Madiya hendak akan pergi dari tempat ini setelah dia memakai bajunya kembali. Dia benar-benar kesal dengan Richard yang sudah menjebak dirinya. "Richard main seenaknya saja," umpat Madiya.Dia ingin keluar dari apartemen milik Richard, tetapi bagaimana caranya dia keluar sekarang. Dia belum memakai kembali bajunya. "Kamu mau ke mana Richard?" tanya Madiya yang kini melihat kearah Richard sepertinya akan pergi keluar. Madiya mengatakan itu dengan jalan yang sedikit tertatih. Dia memang susah untuk berjalan karena kakinya memang merasa sakit."Kenapa tidak tinggal saja bersama denganku, lagian kamu masih jadi istriku," ujar Richard dengan santai. "Tidak, bukannya kamu sudah mengusirku waktu itu." Madiya mengingatkan Richard yang waktu itu menuduh dirinya. Bahkan Richard waktu itu tidak menahan dirinya untuk pergi dari sini. Sekarang Madiya sudah nyaman tinggal bersama dengan Shela. Dia jadi banyak berbicara tentang kehidupan bersama dengan wanita itu. Walaupun ada hal yang membuat
Richard tengah tersenyum bahagia karena apa yang dia lakukan sudah berhasil. Dia sudah melakukan hubungan layaknya suami istri bersama dengan Madiya. Dia sudah percaya diri kalau Madiya sebentar lagi akan kembali dalam pelukan dirinya. "Ciee bos senyum-senyum sendiri," goda Robi yang masuk ke dalam ruangan Richard. "Ide kamu memang bagus Robi. Aku akan memberikan kamu bonus!" ujar Richard yang merasa bahagia. Robi yang mendengar hal tersebut pun ikut bahagia. Tidak menyangka sama sekali kalau Richard akan memberikan dia bonus. Memang ini adalah ide yang sangat bagus. "Terimakasih banyak bos," jawab Robi dengan semangat. "Bagus," ujar Richard yang terlihat bahagia. Dia sudah tidur dengan Madiya dan ini membuat dia jadi semakin yakin untuk bertemu dengannya. "Permisi."Ada suara yang mengetuk pintu ruangan ini. Robi menaikan sebelah alisnya dengan heran. Perasaan sekarang tidak ada janji dengan perusahaan manapun juga. "Siapa?" tanya Richard pada Robi. "Tidak tau, suruh saja mas
Madiya merasa gelisah dan hatinya merasa tidak enak sekarang. Pikirannya malah kearah lain, di harus bertemu dengan adiknya untuk menyelesaikan semua masalahnya. Apalagi Madiya juga rindu dengan ibunya. "Madiya, kenapa kamu malah melamun?" tanya Shela yang melihat Madiya tidak jauh dari tempatnya berada. "Eh kamu ternyata. Tidak aku hanya merindukan ibuku saja." "Kalau begitu kamu temui dia nanti yah. Aku akan menemani kamu kalau mau ke sana," tawar Shela dengan baik hati. Madiya menggelengkan kepalanya, dia tidak mau merepotkan Shela yang selama ini membantu dirinya. "Tidak usah, aku akan ke sana sendiri nanti."Shela tahu perasaan Madiya sekarang, alasan mengapa wanita itu selalu menolak tawaran dirinya. Lalu Shela mengalihkan pembicaraan mereka. "Btw hubungan kamu dengan Richard sekarang kaya gimana?" tanya Shela penasaran. Siapa tahu memang hubungan mereka sudah ada perkembangan sekarang. "Kenapa malah bahas pria itu?" kesal Madiya yang malah membicarakan tentang Richard. Di
Bab 46Matahari menyinari pagi yang manis, Madiya terbangun dari tidurnya, sampai matanya melihat kearah bunga yang terletak di meja. Tanpa sadar Madiya mengambilnya dan dia langsung menghisap aromanya yang membuat dia malah jadi merasa lebih tenang. "Harum sekali wanginya."Kemarin Madiya sempat menolak, tetapi Shela menaruh bunga itu di dalam kamarnya dengan sengaja. Jadi sekarang Madiya menghirup aroma bunga tersebut. Sampai tak lama kemudian, ponselnya berdering tanda ada orang yang menghubunginya. Madiya menaikan sebelah alisnya karena melihat nama Nina di sana. "Nina, tumben sekali wanita itu menghubungiku," gumam Madiya. Akhirnya dia mengangkat telepon dari Nina karena memang dia merasa penasaran sendiri. "Hallo," tanya Madiya dengan sekilas. "Kamu tidak lupa kan, kalau pemilik perusahaan akan datang ke kantor cabang. Sebaiknya kamu tidak boleh datang telat.""Ah sial. Aku lupa."Madiya malah lupa, dia tidak boleh datang terlambat karena ini bisa membuat dia malah dipecat
Semua karyawan yang ada di sini berbisik-bisik, banyak yang bergosip tidak jelas. Apalagi setelah melihat Madiya yang dipanggil ke ruangan Richard tadi. "Gue gak salah lihat bukan?" tanya karyawan yang lainnya. "Ya ampun, rupanya Madiya adalah istri dari Richard." Richard malah menarik tangan Madiya untuk ikut bersama dengan dirinya. Tetapi Madiya malah menolak tawaran tersebut karena dia merasa kesal. Apalagi kalau harus ikut bersama dengan Richard. "Lepaskan tanganku, Richard. Apa yang kamu lakukan hah," marah Madiya ketika tangannya dicekal oleh Richard. Meminta bantuan pada karyawan di sini pun rasanya tidak mungkin setelah mengetahui hubungan dirinya dengan Richard yang sebenarnya. "Sudah ikut saja!"Richard malah membawa dia ke dalam ruangan yang memang sangat sepi. Dia malah memojokkan Madiya ke tembok. Membuat wanita itu tidak bisa mundur lagi. Richard tersenyum miring ketika Madiya tidak bisa mundur lagi sekarang ini. Dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan sekarang
Madiya merasa tidak tenang berkerja di kantor ini sekarang, apalagi setelah semua rekan kerjanya tau kalau kalau dia dengan Richard sudah menikah. Belum lagi sebuah kenyataan kalau Richard yang menjadi pemimpin perusahaan di kantornya sekarang. Madiya sangat peka ketika banyak orang yang kini menatap dirinya ketika dia hendak akan kembali duduk di bangku kerjanya. "Hai semuanya," sapa Madiya pada rekan-rekan kantornya setelah dia berhasil kabur dari Richard. "Wah Ibu Bos." Nina sengaja mengatakan itu setelah dia menyembunyikan ini dulu. "Yah ampun, gak nyangka ternyata Madiya adalah istri dari Bos," ujar orang-orang yang ada di tempat ini. "Semua orang sudah tau sekarang Madiya," bisik Nina pada Madiya yang memang ada di dekatnya. Madiya mencebikan bibirnya, semuanya gara-gara Richard yang malah datang ke sini. Bahkan Madiya tidak tau kalau perusahaan ini milik Richard. Pria itu tidak pernah sekalipun bercerita tentang dirinya selama ini. "Aku yang malah kesal dengan Richard,"
Selesai makan, Madiya akhirnya memutuskan untuk mencuci piring. Dia melakukan itu untuk menghindar dari Richard. Tetapi Richard malah seperti anak itik yang selalu mengikuti induknya kemana pun dia pergi sekarang. Dia bahkan tidak tahu harus melakukan apalagi setelah ini. "Sini biar aku bantu untuk cuci piringnya," kata Richard. "Tidak usah, aku bisa sendiri," tolak Madiya yang tidak mau kalau Richard terus datang menghampiri dirinya. Menganggu kegiatan yang dia lakukan sekarang. Richard memperhatikan Madiya secara diam-diam, dia tengah mencari ide untuk bisa mengambil hati dari Madiya kembali. Apalagi dia sudah bertekad akan meluluhkan hatinya. Richard malah memeluk Madiya dari belakang, memberikan sentuhan sedikit pada wanita itu. Dia merasa sedikit bahagia dengan hal ini. "Apa yang kamu lakukan?" kaget Madiya. Dia merasa gugup ketika Richard malah memeluk dirinya dari belakang. Bahkan dia tidak tahu harus berbuat apalagi sekarang. Dia berusaha untuk berontak karena kesal. "
Pagi hari yang sangat cerah, Madiya sudah bersiap dengan seragam kantornya dia akan berangkat bersama dengan Richard, pria itu yang malah mengajak dia untuk pergi ke kantor bareng. Apalagi ini adalah hari pertama dia yang akan datang ke kantor. "Seharusnya aku berangkat sendiri saja," tolak Madiya karena dia tidak mau menjadi bahan gosip orang lain."Sudah memangnya kenapa kalau kamu berangkat bersama, toh semua orang juga pada akhirnya akan tahu kalau kamu adalah istriku," ujar Richard dengan santai. Madiya yang mendengar itu pun malah mendengus kesal. Bisa-bisanya Richard malah bilang seperti itu kepada dirinya. Membuat dia merasa sedikit malu. "Kamu gak paham posisi aku, Richard." "Bukannya akan bagus jika dia bisa berangkat bersama.""Susah juga jika berdebat dengan kamu, aku yang pasti kalah," dengus Madiya. Dia tidak punya pilihan lain selain bersama dengan Richard. "Kamu tenang saja, aku akan memberikan pengumuman kepada semua karyawan yang ada di sana nanti. Kalau kamu ad
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu