Steven yang sedang berjaga di depan kamarnya untuk masuk ke dalam. Steven sempat menoleh pada Emerson yang hanya tersenyum canggung. Ia pun masuk ke dalam kamar Venus lalu menutup pintu.“Ada apa, Nyonya?” tanya Steven pada Venus yang sudah berganti pakaian.“Aku mau kamu menemaniku makan malam di sini. Ajak Emerson juga,” ujar Venus dengan senyumannya. Kening Steven sedikit mengernyit. Jika Rex Milan pulang dan menemukan Venus makan malam bersamanya, maka ia akan semakin marah.“Baiklah, Nyonya. Apa kita akan turun ke bawah?” Venus mengangguk masih tersenyum cantik. Steven ikut tersenyum lalu berbalik. Tiba-tiba tangannya dipegang oleh Venus. Steven pun berhenti lantas berbalik.“Setelah pulang dari sini, bisakah aku memintamu untuk datang ke rumah orang tuaku? Aku ingin memberikan kabar pada mereka,” ujar Venus membujuk Steven. Steven terperangah dan tertegun menatap Venus.“A-Apa?”“Iya, aku akan berikan alamatnya. Tapi jangan ajak Emerson. Aku mengatakan
Sebastian mengajak Cindy untuk makan malam di salah satu restoran Grill di Brooklyn. Restoran dengan konsep keluarga yang nyaman itu sangat memanjakan mata.“Apa kamu pernah kemari?” tanya Sebastian berbasa-basi sebelum duduk di kursinya.“Belum pernah, Pak.” Cindy menjawab dengan sebuah senyuman.Tak berapa lama, Peter ikut masuk dari pintu yang sama dan mulai celingak-celinguk mencari keberadaan Cindy.“Selamat malam, apa sudah memesan tempat?” sapa salah satu pelayan yang datang menghampiri Peter.“Oh, maaf. Belum.”“Apa Anda sendiri atau bersama pasangan?”“Aku sendirian tapi aku ingin meja di─” Peter celingukan mencari Cindy sampai ia melihatnya di salah satu sudut bersama Sebastian.“Di sana!” tunjuk Peter pada meja tak jauh dari tempat Cindy. Pelayan itu melihat ke arah yang ditunjuk oleh Peter lalu tersenyum.“Silakan ikut aku, Tuan.”Peter pun mendapatkan sebuah meja yang berselang hanya satu meja dari meja Cindy. Meski tidak mungkin mendengar tapi setidaknya ia bisa mengawas
“Rencana apa, Pak?” selidik Cindy makin penasaran. Sebastian terdiam sesaat saat sadar jika ia nyaris saja memberitahukan pada Cindy apa yang terjadi.“Oh itu, maksudku. Rencana untuk membesarkan perusahaan. Memangnya kamu pikir apa rencanaku? Menghancurkan dunia? Hahaha!” Sebastian balas berceloteh sekaligus menertawakan Cindy. Cindy yang sudah lebih awal serius hanya bisa tersenyum saja.“Aku punya impian dan keinginan sendiri, Cin. Aku ingin membuktikan pada Ayahku bahwa aku adalah anak yang sama kuatnya dengan mendiang Kakakku, Samuel,” ujar Sebastian kembali bicara serius.“Itu sebabnya mengapa aku bersikeras untuk mendirikan perusahaan ini tanpa bantuan dari orang tuaku. Setelah Kakakmu meninggal, semua jadi kacau!” sambungnya tampak sedikit emosional.“Memangnya apa yang terjadi, Pak?”“Kakakku dibunuh di jalanan, tidak ada yang tahu siapa yang melakukannya. Gara-gara itu, Ayahku membekukan semua warisanku. Aku dihapus dari penerima warisan keluarga Arson. Dia malah memberikann
“Kamu saja yang maju!” Emerson menolak punggung Steven yang berdiri di depan pintu ruang ganti di kamar Venus.“Apa!” sahut Steven berbalik sambil mendelik padanya.“Aku takut pada kecoak!”Steven sampai membuka mulutnya tak percaya dengan apa yang ia dengar. Bagaimana bisa pria dewasa seperti Emerson bisa takut pada kecoak? Lagi pula bagaimana bisa ada hewan itu di rumah semewah ini?“Tidak ada kecoak di dalam!” ucap Steven mulai kesal.“Aku yakin ada. Ayo ke sana! Ayo periksa!” Emerson terus mendorong Steven untuk maju sedangkan ia terus mundur lalu lari.“Em ... Emerson! Astaga!” panggil Steven pada Emerson yang kabur ke luar. Tinggallah Steven di dalam dengan keadaan bingung harus berbuat apa.“Ah, mana ada kecoak sih!” gerutu Steven pada dirinya. Sambil menggaruk kepalanya, Steven pun masuk ke dalam untuk mengecek. Steven mencari dari sudut ke sudut dan tidak menemukan apa pun.“Ah, mana mungkin ada kecoak ...”Seekor kecoak dewasa berlari melewati sepatu Steven dan mata Steven p
Rex Milan keluar dari mobilnya sambil terhuyung. Ia masuk ke sebuah apartemen mewah yang dimilikinya sejak beberapa tahun lalu. Akan tetapi, tempat itu bukanlah rumahnya.Setelah menekan tombol lift yang membawanya naik ke lantai yang ia tuju, Rex Milan menatap datar bayangan dirinya pada pantulan pintu lift. Napasnya ditarik berat dan ia hanya bisa diam di sana. Setelah pintu terbuka, Rex Milan keluar.Ia berjalan masih terhuyung mengarah ke sebuah kamar apartemen. Di depan, Rex Milan menekan tombol belnya. Ia menunggu beberapa saat sampai pintu terbuka dan terlihat seorang wanita tertegun menatapnya.“Rex, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya wanita itu. Rex Milan masih diam saja. Ia menerobos masuk begitu saja. Wanita itu masih tertegun bingung dan akhirnya menutup pintu.“Kenapa sepi?” tanya Rex Milan sambil berjalan ke dalam menuju ke kamar utama.“Ini sudah waktunya tidur, Rex. Kenapa kamu pulang?” wanita itu membalas dengan nada sedikit ketus. Rex Milan langsung berbalik.“Apa
Dokter Jason Thorn keluar dari kamar Venus setelah memeriksanya. Sepanjang malam Steven dan Emerson tidak pulang karena harus menjaga Venus. Terlebih Rex Milan juga tidak pulang sampai pagi.“Bagaimana dia?” tanya Steven dengan suara pelan pada Jason.“Dia sudah tidur. Aku sudah memberikannya obat tidur.” Jason menjawab lalu melirik pada Emerson yang sedang tertidur di salah satu sofa. Jason tidak mau mengambil risiko. Ia menarik Steven untuk bicara agak jauh dari kamar Venus.“Venus harus segera dibawa ke rumah sakit, Dion. Aku khawatir dia mungkin stres dan tertekan. Aku sudah menghubungi temanku seorang Psikiater. Aku rasa dia butuh obat penenang,” ujar Jason pada Steven alias Dion.“Apa dia sakit?” tanya Dion dengan nada cemas.“Dari pemeriksaan luar memang tidak kelihatan tapi dia harus menjalani MRI lagi. setidaknya untuk memastikan jika dia baik-baik saja.”“Apa dia mengatakan sesuatu padamu sebelumnya?” Dion balik bertanya.“Tidak. Kenapa?”“Sebelum dia pingsan dia memanggil n
“Tuan Arson,” sebut Steven saat kakinya menginjak karpet di lantai bawah. Bergegas ia turun bersama Emerson untuk menemui Sebastian.“Di mana Rex Milan?” hardik Sebastian pada Steven dan Emerson. Steven dan Emerson sempat saling menoleh satu sama lain.“Tuan Wilson baru saja masuk ke kamar Nyonya Venus, Tuan─”“Em, panggil dia!” Sebastian langsung memotong dengan perintahnya. Emerson tersentak kaget tapi ia langsung mengangguk. Emerson pun kembali ke atas meninggalkan Steven yang perlahan mendekat pada Seth. Ia memberikan lirikan mata padanya sebagai kode bertanya. Seth hanya menggeleng samar.Sebastian tampak marah dan menahannya. Ia sudah tiba di Moulson tapi tidak menemukan Rex Milan sama sekali. Kali ini ia sudah tidak bisa menahan dirinya lagi.Sementara Emerson memberanikan diri masuk ke dalam kamar Venus untuk menemui Rex Milan. Rex Milan masih duduk di sisi ranjang Venus memandangi istrinya tersebut.“Maaf, Tuan. Tuan Arson menunggu di bawah,” ujar Emerson dengan suara berbisi
“Mas Peter harus pergi. Sebentar lagi yang menjemputku akan datang. Kalau dia lihat kamu di ruanganku bisa timbul masalah, Mas,” bujuk Cindy sambil membereskan barang-barang yang akan ia bawa.“Kalau kamu pergi dan malah kerja dari rumah itu, bagaimana caraku mengawasi kamu? Aku kan gak bisa lihat pergerakan kamu, Cin!” jawab Peter dengan sikap tubuh resah bukan main. Sepertinya ia menanggapi tugas menjaga Cindy terlalu serius. Sedangkan Cindy hanya santai saja menanggapi.“Kan di sana ada Mas Dion. Aku bisa sekalian jagain Mba Venus juga.”“Tapi kan─”“Mas, kalau aku gak nurut sama Pak Sebastian, dia bisa curiga. Aku harus mendapatkan kepercayaan dia sebagai pegawai yang bisa dipercaya,” ujar Cindy kembali meneruskan pekerjaannya membereskan beberapa dokumen. Peter melepaskan napas panjang dan kesal. Ia menyugar rambutnya beberapa kali lalu berpaling ke arah lain bingung harus bicara seperti apa lagi.“Aku bisa jaga diri kok, Mas. Kan Mas Peter lihat sendiri semalam Pak Sebastian mem
Di belakang Dion menyerahkan tas milik Venus pada Jasman yang akan mengawal mereka. Dua pengawal lainnya ditempatkan oleh Dion di jalan depan saat keluar dari rumah sakit. Sedangkan sudah ada lima orang pengawal yang berdiri di dekat mobil yang akan membawa Venus pulang. Kali ini, Dion tidak ingin mengambil lagi risiko demi keselamatan Venus.Limosin yang membawa Dion, Venus, Arjoona dan Claire meluncur dengan baik saat keluar dari area rumah sakit. Mereka akan bersama-sama pulang ke rumah Dion karena anak-anak mereka sudah menunggu.“Bagaimana dengan masalah hukum kemarin, Dad? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Dion pada Arjoona yang duduk berhadapan dengannya. Venus menoleh cepat pada Dion dengan mata membesar. Ia tidak mengetahui jika ayahnya terlibat konsekuensi hukum.“Apa yang terjadi, Dad?” tanya Venus dengan raut cemas.“Gak ada. Daddy cuma harus membayar denda tilang saja kok. Namanya juga orang tua. Bisa ceroboh kala
Tidak seperti yang diharapkan oleh Steven alias Dion, Venus tidak ingin menoleh padanya saat ia masuk. Venus membuang muka tak mau menyapa.“Venus─” Dion baru bicara dan Venus langsung memotong.“Pembohong! Siapa kamu sebenarnya?” tukas Venus tanpa basa-basi langsung mendelik pada Dion. Dion terdiam di sisi tempat tidur Venus dan belum bergerak. Ia sedikit menundukkan kepala dan terlihat menyesal.“Aku bisa menjelaskan semuanya─”“Jawab saja pertanyaanku!” Venus langsung menyela dengan tajam.Meskipun Venus masih cedera setelah tercekik oleh belitan kain, tapi ia masih bisa memarahi Dion yang baru datang.“Aku ... aku adalah ....”“Kamu bukan Steven kan?” Venus menebak lagi dengan ketus. Dion menarik napas panjang dan sedikit menunduk.“Aku adalah Dion Juliandra. Aku sedang menyamar menjadi Steven.” Dion akhirnya mengaku. Venus tak bergerak menatap tajam pada Dion. Kali ini, Dion sudah sangat keterlaluan membohonginya. Dion yang menyadari kesalahannya lantas melepaskan topeng karet ya
Rex Milan berhasil dikeluarkan dari mobilnya yang ringsek akibat tabrakan dari jeep monster yang dikendarai oleh Arjoona Harristian. Ia segera dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri dan luka-luka. Sama dengan Venus Harristian, keduanya dibawa ke rumah sakit yang sama dan ditempatkan di bangunan yang berbeda.“Uncle, aku terpaksa harus menahanmu dulu sementara. Sampai aku selesai menemukan buktinya,” ujar Andrew menjelaskan pada Arjoona yang baru saja keluar dari kamar perawatan Venus. Arjoona meninggikan kedua alisnya mendelik pada Andrew yang hanya bisa menyengir.Dion datang menghampiri setelah membuka topengnya. Ia menarik napas panjang melihat Arjoona dan Andrew.“Sepertinya Venus tidak mau bertemu denganku,” ujarnya dengan raut sedikit meringis. Kening Andrew mengernyit memandang Dion dengan raut bertanya.“Tadi dia tidak mau kupegangi,” sambung Dion lesu. Andrew kemudian menoleh pada Arjoona yang masih diam saja.“Sebastian Arson sudah ditangkap. Rex Milan akan me
“Venus, Venus. Oh, sayang. Apa kamu bisa bernapas?” Dion segera menggendong Venus ke dalam kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Venus begitu kesulitan bernapas dan ia masih terengah kesulitan menarik atau mengeluarkan udara. “Cari tabung oksigen!” perintah Dion pada Arion. Arion pun masuk ke dalam walk in closet milik Venus untuk mencari tabung oksigen darurat. “Bernapaslah pelan-pelan, Sayang.” Dion menuntun Venus untuk bernapas satu-satu usai tercekik. Ia sudah tak peduli jika Rex Milan kabur. “Aku akan panggil Dokter,” ujar Divers pada Dion yang langsung mengangguk. Venus masih setengah semaput memandang Dion yang masih memakai topeng Steven. Ia merasa ada yang aneh tapi tak bisa bicara. Arion datang membawakan tabung oksigen darurat untuk Venus. Ia ikut membantu Venus mengenakan penutup untuk oksigen. Sementara itu, Rex Milan kabur lewat jalan samping dan langsung masuk ke mobilnya. Tidak ada yang sempat mengejar Rex Milan karena Dion dan teman-temannya sedang sibuk d
“Aku tidak membunuh Brema Mahendra. Aku bahkan tidak kenal siapa dia!” tegas Rex Milan masih bersikeras. Venus diam menatap Rex Milan yang tidak mau mengaku. Sambil menahan rasa berat di hatinya, Venus perlahan seperti melihat seperti apa Rex Milan yang sesungguhnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya itu adalah seorang pembohong. Sekalipun Rex Milan tidak mengakui, tetapi Venus bisa merasakan kebohongan tersebut.“Terserah jika kamu tidak mau mengaku. Jika aku bisa melepaskanmu, aku rasa Ayah dan Kakakku tidak.” Venus mengancam dengan nada sinis. Rex Milan makin mendekat dengan deru napas yang terdengar kasar. Sedangkan Venus sekalipun cemas, tidak mundur sama sekali. Tangannya meremas tas tangannya cukup keras dan siap mengayunkannya pada Rex Milan jika ada yang terjadi.“Jangan mengancamku!” Rex Milan menggeram pelan.“Aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak mengaku dan sepertinya kamu memang pantas untuk mendekam di penjara selamanya, Rex,” ujar Venus tak mengindahkan ancaman R
Sebastian diborgol di depan Cindy yang terpaku melihatnya. Ia sempat protes tapi FBI membeberkan semua bukti. Sebastian masih mengira jika Cindy tak tahu apa pun. Ia berbalik dan mencoba menjelaskan.“Cindy, ini gak bener. Jangan percaya mereka!” ucapnya menatap Cindy yang diam saja. Peter lalu masuk dan hendak membawa Cindy pergi. Di sanalah, Sebastian mengetahui jika Cindy terlibat dalam penangkapannya.“Sebentar. Kamu bekerja sama dengan Polisi? Kamu yang melakukan semua ini?” ujar Sebastian dengan raut tak percaya. Cindy masih diam saja menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Jangan dengarkan dia. Ayo!” ujar Peter dengan bahasa Indonesia. Mata Sebastian membesar. Ternyata yang sudah mengatur dan merencanakan semuanya adalah Cindy dan pria yang merupakan kekasihnya. Cindy menelan ludah dan berjalan melewati Sebastian. Ia akan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan penangkapan tersebut di belakang.“Tunggu!” seru Sebastian menghentikan langkah Cindy. Cindy berbalik dan Sebastian me
Cindy melangkahkan kakinya masuk ke ruangan CEO sesuai janjinya dengan Sebastian. Cindy masih diam saja dan cenderung sedikit mengendap masuk. Ia melihat Sebastian sedang sibuk dengan beberapa pria yang ternyata adalah anggota direksi dan pemegang saham. Mata Sebastian tak lama menangkap sosok Cindy yang masuk tanpa pemberitahuan.“Cindy?” sebut Sebastian lalu tersenyum. Para pemegang saham itu lantas ikut menoleh ke belakang. Sebastian lalu meminta waktu sesaat.“Sebentar.” Sebastian menghampiri Cindy. Sebastian lantas menarik lengan Cindy ke salah satu sudut ruangan lalu separuh berbisik padanya.“Akhirnya kamu datang. Kamu duduk dulu ya, nanti kita bicara, Aku sedang menyelesaikan masalah sedikit.” Sebastian berujar masih dengan sikap lembut pada Cindy.“Masalah apa, Pak?” balas Cindy balik bertanya.“Uh, Oddysey menarik proyeknya dan menyerahkannya pada King Enterprise. Kita kalah.” Cindy hanya diam saja dan sedikit menundukkan wajahnya.“Jangan sedih, aku pasti bisa mengatasi ini
Venus Harristian masuk ke rumah yang sudah ia tinggalkan demi bisa menjebak Rex Milan Wilson. Begitu mendengar dari salah satu pelayan jika Venus sudah pulang, Rex Milan langsung keluar. Ia tersenyum datang menghampiri. Venus langsung menyusutkan langkahnya ke belakang. Rex Milan pun berhenti.“Venus,” sebutnya pelan.“Aku pulang karena Rei yang memintaku. Sekarang kita harus bicara,” ujar Venus menegaskan. Raut wajahnya tidak menyiratkan emosi sama sekali. Ia tidak mau lagi terenyuh pada apa yang akan dikatakan oleh Rex Milan.Jasman terlihat masih berada di salah satu ruangan bersama staf pembersih lainnya. Rex Milan melirik lalu memerintahkan agar semua keluar.“Kalian sudah selesai hari ini. Aku akan memanggil kalian lagi. Sekarang keluar,” ujar Rex Milan memberikan perintah. Venus sedikit memutar bola matanya melihat satu persatu staf keluar dari ruang tengah termasuk Jasman. Jasman telah memasang beberapa kamera di tempat yang lebih aman untuk memantau Venus.Dion masih terus me
“Kamu kenapa? Kamu dari mana?” Peter langsung bertanya banyak pada Cindy yang sedang menangis memeluknya. Cindy belum berani menjawab dan hanya bernapas satu-satu. Peter yang cemas sedikit melepaskan pelukannya pada Cindy untuk melihat keadaannya.“Kita bicara dulu.” Peter membujuk dan Cindy pun mengangguk. Mereka masuk ke halaman tanpa masuk ke rumah.“Sekarang kamu harus cerita sama aku apa yang terjadi. Jangan berbohong. Siapa tadi yang nganterin kamu?” Peter kembali mencecar Cindy dengan pertanyaan.“Mas Peter lihat?” Cindy sedikit mengangkat wajahnya.“Iya. Aku di belakang mobil itu dan melihat kamu keluar dari sana. Itu siapa, Cindy?”Cindy menarik napas yang masih sesak seraya menatap wajah Peter yang tampak dari bias lampu depan di atas teras.“Sebastian Arson.” Cindy menjawab dengan suara kecil. Wajah Peter langsung berubah tegang.“Apa?” sahutnya meninggikan suara. Peter langsung melihat ke arah pintu khawatir jika terbuka dan Budhe Dewi tiba-tiba muncul.“Lalu, apa dia meny