“Maaf, Tuan Wilson. Steven masih harus dan bisa bekerja untuk mengawal. Dia hanya mengalami cedera sementara saja,” ujar NLE Black melaporkan tentang Steven pada Rex Milan.Rex Milan segera bangun dari tempat duduknya menghadapi Steven yang tampak datar menatapnya. Dari balik topengnya, Steven kemudian menundukkan pandangannya. Terbersit rasa kasihan padanya tapi Rex Milan masih kesal dan marah.“Aku sudah bilang untuk memecat dia kan?” Rex Milan mengulang lagi perintahnya.“Iya, tapi Steven terikat dengan kontrak. Yang terjadi adalah di luar kuasa Steven─”“Maksudmu kamu ingin menyalahkanku?” sahut Rex Milan sedikit meninggikan suaranya.“Bukan─”“Aku minta maaf, Tuan Wilson. Aku sudah menendang perutmu. Aku melakukannya karena respons refleksku semata. Aku mengira kamu akan menyakiti Nyonya Venus sedangkan aku bertugas menjaganya,” ujar Steven memotong cepat.“Apa kau pikir aku bisa menyakiti Istriku sendiri? Aku hanya ingin bicara dengannya!” sahut Rex Milan.“Caramu menariknya sud
“Tuan Jasman, kamu akan membersihkan ruang samping, lalu seluruh koridornya beserta kamar mandi. Jangan keluar dari area tempatmu bekerja,” ujar supervisor tim petugas kebersihan yang membagi tugas lima orang yang akan bekerja membersihkan rumah Rex Milan Wilson hari ini.“Baik, Bu,” jawab Jasman singkat. Matanya memperhatikan seluruh rumah sambil mengira-ngira posisinya bisa meletakkan kamera dan penyadap di seluruh rumah. Selain juga karena seluruh rumah dipasangi oleh kamera sehingga ia harus berhati-hati.“Em, sudah periksa mereka?” tanya NLE Black pada Emerson yang dari tadi mengawasi pada personel petugas kebersihan. Emerson menggeleng.“Belum, Pak.”“Ayo lakukan sebelum mereka memulai pekerjaan.” NLE Black memerintahkan Emerson untuk memeriksa satu persatu petugas kebersihan yang masuk ke rumah Rex Milan.“Baik, Pak─”“Tunggu dulu. Bukankah kami sudah melewati metal detector dan pemeriksaan di depan tadi? Lagi pula kami kan datang setiap hari!” ujar Supervisor tim kebersihan te
Cindy Andriani Halim benar-benar mendalami perannya sebagai seorang sekretaris meski sesungguhnya ia menyamar. Namun pekerjaannya sungguh serta benar terjadi. Ia menandatangani kontrak resmi dan tidak menutupi jika dirinya masih berkuliah.Akan tetapi, hasil pekerjaan Cindy bukanlah main-main. Ia bisa menyusun dokumen proyek percepatan pembebasan lahan di bagian timur New York yang rencananya akan menjadi lahan stadion olahraga terbaru dan terbesar.“Hmm, aku rasa ini cukup, Cindy. Apa kamu menyimpan semua rekaman dokumen asli surat tanahnya dengan baik?” tanya Rex Milan saat memeriksa pekerjaan Cindy.“Iya, Pak. Aku menyimpannya dalam brankas khusus dan dengan kombinasi nomor serta angka.” Cindy menjawab. Rex Milan mengangguk lagi dan tersenyum.“Jangan lupa surat kesediaan mereka melepaskan properti dengan harga yang kita tentukan, jangan sampai surat itu hilang. Akan ada penggusuran besar-besaran pada pemukiman dan penyewa dua hari lagi,” imbuh Rex Milan mengingatkan.“Baik, Pak. A
“Sini anak Papa. Kiss Papa dulu, Sayang!” Dallas dan Kalendra bergantian memberikan ciuman di pipi pada Dion sebelum mereka akan tidur. Budhe Dewi kemudian datang dengan botol susu untuk dua anak Dion tersebut.Dallas langsung anteng begitu mendapatkan botol susunya. Ia sudah terbiasa tanpa sang Ibu. Dahulu Dion cukup kesulitan menghadapi Dallas yang tantrum ingin bertemu ibunya. Namun sekarang Dallas jadi lebih pendiam. Hal itu sempat membuat Dion sedikit merasa sedih dan miris.“Kowe wis mangan toh, Le?” tanya Budhe Dewi pada Dion yang sedang mengusap-usap punggung Dallas yang nyaris terlelap sambil menghisap botol susunya. Dion sedikit mendongak lalu tersenyum.“Sudah, Budhe.” Budhe Dewi tersenyum lalu membantu menidurkan Kalendra di ranjangnya yang tak jauh berada di sebelah Dallas. Dion mengecup kening Dallas sebelum berbalik pada Kalendra yang masih terjaga.“Ayo doa dulu sama Tuhan Yesus!” ajak Dion pada Kalendra yang berlutut di samping tempat tidurnya bersama sang ayah bersim
“Apa? teman? Maksudnya?” sahut Peter meninggikan suaranya. Ia kaget setengah mati dengan pengakuan Cindy mengenai bosnya. Tidak hanya Peter, Dion, Jasman dan Arion serta Kyle pun ikut kaget.“Cindy, jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Pelan-pelan saja, jangan takut,” ujar Dion menambahkan. Cindy menarik napas panjang dan tersenyum kecut sebelum bicara.“Sebenarnya aku tidak takut pada Sebastian Arson. Hanya saja, aku sempat cemas jika dia akan mengadu pada Rex Milan soal jika aku bisa berbahasa Indonesia. Dia pernah memergokiku bicara dengan Peter menggunakan bahasa Indonesia─”“Kenapa kamu tidak pernah bicara soal itu?” sahut Peter memotong cepat.“Sebentar, Peter. Biarkan Cindy bicara semuanya dengan jelas.” Arion cepat menimpali. Peter pun sedikit mundur dan diam.“Lanjutkan, Cindy. Apa yang sudah dia lakukan padamu,” imbuh Arion lagi.“Sebenarnya tidak ada. Selama ini Sebastian cukup sopan, Rex Milan juga. Yang agak sedikit mengkhawatirkan hanya ... Nel? Pengawal itu? yang berku
Rex Milan masuk ke dalam kamar Venus setelah mengetuknya beberapa kali. Namun ternyata Venus tidak berada di dalam. Ia berbalik keluar dan bertanya pada salah satu pelayan.“Nyonya Venus sedang latihan di ruang gym, Tuan.”Kening Rex Milan sempat mengernyit meski ia kemudian mengangguk. Rex Milan pun berjalan ke ruang gym pribadi yang terletak di lantai bawah. Ia masuk ke dalam dan mencari Venus yang sedang berlatih di bawah pengawasan seorang dokter baru dan dikawal oleh Steven. Emerson juga berjaga di ruangan yang sama.“Venus?” tegur Rex Milan pada Venus yang sedang berjalan di mesin treadmil dengan kecepatan sedang. Venus mengenakan pakaian olahraga yang cukup seksi dan sudah berkeringat. Ia belum mendengar panggilan Rex Milan sama sekali.Rex Milan lalu menoleh pada Steven dan memberikannya kode untuk memanggil Venus. Steven mendekat lalu menyentuh lengan Venus dengan lembut dan berbisik padanya. Kening Rex Milan sedikit mengernyit dengan pandangan agak aneh pada cara Steven.“Ad
“Ahk, apa yang kamu lakukan? Lepaskan dia!” teriak Venus melerai pukulan Rex Milan pada Steven. Steven tidak sempat melawan karena Rex Milan menerobos masuk dan langsung menyerangnya.“Lepas!” hardik Venus lagi. Rex Milan melepaskan Steven yang terbaring di lantai memegang wajahnya. Topengnya terlepas dan bibirnya berdarah. Steven harus memegang pipinya agar topengnya tidak bergeser meskipun sudah sangat aman.“Apa yang kamu lakukan Rex Milan?”“Dasar brengsek! Beraninya kau masuk ke kamar ganti Istriku dan menyentuhnya!” bentak Rex Milan menunjuk pada Steven yang tertatih bangun dari lantai.“Jangan sembarangan menuduh, Rex! Dia tidak melecehkanku!” Venus ikut berteriak dengan suara lembutnya pada Rex Milan.“Apa? Apa kamu pikir aku buta tidak bisa melihat?” Rex Milan kembali balas memarahi Venus.“Maaf, Tuan Wilson. Aku tidak melakukan apa pun. Anda salah paham,” ujar Steven dengan wajah tertunduk kesakitan. Ia seperti takut menghadapi Rex Milan serta berlindung di balik tubuh Venus
“Apa kamu baik-baik saja? Apa sakit?” tanya Venus menyentuh wajah Steven yang membeku menatapnya. Venus menyunggingkan senyuman tipis nan lembut pada Steven.“Aku baik-baik saja, Nyonya,” jawab Steven setelah beberapa saat terdiam. Ia memegang tangan Venus agar tidak terlalu lama menyentuh wajahnya.“Biar aku obati luka di bibirmu ya─”“Sungguh, aku baik-baik saja.” Steven masih menolak.“Aku tidak akan menyakitimu, Steven. Jangan menolak. Sebentar.” Venus berdiri lalu mengambil tisu dan membasahinya. Barulah ia mendekati Steven lagi. Sebelah tangannya memegang ujung dagu Steven dan sebelah tangannya yang lain menyeka pelan ujung bibir Steven.“Nyonya─” Venus hanya memberikan senyuman dan makin mendekat. Ia semakin memangkas jarak pada Steven yang hanya bisa diam saja. Mata Steven menatap sendu pada wajah cantik Venus. Venus berhenti menyeka dan tetap berada di posisinya tidak melepaskan pandangan dari Steven.Entah magnet apa yang menarik Venus sampai ia makin mendekat hingga ujung h
Di belakang Dion menyerahkan tas milik Venus pada Jasman yang akan mengawal mereka. Dua pengawal lainnya ditempatkan oleh Dion di jalan depan saat keluar dari rumah sakit. Sedangkan sudah ada lima orang pengawal yang berdiri di dekat mobil yang akan membawa Venus pulang. Kali ini, Dion tidak ingin mengambil lagi risiko demi keselamatan Venus.Limosin yang membawa Dion, Venus, Arjoona dan Claire meluncur dengan baik saat keluar dari area rumah sakit. Mereka akan bersama-sama pulang ke rumah Dion karena anak-anak mereka sudah menunggu.“Bagaimana dengan masalah hukum kemarin, Dad? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Dion pada Arjoona yang duduk berhadapan dengannya. Venus menoleh cepat pada Dion dengan mata membesar. Ia tidak mengetahui jika ayahnya terlibat konsekuensi hukum.“Apa yang terjadi, Dad?” tanya Venus dengan raut cemas.“Gak ada. Daddy cuma harus membayar denda tilang saja kok. Namanya juga orang tua. Bisa ceroboh kala
Tidak seperti yang diharapkan oleh Steven alias Dion, Venus tidak ingin menoleh padanya saat ia masuk. Venus membuang muka tak mau menyapa.“Venus─” Dion baru bicara dan Venus langsung memotong.“Pembohong! Siapa kamu sebenarnya?” tukas Venus tanpa basa-basi langsung mendelik pada Dion. Dion terdiam di sisi tempat tidur Venus dan belum bergerak. Ia sedikit menundukkan kepala dan terlihat menyesal.“Aku bisa menjelaskan semuanya─”“Jawab saja pertanyaanku!” Venus langsung menyela dengan tajam.Meskipun Venus masih cedera setelah tercekik oleh belitan kain, tapi ia masih bisa memarahi Dion yang baru datang.“Aku ... aku adalah ....”“Kamu bukan Steven kan?” Venus menebak lagi dengan ketus. Dion menarik napas panjang dan sedikit menunduk.“Aku adalah Dion Juliandra. Aku sedang menyamar menjadi Steven.” Dion akhirnya mengaku. Venus tak bergerak menatap tajam pada Dion. Kali ini, Dion sudah sangat keterlaluan membohonginya. Dion yang menyadari kesalahannya lantas melepaskan topeng karet ya
Rex Milan berhasil dikeluarkan dari mobilnya yang ringsek akibat tabrakan dari jeep monster yang dikendarai oleh Arjoona Harristian. Ia segera dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri dan luka-luka. Sama dengan Venus Harristian, keduanya dibawa ke rumah sakit yang sama dan ditempatkan di bangunan yang berbeda.“Uncle, aku terpaksa harus menahanmu dulu sementara. Sampai aku selesai menemukan buktinya,” ujar Andrew menjelaskan pada Arjoona yang baru saja keluar dari kamar perawatan Venus. Arjoona meninggikan kedua alisnya mendelik pada Andrew yang hanya bisa menyengir.Dion datang menghampiri setelah membuka topengnya. Ia menarik napas panjang melihat Arjoona dan Andrew.“Sepertinya Venus tidak mau bertemu denganku,” ujarnya dengan raut sedikit meringis. Kening Andrew mengernyit memandang Dion dengan raut bertanya.“Tadi dia tidak mau kupegangi,” sambung Dion lesu. Andrew kemudian menoleh pada Arjoona yang masih diam saja.“Sebastian Arson sudah ditangkap. Rex Milan akan me
“Venus, Venus. Oh, sayang. Apa kamu bisa bernapas?” Dion segera menggendong Venus ke dalam kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Venus begitu kesulitan bernapas dan ia masih terengah kesulitan menarik atau mengeluarkan udara. “Cari tabung oksigen!” perintah Dion pada Arion. Arion pun masuk ke dalam walk in closet milik Venus untuk mencari tabung oksigen darurat. “Bernapaslah pelan-pelan, Sayang.” Dion menuntun Venus untuk bernapas satu-satu usai tercekik. Ia sudah tak peduli jika Rex Milan kabur. “Aku akan panggil Dokter,” ujar Divers pada Dion yang langsung mengangguk. Venus masih setengah semaput memandang Dion yang masih memakai topeng Steven. Ia merasa ada yang aneh tapi tak bisa bicara. Arion datang membawakan tabung oksigen darurat untuk Venus. Ia ikut membantu Venus mengenakan penutup untuk oksigen. Sementara itu, Rex Milan kabur lewat jalan samping dan langsung masuk ke mobilnya. Tidak ada yang sempat mengejar Rex Milan karena Dion dan teman-temannya sedang sibuk d
“Aku tidak membunuh Brema Mahendra. Aku bahkan tidak kenal siapa dia!” tegas Rex Milan masih bersikeras. Venus diam menatap Rex Milan yang tidak mau mengaku. Sambil menahan rasa berat di hatinya, Venus perlahan seperti melihat seperti apa Rex Milan yang sesungguhnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya itu adalah seorang pembohong. Sekalipun Rex Milan tidak mengakui, tetapi Venus bisa merasakan kebohongan tersebut.“Terserah jika kamu tidak mau mengaku. Jika aku bisa melepaskanmu, aku rasa Ayah dan Kakakku tidak.” Venus mengancam dengan nada sinis. Rex Milan makin mendekat dengan deru napas yang terdengar kasar. Sedangkan Venus sekalipun cemas, tidak mundur sama sekali. Tangannya meremas tas tangannya cukup keras dan siap mengayunkannya pada Rex Milan jika ada yang terjadi.“Jangan mengancamku!” Rex Milan menggeram pelan.“Aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak mengaku dan sepertinya kamu memang pantas untuk mendekam di penjara selamanya, Rex,” ujar Venus tak mengindahkan ancaman R
Sebastian diborgol di depan Cindy yang terpaku melihatnya. Ia sempat protes tapi FBI membeberkan semua bukti. Sebastian masih mengira jika Cindy tak tahu apa pun. Ia berbalik dan mencoba menjelaskan.“Cindy, ini gak bener. Jangan percaya mereka!” ucapnya menatap Cindy yang diam saja. Peter lalu masuk dan hendak membawa Cindy pergi. Di sanalah, Sebastian mengetahui jika Cindy terlibat dalam penangkapannya.“Sebentar. Kamu bekerja sama dengan Polisi? Kamu yang melakukan semua ini?” ujar Sebastian dengan raut tak percaya. Cindy masih diam saja menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Jangan dengarkan dia. Ayo!” ujar Peter dengan bahasa Indonesia. Mata Sebastian membesar. Ternyata yang sudah mengatur dan merencanakan semuanya adalah Cindy dan pria yang merupakan kekasihnya. Cindy menelan ludah dan berjalan melewati Sebastian. Ia akan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan penangkapan tersebut di belakang.“Tunggu!” seru Sebastian menghentikan langkah Cindy. Cindy berbalik dan Sebastian me
Cindy melangkahkan kakinya masuk ke ruangan CEO sesuai janjinya dengan Sebastian. Cindy masih diam saja dan cenderung sedikit mengendap masuk. Ia melihat Sebastian sedang sibuk dengan beberapa pria yang ternyata adalah anggota direksi dan pemegang saham. Mata Sebastian tak lama menangkap sosok Cindy yang masuk tanpa pemberitahuan.“Cindy?” sebut Sebastian lalu tersenyum. Para pemegang saham itu lantas ikut menoleh ke belakang. Sebastian lalu meminta waktu sesaat.“Sebentar.” Sebastian menghampiri Cindy. Sebastian lantas menarik lengan Cindy ke salah satu sudut ruangan lalu separuh berbisik padanya.“Akhirnya kamu datang. Kamu duduk dulu ya, nanti kita bicara, Aku sedang menyelesaikan masalah sedikit.” Sebastian berujar masih dengan sikap lembut pada Cindy.“Masalah apa, Pak?” balas Cindy balik bertanya.“Uh, Oddysey menarik proyeknya dan menyerahkannya pada King Enterprise. Kita kalah.” Cindy hanya diam saja dan sedikit menundukkan wajahnya.“Jangan sedih, aku pasti bisa mengatasi ini
Venus Harristian masuk ke rumah yang sudah ia tinggalkan demi bisa menjebak Rex Milan Wilson. Begitu mendengar dari salah satu pelayan jika Venus sudah pulang, Rex Milan langsung keluar. Ia tersenyum datang menghampiri. Venus langsung menyusutkan langkahnya ke belakang. Rex Milan pun berhenti.“Venus,” sebutnya pelan.“Aku pulang karena Rei yang memintaku. Sekarang kita harus bicara,” ujar Venus menegaskan. Raut wajahnya tidak menyiratkan emosi sama sekali. Ia tidak mau lagi terenyuh pada apa yang akan dikatakan oleh Rex Milan.Jasman terlihat masih berada di salah satu ruangan bersama staf pembersih lainnya. Rex Milan melirik lalu memerintahkan agar semua keluar.“Kalian sudah selesai hari ini. Aku akan memanggil kalian lagi. Sekarang keluar,” ujar Rex Milan memberikan perintah. Venus sedikit memutar bola matanya melihat satu persatu staf keluar dari ruang tengah termasuk Jasman. Jasman telah memasang beberapa kamera di tempat yang lebih aman untuk memantau Venus.Dion masih terus me
“Kamu kenapa? Kamu dari mana?” Peter langsung bertanya banyak pada Cindy yang sedang menangis memeluknya. Cindy belum berani menjawab dan hanya bernapas satu-satu. Peter yang cemas sedikit melepaskan pelukannya pada Cindy untuk melihat keadaannya.“Kita bicara dulu.” Peter membujuk dan Cindy pun mengangguk. Mereka masuk ke halaman tanpa masuk ke rumah.“Sekarang kamu harus cerita sama aku apa yang terjadi. Jangan berbohong. Siapa tadi yang nganterin kamu?” Peter kembali mencecar Cindy dengan pertanyaan.“Mas Peter lihat?” Cindy sedikit mengangkat wajahnya.“Iya. Aku di belakang mobil itu dan melihat kamu keluar dari sana. Itu siapa, Cindy?”Cindy menarik napas yang masih sesak seraya menatap wajah Peter yang tampak dari bias lampu depan di atas teras.“Sebastian Arson.” Cindy menjawab dengan suara kecil. Wajah Peter langsung berubah tegang.“Apa?” sahutnya meninggikan suara. Peter langsung melihat ke arah pintu khawatir jika terbuka dan Budhe Dewi tiba-tiba muncul.“Lalu, apa dia meny